METODE EDISI: STEMMA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Teks, Tekstologi, dan Kritik Teks

BAB 1 PENDAHULUAN. dulu sampai saat ini. Warisan budaya berupa naskah tersebut bermacam-macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teks yang ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah

BAB I PENDAHULUAN. memikat perhatian para peneliti, salah satunya adalah kakawin yang merupakan

2015 KRITIK TEKS DAN TINJAUAN KANDUNGAN ISI NASKAH WAWACAN PANDITA SAWANG

2014 SAJARAH CIJULANG

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN. (Ratna, 2004:34). Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. rakyat, sejarah, budi pekerti, piwulang, dll. (Nindya 2010:1). Manfaat dalam

BAB I PENDAHULUAN. bangunan besar, benda-benda budaya, dan karya-karya sastra. Karya sastra tulis

MANFAAT STUDI FILOLOGI

2016 TEKS NASKAH SAWER PANGANTEN: KRITIK, EDISI, DAN TINJAUAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rangkaian dari kebudayaan-kebudayaan masa lalu. Tidak ada salahnya bila ingin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rahmat Allah SWT karena leluhur kita telah mewariskan khazanah kebudayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pikir manusia demi menunjang keberlangsungan hidupnya. Dalam Kamus Besar

BAB I PENDAHULUAN. Naskah kuno merupakan warisan budaya masa lampau yang penting dan patut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zainal Arifin Nugraha, 2013

BAB II KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN

ANALISIS SEMIOTIK TEKSKIDUNG RUMEKSA ING WENGI

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI SERAT CARETA SAMA UN: SUNTINGAN TEKS DISERTAI ANALISIS RESEPSI. Oleh MUHAMMAD HASAN NIM

PATHISARI. Wosing těmbung: Sěrat Pangracutan, suntingan lan jarwanipun teks, kalěpasan.

BAB I PENDAHULUAN. Tutur merupakan salah satu jenis teks sastra tradisional yang mengandung

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mengiringi kebudayaan dari zaman ke zaman.akibat perkembangan itu

Kebenaran Kitab Suci Diterjemahkan dari Family Radio Bukti-Bukti Luar

MERANCANG PENELITIAN NASKAH

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara atau kerajaan tentu mempunyai sistem hirarki dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak hanya berupa arca atau prasasti, tetapi juga dapat berasal dari naskahnaskah

MENGAPA KITA MEMPELAJARI FILOLOGI???

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Sebuah manuskrip dalam aksara Latin yang berjudul Tjajar Sapi berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

SERAT MUMULEN (SUNTINGAN TEKS DAN KAJIAN SEMIOTIK)

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan masa lampau, karena naskah-naskah tersebut merupakan satu dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tulis terdiri dari dua bentuk, yaitu karya sastra tulis yang berbentuk

NASKAH KH ANWAR RANJI WETAN MAJALENGKA. (Kajian Filologis) Proposal Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesusastraan Melayu klasik telah ada sebelum mesin cetak digunakan di

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi tulis yang berkembang di masyarakat Jawa dapat diketahui melalui

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi syarat. Dilihat dari segi isinya, karya jenis tutur tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa benda (tangible culture) atau budaya-budaya non-benda (intangible

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah beberapa hal dibahas,akhirnya sampailah pada kesimpulan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipegang yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai cipta sastra karena teks yang terdapat dalam teks mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. transformasi dari teks-teks yang lain (Kristeva dalam Culler, 1975: 139). Dengan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Pengertian Filologi. kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik

Etimologi Istilah Filologi

Keterangan Dasar Tentang Alkitab

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa merupakan salah satu keterampilan yang dimiliki

ISSN: METODOLOGI PENELITIAN FILOLOGI Mendekati Teks Kebahasaan dari Sudut Kesejarahan. Fina Aunul Kafi UIN Sunan Ampel Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. disebut bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

2015 RELEVANSI GAYA BAHASA GURIND AM D UA BELAS KARYA RAJA ALI HAJI D ENGAN KRITERIA BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA D AN SASTRA IND ONESIA D I SMA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada kertas, lontar, kulit kayu atau rotan (Djamaris, 1977:20). Naskah

PENGANTAR ILMU SEJARAH

TRANSLITERASI. Pengertian Transliterasi. Manfaat Transliterasi. Metode Transliterasi. Masalah-Masalah Transliterasi

