BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini berkembang sangat cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran sains yang diberikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pengetahuan sebagai kerangka fakta-fakta yang harus dihafal.

BAB I PENDAHULUAN. siswa, oleh karena itu pembelajaran fisika harus dibuat lebih menarik dan mudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anita Novianti, 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. semu dan metode deskriptif. Untuk mendapatkan gambaran peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang merupakan pengetahuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. beralasan apabila pendidikan harus mendapatkan perhatian yang cukup serius, lebihlebih. bagi kalangan pendidik maupun calon pendidik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pikiran dalam mempelajari rahasia gejala alam (Holil, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hal yang paling pokok dalam

I. PENDAHULUAN. dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau. antisipasi kepentingan masa depan (Trianto, 2009:1).

I. PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada hari Jum at, tanggal 25 November

BAB I PENDAHULUAN. fenomena alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan berpikir kritis dan kreatif untuk memecahkan masalah dalam

I. PENDAHULUAN. baik, namun langkah menuju perbaikan itu tidaklah mudah, banyak hal yang harus

Siti Solihah, Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang terus-menerus, bahkan dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran biologi di SMA menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru bidang studi kimia di

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

I. PENDAHULUAN. menguasai informasi dan pengetahuan. Dengan demikian diperlukan suatu. tersebut membutuhkan pemikiran yang kritis, sistematis, logis,

I. PENDAHULUAN. permasalahannya dekat dengan kehidupan sehari-hari. Konsep dan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kurikulum sains dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK) menjadi

BAB I PENDAHULUAN. lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. Pelajaran fisika merupakan salah satu wahana untuk menumbuhkan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa terdiri atas empat komponen penting yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. menuntut individu untuk memiliki kecakapan berpikir yang baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan.

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. guru. Tugas guru adalah menyampaikan materi-materi dan siswa diberi tanggung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pendidikan sains memiliki potensi dan peranan strategis dalam usaha

I. PENDAHULUAN. kimia adalah pengetahuan yang berupa fakta, teori, prinsip,dan hukum. Proses

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

I. PENDAHULUAN. kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Sains berkaitan dengan cara mencari

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan guru kimia SMA Surya

I. PENDAHULUAN. mutu pendidikan. Hal ini dikarenakan kualitas mutu pendidikan menentukan

I. PENDAHULUAN. diri setiap individu siswa. Mudah masuknya segala informasi, membuat siswa

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Mata pelajaran Biologi pada Sekolah Menengah Atas (SMA) diajarkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Laharja Ridwan Mustofa, 2013

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan aspek penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elis Juniarti Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman mengajar, permasalahan seperti siswa jarang

BAB I PENDAHULUAN. ilmuwan untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah, atau doing science (Hodson,

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang tertentu. Untuk menciptakan keluaran SMK yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilannya mengantarkan siswa mencapai prestasi yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. IPA itu suatu cara atau metode mengamati Alam (Nash, 1963) maksudnya, membentuk suatu perspektif baru tentang objek yang diamati.

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan mata pelajaran yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan kajian kuikulum pada pelajaran IPA, materi kelistrikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu peristiwa yang diamati yang kemudian diuji kebenarannya

I PENDAHULUAN. Kimia yang merupakan mata pelajaran dalam rumpun sains, sangat erat kaitannya

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

2 Penerapan pembelajaran IPA pada kenyataannya di lapangan masih banyak menggunakan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berpusat pada gu

I. PENDAHULUAN. Umumnya proses pembelajaran di SMP cenderung masih berpusat pada guru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku siswa agar menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan teoritis yang diperoleh melalui observasi, eksperimen,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya mempunyai akhlak mulia, tetapi juga mempunyai kemampuan

Perbandingan Peningkatan Keterampilan Generik Sains Antara Model Inquiry Based Learning dengan Model Problem Based Learning

