HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

Universitas Gadjah Mada 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sifat Umum Tanah Masam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

MENINGKATKAN PELEPASAN UNSUR HARA DARI BATUAN BEKU DENGAN SENYAWA HUMAT ASMITA AHMAD

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Ultisol


I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

SIFAT KIMIA TANAH LANJUTAN SIFAT KIMIA TANAH

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

TINJAUAN PUSTAKA. Mineral Silikat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanah adalah hasil pengalihragaman bahan mineral dan organik yang

Lampiran 1. Nama unsur hara dan konsentrasinya di dalam jaringan tumbuhan (Hamim 2007)

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

IV. SIFAT - SIFAT KIMIA TANAH

TINJAUAN PUSTAKA. Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

MATERI-10 Evaluasi Kesuburan Tanah

ph SEDERHANA ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah

Petrogenesa Batuan Beku

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

Hubungan koefisien dalam persamaan reaksi dengan hitungan

HASIL DAN PEMBAHASAN

ION EXCHANGE DASAR TEORI

Soal-Soal. Bab 7. Latihan Larutan Penyangga, Hidrolisis Garam, serta Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan. Larutan Penyangga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Review II. 1. Pada elektrolisis larutan NaCl dengan elektroda karbon, reaksi yang terjadi pada katoda adalah... A. 2H 2

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERCOBAAN VI. A. JUDUL PERCOBAAN : Reaksi-Reaksi Logam

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

BAB III DASAR TEORI Semen. Semen adalah suatu bahan pengikat yang bereaksi ketika bercampur

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Logam Logam Berat Tanah

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN MANFAAT BAGI MITRA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Beberapa Sifat KimiaTanah Gambut dalam Pot yang Diberi Raw Mix Semen dan Mikroorganisme Efektif M-Bio

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

Soal-soal Redoks dan elektrokimia

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Pemupukan Tanaman Kopi dan Kakao Perlu Memperhatikan Interaksi Antarhara. Pusat Penelitian Kopi dam Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 90 Jember 68118

2. Penaburan, pembenaman dan pencampuran kapur ketanah harus dalam dan rata.

No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 8 Semester I BAB I Prodi PT Boga BAB I MATERI

TINJAUAN PUSTAKA. sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian (potensial), asalkan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

KIMIA. Sesi POLIMER. A. LOGAM ALKALI a. Keberadaan dan Kelimpahan Logam Alkali. b. Sifat-Sifat Umum Logam Alkali. c. Sifat Keperiodikan Logam Alkali

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Hasil Analisis Karakterisasi Arang Aktif

: Komposisi impurities air permukaan cenderung tidak konstan

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran1. Dosis. Konsentrasi Hara Makro dan Mikro dalam Larutan Pupuk Siap Pakai untuk Produksi Sayuran Daun

TANAH. Apa yang dimaksud dengan tanah? Banyak definisi yang dapat dipakai untuk tanah. Hubungan tanah dan organisme :

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

DASAR-DASAR ILMU TANAH

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KUMPULAN SOAL-SOAL KIMIA LAJU REAKSI

TINJAUAN PUSTAKA Limbah Budi Daya Jamur Tiram Unsur Hara Tanaman

Analisa Klorida Analisa Kesadahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

II. TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

b. Mengubah Warna Indikator Selain rasa asam yang kecut, sifat asam yang lain dapat mengubah warna beberapa zat alami ataupun buatan.

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan kenaikan nilai ph, sedangkan dengan pelarut garam humat gambut (GHG) dan garam humat lignit (GHL) menunjukkan gejala sebaliknya (Gambar 4). Kenaikan ph larutan dengan pelarut air hujan, menunjukkan terjadinya proses hidrolisis antara pelarut dengan zat terlarut, yang menyebabkan penambahan konsentrasi ion-ion hidroksida di dalam larutan (Persamaan 1), sehingga menurunkan kemasaman larutan. ph 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 ph Awal 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm Air Hujan GHG AHG GHL AHL Pelarut Basalt Porfiri Diorit Porfiri Trakit Porfiri Jenis Pelarut, Ukuran Batuan dan Jenis Batuan Gambar 4 Nilai rata rata ph pada batuan beku basalt porfiri, diorit porfiri dan trakit porfiri dengan berbagai pelarut setelah 5 kali inkubasi. M + [mineral] + H 2 O H + [mineral] + M + + OH. (1) Kenaikan ph larutan dengan pelarut asam humat (AH) disebabkan oleh pengkelatan kation logam dari struktur mineral silikat oleh gugus karboksilat yang telah terdisosiasi. Proses ini menyebabkan penambahan ion hidroksida di dalam larutan (Persamaan 2). Hal ini sejalan dengan penelitian dengan menggunakan 27

