BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin (Adisasmito, 2008). Pada akhirnya, pembangunan kesehatan ditujukan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif (Sujudi, 1997). Sehat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) didefinisikan sebagai suatu keadaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit dan kecacatan. (WHO, 2000). Sejalan dengan perkembangan, maka definisi tersebut sudah dirasakan perlu direvisi kembali, karena belum mengakomodasikan berbagai komponen produktivitas. Dalam Piagam Ottawa pada tahun 1986 disebutkan bahwa sehat itu bukan hanya sekedar tujuan hidup, tetapi merupakan alat untuk hidup secara produktif (Ahmad, 2009). Secara implementasi, sistem kesehatan bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi berbagai kondisi ekonomi, politik dan budaya suatu negara (Adisasmito, 2008). Dengan kata lain, sistem kesehatan merupakan kombinasi antara institusi kesehatan, sumber daya manusia pendukung, mekanisme finansial, sistem informasi, mekanisme jaringan organisasi dan manajemen struktur yang di dalamnya termasuk komponen administrasi (Lassey, 1997).
Dalam Rencana Strategi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Renstra Depkes RI) tahun 2005-2009 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan di Indonesia telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Ironisnya, derajat kesehatan di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara tetangga (Depkes RI, 2005). Hal ini disebabkan adanya berbagai masalah diantara adalah kinerja pelayanan kesehatan yang rendah, terbatas dan tidak meratanya tenaga kesehatan (Adisasmito, 2008). Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah membawa suasana baru dalam dunia pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya sentralistik menjadi desentralisasi. Menurut Rondinelli (1981), desentralisasi adalah pemindahan kewenangan atau pembagian kekuasaan dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah, khususnya daerah tingkat II. Dari definisi tersebut, maka sektor kesehatan juga merupakan wewenang dari pemerintahan daerah untuk mengaturnya. Gani (1999) mengungkapkan, desentralisasi mengalami berbagai hambatan terutama di daerah tingkat II antara lain adalah lemahnya profesionalisme sumber daya manusia (SDM). Lemahnya profesionalisme itu ditandai dengan masih terbatasnya pengetahuan dan berbagai informasi pelaksana lapangan di bidang kesehatan yang diharapkan dapat menjadi agen perubahan dalam bidang kesehatan kepada masyarakat. Keberhasilan pembangunan di daerah, khususnya di kabupaten dan kota salah satunya adalah ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, dalam hal ini adalah tenaga kesehatan.
Hambatan lain dalam upaya desentralisasi menurut Gani (1999) adalah ketidak berkesinambungan antara pelayanan kesehatan primer dan sekunder. Muninjaya (2004) mengemukakan sebelum era 70-an, kebijakan sarana pelayanan kesehatan lebih difokuskan kepada pembangunan rumah sakit yang tidak mudah diakses oleh sebagian penduduk yang tinggal di pedesaan. Mengatasi masalah tersebut, maka pemerintah mendirikan Pusat Pelayanan Kesehatan (Puskesmas) yang merupakan upaya pemerintah untuk melindungi penduduknya, termasuk mengembangkan program khusus untuk penduduk miskin (Muninjaya, 2004). Adanya semangat reformasi menghendaki adanya perubahan dalam manajemen Puskesmas yang tertuang dalam UU No. 22 dan 25 Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Depkes RI (2002) menjelaskan Puskesmas di era desentralisasi mempunyai 3 fungsi, yaitu: 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan 2. Memberdayakan masyarakat dan memberdayakan keluarga 3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Salah satu upaya kesehatan dasar yang merupakan program minimal dan harus dilaksanakan setiap Puskesmas adalah Program Promosi Kesehatan dengan melaksanakan berbagai kegiatan promosi hidup bersih dan sehat dengan indikator keberhasilan adalah perbaikan perilaku sehat masyarakat (Depkes RI, 2002). Promosi Kesehatan menurut Piagam Ottawa diartikan sebagai suatu proses yang