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

PENGGUNAAN MULTIMEDIA INTERAKTIF PADA PEMBELAJARAN MEDAN MAGNET UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Irpan Maulana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sains pada hakekatnya dapat dipandang sebagai produk dan sebagai

I. PENDAHULUAN. Manusia (SDM) yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran adalah merupakan proses aktif yang berlangsung antara guru, siswa dan materi subjek, sehingga hasil pembelajaran tidak tergantung pada apa yang disampaikan guru saja, tetapi bagaimana siswa mengolah informasi yang diterima dan memprosesnya berdasarkan pengertian dan pengetahuan yang dimilikinya ( Gusrial: 2009) Kurang dilibatkannya siswa dalam proses pembelajaran fisika akan menyebabkan rendahnya minat siswa untuk mengetahui fisika secara lebih dalam karena siswa kurang mendapatkan makna dari materi fisika yang dipelajarinya. Dominasi guru juga akan berakibat pada potensi-potensi yang dimiliki siswa seperti keterampilan dasar (generik) siswa, keterampilan berpikir kritis, menjadi tidak terbina secara optimal. Pembelajaran seperti ini tentu saja kurang baik dan tidak sejalan dengan hakikat ilmu fisika itu sendiri yang mencakup produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah, dimana siswa selain dituntut untuk dapat menguasai materi pengetahuan (produk ilmiah) juga dituntut untuk dapat mengaplikasikan pengetahuan yang didapatkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tujuan utama pembelajaran fisika di SMA. Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai dalam mata pelajaran fisika bagi siswa SMA adalah mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif 1

2 dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Depdiknas, KTSP, 2006:443-444). Pencapaian tujuan pembelajaran fisika bergantung kepada proses pembelajaran fisika yang diselenggarakan di sekolah. Menurut UUSPN No.20 tahun 2003 pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses interaksi peserta didik dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, diantaranya dengan membentuk kelompok diskusi atau praktikum kemudian diberikan permasalahan sebagai tantangan yang harus dipecahkan secara bersama, selanjutnya dilakukan presentasi hasil diskusi atau praktikum masing-masing kelompok. Pada pembelajaran seperti ini peserta didik akan menjadikan peserta didik lain sebagai sumber belajar baru sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk proses pembelajaran penuh makna. Melalui pola pembelajaran seperti ini, potensi siswa yang ingin dikembangkan dalam fisika diantaranya ialah keterampilan atau kecakapan dalam berpikir seperti yang tertera di dalam KTSP mengenai pentingnya pelaksanaan pembelajaran fisika di sekolah khususnya Sekolah Menegah Atas (SMA) yaitu: 1) Selain memberikan bekal ilmu kepada peserta didik, pembelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan kecakapan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. 2) Membekali peserta didik dengan pengetahuan,

3 pemahaman dan sejumlah kemampuan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi. Beberapa keterampilan berpikir yang penting dan mendasar dalam belajar fisika antara lain keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis. Keterampilan generik sains merupakan keterampilan berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan sains (Brotosiswoyo, 2000), keterampilan generik sains merupakan dasar dalam membangun kemampuan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Sementara itu, keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis secara esensial merupakan keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving). Keterampilan berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan (Costa. 1985). Dari semua pemaparan diatas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran fisika yang dikehendaki oleh kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) ialah pembelajaran melalui penemuan dengan tujuan membina seluruh potensi siswa, termasuk membina keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis peserta didik. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan suatu proses pembelajaran yang menekankan pencarian pengetahuan secara aktif. Pada era perkembangan pendidikan di Indonesia saat ini, khususnya dalam pengembangan kategori atau level sekolah-sekolah berdasarkan penambahan kompetensi dan target-target pencapaian pendidikan dengan