proses asidifikasi (Tan 1986; Blum 1994; Iskandar & Irwanti 2003), dimana terjadi adsorpsi proton ke dalam jembatan hidrogen di dalam struktur tektosilikat yang menyebabkan pertambahan jarak ikatan (bond distance), dan menurunnya energi yang dibutuhkan untuk pelarutan (White 1995). Proses ini mengakibatkan bertambahnya pelepasan unsur hara di dalam larutan dan naiknya ph larutan. M+[mineral] + COO H+ + H 2 O COO M+ + H 2 [mineral] + OH.. (2) Reaksi batuan dengan larutan yang berasal dari garam humat (GH) menunjukkan penurunan nilai ph. Hal ini disebabkan adanya penambahan ion hidrogen di dalam larutan (Persamaan 3). Penambahan ion hidrogen dipengaruhi oleh proses pengkelatan kation logam oleh gugus karboksilat dan gugus fenolat dari garam humat. Gugus fenolat dari GH mulai terdisosiasi pada ph 8 10 (Alimin et al. 2005) akan meningkatkan muatan negatif GH menjadi dua kali lipat dibanding AH. Muatan negatif GH akan mengintensifkan proses pengkelatan kation dan penghancuran ikatan silikat. COO Na++ O Na++5H 2 O+2M+[Si O Al] COO M++ O M++2NaAlO(OH) 2 +SiO(OH) 2 +4H+ (3) Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan dan AH terbukti dapat menaikkan ph larutan pada semua jenis batuan, di mana ph larutan dari batuan beku basalt porfiri memiliki nilai ph yang lebih tinggi dibanding batuan beku diorit porfiri dan trakit porfiri. Demikian juga dengan ph larutan dari diorit porfiri yang lebih tinggi dari ph larutan trakit porfiri. Sedangkan reaksi dengan pelarut GH menunjukkan penurunan nilai ph, dimana penurunan nilai ph pada batuan beku basalt porfiri < diorit porfiri < trakit porfiri. Ukuran butir batuan juga mempengaruhi kenaikan nilai ph larutan, di mana batuan yang berukuran < 60µm memiliki nilai ph yang lebih tinggi dibanding batuan 28

yang berukuran 60 - <2000µm dengan pelarut air hujan dan AH. Sedangkan dengan pelarut GH menunjukkan penurunan lebih besar pada batuan yang berukuran 60 - <2000µm dibanding batuan yang berukuran < 60µm (Gambar 4). Selain mempengaruhi nilai ph, ukuran butir dan komposisi kimia pelarut juga mempengaruhi proses pelepasan unsur dari mineral silikat yang terdapat di dalam batuan beku. Pelarut air hujan dapat melarutkan unsur dengan jumlah yang lebih besar pada batuan beku yang berukuran < 60µm dan sebagian kecil pada batuan yang berukuran 60 - <2000µm (Tabel 10). Air hujan dapat meningkatkan jumlah pelepasan unsur dari batuan beku diorit porfiri lebih tinggi dibanding batuan beku basalt porfiri dan trakit porfiri. Tabel 10 Total pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut air hujan setelah 5 kali inkubasi Basalt Diorit Trakit Unsur 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm (mg/l) K 7,23 21,68 16,35 31,07 6,70 15,73 Na 30,97 86,72 25,48 82,25 10,63 23,24 Ca 22,40 23,48 39,45 27,80 5,21 7,92 Mg 1,76 0,91 8,03 2,14 1,07 1,44 Fe 3,65 0,60 0,46 2,01 0,00 0,09 Mn 0,03 0,01 0,00 0,02 0,27 1,54 Cu 0,01 0,00 0,00 0,08 0,00 0,00 Zn 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 Total 66,05 133,40 89,77 145,37 23,89 49,96 Urutan pelepasan unsur yang dapat larut dengan pelarut air hujan pada batuan beku basalt porfiri, yaitu Na > Ca > K > Fe > Mg > Mn > Cu, unsur Zn tidak dapat terukur. Urutan pelepasan unsur pada batuan beku diorit porfiri yaitu: Na > Ca > K > Mg > Fe > Cu > Mn, unsur Zn tidak dapat terukur. Pada batuan beku trakit, urutan pelepasan unsur yang dapat larut, yaitu: Na > K > Ca > Mg > Mn > Fe > Zn, unsur 29

