dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan ekonomi (Depkes, 2007). Para penderita kusta akan cenderung

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman kusta Mycobacterium leprae (M. leprae) yang dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kusta merupakan salah satu jenis penyakit menular yang masih

BAB I PENDAHULUAN. penyakit di seluruh dunia, setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV). negatif dan 0,3 juta TB-HIV Positif) (WHO, 2013)

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

peningkatan dukungan anggota keluarga penderita kusta.

BAB I PENDAHULUAN. sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO TINGKAT KECACATAN PADA PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS PADAS KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. fenomena penyakit yang terjadi pada sebuah kelompok masyarakat, yang berhubungan,

BAB I PENDAHULUAN. kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya


ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KECACATAN PENDERITA KUSTA DI KABUPATEN NGAWI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indikator monitoring dan evaluasi program pengendalian kusta :

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN DALAM. Skripsi Sarjana Keperawatan. Disusun Oleh: J FAKULTAS

BAB I PENDAHULUAN. kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat. Masa tunas dari

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, kepercayaan yang keliru terhadap kusta dan cacat yang. Berdasarkan laporan regional World Health Organzation (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BOJONEGORO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadiannya yang masih tinggi (World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

Tingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di kenal oleh masyarakat. Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. 2

I. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh (Mycobacterium tuberculosis). Penyakit ini juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. kematian bayi, angka kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup (Depkes RI,

Andry Firmansyah *, Edy Seosanto**,Ernawati***

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

PROFIL TINGKAT PENGETAHUAN PENDERITA KUSTA TENTANG PENYAKIT KUSTA DI PUSKESMAS KEMUNINGSARI KIDUL KABUPATEN JEMBER

BAB 1 PENDAHULUAN. perifer sebagai aktivitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

BAB I PENDAHULUAN. (AIDS) pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan. (UNAIDS) dalam laporannya pada hari AIDS sedunia tahun 2014,

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis, sejenis bakteri berbentuk batang (basil) tahan asam

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh kuman dari kelompok Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

Unnes Journal of Public Health

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. segi medis tetapi juga sampai masalah sosoial, ekonomi, budaya, keamanan

BAB I PENDAHULUAN. kematian terbesar kedua di dunia setelah Human Immunodeviciency Virus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penatalaksanaan kasus

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB I PENDAHULUAN. dan mereka yang telah sembuh dari kusta adalah kurang adanya rasa empati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kanker serviks dan

BAB 1 PENDAHULUAN. telah berjangkit dalam periode waktu lama di tengah-tengah masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar. dan HIV/AIDS, Tuberkulosis menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia. Tuberculosis menyebabkan 5000 kematian perhari atau hampir 2 juta

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menjangkit jutaan orang tiap tahun dan menjadi salah satu penyebab utama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

SKRIPSI. Penelitian Keperawatan Komunitas

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. menyerang paru dan dapat juga menyerang organ tubuh lain (Laban, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. atau lendir(suraatmaja, 2007). Penyakit diare menjadi penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis saja tetapi meluas sampai masalah sosial, ekonomi, budaya,keamanan dan kesehatan nasional. Penyakit kusta pada umumnya terdapat dinegara-negara yang sedang berkembangsebagai akibat keterbatasan kemampuan negara dalam memberikan pelayanan yang memadai dibidang kesehatan, pendidikan,kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Sehingga penyakit kusta tidak lagi menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan upaya pencegahan atau eliminasi kusta oleh lembaga-lembaga kesehatan baik tingkat global maupun lokal, serta membutuhkan strategi sehingga mampu menurunkan angka penderita kusta (WHO, 2012). Indonesia hingga saat ini merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta yang tinggi. Pada tahun 2013, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah India (134.752 kasus) dan Brasil (33.303 kasus). Tahun 2013, Indonesia memiliki jumlah kasus kusta baru sebanyak 16.856 kasus dan jumlah kecacatan tingkat 2 di antara penderita baru sebanyak 9,86% (Kemenkes RI, 2013). Dalam upaya mengatasi peningkatan penyebarluasan penyakit kusta serta merujuk dari target global WHO pada 2016-2020, maka pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen Kesehatan telah bertekad melakukan pemberantasan secara intensif dimana diharapkan prevalensi penyakit kusta yaitu untuk mengurangi cacat tingkat II pada kasus baru menjadi kurang dari 1 per 1.000.000 penduduk ditahun 2020. Berdasarkan data di jawa tengah mengenai penyakit kusta dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan selama 10 tahun terakhir yang dimulai sejak tahun 2000 2014 mencatat bahwa jawa tengah menduduki angka ke tiga tingkat nasional setelah Jawa timur dan Jawa barat mengenai penyakit kusta, dari 100% penduduk jawa tengah terdapat 95% tidak tertolong, 3% sembuh sendiri, dan 2% diobati.

Berdasarkan data yang ada pada tahun 2015 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tercatat sebanyak 1807 kasus kusta baru dengan NCDR (New Case Detection Rate) adanya kasus baru yang terhitung per 100.000 dari 33.605.137 penduduk yakni mulai 2012 2014. Keberhasilan dalam mendeteksi kasus baru dapat diukur dari tinggi rendahnya proporsi cacat tingkat II, sedangkan untuk mengetahui tingkat penularan dimasyarakat digunakan indikator proporsi anak (0-14 tahun) di antara penderita baru 5% (Depkes, 2013). Di Kabupaten Pemalang pada tahun 2012 sudah tercapai eliminasi kusta <1/10.000 penduduk yaitu (0,92/10.000 penduduk), tetapi sampai saat ini penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Hal ini masih dapat dilihat dari situasi kusta Kabupaten Pemalang yang menunjukkan tren peningkatan jumlah kasus baru dari tahun 2004 sampai 2012. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pemalang tahun 2012, terdapat 245 penderita yangterdiri atas pederita tipe PB dan kusta tipe MB CDR 17,21 per 100.000penduduk. Dari tahun 2011-2012 penderita kusta mengalami peningkatan sebesar 8,44% dilihat dari jumlah penderita penyakit kusta pertahun(dinkes Pemalang, 2012). Dari data surveilans terpadu Kabupaten Pemalang pada tahun 2015 diketahui jumlah penderita kusta 154kasus yang tersebar di seluruh puskesmas. yaitu Puskesmas Kabunan 35 penderita, Banjardawa 25 penderita, Losari 20penderita, Kebandaran 19 penderita, Puskesmas Petarukan 16, Sarwodadi 13 penderita, Mulyoharjo 13penderita, Banyumudal 13 penderita,penderita kusta yang telah dan sedang diobati, ( Dinkes Pemalang, 2015). Puskesmas Petarukan mempunyai 16 penderita, hanya saja hal ini tidak boleh diabaikan karena diwilayah kerja Puskesmas Petarukan merupakan potensi adanya kasus-kasus penderita Kusta baru. (Profil Puskesmas Petarukan, 2015). Sampai saat ini belum ditemukannya upaya pencegahan primer terjadinya penyakit kusta, misalnya dengan pemberian imunisasi, oleh karena itu upaya pengobatan masih tetap hal yang dominan dalam program pemberantasan penyakit kusta. Upaya pencegahan penyakit kusta merupakan hal yang penting dalam penyembuhan penderita, mencegah cacat, mencegah resistensi, terhadap obat kusta, dan mencegah terjadinya relapce, pencegahan terjadinya defaulter.cakupan kusta tidak bisa tercapai dikarenakan masih banyak penderita yang tidak berobat secara teratur atau penderita yang seharusnya

sudah selesai diobati ( Release From Treatment - RFT), tetapi belum dicatat sudah RFT (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2013). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Pemalang tahun 2015, bahwa diwilayah kerja Dinas kesehatan Kabupaten Pemalang untuk angka penderita kusta yang berobat teratur yaitu untuk penderita kusta tipe PB ( Paucibacillary)dan tipe MB (Multibacillary) sebesar 65,4% dari target yang ditentukan 100%. Hal ini masih ada sekitar 34,6% lagi penderita kusta tipe MB yang masih tidak teratur dalam berobat.setiap penderita yang ditemukan dan diobati sudah diberikan informasi tentang pengobatan, dari mulai jenis obat yang harus diminum, efek samping dengan keberhasilan pengobatan yangakan menyembuhkan bila minum obat secara teratur dan tuntas. Upaya pencegahan dilakukan untuk menghindari adanya penderita yang defaulter atau tidak sembuh karena pengobatannya yang tidak teratur dan tuntas. Banyak faktor yang berpengaruh terhadap penderita kusta yang salah satunya adalah dukungan keluarga. Dukungan keluarga ini berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit kusta dimana penderita dengan dukungan anggota keluarga yang baik berpengaruh menjadi suatu upaya pencegahan terhadap penyakit kusta.dukungan keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan anggota keluarga, terutama pada upaya kuratif (pengobatan). Apabila ada anggota keluarga yang sakit, keluarga juga akan memperhatikan individu tersebut secara total dan memberikan perawatan yang dibutuhkan untuk mencapai keadaan sehat sampai tingkat optimum. (Friedman,2010) Bentuk dukungan yang diberikan kepada anggota keluarga yang menderita kusta dalam bentuk dukungan psikososial diharapkan mampu mengatasi masalah psikososial yang ditimbulkan oleh penyakit kusta. Masalah psikososial merupakan masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa (Depkes RI, 2013). Dukungan yang diberikan keluarga merupakan suatu bentuk intervensi yang melibatkan keluarga sebagai support system penderita. Seperti diketahui bahwa keluarga merupakan unit yang paling kecil dan paling dekat dengan klien, yang mampu menjadi caregiver bagi klien. Hal tersebut yang menyebabkan peran keluarga sangatlah besar dalam memberikan dukungan bagi klien dalam menjalani pengobatan dan perawatan

yang biasanya memerlukan waktu hingga berbulan-bulan, sehingga apabila keluarga tidak memberikan dukungan baik secara fisik maupun psikologis maka penderita kusta tidak akan dapat menjalani pengobatannya hingga tuntas (Rahayu,Unimus 2012). Dukungan keluarga dalam penanganan pengobatan penyakit kusta sangat dibutuhkan untuk memberikan pendampingan dalam proses pengobatan, walaupun peranan para petugas juga sangat besar. Hal utama yang menjadi upaya dalam pendampingan proses pengobatan penyakit kusta bagi keluarga adalah untuk memperkecil kemungkinan kejadian yang tidak diharapkan, seperti tidak mau minum obat, tidak mau mengurus diri sendiri. Hal ini sangat tidak diharapkan karena akan menganggu dalam proses pengobatan penyakit kusta, bahkan bisa terhenti sama sekali. Karena dalam pengobatan atau therapi penyakit kusta sangat membutuhkan waktu yang cukup lama. Dukungan dan partisipasi aktif dari keluarga sangat dibutuhkan. Berdasarkan fenomena yang ada Kusta di Kabupaten Pemalang bahwa sebagian besar keluarga mengatakan bahwa mereka sudah bosan dengan pengobatan yang harus dijalani oleh penderita kusta. Selain itu keluarga juga merasa menjadi beban dengan adanya anggota keluarga yang menderita penyakit kusta, sehingga keluarga kurang mendukung atau memperhatikan dalam proses pengobatan kusta pada anggota keluarganya. Melihat dari penggerakan dukungan serta masyarakat khususnya di lingkungan keluarga tersebut dalam upaya penyembuhan penderita penyakit kusta yang berdampak pada cakupan angka kusta di kabupaten Pemalang yang menunjukkan bahwa belum adanya dukungan keluarga pada penderita kusta masih rendah. Berdasarkan hal tersebut, maka membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan PenderitaKusta di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka penulis merumuskan masalah Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan Penderita Kusta di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan Penderita Kusta di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan Dukungan Keluarga Pada Penderita Kusta b. Mendeskripsikan Upaya Pencegahan Penderita Kusta c. Menganalisa Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan Penderita Kusta di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Memberikan pengalaman dalam melakukan penelitian dan menerapkan ilmu pengetahuan yang didapat dibangku kuliah. 2. Bagi Puskesmas Hasil penelitian ini bisa di jadikan sebagai bahan masukkan dalam rangka meningkatkan pelaksanaan dan pengelolaan program imunisasi yang berkaitan dengan dukungan keluarga dengan kelengkapan status imunisasi khususnya di wilayah kerja Puskesmas Petarukan. 3. Bagi Masyarakat Sebagai bahan informasi untuk menambah wawasan dalam meningkatkan dukungan keluarga dalam kelengkapan status imunisasi. E. Ruang Lingkup Penelitian 1. Lingkup Masalah Dalam penelitian ini masalah dibatasi Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan Penderita Kusta 2. Lingkup Keilmuan Penelitian ini termasuk dalam kajian kesehatan masyarakat khusunya Pendidikan Ilmu Keperawatan. 3. Lingkup Metode

Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Korelasi dan cara pendekatan Cross Sectional untuk menjelaskan Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan Penderita Kusta. 4. Lingkup Sasaran Penelitian ini dilakukan pada keluarga penderita penderita kusta. 5. Lingkup lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Petarukan Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang. 6. Lingkup Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus 2016 sampai dengan Desember 2016. F. Keaslian Penelitian Penelitian yang sejenis dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga dengan Upaya Pencegahan Penderita Kusta di Puskesmas Petarukan Kabupaten Pemalang pernah diteliti sebelumnya yaitu sebagai berikut : Tabel 1.1 Judul-judul Penelitian No Judul, Nama, Variabel yang Sasaran tahun diteliti Metode Hasil 1 2 3 4 5 6 1. Hubungan Dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat pada penderita kusta di Puskesmas Jati Kecamatan Jati Kabupaten Kudus (Ain,2014) Keluarga Pasien Kusta Variabel Bebas : karakteristik dengan dengan kepatuhan berobat Variabel terikat : Kepatuhan Minum Obat kusta dan dukungan keluarga Deskriptif Korelasi Ada Hubungan Dukungan keluarga dengan kepatuhan berobat pada penderita kusta di Puskesmas Jati Kecamatan Jati Kabupaten Kudus

2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Penderita Kusta Di Kabupaten Brebes (Zakiyyah,2014 ) Pasien Kusta Variabel bebas penelitian ini adalah faktor demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pengetahuan, sikap, persepsi, jarak rumah dengan tempat pelayanan kesehatan, dukungan keluarga, dan dukungan petugas. Untuk variabel terikatnya adalah kepatuhan minum obat penderita kusta. explanator y research Hasil penelitianmenunjukka n ada hubungan antara pengetahuan (p value=0,001), sikap (p value=0,001), persepsi (p value=0,013), dukungan keluarga (p value=0,001), dan dukungan petugas (p value=0,024) dengan kepatuhan minum obat penderita kusta di Kabupaten Brebes. No Judul, Nama, Variabel yang Sasaran tahun diteliti Metode Hasil 1 2 3 4 5 6 3. Analisis Spasial Persebaran Prevalensi Penyakit Kusta Di Kecamatan Bangsri Jepara Tahun 2011 Penderita Kusta karakteristik kejadian kusta menurut umur, jenis kelamin, Personal hygiene, riwayat kontak, lama kontak, status sosial ekonomi, dan pendidikan serta Jarak tempat tinggal. deskriptif analitik Persebaran kasus kusta banyak terjadi pada jarak antara 0.39 0.95 km yaitu 8 kasus, dan 3 kasus lain terjadi pada jarak lebih dari 5 km. Jarak antara tempat tinggal dan puskesmas paling dekat 0.39 km dan paling jauh 6.83 km. Sedangkan jarak tempat tinggal penderita kusta dengan penderita lain paling dekat adalah 0 km dan jarak terjauh 11.85 km