VISI KEBUTUHAN PENERJEMAHAN ALKITAB DI INDONESIA DAN DI SELURUH DUNIA. Roger E. Doriot 1

Kawruh warnining udheng-udhengan (suatu tinjauan filologis) Budi Kristiono C UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, dan sastra (Baried, 1983: 4). Cipta sastra yang termuat dalam naskah,

MATERI USBN SEJARAH INDONESIA. 6. Mohammad Ali : Sejarah adalah berbagai bentuk penggambaran tentang pengalaman kolektif di masa lampau

BAB I PENDAHULUAN. yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, dan kebudayaan


BAB I PENDAHULUAN. seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama. Penggalian

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Paham Dosa Kekristenan

BAB II KAJIAN TEORI. Filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia. Perkembangan Islam di Indonesia khususnya pulau Jawa sangat

BAB 3 OBJEK DAN METODE PENELITIAN

KAJIAN SEMIOTIK SYAIR SINDHEN BEDHAYA KETAWANG PADA NASKAH SERAT SINDHEN BEDHAYA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu

BAB I PENDAHULUAN. Sastra lisan yang telah lama ada,lahir dan muncul dari masyarakat yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa telah mengenal budaya bersusastra melalui tulisan yang

BAB I PENDAHULUAN. nenek moyang kita telah memperkaya khazanah kebudayaan nasional sebagai aset

Allah dan Pelayan-Pelayan-Nya 1Tim.3:1-13 Ev. Calvin Renata

BAB VI PENUTUP. akan cuba didedahkan beberapa dapatan kajian. Selain beberapa pengamatan yang boleh

Seni Berperang Sun Tzu

BAB I PENDAHULUAN. perpustakaan umum. Perpustakaan umum merupakan tempat atau lokasi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, hingga saat ini masih sedikit peneliti yang memberikan 1 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

FILOLOGI HUKUM SEBAGAI PIRANTI AWAL UNTUK MENENTUKAN YAMIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mampu menentramkan kehidupan manusia terlebih dalam hal kerohanian.

BAB I PENDAHULUAN. seperti kebudayaan Minang, Sumba, Timor, Alor dan lain-lain). Dalam Ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI INISIASI KEEMPAT: BIROKRASI ORGANISASI

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

Transkripsi:

METODE EDISI: STEMMA Oleh: Tedi Permadi Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni - Universitas Pendidikan Indonesia Objek penelitian filologi adalah naskah kuno, berisi teks yang menarik untuk diteliti dan berkaitan dengan penelitian adalah berkaitan dengan pemilihan metode; tetapi kemungkinannya tidak ada satu jawaban yang pasti mengenai metode mana yang benar. Metode harus disesuaikan dengan kebutuhan teks, diantaranya adalah dibolehkannya menggunakan beberapa metode sesuai dengan teks yang dihadapi (fleksibel) dan untuk mempertimbangkan semua kemungkinan yang ada. Di Barat pun mempunyai permasalahan tentang bagaimana cara menyajikan suatu teks yang merupakan hasil dari suatu transmisi dari suatu waktu yang jauh di masa lalu. Pekerjaan Literatur Latin, yang ditulis pada waktu kejayaan Kerajaan Roma, harus terlebih dahulu bertahan di zaman kegelapan (Dark Ages)dengan copy naskahnya yang disimpan dibiara, yang kemudian ditemukan kembali oleh sarjana masa Renaisance di Italia abad ke-14 yang mulai membandingkan naskah-naskah tersebut dalam rangka menemukan lebih banyak tentang masa lampau. 'Sejarah teks tidak bisa terpisah dari sejarah pendidikan dan ilmu pengetahuan', seperti dicatat oleh Reynolds dan Wilson (1974:V). Agama yang terlalu memegang peranan. Ilmu pengetahuan Yunani menyebar ke Italia pada abad ke-15, dan berkaitan dengan hal tersebut Teks Perjanjian Baru berbahasa Yunani diterjemahkan ke bahasa Latin di St. Jerome, untuk kemudian dipergunakan di sepanjang abad pertengahan. Erasmus menerbitkan Teks Perjanjian Baru tersebut tahun 1516. Ini diwakili [...) suatu langkah besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan. Perlawanan terhadap prinsip yang menyatakan bahwa teks yang dipelajari harus dalam bahasa yang asli dan 1

