KOMPOSISI JENIS NYAMUK DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATRA SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN.

BIOEDUKASI Jurnal Pendidikan Biologi e ISSN Universitas Muhammadiyah Metro p ISSN

Keanekaragaman Spesies Nyamuk di Wilayah Endemis Filariasis di Kabupaten Banyuasin dan Endemis Malaria di Oku Selatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Deklarasi Milenium yang merupakan kesepakatan para kepala negara dan

Biting activities of Mansonia uniformis (Diptera: Culicidae) in Batanghari District, Jambi Province

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Filariasis limfatik merupakan penyakit tular vektor dengan manifestasi

Epidemiology of filariasis in Nunukan. Epidemiologi filariasis di Kabupaten Nunukan. Penelitian. Vol. 4, No. 4, Desember 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Filariasis cases In Tanta Subdistrict, Tabalong District on 2009 After 5 Years Of Treatment

Identification of vector and filariasis potential vector in Tanta Subdistrict, Tabalong District

Proses Penularan Penyakit

DESCRIPTION OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND BEHAVIOR OF THE PEOPLE AT NANJUNG VILLAGE RW 1 MARGAASIH DISTRICT BANDUNG REGENCY WEST JAVA ABOUT FILARIASIS

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. kaki gajah, dan di beberapa daerah menyebutnya untut adalah penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk Mansonia, Anopheles,

BAB 1 PENDAHULUAN. Filariasis atau yang dikenal juga dengan sebutan elephantiasis atau yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular yang

KEPADATAN NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DESA PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS, DESA JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN DAN BATUKUWUNG KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Akibat yang paling fatal bagi penderita yaitu kecacatan permanen yang sangat. mengganggu produktivitas (Widoyono, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Pembimbing I : Rita Tjokropranoto, dr., M.Sc Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.,m. Kes

STUDI BIOEKOLOGI NYAMUK Mansonia spp VEKTOR FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI JAMBI

CULEX QUINQUIFASCL4TUS SEBAGAI VEKTOR UTAMA FILARIASIS LIMFATIK YANG DISEBABKAN WUCHERERIA BANCROFTI DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN

ABSTRAK STUDI KASUS PENENTUAN DAERAH ENDEMIS FILARIASIS DI DESA RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG JAWA BARAT TAHUN 2008

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

Kata kunci: filariasis; IgG4, antifilaria; status kependudukan; status ekonomi; status pendidikan; pekerjaan

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1

SITUASI FILARIASIS DI KABUPATEN SUMBA TENGAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009

BIONOMIK NYAMUK MANSONIA DAN ANOPHELES DI DESA KARYA MAKMUR, KABUPATEN OKU TIMUR

SEBARAN NYAMUK VEKTOR DI KABUPATEN MUARO JAMBI, PROVINSI JAMBI DISTRIBUTION OF MOSQUITOES VECTOR IN MUARO JAMBI REGENCY, JAMBI PROVINCE

BAB I PENDAHULUAN. menetap dan berjangka lama terbesar kedua di dunia setelah kecacatan mental (WHO,

Aktivitas Menggigit Nyamuk Culex quinquefasciatus Di Daerah Endemis Filariasis Limfatik Kelurahan Pabean Kota Pekalongan Provinsi Jawa Tengah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing filaria yang

EPIDEMIOLOGI FILARIASIS DI DESA SUNGAI RENGIT KECAMATAN TALANG KELAPA KABUPATEN BANYUASIN TAHUN 2006

RISIKO KEJADIAN FILARIASIS PADA MASYARAKAT DENGAN AKSES PELAYANAN KESEHATAN YANG SULIT

KERAGAMAN SPESIES NYAMUK DI DESA PEMETUNG BASUKI DAN DESA TANJUNG KEMALA BARAT KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

ANALISIS SITUASI FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN SIMBANG KULON, KECAMATAN BUARAN, KABUPATEN PEKALONGAN Tri Wijayanti* ABSTRACT

Kondisi Filariasis Pasca Pengobatan Massal di Kelurahan Pabean Kecamatan Pekalongan Utara Kota Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan

Telaah Infestasi Nyamuk Pada Kerbau Di Bogor

Analisis Nyamuk Vektor Filariasis Di Tiga Kecamatan Kabupaten Pidie Nanggroe Aceh Darussalam

DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS KECAMATAN PONDOK GEDE, KABUPATEN BEKASI, JAWA BARAT

Deteksi Brugia malayi pada Armigeres subalbatus dan Culex quinquefasciatusyang diinfeksikan darah penderita filariasis dengan metode PCR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Kajian Epidemiologi Limfatikfilariasis Di Kabupaten Sumba Barat (Desa Gaura) dan Sumba Tengah (Desa Ole Ate) Tahun Hanani M.

