BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia cukup konstan sejak tahun 2007 dan selalu diiringi dengan pertumbuhan pembiayaan atau pendanaan. Keterlibatan Indonesia dalam masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) menyebabkan pelaku UMKM di Indonesia dituntut untuk melakukan inovasi produk agar dapat bersaing dengan pelaku usaha asing. Semakin sering berinovasi, membuat pelaku usaha meningkatkan pengeluaran dana. Hal tersebut sering kali menjadi kendala bagi pelaku UMKM karena sumber pendanaan, umumnya, berasal dari modal sendiri atau menggunakan jasa lembaga keuangan. Lembaga keuangan seperti bank konvensional memiliki beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang atau calon nasabah yang ingin meminjam dana atau kredit ke bank agar pengajuan kredit disetujui oleh bank. Syarat-syarat yang umumnya diajukan oleh bank adalah usaha yang dilakukan telah berjalan dalam kurun waktu tertentu, memiliki buku laporan keuangan, memiliki rekening usaha, tidak memiliki masalah dengan pinjaman sebelumnya, mempunyai barang atau benda yang dapat digunakan sebagai barang jaminan atau agunan, dan memiliki rasa percaya diri ketika pihak bank mewawancarai calon nasabah. Wawancara dilakukan oleh bank untuk menilai karakter calon nasabah dan mengantisipasi adanya gagal bayar oleh calon nasabah.
Menurut Triandaru dan Budisantoso (2006), faktor yang sering menjadi dasar pelaku usaha mikro dan kecil kesulitan untuk meminjam dana di bank adalah terbatasnya akses informasi dan biaya aplikasi kredit yang sering membuat pengajuan kredit menjadi lebih rumit dan lama, kemampuan administratif dan perencanaan keuangan yang terbatas, dan masalah agunan yang nilainya sering kali di bawah nilai fasilitas kredit. Faktor-faktor tersebut menjadi kendala bagi sejumlah pelaku usaha mikro dan kecil karena mayoritas dari pelaku usaha mikro dan kecil mengajukan kredit bukan untuk mengembangkan skala usaha, melainkan untuk menutup kekurangan atau menambah modal guna menjalankan operasional sehari-hari. Di samping itu, ada beberapa fase atau tahapan dalam penilaian usaha baru (start up) terkait dengan skala usaha dan pendanaan. Fase pertama adalah fase usaha belum feasible (kelayakan). Pada tahapan pertama, usaha dinilai layak atau tidak jika dilaksanakan terus-menerus dengan melihat dari sisi keuntungan dan manfaat sosial yang didapat, dapat dikatakan pula sebagai masa uji coba. Fase kedua adalah fase feasible. Pada tahap kedua, usaha sudah dinilai layak dari berbagai aspek seperti aspek pemasaran, aspek sosial, dan keuntungan yang didapat. Fase ketiga adalah fase bankable. Fase bankable adalah fase atau tahapan ketika pelaku usaha sudah mampu mengakses pendanaan dari perbankan. Dengan kata lain, usaha dianggap bankable ketika pelaku usaha sudah mampu untuk memenuhi persyaratan-persyaratan perkreditan yang diajukan oleh bank. Untuk melindungi pelaku usaha UMKM agar tidak terjerat kredit dengan bunga yang tidak wajar atau terlalu tinggi oleh jasa pinjaman perorangan atau
lembaga keuangan yang tidak memiliki badan hukum seperti bank plecit atau bank titil, pemerintah menghadirkan sebuah program pendanaan. Program yang diharapkan mampu mengatasi masalah yang sering menimpa pelaku UMKM atau masyarakat kalangan ekonomi bawah yang ingin memulai usaha. Program tersebut adalah program kredit usaha rakyat (KUR). Pemerintah bekerja sama dengan bank-bank nasional untuk menyalurkan dana KUR dengan menawarkan suku bunga yang lebih rendah dibandingkan suku bunga jasa lembaga keuangan lain. Prosedur pengajuan KUR masih mengadopsi prosedur pengajuan kredit dari bank umum sehingga persyaratan untuk mendapatkan dana KUR yang seharusnya tidak menggunakan agunan, pada kenyataannya, tetap menggunakan agunan. Hal tersebut diduga menjadi penyebab prosedur pengajuan KUR masih dianggap rumit dan pemerintah menganggap penyaluran kredit atau dana melalui program KUR belum maksimal. Selain menyalurkan dana melalui program KUR, pemerintah juga memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM, yakni dengan mengesahkan Undang-undang terkait lembaga keuangan yang dapat membantu pendanaan usaha skala mikro, kecil, dan menengah. Lembaga tersebut adalah lembaga keuangan mikro. Salah satu asas yang dianut oleh lembaga keuangan mikro adalah asas kemudahan. Hal ini terbukti dengan persyaratan dan prosedur pengajuan kredit di lembaga keuangan mikro yang dianggap lebih mudah dan proses pencairan dana juga lebih cepat.