Cu tidak dapat terukur. Air hujan tidak efektif dalam melarutkan unsur mikro dari batuan beku. Pelarut AHL dan AHG dapat melepaskan unsur dengan jumlah yang lebih tinggi pada batuan beku yang berukuran < 60µm dan pada beberapa unsur tertentu dari batuan beku yang berukuran 60 - <2000µm (Tabel 11 dan 12). Keduanya juga dapat meningkatkan pelepasan unsur dari batuan beku diorit porfiri lebih tinggi dibanding batuan beku basalt porfiri dan trakit porfiri. Tabel 11 Total pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut AHL setelah 5 kali inkubasi Basalt Diorit Trakit Unsur 60 - <2000 µm < 60µm 60 - <2000 µm < 60µm 60 - <2000 µm < 60µm (mg/l) K 6,53 20,70 14,43 27,53 5,48 11,88 Na 26,32 85,22 21,72 69,50 7,49 16,55 Ca 34,37 27,14 33,10 26,55 2,13 5,26 Mg 3,48 1,90 9,97 3,60 0,86 0,95 Fe 4,85 7,97 10,59 13,09 4,31 5,16 Mn 0,08 0,11 0,30 0,26 0,05 0,21 Cu 0,08 0,13 0,26 0,26 0,04 0,16 Zn 0,02 0,01 0,04 0,02 0,03 0,04 Total 75,73 143,18 90,41 140,81 20,39 40,21 Urutan pelepasan unsur dengan pelarut AHL pada batuan beku basalt porfiri, yaitu Na > Ca > K > Fe > Mg > Cu > Mn > Zn. Pada batuan beku diorit porfiri urutan pelepasan unsur yaitu Na > Ca > K > Fe > Mg > Mn > Cu > Zn. Pada batuan beku trakit porfiri menunjukkan urutan pelepasan unsur Na > K > Fe > Ca > Mg > Mn > Cu > Zn (Tabel 11). 30

Urutan pelepasan unsur yang dapat terlarut dengan pelarut AHG dari batuan beku basalt porfiri, yaitu Na > Ca > Fe > K > Mg > Mn > Cu > Zn. Pada batuan beku diorit porfiri menunjukkan urutan pelepasan unsur Na > Ca > K > Fe > Mg > Mn > Cu > Zn, dan batuan beku trakit porfiri menunjukkan urutan pelepasan unsur Na > K > Fe > Ca > Mg > Cu > Zn > Mn (Tabel 12). Tabel 12 Total pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut AHG setelah 5 kali inkubasi Basalt Diorit Trakit Unsur 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm (mg/l) K 7,35 22,58 16,83 31,88 6,78 18,08 Na 30,70 97,44 27,36 81,78 9,35 23,76 Ca 42,40 30,60 43,76 35,56 2,76 5,70 Mg 4,37 2,23 10,64 4,74 2,06 1,25 Fe 23,00 11,34 12,08 17,66 8,97 11,50 Mn 0,20 0,20 0,28 6,68 0,09 0,00 Cu 0,15 0,22 0,10 0,59 0,22 0,50 Zn 0,02 0,02 0,03 0,03 0,06 0,04 Total 108,19 164,63 111,08 178,92 30,29 60,83 Tabel 10, 11 dan 12 jelas menunjukkan bahwa batuan beku diorit porfiri menunjukkan pelepasan unsur yang lebih besar dibanding batuan beku basalt porfiri dan trakit porfiri. Hal ini disebabkan oleh kondisi masam dari pelarut air hujan dan asam humat yang banyak mengandung ion hidrogen, akan menyebabkan ion hidrogen bereaksi lebih reaktif terhadap mineral yang di dalam struktur kristalnya mengandung ion hidroksida. Ion hidroksida banyak terdapat dalam mineral grup amphibol dan biotit. Kedua mineral ini lebih banyak terdapat di dalam batuan beku yang bersifat intermediat dibandingkan dengan batuan beku yang bersifat basa dan masam. Sehingga pelepasan unsur akan lebih banyak terjadi pada batuan beku diorit porfiri 31