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT DI RW 1 DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT TENTANG FILARIASIS TAHUN

Analisis Spasial Distribusi Kasus Filariasis di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Filariasis limfatik atau Elephantiasis adalah. penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit di mana

Faktor Risiko Kejadian Filarisis Limfatik di Kecamatan Maro Sebo Kabupaten Muaro Jambi

PERANAN LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN SILIAN RAYA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

DISTRIBUSI SPASIAL NYAMUK CULEX SPP DI KECAMATAN MALALAYANG Riolando Baralang*, Prof. dr. Jootje M. L. Umboh, MS*, dr. Ricky C. Sondakh, M.

SITUASI FILARIASIS SETELAH PENGOBATAN MASSAL DI KABUPATEN MUARO JAMBI, JAMBI Santoso 1, Yulian Taviv 1

FAKTO-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN FILARIASIS DI PUSKESMAS TIRTO I KABUPATEN PEKALONGAN

BAB 1 PENDAHULUAN. agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat

Gambaran Angka Prevalensi Mikrofilaria di Kabupaten Banyuasin Pasca Pengobatan Massal Tahap III

SURVEI DARAH JARI FILARIASIS DI DESA BATUMARTA X KEC. MADANG SUKU III KABUPATEN OGAN KOMERING ULU (OKU) TIMUR, SUMATERA SELATAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Prioritas pembangunan kesehatan dalam rencana strategis kementerian

IDENTIFIKASI FILARIASIS YANG DISEBABKAN OLEH CACING NEMATODA WHECERERIA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang disebabkan oleh berjangkitnya penyakit-penyakit tropis. Salah satu

Yahya* *Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A.Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

BAB 4 HASIL PENELITIAN

GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA FILARIASIS DI DESA SANGGU KABUPATEN BARITO SELATAN KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. distribusinya kosmopolit, jumlahnya lebih dari spesies, stadium larva

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini mempengaruhi

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

KOMPOSISI SPESIES DAN DOMINASI NYAMUK CULEX DI DAERAH ENDEMIS FILARIASIS LIMFATIK DI KELURAHAN PABEAN KOTA PEKALONGAN Tri Ramadhani* Abctract

UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria dan ditularkan

SPIRAKEL - Sarana Penyebaran Informasi Hasil Kegiatan Litbang P2B2 Vol. 8 No.1 Juni 2016 INDEKS SUBJEK

STUDI ENDEMISITAS FILARIASIS DI WILAYAH KECAMATAN PEMAYUNG, KABUPATEN BATANGHARI PASCA PENGOBATAN MASSAL TAHAP III. Yahya * dan Santoso

PENGOBATAN FILARIASIS DI DESA BURU KAGHU KECAMATAN WEWEWA SELATAN KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT FILARIASIS DI KABUPATEN BEKASI, PROVINSI JAWA BARAT PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

Deteksi mikrofilaria Brugia malayi pada nyamuk Mansonia spp dengan pembedahan dan metode PCR di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

GAMBARAN PENULARAN FILARIASIS DI PROVINSI SULAWESI BARAT DESCRIPTION OF TRANSMISSION OF FILARIASIS IN WEST SULAWESI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit kaki gajah atau dalam bahasa medis. disebut filariasis limfatik atau elephantiasis adalah

Gambaran Pengobatan Massal Filariasis ( Studi Di Desa Sababilah Kabupaten Barito Selatan Kalimantan Tengah )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

Keberhasilan Pengobatan Massal Filariasis di Kecamatan Kusan Hulu Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia di seluruh dunia setiap tahunnya. Penyebaran malaria berbeda-beda dari satu

Identifikasi Vektor Malaria di Daerah Sekitar PLTU Teluk Sirih Kecamatan Bungus Kota Padang Pada Tahun 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa tahun terakhir, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk cenderung