memungkinkan seseorang untuk meningkatkan dan mengontrol derajat kesehatannya, baik secara individu, kelompok maupun masyarakat (Siregar, 2009). Dalam mengimplementasikan program promosi kesehatan di puskesmas dibutuhkan sumber daya yang andal dalam melaksanakannya. Kajian Muninjaya (2004) menjelaskan bahwa visi dan misi baru puskesmas di era desentralisasi kurang dihayati baik oleh pimpinan maupun staf puskesmas. Hal itu mengakibatkan upaya advokasi dan juga pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan menjadi kurang mendapat sambutan di masyarakat. Masalah lain adalah Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang bertujuan untuk proses penyusunan rencana strategis puskesmas belum mampu dikembangkan (Muninjaya, 2004). Berbagai kendala dalam upaya implementasikan berbagai program promosi kesehatan di puskesmas, khususnya puskesmas di daerah terpencil antara lain adalah kurangnya pengetahuan mengenai promosi kesehatan yang dimiliki oleh petugas puskesmas. Pada Konferensi Nasional Promosi Kesehatan ke-5 di Bandung pada tanggal 22-25 November 2009, Siregar (2009) memaparkan keterbatasan pengetahuan petugas kesehatan dalam melaksanakan upaya promosi kesehatan utamanya di daerah terpencil antara lain disebabkan keterbatasan pendukung dalam memahami berbagai program promosi kesehatan. Keterbatasan ini menjadi kendala dalam pelaksanaan berbagai upaya promosi kesehatan di institusi termasuk juga di puskesmas. Hal ini disebabkan petugas kesehatan di puskesmas merupakan agen perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat di wilayah cakupan puskesmas tersebut.
Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu kabupaten yang baru dibentuk pada tanggal 28 Juli 2003 dengan berbagai masalah kesehatan. Data dari Riset kesehatan daerah Sumatera Utara tahun 2007 menyebutkan, Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan salah satu daerah yang berada di bawah standar kesehatan nasional, seperti masalah gizi buruk, kesehatan ibu dan anak serta kesehatan lingkungan (Depkes RI, 2008). Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan yang dilakukan pada bulan Februari-Maret 2010, menunjukkan bahwa berbagai masalah kesehatan di masyarakat disebabkan masih kurang berperannya puskesmas dalam melaksanakan kegiatan promosi kesehatan di setiap wilayah cakupannya. Saat peneliti menanyakan kepada beberapa petugas puskesmas yang diberi wewenang menangani program promosi kesehatan, mereka mengatakan pemahaman mereka terhadap apa dan bagaimana program promosi kesehatan itu masih sangat kurang. Hal ini disebabkan berbagai faktor, seperti pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan mereka masih sangat minim mereka dapatkan, materi penunjang kegiatan promosi kesehatan juga masih jarang mereka peroleh. Rogers (1983) berpendapat, pengetahuan terdiri dari tiga komponen, yaitu: kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar. Untuk dapat menganalisis pengetahuan maka ketiga komponen tersebut dia atas menjadi suatu keharusan untuk diamati dan dianalisis. Dari uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti berbagai hal yang terkait dengan pengaruh pengetahuan petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas di kabupaten Humbang Hasundutan.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pengetahuan (kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas di Kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2010. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh pengetahuan (kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas di kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2010. 1.4. Hipotesis Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh pengetahuan (kesadaran, pemahaman dan prinsip dasar) petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program promosi kesehatan di Puskesmas di kabupaten Humbang Hasundutan pada tahun 2010. 1.5. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagai masukan dalam merencanakan program promosi kesehatan di institusi khususnya puskesmas.
2. Bagi pengembangan ilmu adalah untuk menambah khazanah di bidang pengembangan sumber daya manusia bidang promosi kesehehatan khususnya sumber daya kesehatan di puskesmas. 3. Bagi peneliti lain adalah sebagai tambahan referensi yang berkaitan dengan pengembangan sumber daya manusia bidang promosi kesehatan khususnya sumber daya kesehatan di puskesmas.