bukan merupakan terjemahanannya, dan teks kitab injil itu harus dibahas dan ditafsirkan menurut aturan logika dan akal sehat kebanyakan rang.'. ( Reynolds dan Wilson 1979:145.) Hal ini dapat dikatakan bahwa ini area studi khusus, Ilmu pengetahuan tentang kitab Injil, juga telah merangsang, dan menguntungkan dari, pengembangan teknik tekstual kritik. Metode-metode tersebut menggunakan secara berkelanjutan dan kemudian disempurnakan pada dalam abad ke-19, dengan tujuan yang sama merekonstruksi teks agar mendekati teks yang asli yang sedekat mungkin kepada bentuk yang dimaksud pengarangnya yang mula-mula menyusun teks tersebut. Maka dari itu tidak ada alasan untuk menolak bahwa pengalaman yang diperoleh ilmu pengetahuan barat mungkin mempunyai peran untuk perkembangan ilmu filologi di Indonesia: di sini terdapat sejumlah naskah yang sangat banyak. Menyaksikan suatu teks yang telah dipancarkan dari suatu pengarang, yang ditulis oleh penulisnya selama berabad-abad yang lalu, hingga sampai pada kita saat ini. Inilah alasan mengapa pengembangan filologi Indonesia, meminjam dari pengembangan ilmu pengetahuan klasik barat, aslinya Latin, dan hal ini telah pula dilakukan atas teks Eropa klasik. Contoh paling sering yang dikutip koneksi ini adalah edisi J. Gonda's tentang teks Jawa Kuno, Brahmandapurana (1932), dan buku teks yang digunakan sebagai pemandu kepada metode yang stemmatic adalah buku Paul Maas's 'Textual Kritik, (1927, Terjemahan Bahasa Inggris 1958). Tentu saja, tidak perlu berasumsi bahwa edisi teks di (dalam) Bahasa Indonesia bagaimanapun juga akan menjadi lebih sedikit karena perlakuan ilmiah dibanding yang lain, walaupun pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa edisi lalu telah jauh dari sempurna dan tidak memberikan ruang bagi penerapan metode lainnya. Dalam hal ini, di mana permasalahan suatu transmisi, berguna sebagai suatu sumbangan atas pandangan filologi tradisional, sedikitnya sebagai titik awal untuk diskusi lebih lanjut. Naskah yang ditulis oleh pengarangnya disebut autograph. Hanya sangat jarang yang sampai saat ini untukdapat dilihat secara langsung. Dengan kata lain, suatu teks telah dipancarkan kepada kita melalui suatu tradisi naskah. Pertama, adalah adanya pembedaan yang terdapat di dalam teks dan naskah: teks tidak 2

terikat pada naskah tertentu, tetapi disampaikan oleh teks itu sendiri. kedua, konsep suatu tradisi menyarankan suatu mata rantai, rangkaian mata rantai yang dihubungkan satu sama lain: mata rantai adalah naskah dan gabungan adalah tindakan mengcopy, membuat yang baru dari suatu tua. Asumsi dasarnya adalah bahwa kita ingin mengetahui teks yang statusnya murni sedekat mungkin dengan teks yang dibuat oleh pengarangnya, sebab itulah gagasan penulisnya, ciptaan ilmiah atau artistik-nya yang hendak kita temukan dan untuk kita pelajari. Logikanya adalah bahwa pengarangnya harus diperlakukan sebagai otoritas yang paling tinggi atas gagasan sendiri, bukanlah sebagai peniru atau komentator yang terkemudian, dan pasti tidak diri kita. Proses transmisi, dari pengarang ke pembaca sekarang ini, bagaimanapun mempunyai potensi yang membahayakan: kemungkinan kekeliruan manusia. Penyalin yang mengalami kesukaran untuk mennyalin teks adalah penyalin yang dapat memberikan andil kekeliruan dari waktu ke waktu. Sesungguhnya, hal itu adalah hal yang sangat sulit untuk tidak pernah melakukan kesalahan ketika penyalinan suatu teks, tak peduli bagaimanapun kerasnya berkonsentrasi. Meskipun demikian, dalam hal teori kita berasumsi bahwa penyalin adalah teliti. dan tidak membuat pemalsuan atau kesalahan yang disengaja; mereka mencoba untuk menyalin dengan seteliti mungkin. Suatu teks dapat juga menjadi rusak karena copy asli telah rusak atau tidak terbaca. Dalam kasus ini, penyalin biasanya tidak meninggalkan suatu jarak atau membuat suatu catatan, tetapi menulis lurus atau mencoba untuk memperbaiki kembali teks yang rusak tersebut. Kesalahan yang telah dibuat selama waktu dalam kaitan dengan di atas faktor adalah diri mereka diteruskan sebagai bagian dari teks. Sesungguhnya hal itu adalah seluruh kesalahan bersama yang memungkinkan teks tersebut dapat merekonstruksi sejarah tradisinya. Dalam rangka melakukan rekonstruksi teks, kita harus melakukan semua upaya untuk menyelamatkan fisik naskah yang menjadi alat rekam teks; naskah-naskah tersebut kemudian harus dibandingkan secara detil dalam rangka menentukan persisnya [di mana/jika] dan di (dalam) [jalan/cara] apa [yang] [yang] mereka menyimpang dari masing-masing naskah. Ketika ini telah dilaksanakan akan jadi ditemukan beberapa naskah. berbagi suatu pembacaan, perbedaan teks. Di dalam masing-masing kelompok teks 3