4 standar diatas Standar Nasional Pendidikan (SNP) seperti pengembangan Sekolah Kategori Mandiri (SKM) dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dimana pengembangan penguasaan sains lebih ditekankan dan salah satu target pembelajaran setiap mata pelajaran memiliki Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75, maka harus terus dicoba dikembangkan beberapa kemampuan dan keterampilan berpikir peserta didik selain pemahaman konsep melalui model model pembelajaran yang tepat. Diantara beberapa keterampilan berpikir yang perlu dikembangkan itu adalah keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis. Model pembelajaran yang cocok untuk memenuhi tuntutan KTSP dan tuntutan pengembangan sekolah yang memiliki standar diatas Standar Nasional Pendidikan tersebut diantaranya adalah model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS). SSCS adalah model pembelajaran yang memakai pendekatan problem solving yang didesain untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman terhadap konsep ilmu (Baroto: 2009). Model pembelajaran SSCS melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata. Model pembelajaran SSCS ini dapat melatih siswa mengembangkan kedua keterampilan berpikir tersebut melalui tahap-tahap pembelajarannya secara berkelompok. Pada tahap search guru menciptakan situasi dimana siswa memiliki keinginan yang tinggi untuk bertanya, misalnya dengan menyajikan artikel atau sumber bacaan yang menarik sesuai dengan pokok bahasan saat

5 itu. Siswa diminta untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan dan memilih satu pertanyaan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut yang harus dijadikan hipotesis terhadap permasalahan yang dihadapi dalam kelompok masing-masing. Pada tahap ini siswa dilatih mengembangkan keterampilan berpikir kritisnya. Berikutnya pada tahap solve, siswa berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disusun pada tahap search sekaligus membuktikan kebenaran hipotesis yang telah dibuat sebelumnya. Pada tahap ini, dalam IPA khususnya dalam fisika, siswa melakukan eksperimen sebagai langkahlangkah sains untuk menjawab pertanyaan dan membuktikan kebenaran hipotesis. Kegiatan ini sangat efektif melatih siswa mengembangkan beberapa keterampilan berpikir diantaranya keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis. Selanjutnya tahap create, pada tahap ini siswa menyusun strategi untuk mengkomunikasikan hasil eksperimen yang telah dilakukannya melalui presentasi kelompok. Melalui kegiatan ini salah satu keterampilan berpikir yang dapat dikembangkan adalah keterampilan berpikir kritis. Terakhir tahap share dimana kelompok siswa mengkomunikasikan hasil eksperimen kepada kelompok lainnya. Dalam tahap ini dilaksanakan diskusi dimana siswa dapat saling mengisi dan melengkapi kekurangan kelompoknya masing-masing. Pada tahap ini keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritis dapat dikembangkan sesuai karakter topik yang dibahas.

6 Salah satu topik fisika yang memungkinkan siswa melakukan proses pembelajaran SSCS untuk mengembangkan keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritisnya adalah topik listrik dinamis. Topik listrik dinamis ini memiliki karakter materi yang relevan dengan kedua keterampilan berpikir yang akan dikembangkan tersebut. Didalam materi listrik dinamis banyak tantangan dan permasalahan, konsep yang abstrak yang harus dipecahkan bersama melalui diskusi, praktikum dan presentasi. Tantangan dan permasalahan yang harus dipecahkan bersama diantaranya membaca alat ukur listrik, sistem rangkaian listrik tertutup, rangkaian hambatan seri dan paralel dan lain-lain. Sedangkan konsep yang abstrak diantaranya konsep kuat arus, beda potensial, faktor faktor yang mempengaruhi hamabatan listrik dan hukum Kirchoff. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini Apakah model pembelajaran SSCS lebih efektif untuk meningkatan keterampilan generik sains dan menunjukkan profil keterampilan berpikir kritis siswa SMA dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional? Untuk memperjelas lingkup persoalan penelitian, rumusan masalah di atas dijabarkan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana efektivitas peningkatan keterampilan generik sains siswa SMA pada kelas yang menggunakan model pembelajaran SSCS dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional?