BAB I PENDAHULUAN. menular (emerging infection diseases) dengan munculnya kembali penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Filariasis limfatik atau lebih dikenal dengan. penyakit kaki gajah adalah salah satu masalah kesehatan

Cakupan Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis di Kabupaten Sumba Barat Daya Tahun

Faktor Risiko Kejadian Penyakit Filariasis Pada Masyarakat di Indonesia. Santoso*, Aprioza Yenni*, Rika Mayasari*

Prevalensi pre_treatment

STUDl KOMUNITAS NYAMUK TERSANGKA VEKTOR FILARIASIS DI DAERAH ENDEMIS DESA GONDANGLEGI KULON MALANG JAWA TIMUR. Oleh : Akhmad Hasan Huda

VEKTOR POTENSIAL FILARIASIS DAN HABITATNYA DI DESA MANDOMAI KABUPATEN KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. RASYID RIDHA

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

Transkripsi:

Komposisi Jenis Nyamuk di Beberapa Wilayah... (Lasbudi P. Ambarita, et. al) DOI : 10.22435/vk.v9i2.5471.69-78 KOMPOSISI JENIS NYAMUK DI BEBERAPA WILAYAH ENDEMIS PENYAKIT KAKI GAJAH DI KABUPATEN BANYUASIN PROVINSI SUMATRA SELATAN Lasbudi P. Ambarita *, Yulian Taviv*, Hotnida Sitorus*, Yanelza Supranelfy*, R. Irpan Pahlepi * *Loka Litbang Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. Jend. A. Yani km. 7 Kemelak, Baturaja-Sumatra Selatan, Indonesia e-mail: lasbudi74@gmail.com SPECIES COMPOSITION OF MOSQUITOES IN SOME ENDEMIC AREAS OF LYMPHATIC FILARIASIS IN BANYUASIN REGENCY OF SOUTH SUMATRA Naskah masuk :19 Juni 2017 Revisi I : 28 Agustus 2017 Revisi II : 15 September 2017 Naskah Diterima :02 Oktober 2017 Abstrak Filariasis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk vektor. Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu daerah endemis filariasis di Provinsi Sumatra Selatan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis nyamuk di wilayah tersebut, yaitu Desa Perambahan, Gasing Laut dan Kenten Laut. Penangkapan nyamuk dilakukan oleh dua orang per rumah, selama 12 jam mulai pukul 18.00 06.00 pada di tiga rumah yang terpilih. Identifikasi nyamuk dilakukan di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Mansonia uniformis yang dikenal sebagai vektor filariasis tertangkap di ketiga desa tersebut. Berdasarkan jumlah spesies nyamuk yang tertangkap, Desa Perambahan memiliki komposisi spesies tertinggi (13 spesies) yang diikuti oleh Desa Kenten Laut (11 spesies) dan Desa Gasing (9 spesies). Spesies nyamuk yang tertangkap antara lain Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. uniformis, Ma. indiana, Ma. annulata, Culex fuscocephalus, Cx. quinquefasciatus, Cx. hutchinsoni, Cx. sitiens, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. gellidus, Aedes albopictus, dan Ae. aegypti. Populasi Ma. dives (23,1%) ditemukan paling dominan di Desa Perambahan, sedangkan populasi spesies tertinggi di Desa Kenten Laut dan Desa Gasing masing-masing Cx. gelidus (35,1%) dan Cx. quinquefasciatus (58,2%). Informasi komposisi spesies dan jumlah nyamuk yang tertangkap dapat dijadikan pedoman dalam menetapkan program pengendalian vektor oleh para pengambil kebijakan maupun para peneliti. Kata Kunci: Nyamuk, Penyakit kaki gajah, Kabupaten Banyuasin Abstract Lymphatic filariasis is a zoonotic disease caused by filarial worms transmitted by mosquitoes vector. Banyuasin Regency is one of filariasis endemic area in South Sumatra Province. The aim of study was to identify composition of mosquito species in endemic areas, particularly in Perambahan, Gasing Laut and Kenten Laut Villages. Mosquitoes were caught by two persons per house for 12 hours from 06.00 pm to 06.00 am at three selected houses. The caught mosquitoes were identified at the Entomology Laboratory Loka Litbang P2B2 Baturaja. The results revealed that Mansonia uniformis known as a vector of lymphatic filariasis was successfully caught in those three villages. Based on species composition, Perambahan Village possessed the highest number of mosquitoes species (13 species), followed by Kenten Laut and Gasing Laut Villages for 11 and 9 species, respectively. The moesquitoes species caught in this study were Ma. dives, Ma. bonneae, Ma. uniformis, Ma. indiana, Ma. annulata, Culex fuscocephalus, Cx. Quinquefasciatus, Cx. hutchinsoni, Cx. sitiens, Cx. tritaeniorhynchus, Cx. gellidus, Aedes albopictus, and Ae. aegypti. Although Ma. dives was the most abundant mosquito (23,1%) in Perambahan Village, however Cx. gelidus (35,1%) predominated over Kenten Laut Village. In addition, Cx. quinquefasciatus (58,2%) was the highest mosquito population distributed in Gasing Laut Village. The species composition study and information of mosquito population are very useful as a guidance on determining vector control programe conducted by stakeholders or scientists. Keywords : Mosquitoes, Lymphatic filariasis, Banyuasin Regency 69

Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: 69-78 PENDAHULUAN Filariasis limfatik atau dikenal sebagai penyakit kaki gajah disebabkan oleh infeksi cacing filaria. Penyakit ini bukanlah penyakit mematikan, namun penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. Penyakit ini disebabkan oleh tiga spesies cacing Nematoda yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori. W. Bancrofti menyumbang hampir 90 persen dari infeksi penyakit kaki gajah di seluruh dunia. Brugia malayi di beberapa bagian Asia Selatan dan Tenggara sedangkan B. timori hanya ditemukan di Indonesia timur.(djeunga et al., 2015) Saat ini hampir1,4 miliar orang di 73 negara di seluruh dunia terancam penyakit kaki gajah, dengan perkiraan jumlah 120 juta orang yang terinfeksi (World Health Organization, 2014). Menurut data Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, 14.932 kasus penyakit kaki gajah kronik ditemukan di 418 kabupaten/kota di 34 provinsi. Sebelumnya, penyebaran penyakit iniada di 401 kabupaten/kota. Provinsi Nusa Tenggara Timur menempati urutan pertama dengan jumlah kasus 3.175 orang, diikuti Aceh sebanyak 2.375 penderita (Kompas. com, 2015). Provinsi Sumatra Selatan memiliki daerah endemis penyakit kaki gajah di Kabupaten Banyuasin. Di Kabupaten Banyuasin program yang telah dan tengah dilakukan oleh dinas kesehatan setempat dalam mendukung program eliminasi penyakit kaki gajah adalah survei (rapid mapping) kasus kronis serta pengobatan massal secara selektif. Jenis vektor filariasis yang sudah dikonfirmasi di wilayah Provinsi Sumatra Selatan adalah Mansonia uniformis dan Anopheles nigerrimus. Di Indonesia hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari lima genus yaitu: Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes dan Armigeres, sedangkan spesies cacing filaria yang telah dikonfirmasi di Provinsi Sumatra Selatan adalah Brugia malayi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Penelitian yang dilakukan oleh Santoso dkk. di Desa Sungai Rengit Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin memperlihatkan mikrofilaria B. malayi dengan periodisitas sub periodik nokturna (Santoso et al., 2008). Di Indonesia enam spesies Mansonia merupakan vektor B. malayi, dan beberapa spesies diantaranya dapat menjadi vektor B. Malayi tipe sub periodik nokturna. Penelitian yang dilakukan di Desa Koto Bakuruang dan Desa Indobaleh Kenegarian Mungo Kabupaten Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatra Barat, diperoleh lima spesies yaitu Anopheles nigerrimus, Armigeres spp, Culex bitaeniorhynchus, Cx. tritaeniorhynchus dan Mansonia uniformis. Spesies yang dominan tertangkap adalah Cx. tritaeniorhynchus (70,4%) diikuti Cx. bitaeniorhynchus (18,2%), sedangkan spesies yang paling sedikit tertangkap adalah Ma. uniformis (1,5%) (Hasmiwati & Nurhayati, 2009). Di Provinsi Sumatra Barat vektor yang berperan dalam penularan penyakit kaki gajah adalah An. nigerrimus dan Mansonia spp, sedangkan jenis parasit di wilayah tersebut adalah W. bancrofti. Penelitian yang dilakukan di Kelurahan Pabean Kota Pekalongan sebagai daerah endemis filariasis bancrofti diperoleh mayoritas nyamuk dari genus Culex (99,6%), dimana jenis Culex yang mendominasi adalah Cx. quinquefasciatus (Ramadhani, 2008). Program eliminasi kaki gajah di Indonesia menetapkan dua pilar utama yaitu memutus mata rantai penularan melalui pemberian obat massal pencegahan serta mencegah dan membatasi kecacatan karena filariasis. Berdasarkan penjelasan di atas maka penelitian ini akan melakukan penangkapan nyamuk di beberapa wilayah di Kabupaten Banyuasin. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis nyamuk di beberapa wilayah endemis penyakit kaki gajah di Kabupaten Banyuasin. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi (desa) di Kabupaten Banyuasin yaitu Desa Perambahan, Gasing Laut dan Kenten Laut pada tahun 2011. Rancangan penelitian ini adalah potong lintang dengan desain survei sewaktu (spot survey). Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu berdasarkan riwayat kejadian penyakit atau lokasi penderita kronis berada. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dalah kit survei entomologi. Penangkapan nyamuk dilaksanakan satu kali pada tiap desa dan dilakukan selama 12 jam mulai pukul 18.00 hingga pukul 06.00 WIB yang dilakukan pada tiga rumah terpilih dan masing-rumah dilaksanakan oleh dua orang tenaga kolektor (penangkap nyamuk) yang merupakan warga setempat yang sebelumnya telah dilatih terlebih dahulu tentang cara penangkapan. Penangkapan nyamuk dilaksanakan baik di dalam maupun di luar rumah dengan metode landing collection dan resting collection (World Health Organization, 1975). Nyamuk yang tertangkap selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Entomologi Loka Litbang P2B2 Baturaja menggunakan buku kunci identifikasi (Kementerian Kesehatan RI, 2008b) (Kementerian Kesehatan RI, 2008a) (Departemen 70