terdapat perbedaan akan masih tidak serupa; ini mungkin ditunjukkan oleh satu naskah yang telah disalin dari naskah yang lain dengan mempertunjukkan bahwa naskah itu mempunyai kesalahan sebagai addition tambahan dari naskah yang diperkirakan. Pembuktiannya susah untuk temukan, tetapi jika kita adalah beruntung dan menguasai kedua-duanya, kemudian mungkin kita hubungankan dengan menunjuk pada yang asli bagian daun yang rusak atau bagian surat yang tidak terbaca, sebagai contoh- itu menyebabkan penyalin untuk melakukan kesalahan atau memperkenalkan suatu variasi. Tujuan metode ini adalah untuk membangun suatu asal-usul naskah., yang disebut dengan stemma. Naskah-naskah tersebut berada di dalam satu rangkaian silsilah; contoh yang sempurna mungkin adalah tanda tangan seseorang, atau pada suatu jarak yang tak dikenal dari itu. Jika itu dapat ditunjukkan bahwa dapat menyelamatkan naskah, adalah dapat dilacak pada bagian beberapa yang hilang, nenek moyang, campurtangan antar[a] contoh yang sempurna dan [mereka/nya], kemudian langkah-langkah awal ini dapat ditandai dengan aksara Yunani, contohnya Alfa dan Beta. Naskah-naskah yang, dinamai dengan aksara Latin. Metode stemma pada dasarnya adalah menunjukkan hubungan kekerabatan antar maskah. dan karenanya yang adalah semakin dekat ke apa yang sedang dicari, pembacaan yang asli atau lebih sedikit kesalahan. Jika suatu naskah dapat ditunjukkan bahwa diturunkan dari naskah di atasnya maka naskah tersebut dapat dihapuskan dari pertimbangan. Dengan cara ini kita dapat mencoba untuk menyederhanakan bukti yang memperumit dan secara bertahap membimbing kita untuk sampai pada teks yang mendekati dengan teks yang ditulis pengarangnya. Di bawah ini adalah beberapa daftar kesalahan yang terjadi pada suatu teks yang membantu kita untuk mengenali lebih lanjut: 1. Kekeliruan yang ditunjukkan oleh persamaan dalam menulis huruf. Contohnya adalah persamaan antar surat, nilai pa( ) dan wa( ) dalam aksara Bali dan Jawa. Juga hal yang sama dapat terjadi pada aksara Perso- Arabic atau Jawi, dalam hal ini banyaknya titik (satu, dua atau tiga) adalah juga suatu faktor. Patut dicatat pula bahwa ini adalah sama halnya 4

ketidakajegan atau variasi dalam mengeja, terutama ditemukan dalam kata serapan, seperti dari Bahasa Sansekerta dalam Jawa Kuna; seperti diamati oleh Reynolds dan Wilson, 'kesalahan orthographical terjadi sangat besar, tetapi kebanyakan tidak berdampak untuk penetapan teks dan tidaklah dicatat pada apparatus (Reynolds dan Wilson 1974:204). Permasalahan ejaan akan dibahas lagi kemudian. 2. Omissions (penghilangan) membuat suatu kelas kesalahan besar. Ini dapat dibedakan menurut skala. Yang paling kecil mungkin (adalah) hanya satu atau dua suku kata, seperti ketika suku kata yang sama harus diulangi, atau suatu bentuk digandakan tetapi ditertulis hanya sekali ketika (haplography). Sedikit banyak(nya) lebih besar adalah 'saut du meme au meme', di mana mata penyalin mundur dan maju antar exemplar-nya dan halamannya, melompat dari satu kata kepada kata yang sama pada baris bawah atau selanjutnya, sedemikian sehingga sebagian teks hilangn. Ini adalah [yang] sungguh sering. Dengan cara yang sama, di (dalam) suatu teks puitis mata penyalin bergerak maju juga dengan cepat kepada tanda baca yang berikutnya, sedemikian sehingga satu baris atau bahkan suatu bait utuh menjadi hilang. Dan akhirnya, sampai pada suatu ketidakperhatian, kata-kata nampaknya tidak penting dan diabaikan begitu saja. 3. Kesalahan penambahan dapat terjadi ketika suatu suku kata atau bahkan suatu kata kecil dengan tak hati-hati diulangi. Ini adalah disebut 'dittography. 4. Kesalahan perubahan dapat terjadi jika surat dibalikkan atau bentuk puisi disalin dari naskah yang salah. 5. Kelas kesalahan lain adalah dalam kaitan dengan tindakan yang sengaja oleh penyalin, yang mungkin telah memutuskan bahwa suatu kata di dalam teks aslinya tidak benar, sehingga penyalin membenarkannya. Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut metode stemma dapat digunakan, kita akan mampu menghasilkan suatu teks yang memberikan jawaban atau kepuasan atas kebutuhan di atas. Stemma akan menunjukkan naskah yang dapat digunakan untuk tujuan di atas, dan mungkin menghasilkan silsilah naskah di mana naskah yang lebih muda disalin dari naskah yag lebih tua. 5