yang bersifat intermediat. Faktor lain yang ikut mempengaruhi tingkat pelepasan unsur hara dari batuan beku diorit adalah distribusi ukuran butir yang terdapat pada batuan yang berukuran 60 - <2000 µm, dimana batuan beku diorit memiliki presentase jumlah ukuran butir yang berukuran <125 - >60 µm lebih besar dibanding batuan beku basalt porfiri dan trakit porfiri (Tabel 5) hal ini akan memperbesar laju pelepasan hara dari batuan beku diorit porfiri. Batuan beku basalt porfiri dengan pelarut AHL memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan unsur kalsium, magnesium, besi, mangan, dan tembaga dibandingkan air hujan. Tetapi pelarut air hujan dapat melepaskan unsur kalium dan natrium lebih tinggi dibanding AHL pada semua batuan. Sedangkan pelarut AHG memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam melarutkan semua unsur. Pada batuan beku diorit porfiri, pelarut AHL memiliki kemampuan melarutkan unsur magnesium, besi, mangan, tembaga dan seng lebih tinggi daripada pelarut air hujan dan lebih rendah dibanding pelarut AHG. Sedangkan pelarut air hujan dapat meningkatkan kelarutan kalium, natrium dan kalsium lebih tinggi dibandingkan AHL, tetapi lebih rendah dibandingkan AHG. Air hujan juga dapat meningkatkan pelepasan unsur hara lebih tinggi dari pelarut AHL pada batuan beku trakit porfiri, tetapi lebih rendah pada batuan beku basalt porfiri dan diorit porfiri. Hal ini bertentangan dengan hasil yang dikemukakan oleh Huang dan Keller (1970), Arshad et al. (1972), Kodama dan Schnitzer (1973), Grandstaff (1986) serta Welch dan Ullman (1993), bahwa senyawa organik memiliki kemampuan meningkatkan pelepasan unsur lebih tinggi dibanding senyawa anorganik dalam pelarutan mineral silikat. Secara garis besar AHG lebih efektif dalam melarutkan unsur dari batuan beku dibanding AHL dan air hujan. Kemampuan daya larut AHG yang lebih tinggi dari AHL dipengaruhi oleh kandungan gugus fungsionalnya. AHG memiliki kandungan gugus fungsional karboksilat dan fenolat yang lebih tinggi dibanding AHL. Semakin tinggi kandungan gugus fungsional senyawa humat, maka kemampuan mengkelat logamnya juga akan semakin tinggi (Tabel 9). Pelepasan unsur dengan pelarut GHG dan GHL dengan nilai yang tinggi terdapat pada batuan beku basalt porfiri yang berukuran 60 - < 2000µm, sedangkan 32

pada batuan beku diorit dan trakit porfiri, pelepasan tertinggi terdapat pada batuan yang berukuran < 60 µm (Tabel 13 dan 14). Tabel 13 Total pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut GHG setelah 5 kali inkubasi Basalt Diorit Trakit Unsur 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm (mg/l) K 16,15 33,16 18,39 32,15 9,43 12,48 Ca 79,58 64,61 68,70 76,08 18,90 21,84 Mg 6,07 3,57 13,10 6,82 3,23 2,15 Fe 117,66 62,29 32,25 54,54 15,05 51,11 Mn 0,81 0,51 0,63 1,74 1,17 11,23 Cu 0,91 1,85 0,99 2,98 0,58 3,03 Zn 0,04 0,02 0,05 0,04 0,03 0,03 Total 221,22 166,01 134,11 174,35 48,39 101,87 Urutan pelepasan unsur dari batuan beku basalt porfiri dengan pelarut GHG menunjukkan unsur Fe > Ca > K > Mg > Cu > Mn > Zn, pada batuan beku diorit porfiri menunjukkan urutan pelepasan unsur Ca > Fe > K > Mg > Cu > Mn > Zn, dan batuan beku trakit menunjukkan urutan pelepasan unsur Fe > Ca > K > Mg > Mn > Cu > Zn (Tabel 13). Sedangkan pelepasan unsur dengan pelarut GHL menunjukkan urutan pelepasan yang sama dengan pelarut GHG pada batuan diorit porfiri, tetapi pada batuan basalt porfiri dan batuan trakit porfiri menunjukkan hasil yang berbeda. Pada batuan basalt urutan pelepasan unsur Ca > Fe > K > Mg > Cu > Mn > Zn. Pada batuan beku trakit porfiri menunjukkan urutan pelepasan unsur Fe > Ca > K > Mn > Mg > Cu > Zn (Tabel 14). GHG dan GHL dapat meningkatkan pelepasan unsur lebih tinggi pada batuan beku basalt porfiri dibandingkan dengan batuan beku diorit porfiri dan trakit porfiri (Tabel 13 dan 14). 33