Komposisi Jenis Nyamuk di Beberapa Wilayah... (Lasbudi P. Ambarita, et. al) Kesehatan RI, 2008) (Stojanovich & Scott, 1965). Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif. HASIL Penelitian ini dilaksanakan di tiga lokasi (desa) yang berada di bagian selatan Kabupaten Banyuasin (Peta 1). Di ketiga desa tersebut menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin terdapat penderita kronis penyakit kaki gajah. Kabupaten Banyuasin memiliki topografi 80% wilayah datar berupa lahan rawa pasang surut dan rawa lebak, sedangkan yang 20% lagi berombak sampai bergelombang berupa lahan kering dengan sebaran ketinggian 0-40 meter diatas permukaan laut (Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuasin, 2014). Penangkapan nyamuk di ketiga desa (Perambahan, Gasing Laut dan Kenten Laut) dilakukan masing-masing satu kali pada setiap desa tersebut. Hasil penangkapan (Gambar 1) di Desa Perambahan memperlihatkan jenis nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah Mansonia dives (23,1%) diikuti oleh Culex fuscocephalus (20,7%) dan Ma. bonneae (17,2%). Jenis nyamuk yang paling sedikit tertangkap adalah Ae. albopictus (0,6%), Ae. aegypti (0,6%) dan Ma. annulata (0,6%). Gambar 1. Lokasi penelitian di tiga desa di Kabupaten Banyuasin Gambar 1. Persentase jenis nyamuk yang tertangkap di Desa Perambahan Kabupaten Banyuasin 71

Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: 69-78 Nyamuk Ma. uniformis sebagai vektor penyakit kaki gajah di Provinsi Sumatra Selatan tertangkap dalam jumlah yang cukup sedikit dan memperlihatkan pola fluktuasi yang tidak teratur seperti yang ditampilkan pada Gambar 2. Nyamuk mulai tertangkap pada jam 19.00-20.00 WIB dan tertangkap terakhir kali pada jam 03.00-04.00 WIB, dan paling banyak tertangkap pada jam 01.00-02.00 WIB dan jam 03.00-04.00 WIB. Hasil penelitian di Desa Gasing Laut (Gambar 3) diperoleh nyamuk yang berasal dari tiga genus yaitu Culex, Mansonia dan Aedes, dan memperlihatkan jenis nyamuk yang paling dominan tertangkap adalah Cx. quinquefasciatus (58,2%) diikuti oleh Ma. uniformis (16,4%), Ma.indiana (16,4%) dan Ae. aegypti. Jenis nyamuk yang paling sedikit tertangkap adalah Cx. hutchinsoni (1,8%), Cx. sitiens (1,8%) dan Ma. dives (1,8%). Gambar 2. Fluktuasi nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap dengan metode umpan orang dan penangkapan nyamuk resting di Desa Perambahan Kabupaten Banyuasin Gambar 3. Persentase jenis nyamuk yang tertangkap di Desa Gasing Laut Kabupaten Banyuasin 72

Komposisi Jenis Nyamuk di Beberapa Wilayah... (Lasbudi P. Ambarita, et. al) Nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap di Desa Gasing Laut total berjumlah sembilan ekor (16,4%). Nyamuk ini mulai tertangkap di awal jam penangkapan (18.00-19.00) dan selanjutnya relatif selalu tertangkap hingga jam 03.00. Mulai jam 03.00 hingga fajar nyamuk Ma. uniformis tidak berhasil tertangkap kembali. Penelitian di Desa Kenten Laut dilakukan pada bu lan November 2011. Hasil penangkapan (Gambar 5) memperlihatkan jenis nyamuk yang dominan tertangkap adalah Cx. gelidus (35,1%) diikuti oleh Cx. quinquefasciatus (33,1%) dan Cx. sitiens (15,0%). Jenis nyamuk yang paling sedikit tertangkap adalah Armigeres spp (0,4%) dan Cx. hutchinsoni (0,2%). Gambar 4. Fluktuasi nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap dengan metode umpan orang dan penangkapan nyamuk resting di Desa Gasing Laut Kabupaten Banyuasin Bulan September 2011 Gambar 5. Persentase jenis nyamuk yang tertangkap di Desa Kenten Laut Kabupaten Banyuasin Tahun Bulan November 2011 73

Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: 69-78 Nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap di Desa Kenten Laut hanya berjumlah lima ekor (0,6%) dan lebih sedikit dibanding yang tertangkap di Desa Perambahan dan Desa Gasing Laut. Nyamuk mulai tertangkap di awal jam penangkapan (18.00-19.00 WIB) hingga pukul 20.00-21.00 WIB. Pada jam-jam berikutnya nyamuk ini tidak berhasil tertangkap. Gambar 6. Fluktuasi nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap dengan metode umpan orang dan penangkapan nyamuk resting di Desa Kenten Laut Kabupaten Banyuasin PEMBAHASAN Data kasus kronis penderita kaki gajah di ketiga desa yang disurvei menurut informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin tahun 2009 terdiri dari empat penderita di Desa Perambahan, dan satu orang di Desa Kenten Laut. Kegiatan pengobatan massal telah berlangsung sejak dicanangkannya Eliminasi Penyakit Kaki Gajah oleh Menteri Kesehatan RI di Kabupaten Banyuasin tanggal 8 April 2002. Pengobatan massal penyakit kaki gajah di Kabupaten ini dilaksanakan pada unit implementasi yang bersifat selektif. Strategi ini didasarkan kepada asumsi mikrofilaria dalam tubuh penderita berada di bawah ambang batas tertentu maka akan menurunkan tingkat penularan mikrofilaria kepada nyamuk vektor sehingga pada akhirnya penularan dapat diputus (Ughasi et al., 2012). Penyakit kaki gajah dikelompokkan dalam satu kelompok penyakit yang disebut sebagai penyakit tropis terabaikan (neglected tropical disease). Menurut CDC (centers for disease control and prevention), penyakit tropis terabaikan adalah kelompok penyakit yang diakibatkan infeksi bakteri dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu milyar orang di dunia. Penyakit ini berdampak pada penduduk miskin, mengganggu perkembangan kognitif dan fisik, berkontribusi terhadap kejadian penyakit atau kematian pada ibu dan anak-anak, yang berakibat kepada rendahnya produktivitas. Pada akhirnya penyakit tropis terabaikan ini menempatkan masyarakat marjinal (miskin) dalam siklus kemiskinan dan rantai penyakit (Centers for Disease Control and Prevention, 2011). Nyamuk yang tertangkap di ketiga desa yang disurvei memperlihatkan perbedaan komposisi. Di Desa Perambahan jenis nyamuk yang dominan tertangkap adalah Ma. dives sedangkan di Desa Gasing Laut dan Kenten Laut didominasi oleh nyamuk dari genus Culex. Kondisi eko-geografi dari ketiga desa tersebut juga memperlihatkan perbedaan. Desa Perambahan dikelilingi oleh perkebunan kelapa sawit serta hutan sekunder dan juga rawa, sedangkan Desa Gasing Laut dan Kenten Laut adalah desa yang berbatasan langsung dengan wilayah Kota Palembang yang relatif lebih banyak penduduk maupun jumlah bangunan serta habitat vektor. Makin majunya pembangunan di suatu wilayah khususnya daerah endemis filariasis malayi justru dapat menekan atau bahkan mengeliminir kasus baru karena habitat perkembangbiakan vektor yang semakin terbatas 74