Pada sisi lain, sistem hanya bekerja jika penyalin telah dengan setia meneruskan kesalahan satu naskah ke keturunan nya, jika transmisi tersebut adalah vertikal. Jika, bagaimanapun, ia mempunyai dua (atau lebih) naskah asli ketika pengnyalinan, dan ketika dihadapkan dengan suatu pertentangan antar naskah maka diharuskan memilih suatu pembacaan dari satu dan kemudian dari lain. Naskah turunan bukanlah suatu salinan yang benar juga. Kemudian kita - mempunyai suatu kasus dari apa [yang] dimasukkan pencemaran atau transmisi horisontal, dan metode stemma tidak akan bekerja (Reynolds dan Wilson 1974:193). Ini terjadi tidak hanya di Barat, juga terjadi secara umum pada peneliti naskah Bali, sebagai contoh: 'Satu, seorang bangsawan Klungkung, menguraikan kepada saya bagaimana ia mengusahakan memproduksi suatu salinan yang ia ingin ia punyai. Setelah memilih penyalinnya, ia akan meminjam dari lainnya sedikitnya dua, lebih disukai tiga naskah salinan tentangnya, sehingga jika dalam hal pembacaan terdapat keragu-raguan maka ia bisa membandingkan dan memilih bacaan yang terbaik, dengan begitu menghapuskan kesalahan.' (Robson 1972:311.) Ini adalah suatu indikasi atas adanya beberapa sumbangan yang berasal dari tradisi ilmiah yang pribumi; tidak ada alasan untuk berasumsi bahwa bangsawan ini adalah suatu perkecualian, dan jika metodenya bekerja biasanya diikuti suatu konsekwensi adalah bahwa metode stemma tidak bisa digunakan untuk mengurai benang transmisi. Hal lain yang mempersulit adalah faktor kemungkinan bahwa pengarang sendirinya yang membuat perubahan kepada teksnya, setelah itu kemudian diedarkan, dengan demikian menciptakan edisi yang 'kedua' di samping yang 'pertama' dari pekerjaan yang sama. Itu dapat diduga bahwa sesuatu yang alami ini mungkin telah terjadi di dalam kasus Teks Jawa Kuna Kakawin Hariwangsa (Teeuw 1950), Terdapat sejumlah besar varian bacaan yang mempunyai pernyataan (bagian akhir syair/puisi, bagian 54.1) bahwa Raja lainnya sebagai guru pengarang itu, Mpu Panuluh, adalah sangat marah kepada dia karena kegagalannya untuk menghasilkan karangan puitis yang bisa diterima. Itu adalah hal yang mungkin terjadi bahwa Hariwangsa pekerjaan masa mudanya, karena Mpu Panuluh kemudian berhasil menyusun suatu karya agung yang diakui 6

kebenarannya, Ghatotkacasraya, dalam perjalanan hidupnya kemudian. Dengan cara ini kelimpahan varian boleh jadi dapat diterangkan dari suatu versi [yang] ditinjau kembali arus syair/puisi di samping usaha yang pertama, dengan pencemaran yang berlangsung di sepanjang tradisi naskah. Kendati atas upaya reservasi, beberapa penulis mengakui atas keberhasilan menerapkan metode stemma dalam penelitian naskah berbahasa Indonesia. Setidak-tidaknya, prinsip harus diserap, dan masing-masing situasi yang baru bisa menyebutkan keunggulannya masing-masing. *** 7