7 2. Bagaimana deskripsi pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada kelas yang menggunakan pembelajaran SSCS dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional? 3. Bagaimana korelasi keterampilan generik sains dengan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada kelas yang menggunakan pembelajaran SSCS dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. 4. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran SSCS pada materi listrik dinamis? 5. Bagaimana tanggapan guru terhadap penggunaan model pembelajaran SSCS pada materi listrik dinamis? C. Pembatasan Masalah Supaya permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: 1. Materi pelajaran fisika yang digunakan dalam penelitian ini adalah materi listrik dinamis. 2. Keterampilan generik sains yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan-keterampilan pengamatan langsung dan tak langsung, melakukan inferensi logika secara berarti, memahami hukum sebab akibat dan berpikir dalam kerangka logika taat asas. 3. Keterampilan berpikir kritis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecakapan-kecakapan; mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak? (kredibilitas), mendeduksi dan mempertimbangkan deduksi,

8 menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi serta mengidentifikasi asumsi. D. Asumsi dan Hipotesis Asumsi Beberapa asumsi diajukannya hipotesis di atas antara lain: 1. Penggunaan model pembelajaran SSCS dalam pembelajaran dapat memfasilitasi terjadinya proses latihan keterampilan generik sains siswa. Dalam tahap solve terdapat kegiatan membimbing siswa membuat prediksi sementara terhadap jawaban dari pertanyaan, menuntun siswa untuk membuktikan jawaban dari pertanyaan dengan melakukan penyelidikanpenyelidikan, pengukuran, analisis data dan menarik kesimpulan. Kegiatan ini akan efektif untuk mengembangkan beberapa keterampilan generik sains diantaranya: pengamatan langsung dan pengamatan tak langsung, melakukan inferensi logika secara berarti, memahami hukum sebab akibat, dan berpikir dalam kerangka logika taat asas. 2. Penggunaan model pembelajaran SSCS dapat memfasilitasi terjadinya proses latihan berpikir untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Pada tahap search siswa dilatih berhipotesis dan melakukan induksi, pada tahap solve dimana siswa berusaha mencari jawaban atas pertanyaan yang dibuat pada tahap search siswa dilatih melihat kredibilitas sumber dan pengamatan, melakukan deduksi dan asumsi. Model pemecahan masalah SSCS membuat studi konteks pada perkembangan dan menggunakan perintah-perintah kemampuan berpikir yang lebih tinggi dan hasil-hasil pada

9 kondisi yang lebih penting pada kemampuan berpikir mentransfer dari satu ruang lingkup pelajaran ke ruang lingkup pelajaran yang lain (Pizzini 1996). Hipotesis Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini, adalah: 1. Hipotesis alternatif satu (H α 1); (µ 1 < µ 2 ; α = 0.05) Penggunaan model pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) dalam pembelajaran fisika di tingkat SMA lebih efektif terhadap peningkatan keterampilan generik sains siswa dari pada penggunaan pembelajaran konvensional. Keterangan: µ 1 = Keterampilan generik sains kelas kontrol µ 2 = Keterampilan generik sains kelas eksperimen 2. Hipotesis alternatif dua (H α 2); (ρ 1 < ρ 2 ; α = 0.05) Korelasi antara keterampilan generik sains dengan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada kelas yang menggunakan model pembelajaran SSCS lebih tinggi dibandingkan korelasi pada kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Keterangan : ρ 1 = Korelasi KGS dengan KBK pada kelas kontrol ρ 2 = Korelasi KGS dengan KBK pada kelas eksperimen E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal berikut:

10 1. Memperoleh informasi mengenai efektivitas peningkatan keterampilan generik sains pada materi listrik dinamis pada kelas yang menggunakan model pembelajaran SSCS dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional? 2. Memperoleh informasi mengenai deskripsi pencapaian keterampilan berpikir kritis siswa pada materi listrik dinamis untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran SSCS dibandingkan dengan kelas yang menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Memperoleh informasi mengenai korelasi keterampilan generik sains dengan keterampilan berpikir kritis siswa pada materi listrik dinamis untuk kelas yang menggunakan model pembelajaran SSCS dibandingkan dengan kelas yang menggunakan model pembelajaran konvensional? 4. Memperoleh informasi mengenai tanggapan guru terhadap penerapan model pembelajaran SSCS pada topik listrik dinamis di tingkat SMA. 5. Memperoleh informasi mengenai tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran SSCS pada topik listrik dinamis di tingkat SMA F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan mempunyai nilai guna sebagai berikut: 1. Bagi Guru, hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan untuk menggunakan model pembelajaran SSCS dalam pembelajaran fisika saat menjelaskan listrik dinamis dan materi yang setara atau sejenis

11 2. Bagi Siswa, penelitian ini diharapkan mampu membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan generik sains dan keterampilan berpikir kritisnya pada materi listrik dinamis. 3. Bagi pihak lain yang penelitiannya beririsan, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan atau perbandingan. G. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan salah tafsir, maka terdapat beberapa istilah yang perlu dijelaskan, yaitu: 1. Model pembelajaran SSCS merupakan kegiatan pembelajaran dengan tahap-tahap yang sistematis yang membutuhkan partisipasi dan kerjasama siswa dalam kelompok. Tahapan SSCS adalah: a) Membuat kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang siswa. b) Mengorientasi siswa pada masalah dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan. c) Membimbing siswa membuat prediksi sementara terhadap jawaban dari pertanyaan, menuntun siswa untuk membuktikan jawaban dari pertanyaan dengan melakukan penyelidikan-penyelidikan, pengukuran, analisis data dan menarik kesimpulan. d) Membimbing siswa dalam menyusun laporan yang akan dipresentasikan dan menentukan cara untuk mempresentasikan laporan. e) Kegiatan siswa untuk membagi informasi atau pengetahuan yang didapatkan siswa lain melalui kegiatan diskusi. Keterlaksanaan model pembelajaran SSCS diamati melalui format observasi. 2. Keterampilan generik sains adalah kemampuan dasar yang dapat ditumbuhkan ketika peserta didik menjalani proses belajar yang

12 bermanfaat sebagai bekal meniti karier dalam bidang yang lebih luas. Brotosiswoyo (2001) menyampaikan gagasannya tentang keterampilan berfikir dalam belajar fisika, yang pada intinya menyatakan bahwa ada keterampilan berpikir yang bersifat generik yang dapat ditumbuhkan melalui belajar fisika. Indikator berpikir generik sains yang dikembangkan diantaranya adalah sebagai berikut: pengamatan langsung dan tak langsung, melakukan inferensi logika secara berarti, memahami hukum sebab akibat, dan berpikir dalam kerangka logika taat asas. Dalam penelitian ini keterampilan generik sains diukur dengan menggunakan tes keterampilan generik sains listrik dinamis dalam bentuk pilihan ganda. 3. Norris dan Ennis menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau diyakini. Masuk akal berarti berpikir berdasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Berpikir kritis sebagai salah satu proses berpikir tingkat tinggi dapat digunakan dalam pembentukan sistem konseptual IPA peserta didik sehingga merupakan salah satu proses berpikir konseptual tingkat tinggi (Liliasari, 2002). Berpikir kritis merupakan aspek penting dan topik yang vital dalam pendidikan modern sehingga para pendidik tertarik untuk mengembangkan berpikir kritis kepada siswa. Indikator keterampilan berpikir kritis yang akan dikembangkan diantaranya, mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak? (kredibilitas), mendeduksi

13 dan mempertimbangkan deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi, mengidentifikasi asumsi. Dalam penelitian ini keterampilan berpikir kritis diukur dengan menggunakan tes psikologi Cornell level X berupa tes keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan Ennis. 4. Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru fisika di salah satu SMA Negeri di Kota Banjar yang akan menjadi tempat penelitian. Pembelajaran ini didominasi oleh metode ceramah, tanya jawab yang diakhiri dengan pembuktian (verifikasi) melalui kegiatan demonstrasi atau percobaan, dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran.