1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendapatan suatu Negara salah satunya dari pajak namun tidak selalu target yang ditetapkan akan tercapai, karena pada dasarnya tidak ada orang yang senang membayar pajak, karena pajak merupakan pengeluaran tanpa kontra prestasi langsung (Soemitro dalam Mardiasmo, 2011), sehingga wajib pajak cenderung berusaha membayar pajak sekecil mungkin, dan menghindari pajak (tax avoidance) sepanjang hal itu dimungkinkan sesuai aturan. Konsekuensi prinsip konservatisme bagi entitas usaha adalah keterbatasan peluang untuk memaksimalkan laba yang dilaporkan. Hal itu mengakibatkan timbulnya konflik kepentingan antara pihak perusahaan dengan para pengguna laporan keuangan mendorong pemanfaatan kebijakan untuk melakukan manipulasi informasi keuangan secara sepihak. Hal tersebut menyebabkan perusahaan selalu mencari cara untuk menghindari beban pajaknya. (Rego, 2003) menyatakan penghindaran pajak dilakukan untuk mengefisienkan pajak secara legal dan menimbulkan dampak terhadap kasus pelaporan pajak. Dapat dilihat dari data realisasi penerimaan pajak, meskipun menurut data jika dilihat angka nominal realiasi penerimaan pajak meningkat, namun jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan nominal realisasi tidak tercapai. Berikut data dari Derektorat Jederal Pajak (DJP):
2 Tabel 1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Sumber Dekrektorat Jenderal Pajak (2010-2014) Fenomena penghindaran pajak di Indonesia dapat terlihat dari perbandingan tax ratio (ratio pajak) Negara Indonesia dengan negara lain. Tax ratio mengukur perbandingan penerimaan pajak dengan Product Domestic Bruto (PDB). Ratio ini menunjukkan kemampuan pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali PDB dari masyarakat dalam bentuk pajak. Selain itu tax ratio dapat digunakan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu Negara. Semakin tinggi tax ratio suatu Negara, maka semakin baik kinerja pemungutan pajak Negara tersebut dan semakin tinggi tingkat kepatuhan masyarakatnya dalam membayar pajak Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tax ratio Indonesia baru mencapai sekitar 13% cukup rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia 15,5% dan Thailand yang telah mencapai 17% apalagi jika dibandingkan dengan Negara maju yang sudah mencapai 25% (Harian Investor Daily, 19 Agustus 2014). Rasio tersebut menunjukan bahwa pendapatan Negara Indonesia yang berasal dari pajak belum optimal, mengingat Indonesia kini termasuk dalam Negara berkembang yang idealnya perlu memiliki tax ratio diatas 15%. Fenomena perbedaan
3 kepentingan antara wajib pajak badan dalam hal ini perusahaan dengan pemerintah dan rata-rata rasio pajak yang belum mencapai target dapat mengindikasikan adanya aktivitas penghindaran pajak yang cukup besar, sehingga penerimaan pajak Negara Indonesia masih belum optimal. Banyak faktor yang menyebabkan target tersebut tidak optimal salah satunya oleh perilaku Tax aggressiveness yang dilakukan oleh sebagian perusahaan. Tindakan pajak agresif tidak hanya berasal dari ketidak patuhan terhadap peraturan perpajakan namun dapat berasal dari aktivitas penghematan yang sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga sering kali agresivitas pajak disebut juga sebagai tax sheltering atau tax avoidance. Pajak agresif dapat berbentuk apapun selama beban pajak perusahaan menjadi lebih rendah dari yang seharusnya Hartadinata dan Shauki (2012) mengutip pendapat Frank (2009) yang mendefinikan Tax aggressiveness sebagai sebuah tindakan yang ditunjukan untuk menurunkan taxable income perusahaan dengan melalui metode metode tax planning baik yang diklasifikan sebagai tax evasion maupun yang tidak. Selain perubahan tarif pajak ada hal lain yaitu signifikannya beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan dan pemiliknya (pemegang saham), dapat diduga pemegang saham menginginkan penghindaran pajak (Chen et al, 2010). Perusahaan menghindari pajak dengan memanfaatkan regulasi yang tidak jelas untuk memperoleh outcome pajak yang menguntungkannya (Dyreng, Hanlon, dan Maydew, 2008 ). Berdasarkan literatur empiris yang menggabungkan masalah keagenan dalam menganalisa penghindaran pajak perusahaan (Hanlon dan Heitzman, 2010),
4 dengan efisiensi pajak maka kesejahteraan pemegang saham akan meningkat, hal ini sesuai atau sejalan dengan teori agency. Bagi perusahaan selaku wajib pajak, pajak yang harus dibayar merupakan beban yang harus dikelola sedemikian rupa agar nilainya dapat menjadi lebih kecil. Aspek perpajakan memang merupakan hal yang penting bagi perusahaan, karena bila ini tidak dikelola dengan baik maka terdapat potensi risiko yang tidak kecil yang harus ditanggung perusahaan. Pengelolaan pajak perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan pemilihan metode akuntansi, apabila tax aggressiveness perusahaan dapat diketahui dari metode akuntansinya maka otoritas perpajakan dapat membuat berbagai kebijakan yang mengatur hal ini, sehingga perilaku tax aggressiveness wajib pajak tersebut dapat ditekan atau bila mungkin dieliminir. Pada penelitian Alfiani (2013) menyatakan bahwa Corporate Government berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif, namun untuk kepemilikan keluarga tidak berpengaruh terhadap tindakan pajak agresif hal ini sejalan dengan penelitian Hartadinata dan Shauki (2012) yang menyatakan peningkatan managerial ownership menunjukan semakin tinggi tax aggressivitas nya, sementara peningkatan debt financing dari leverage policy memicu penurunan tingkat agresivitas pajak. Tindakan berdasarkan penelitian tersebut dapat dijadikan dasar bahwa aggressivitas dipengaruhi oleh para manajemen dengan metode kebijakan yang menjadi pilihan dalam penyusunan laporan keungan perusahaan. Pemilihan kebijakan akuntansi (accounting choices) sarana bagi manajemen untuk melakukan tax aggressiveness. Hassan (2012), yang menyebutkan bahwa riset tentang accounting choices yang dimotivasi dan
5 didasari oleh aspek pajak (tax base - motivation) pada umumnya berkaitan dengan perubahan tarif pajak. Seperti diketahui antara rentang waktu tahun 2010 sampai dengan 2014 terdapat penurunan tarif pajak dengan diterapkannya tarif tunggal, hal ini menjadi salah satu alasan dalam penelitian ini selain itu pemilihan kebijakan akuntansi dalam pemilihan metode penyusutan untuk aktiva tetap akan menyebabkan terjadinya perbedaan nilai aktiva tetap, dimana akan menimbulkan deferred tax assets (pajak tangguhan ). Penelitian ini memilih accounting choices sebagai satu ukuran dalam tax aggressiveness, mengutip pendapat Fields et al (2001) dalam Hassan (2012) definisi accounting choices didefinisikan sebagai semua keputusan yang tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi (baik bentuk maupun subtansi) output dari system akuntansi dengan suatu cara tertentu, tidak hanya pada laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan GAAP, tetapi juga pada laporan pajak dan berbagai laporan yang diwajibkan dengan peraturan lainnya, hal ini yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitinan ini dan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian lain. Penelitian Meiza (2013) defereed tax expense berpengaruh negatif signifikan terhadap tax avoidance hal ini konsisten dengan penelitian Philips (2002) yang menyatakan bahwa deferred tax expense secara signifikan lebih akurat dari ukuran akrual lainnya untuk mendeteksi perusahaan yang menghindari kerugian (avoiding loss). Ukuran suatu perusahaan dapat dilihat dari besaran nilai assets, perusahaan dengan nilai assets yang besar dapat digolongkan kedalam perusahaan besar begitu juga sebaliknya perusahaan dengan nilai besaran assets yang kecil digolongkan kedalam perusahaan kecil dalam penelitian ini memilih kebijakan
6 metode penyusutan atas assets dan pemilihan metode inventory sebagai alat untuk pengukuran tax aggressiveness. Perusahaan dengan tingkat turn over inventory yang tinggi dan memiliki nilai assets yang besar maka akan cenderung melakukan pemilihan kebijakan akuntansi seperti dalan penelitian sebelumnya oleh Aminu Isa (2014) penentuan pilihan akuntansi aset tidak lancar pada IFRS adopsi pertama, membuktikan perusahaan dengan ukuran yang lebih besar dan tingkat tinggi konsentrasi kepemilikan cenderung memilih pendapatan menurun, model nilai wajar, untuk mengukur aset tidak lancar mereka sedangkan penelitian yang dilakukan Khoiru Rusidy (2012) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap tax avoidance di Indonesia, yang artinya bahwa perilaku perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk semakin melakukan aggressive tax avoidance tidak di pengaruhi besar kecilnya perusahaan. Fakta adanya hubungan aggressive tax avoidance dengan ukuran perusahaan (firm size) juga sudah dilakukan penelitian seperti Siegfried (1977), Rego (2003), Hanlon (2005), Graham dan Tucker (2006), Desai dan Dharmapala (2006), Dyreng et al. (2008), Richardson dan Lanis (2007;2012; 2013), Chen et.al. (2010) dan Minnick dan Noga (2010). Berdasarkan dari beberapa penelitian menunjukkan hubungan negatif antara ukuran perusahaan dengan tax avoidance. Sementara Zimmerman, (1983) menunjukkan adanya hubungan positif antara ukuran perusahaan dengan aggressive tax avoidance, demikian pula dengan Richardson dan Lanis (2013). Fenomena kasus aggressive tax di Indonesia maupun adanya perbedaan hasil penelitian (research GAAP) inilah yang memotivasi penelitian untuk melakukan uji empiris ukuran perusahaan dengan aggressive tax, dan melakukan dengan