Persyaratan dan prosedur pengajuan kredit tentu menjadi dasar pertimbangan pelaku usaha mikro dan usaha kecil, seperti pedagang pasar tradisional dan toko kelontong untuk mengajukan kredit. Keterbatasan akses informasi lengkap, perlunya biaya untuk aplikasi pengajuan kredit, dan waktu yang cukup lama untuk mengajukan kredit cenderung dianggap rumit oleh pelaku usaha mikro dan kecil. Seiring dengan anggapan dan asumsi tersebut, kebanyakan pelaku UMKM lebih memilih menggunakan jasa lembaga keuangan mikro, seperti koperasi simpan-pinjam (KSP), unit simpan-pinjam (USP), Baitul Mal Wa Tanwil (BMT), Bank Pasar, dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebagai sumber pendanaan usaha. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh internal dan eksternal dari individu, terutama pengaruh sikap, norma subyektif, dan kontrol perilaku persepsian, terkait Analisis Minat Penggunaan Jasa Lembaga Keuangan Mikro sebagai Sumber Pendanaan UMKM. 1.2 Rumusan Masalah Kesulitan dalam mendapatkan dana untuk menjalankan usaha merupakan kesulitan yang sering dialami oleh pelaku UMKM, terutama pelaku usaha yang baru saja memulai bisnis. Salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan terkait kesulitan dana adalah dengan menggunakan jasa lembaga keuangan atau dengan meminjam kerabat atau teman terdekat. Jika memilih untuk menggunakan
jasa lembaga keuangan, masalah yang kemudian muncul adalah lembaga keuangan yang seperti apa yang cocok dengan skala usaha yang dimiliki. Hal seperti ini menjadi menarik untuk diteliti karena pemerintah sudah berupaya untuk mengatasi permasalahan dana UMKM dengan menyalurkan dana KUR. Akan tetapi, setiap pelaku UMKM memiliki kemampuan dan penguasaan informasi berbeda, minat yang berbeda, memiliki pandangan yang berbeda pula terkait pengalaman pribadi maupun orang lain dalam menggunakan jasa lembaga keuangan. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasar latar belakang dan rumusan masalah yang telah dikemukakan, permasalahan-permasalahan yang muncul dirumuskan dalam pertanyaan berikut: 1. Apakah sikap berpengaruh terhadap minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sebagai sumber pendanaan UMKM? 2. Apakah norma subyektif yang ada berpengaruh terhadap minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sebagai sumber pendanaan UMKM? 3. Apakah kontrol perilaku persepsian yang dimiliki individu berpengaruh terhadap minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sebagai sumber pendanaan UMKM? 1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh sikap terhadap minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sebagai sumber pendanaan UMKM. 2. Menguji pengaruh norma subyektif terhadap minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sebagai sumber pendanaan UMKM. 3. Menguji pengaruh kontrol perilaku persepsian terhadap minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sebagai sumber pendanaan UMKM. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Teoretis a. Dapat menambah informasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan terkait dengan topik yang sama. b. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan referensi dalam menyusun penelitian selanjutnya. 2. Praktis a. Bagi peneliti Penelitian ini menambah informasi bagi peneliti terkait ilmu akuntansi keperilakuan sehingga, nantinya, diharapkan peneliti dapat berkontribusi di masyarakat. b. Bagi akademik Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. Mahasiswa juga dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai informasi tambahan terkait minat penggunaan jasa lembaga keuangan mikro sehingga ke depannya mahasiswa dapat
memberikan solusi terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar mahasiswa. c. Bagi pemerintah Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi terkait kebijakan yang sudah ada, khususnya, kebijakan yang berkaitan dengan lembaga keuangan mikro dan UMKM. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan apabila pemerintah ingin mengambil langkah tertentu untuk memperbaiki kebijakan mengenai lembaga keuangan mikro dan UMKM. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi dibagi menjadi lima bab, yaitu: Bab I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang mengapa peneliti tertarik dengan topik ini, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menjelaskan tentang landasan teori yang relevan, penelitian terdahulu, dan pengembangan hipotesis. Bab III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan terkait desain penelitian, metode pengambilan sampel pengumpulan data, dan analisis data yang digunakan. Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil dari pengumpulan data, pengolahan data, dan pembahasannya. Bab V SIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pengolahan data, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti, saran yang dapat bermanfaat untuk penelitian selanjutnya.