Tabel 14 Total pelepasan unsur hara dari batuan beku dengan pelarut GHL setelah 5 kali inkubasi Unsur Basalt Diorit Trakit 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm 60 - <2000 µm <60µm (mg/l) K 13,88 22,08 16,23 33,68 7,35 15,53 Ca 62,87 66,27 59,52 69,02 18,50 18,35 Mg 4,81 3,63 11,02 5,62 2,60 2,12 Fe 90,80 27,63 32,21 35,72 21,09 50,39 Mn 0,59 0,20 0,47 0,91 1,23 6,96 Cu 0,54 1,67 0,66 2,50 0,30 2,00 Zn 0,08 0,03 0,07 0,03 0,05 0,04 Total 173,57 121,51 120,18 147,48 51,12 95,39 Tabel 10 sampai 14 jelas menunjukkan bahwa senyawa humat dalam bentuk GH memiliki kemampuan yang lebih baik dalam meningkatkan pelepasan unsur dari batuan beku dibanding AH dan air hujan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Gudbrandsson et al. (2008), yang melaporkan bahwa ph alkali akan meningkatkan pelepasan unsur hara. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil yang didapatkan oleh Tan (1986) serta Iskandar dan Irwanti (2003), dimana kondisi masamlah (ph rendah) yang sangat mempengaruhi proses pelepasan unsur hara dari mineral silikat. Kemampuan GH dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan dipengaruhi oleh faktor : 1. Gugus fenolat pada senyawa humat akan terdisosiasi pada ph 8 10 (Alimin et al. 2005), sehingga meningkatkan muatan negatif GH dan meningkatkan pengkelatan unsur hara dari batuan beku 2. GH dalam bentuk natrium humat memiliki daya adsorpsi yang tinggi (Yi dan Zhang 2008), sehingga meningkatkan daya kelat senyawa humat. Garam Humat dengan kadar garam natrium yang tinggi akan mempengaruhi proses pertukaran kation. Jika di dalam larutan terdapat kation K + maka kation Na + lebih suka 34

berada di dalam larutan dibanding berada dalam kompleks khelat senyawa humat. Demikian juga untuk kation logam alkali tanah (Ca 2+ dan Mg 2+ ) akan lebih tertarik ke dalam kompleks khelat senyawa humat dibandingkan kation logam alkali (K + dan Na + ). Sedangkan ion hidrogen akan lebih tertarik terikat dalam kompleks khelat senyawa humat daripada berada di dalam larutan (Zadmard 1939, di acu dalam Stevenson 1982). 3. Garam natrium dapat meningkatkan pelarutan unsur hara dari mineral aluminosilikat lebih tinggi dibanding garam kalium dan kalsium (Panagiotopoulou et al. 2007). Secara umum jumlah pelepasan unsur dari batuan beku yang berukuran < 60µm menunjukkan hasil yang signifikan untuk semua pelarut. Tetapi ada beberapa unsur yang menunjukkan hasil pelepasan yang lebih tinggi pada batuan yang berukuran 60 - <2000µm dibandingkan dengan batuan yang berukuran <60 µm (Tabel 15). Data dari Tabel 15 juga menunjukkan bahwa pelarut GH terbukti dapat meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku lebih banyak hingga 567,9 kali lebih besar dibanding pelarut alami yaitu air hujan. Pelepasan unsur kalsium dan magnesium dari batuan beku diorit porfiri lebih banyak pada batuan yang berukuran 60 - <2000µm dengan pelarut air hujan dan AH. Unsur seng banyak larut pada batuan beku yang berukuran 60 - <2000µm dengan pelarut GHL. Batuan beku basal porfiri yang berukuran 60 - <2000µm menunjukkan data pelepasan unsur hara yang lebih tinggi dibanding yang berukuran <60µm. Hal ini berbeda pada batuan beku diorit porfiri dan trakit porfiri (Tabel 15). Pelepasan unsur kalium, natrium dan tembaga yang tinggi terjadi pada semua batuan beku yang berukuran <60 µm, sedangkan unsur seng dan magnesium pelepasan tertinggi terjadi pada batuan beku yang berukuran 60 - <2000µm. GHG merupakan pelarut yang efektif dalam meningkatkan pelepasan unsur hara dari batuan beku basalt porfiri, batuan beku diorit porfiri dan batuan beku trakit porfiri (Tabel 15)). GHG dapat meningkatkan pelepasan unsur besi dari batuan beku basalt dua kali lebih besar dibanding batuan beku diorit porfiri dan trakit porfiri. GH 35