7 rentang waktu penelitian 2010 2014 yang membedakan dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan penjelasan dan uraian penelitian Hasan (2012) yang mengatakan pajak merupakan satu beban yang harus dikelola untuk tujuan efisiensi, hal ini akan tercapai dengan melakukan pemilihan kebijakan metode akuntansi yang akan menurunkan taxable income. Dengan turunnya taxable income maka akan menurunkan beban pajak yang ditanggung perusahaan, hal ini akan dilakukan untuk memenuhi kepentingan manajemen dan pemegang saham. Tindakan aggresivitas pajak ini membuktikan keterkaitan antara kepentingan manajemen dengan kebijakan metode akuntansi. Jika hal ini dihubungkan dengan literatur teori akuntansi positive dan agency teori dan didukung dengan teori kegunaan keputusan kebijakan akuntansi, dimana ketiga teori tersebut mengungkapkan apa yang menjadi perilaku manusia dengan keinginan dan kepetingan dari pribadi manusia dalam hal ini manajemen dan para pemegang saham. Jika pada penelitian sebelumnya perubahan tarif pajak dijadikan dasar penilaian tax aggressive, berbeda dengan penelitian ini selain dari perubahan tarif pajak penelitian ini juga menilai kebijakan akuntansi yang dipilih manajemen sebagai indikator tax aggressive, yaitu pada pemilihan metode depresiasi yang dilakukan perusahan dan metode pencatatan inventory serta perubahan temporer yang terefleksi pada kenaikan atau penurunan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus diperlakukan sebagai beban pajak tangguhan (deferred tax expenses) atau penghasilan pajak tangguhan (deferred tax income) dan dilaporkan
8 dalam laporan laba-rugi tahun berjalan bersama-sama beban pajak kini (current tax expenses) dengan penyajian secara terpisah, ini dijadikan sebagai variabel independen ditambahkan dengan ukuran perusahaan. Periode tahun penelitian yaitu tahun 2010 sampai dengan tahun 2014, merupakan periode tahun yang terbaru. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Tax Accounting choices berpengaruh terhadap tax aggressiveness perusahaan? 2. Apakah deffered tax expense berpengaruh terhadap tax aggressiveness perusahaan? 3. Apakah firm size berpengaruh terhadap tax aggressiveness perusahaan? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk melihat pengaruh kebijakan akuntansi (Tax Accounting Choices) persediaan sebagai indikator Tax Aggressiveness. Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh pemilihan kebijakan Akuntansi (Tax accounting choices) dalam hal ini metode depresiasi dan metode pencatatan sebagai indikator pada tax aggressiveness perusahaan.
9 2. Mengetahui pengaruh deffered tax expense pada tax aggressiveness perusahaan. 3. Mengetahui pengaruh Firm size pada tax aggressiveness perusahaan D. Kontribusi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi antara lain : 1. Bagi bidang Akademik Penelitian dapat memberikan kontribusi terhadap literature penelitian terkait dengan sikap Aggressivitas pajak dengan melakukan pemilihan metode kebijakan akuntansi yang tepat untuk jenis dan bidang usahanya. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini dapat menunjukan bahwa sikap perusahaan terhadap pemilihan kebijakan dari metode akuntansi akan memberikan dampak secara luas, tidak hanya pada kinerja keuangan perusahaan saja tetapi juga sikapnya terhadap pajak 3. Bagi Investor Investor cenderung menyenangi perusahaan yang memiliki citra yang baik dimasyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan investor dalam memilih investasi yang dingginkan. terhadap kebijakan kebijakan dalam metode akuntansi yang diterapkan apa sudah sesuai dengan ketentuan perpajakan. Sikap aggressivitas bisa ng menjadi bahan pertimbangan apakah perusahaaan telah melakukan pratekpratek yang sehat terhadap kepentingan masyarakat.
10 4. Bagi Regulator Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi regulator perpajakan di Indonesia terutama (Kementerian keuangan Direktorat Jenderal pajak) dapat dijadikan wawasan penting bagi para pembuat kebijakan pajak yang berusaha untuk mengidentifikasikan keadaan dimana risiko agresivitas pajak perusahaan lebih tinggi. Dalam mengevaluasi kebijakan yang ada dan merumuskan kebijakan selanjutnya yang berhubungan dengan penentuan kebijakan akuntansi serta praktek agresivitas pajak. Diharapkan pada akhirnya akan dapat melindungi kepentingan investor sehingga dapat meningkatkan minat para investor untuk berinvestasi di Bursa Efek Indonesia.