dapat meningkatkan pelepasan unsur kalium pada batuan beku basalt porfiri dan diorit porfiri hingga 1,8 kali lebih tinggi dibanding pada batuan beku trakit porfiri dengan pelarut AHG. Tabel 15 Presentase pelepasan tertinggi unsur hara dari batuan beku setelah 5 kali inkubasi Unsur Batuan Ukuran butir Pelarut Kandungan tertinggi dalam larutan seteleh 5 kali inkubasi (mg/l) K Basalt porfiri <60µm Air Hujan 21,68 <60µm GHG 33,16 Diorit porfiri <60µm Air Hujan 31,07 <60µm GHL 33,68 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 15,73 <60µm AHG 18,08 Na Basalt porfiri <60µm Air Hujan 86,72 <60µm AHG 97,44 Diorit porfiri <60µm Air Hujan 82,25 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 23,24 <60µm AHG 23,76 Ca Basalt porfiri <60µm Air Hujan 23,48 60 - <2000µm GHG 79,58 Diorit porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 39,45 <60µm GHG 76,08 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 7,92 <60µm GHG 21,84 Mg Basalt porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 1,76 60 - <2000µm GHG 6,07 Diorit porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 8,03 60 - <2000µm GHG 13,1 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 1,44 60 - <2000µm GHG 3,23 Fe Basalt porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 3,65 60 - <2000µm GHG 117,66 Diorit porfiri <60µm Air Hujan 2,01 <60µm GHG 54,54 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 0,09 <60µm GHG 51,11 36

Mn Basalt porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 0,03 60 - <2000µm GHG 0,81 Diorit porfiri <60µm Air Hujan 0,02 <60µm AHG 6,68 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 1,54 <60µm GHG 11,23 Cu Basalt porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 0,01 <60µm GHG 1,85 Diorit porfiri <60µm Air Hujan 0,08 <60µm GHG 2,98 Trakit porfiri <60µm Air Hujan 0,00 <60µm GHG 3,03 Zn Basalt porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 0,00 60 - <2000µm GHL 0,08 Diorit porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 0,00 60 - <2000µm GHL 0,07 Trakit porfiri 60 - <2000µm Air Hujan 0,01 60 - <2000µm AHG 0,06 Total pelepasan unsur hara natrium, kalsium, besi dan seng yang tertinggi setelah 5 kali inkubasi menunjukkan jumlah pelepasan unsur hara pada batuan beku basalt porfiri lebih besar dibanding pada batuan beku diorit porfiri dan trakit porfiri, demikian juga dengan pelepasan unsur hara magnesium lebih besar pada batuan beku diorit porfiri dibanding pada batuan beku basalt porfiri dan trakit porfiri. Sedangkan pelepasan unsur hara tembaga dan mangan lebih besar pada batuan beku trakit porfiri dibanding pada batuan beku diorit porfiri dan basalt porfiri. Pelepasan unsur hara kalium pada batuan beku basalt porfiri dengan pelarut GHG dan diorit porfiri dengan pelarut GHL menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda (Tabel 15). Pelepasan unsur hara tertinggi pada batuan beku basalt porfiri yang berukuran 60 - <2000µm terjadi sekitar >60% dari semua unsur yang dianalisis. Pada batuan beku diorit porfiri dan trakit porfiri pelepasan unsur hara tertinggi terjadi pada batuan yang berukuran <60µm sebesar 85% dari semua unsur yang dianalisis. Perbedaan peningkatan pelepasan unsur terhadap ukuran butir batuan menunjukkan adanya suatu anomali dalam mekanisme pelarutan, dimana unsur yang 37

larut dari batuan beku seharusnya akan menunjukkan peningkatan dengan semakin kecilnya ukuran butir. Hal ini ditunjang dari hasil penelitian dari Niwas et al. (1987), Arshad et al. (1972) serta Huang dan Keller (1970). Tetapi pendapat tersebut berbeda dari data yang didapatkan, di mana ukuran butir yang lebih kecil tidak menunjang besarnya unsur yang akan larut (Tabel 15). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya dari Ugolini et al. (1996) dan Blum et al. (1989), yang juga membuktikan bahwa pelepasan unsur tidak dikontrol oleh ukuran butir. Ukuran butir yang lebih besar justru dapat menghasilkan pelepasan unsur yang lebih besar dari mineral silikat. Perbedaan hasil ini menunjukkan bahwa setiap batuan beku memiliki sifat fisik dan kimia yang khas, yang akan mempengaruhi proses pelepasan unsurnya. Jumlah konsentrasi unsur dalam tubuh batuan, struktur dari mineral silikat serta jumlah mikro porositas pada batuan beku akan mempengaruhi laju pelepasan unsurnya. Batuan beku dengan tekstur porfiritik memiliki mikro porositas (Hocella dan Banfield 1995) atau mikro struktur (Putnis 1992) yang jauh lebih tinggi dibanding batuan yang bertekstur fanerik dan afanitik. Jumlah mikro porositas ini akan mempengaruhi daya sangga mineral terhadap aspek pelarutan. Pengecilan ukuran butir dapat mengurangi mikro porositas sehingga daya larut batuan menjadi menurun. Oleh karena itu untuk mendapatkan jumlah pelepasan unsur hara makro maupun unsur hara mikro yang besar, sebaiknya digunakan ukuran butir yang bervariasi antara ukuran butir 60 - <2000µm dan <60µm. Hal ini disebabkan karena unsur magnesium dan seng lebih banyak dapat terlarut pada batuan beku yang berukuran 60 - <2000µm. Hasil analisis distribusi ukuran butir pada batuan yang berukuran 60 - <2000µm (Tabel 5), di dapatkan data bahwa presentase ukuran butir <2000µm - >1000µm jumlahnya kurang dari 4%, yang berarti ukuran butir tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap proses pelepasan unsur hara dari batuan beku. Sehingga untuk mendapatkan pelepasan unsur hara yang tinggi dari semua unsur hara makro dan mikro yang dianalisis maka ukuran butir yang paling efektif digunakan untuk mempercepat pelepasan unsur hara adalah ukuran butir < 1000µm, dengan berbagai variasi distribusi ukuran butir yang terdapat di dalamnya. 38

Proses Pelepasan Unsur dari Batuan Beku Hasil uji SEM sebelum dan setelah percobaan memperlihatkan bahwa proses pelepasan unsur dari batuan beku dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia dari mineral silikat sebagai penyusun utama batuan beku. Proses pelepasan unsur dari mineral silikat yang terdapat dalam batuan beku terjadi pada : 1. Bidang batas antar kristal Hasil uji SEM setelah perlakuan menunjukkan adanya kerusakan pada bidang batas (bidang kontak) antar kristal. Kerusakan ini menunjukkan bahwa perbedaan ukuran butir kristal mineral antara fenokris (mineral sulung) dengan massa dasar kristal dapat menjadi celah bagi pelarut untuk masuk ke dalam ruang antar kristal dan mendegradasi hubungan interlocking antara kristal sulung dengan massa dasar (Foto 5). Menurut Lowe (1986), tekstur batuan dengan derajat ukuran butir kristal yang tidak seragam (inequigranular) memiliki daya sangga yang rendah terhadap usaha penghancuran dibandingkan dengan batuan yang ukuran butirnya seragam (equigranular). Perbedaan waktu pembentukan antara mineral sulung dengan massa dasar memberikan tingkat resistensi yang berbeda. Mineral sulung terbentuk dengan perubahan waktu yang relatif lambat, sehingga dapat membentuk kristal yang sempurna dengan ukuran yang lebih besar, berbeda dengan massa dasar kristal yang terbentuk dari proses diferensiasi kristal yang berjalan cepat sehingga tidak dapat membentuk kristal yang sempurna dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari mineral sulung. Perubahan yang terjadi secara tiba tiba akan memberikan tekanan pada mineral sulung (fenokris) dan massa dasar yang terbentuk. Tekanan akan menyebabkan terbentuknya mikro struktur (Putnis 1992). Terbentuknya mikro struktur dalam tubuh mineral akan menjadi salah satu faktor yang dapat mempercepat pelarutan pada batuan. Mineral biotit sebagai fenokris yang terdapat di antara massa dasar kristal memiliki resistensi yang berbeda. Perlakuan dengan pelarut asam humat dan garam humat yang mengandung gugus organik menyebabkan terjadinya degradasi pada bidang kontak antara mineral sulung dengan massa dasar kristal. Bidang kontak merupakan zona lemah dari suatu hubungan interlocking antara 39

kristal, di mana pelarut akan mudah memasuki bidang ini dan menghancurkan kristal mineral dan terlepasnya unsur unsur dari mineral silikat (Foto 5). 2. Bidang belahan kristal Perbedaan komposisi kimia akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia mineral. Salah satu sifat fisik mineral adalah adanya bidang belahan. Bidang belahan mineral merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu mineral terhadap usaha pelarutan. Pemberian tekanan terhadap mineral menyebabkan mineral terbelah menurut bidang dimana pada bidang tersebut terjadi ikatan ikatan atom yang paling lemah. Usaha pelarutan batuan dengan pelarut air hujan, AH dan GH akan merusak kristal mineral melalui bidang belahannya. Besarnya kemampuan pelarut akan mempengaruhi kestabilan kristal mineral. Semakin tinggi daya larut pelarut, akan semakin mudah menghancurkan mineral melalui bidang belahnya. Mineral feldspar memiliki bidang belah dua arah. Perlakuan dengan AH dan GH, sangat nyata meningkatkan pelarutan mineral feldspar melalui bidang belahnya (Foto 6). Tingginya pengkelatan senyawa humat menyebabkan proses pelepasan unsur semakin bertambah aktif. Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya bukaan bidang belahan mineral. Pelebaran bidang belahan ini akan menyebabkan munculnya tekanan pada bagian kristal yang lain sehingga menyebabkan terjadinya deformasi struktur kristal yang berakibat pada hancurnya dinding kristal, hal ini ditandai dengan terjadinya pelebaran bidang bukaan belahan mineral sebesar 0,05µm 1,69 µm (Foto 6) dan terbentuknya endapan endapan baru di antara bidang belahan berupa butir butir kristal sebagai hasil pelarutan dinding kristal dan proses pelepasan unsur hara yang terjadi. Proses pembentukan endapan ini disebut dengan incongruent dissolution (Birkeland 1999). Menurut Harley dan Gilkes (2000) serta Chou dan Wollast (1984), pelarut dengan ph tinggi akan menghancurkan ikatan silikat mineral dan menghasilkan endapan aluminat (Persamaan 3). 40

A B C Foto 5 A dan B memperlihatkan kenampakan permukaan batuan sebelum proses inkubasi; bidang kontak antar mineral (k), massa dasar kristal (mdk), mineral sulung biotit (b) dan bidang belahan (bl). C. kenampakan kontak mineral dengan massa dasar kristal setelah inkubasi yang memperlihatkan terbentuknya zona hancuran mineral (zh) pada bidang kontak antar mineral. 41

1A 1B 2A 2B 3A 3B Foto 6 1A. Kenampakan bidang belahan mineral feldspar yang utuh. 1B kenampakan mineral feldspar yang mengalami hancuran dengan orientasi yang teratur setelah diinkubasi. 2A dan 2B menunjukkan terjadinya pelebaran bidang belahan (garis merah) setelah diinkubasi. 3A dan 3B, menunjukkan rusaknya belahan dua arah dari mineral feldspar dan terbentuknya endapan berupa butir butir (bulatan merah) diantara bidang belahan dan pelebaran bidang belahan (garis merah) setelah batuan diinkubasi. 42

Mineral biotit (K 2 (Mg,Fe) 2 (OH) 2 (AlSi 3 O 10 ) merupakan anggota dari mineral mika yang paling banyak mengandung unsur hara (Kerr 1959) dan memiliki bidang belahan satu arah. Proses pelepasan unsur pada mineral biotit juga terjadi di antara bidang belahannya. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya endapan di antara bidang belah dan penumpukan endapan di bagian luar bidang belahan sebagai proses pelarutan dinding kristal pada bagian bidang belahan akibat reaksi antara pelarut dengan kristal silikat (Foto 7). Bidang belah dua arah dari suatu mineral menyebabkan proses pelepasan unsur akan lebih intensif terjadi dibandingkan belahan satu arah, tetapi jumlah konsentrasi unsur dan sifak fisik dari suatu mineral akan mempengaruhi besarnya unsur yang dapat dilepaskan oleh suatu mineral. 3. Permukaan kristal yang tidak rata Permukaan kristal yang tidak rata akibat proses penghancuran dan pengamplasan akan mengakibatkan mikromorfologi permukaan batuan menjadi tidak sama (memiliki beda tinggi). Ketidakseragaman permukaan ini akan menyebabkan mineral mudah mengalami pelarutan (pelepasan unsur hara) pada bagian permukaaannya. 43

A B C Foto 7 A dan B menunjukkan kenampakan mineral biotit (b) sebelum diinkubasi, memperlihatkan bidang belahan (bl) yang utuh (segar). C. Terbentuknya endapan (e) pada bidang belahan mineral (bl), setelah mineral biotit (b) diinkubasi. 44