Komposisi Jenis Nyamuk di Beberapa Wilayah... (Lasbudi P. Ambarita, et. al) sebagai dampak dari pendirian bangunan maupun pengurukan daerah tampungan air. Vektor penyakit kaki gajah B. malayi tipe nokturnal subperiodik di Asia Tenggara yaitu Ma. uniformis, Ma. annulata, Ma. dives dan Ma. bonneae, dimana habitat perkembangbiakan larva Mansonia yang paling sering ditemukan di daerah berawa. Larva dan pupa melekat pada tanaman air untuk bernafas dan karena itu hanya terjadi pada badan air yang mengandung vegetasi permanen, misalnya rawa, kolam, parit berumput dan saluran irigasi (World Health Organization, 2013). Vektor penyakit kaki gajah di Sumatra Selatan yaitu nyamuk Ma. uniformis yang tertangkap di Desa Perambahan dan Kenten Laut tidak begitu dominan dibandingkan genus lainnya. Kondisi yang sama juga ditemukan di Desa Karang Anyar, Banyuasin dimana dari hasil penangkapan didapatkan nyamuk yang dominan tertangkap adalah Ma. dives/bonneae (Ambarita, 2010). Hasil yang berbeda diperoleh di Desa Gasing Laut, dimana nyamuk Ma. uniformis cukup dominan tertangkap. Penyebaran Ma. uniformis cukup luas di dunia terutama di benua Asia dan Afrika, untuk kawasan Asia Tenggara selain di Indonesia, spesies ini tersebar di Malaysia, Myanmar, Filipina dan Thailand (Walter Reed Biosystematic Unit, 2014b). Nyamuk Ma. uniformis telah dilaporkan juga berperan sebagai vektor filariasis bancrofti dari hasil penelitian yang dilakukan di Ghana, dimana angka infectivity rates mencapai 2,9%. Hasil penelitian ini merupakan laporan pertama kali infeksi seluruh fase W. bancrofti pada spesies nyamuk Mansonia di Ghana dan menjadi satu-satunya di Afrika Barat (Ughasi et al., 2012). Mansonia dives yang dominan tertangkap di Desa Perambahan merupakan vektor penyakit kaki gajah di beberapa wilayah seperti Thailand Selatan (Ruangsittichai et al., 2011). Nyamuk ini terdistribusi di Australia, Cina, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Perilaku menghisap darah spesies ini lebih cenderung menggigit hewan ternak (Walter Reed Biosystematic Unit, 2014a). Mansonia dives juga merupakan tipe nyamuk eksofilik dan nokturnal saat menghisap darah, dengan kecepatan maksimum terbang dengan area 3,2 km (Eldridge & Edman, 2004). Penelitian di wilayah kerja Puskesmas Sanur Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur yang merupakan daerah endemis malaria, diperoleh juga nyamuk Mansonia dives dengan metode landing collection. Wilayah ini memiliki ketinggian 48 meter di atas permukaan laut tidak jauh berbeda dengan ketiga lokasi survei di Kabupaten Banyuasin (Waris, 2010). Secara morfologi nyamuk Mansonia dewasa memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan nyamuk genus lain dengan sisik pucat pada sayap asimetris dan memiliki pulvilli pada tarsi (Rattanarithikul et al., 2006). Penelitian yang dilakukan di Desa Bojong Kecamatan Sekampung Udik Kabupaten Lampung Timur, selain diperoleh Ma. uniformis, juga diperoleh Ma. dives. Desa Bojong memiliki keadaan lingkungan berupa ladang, rawa, dan sawah yang didominasi oleh tanaman karet, cokelat dan padi. Pemukiman penduduk juga berdekatan dengan rawa-rawa yang permukaannya ditutupi oleh tanaman air eceng gondok (Eichornia crassipes) (Zen, 2015). Genus nyamuk yang diketahui berperan sebagai vektor penyakit kaki gajah adalah Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia. Nyamuk Anopheles yang potensial sebagai vektor penyakit kaki gajah adalah An. nigerrimus dan An. peditaeniatus. Lain halnya dengan penemuan nyamuk Mansonia sebagai vektor utama penyakit kaki gajah, untuk genus Anopheles yang juga merupakan vektor filariasis di Sumatra Selatan tidak ditemukan selama penelitian di tiga desa tersebut. Penelitian di Desa Muara Padang Kabupaten Banyuasin juga hanya menemukan nyamuk dari genus Mansonia sedangkan genus Anopheles tidak ditemukan (Edyansyah et al., 2012). Penelitian di wilayah Kabupaten Banyuasin lainnya yaitu di Desa Sungai Rengit menemukan spesies Anopheles yang lebih sedikit dibandingkan dengan Mansonia (Santoso et al., 2008). Penelitian di Kabupaten OKU Timur Sumatra Selatan juga menemukan nyamuk genus Mansonia yang lebih banyak dibandingkan genus Anopheles walaupun tidak ditemukan mikrofilaria (Supranelfy et al., 2012) (Pahlepi & Santoso, 2014). Pemeriksaan mikrofilaria dengan metode PCR (polymerase chain reaction) pada nyamuk Ma. uniformis telah dilakukan oleh Yahya dkk di Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi dimana dari lima ekor nyamuk yang menghisap darah penderita, tiga ekor nyamuk terbukti positif B. Malayi (Yahya et al., 2014). Penemuan vektor potensial di tiga desa di wilayah endemis penyakit kaki gajah di Kabupaten Banyuasin yaitu Ma. uniformis merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi penularan penyakit kaki gajah selain oleh adanya penderita positif mikrofilaria, kondisi lingkungan serta perilaku masyarakat. Faktor risiko penyakit kaki gajah di Banyuasin adalah banyaknya rawa sebagai salah satu mata rantai penularan filariasis serta faktor pendidikan dan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ini (Sapada et al., 2015). Penangkapan nyamuk genus Culex tepatnya Cx.quinquefasciatus yang mencapai 58,2% di Desa Gasing Laut merupakan vektor filariasis jenis bancrofti yang jarang ditemukan di Provinsi Sumatra Selatan. Culex quinquefasciatus merupakan vektor utama 75

Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: 69-78 penularan filariasis bancrofti di wilayah perkotaan, dan di daerah endemis filariasis bancrofti di Indonesia vek tor utamanya adalah Culex quinquefasciatus. Peneli tian yang dilakukan di Kabupaten Pekalongan me nemukan tiga nyamuk Cx.quinquefasciatus yang positif mengandung mikrofilaria Wuchereria bancrofti (Febrianto et al., 2008). Penelitian di Provinsi Jambi menemukan bahwa nyamuk Cx. quinquefasciatus yang dinfeksikan di daerah kaki penderita terdeteksi satu nyamuk positif mikrofilaria malayi dari enam nyamuk yang diperiksa menggunakan metode PCR (Yahya et al., 2014). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Spesies nyamuk yang berhasil tertangkap di Desa Perambahan terdiri dari 13 spesies, Desa Gasing Laut terdiri dari sembilan spesies yaitu dan Desa Kenten Laut terdiri dari 11 spesies. Dari ketiga desa yang disurvei tersebut spesies nyamuk yang berhasil dikoleksi yaitu Ma. dives, Cx. fuscocephalus, Ma. bonneae, Cx. quinquefasciatus, Cx. hutchinsoni, Ma. uniformis, Cx. sitiens, Cx. tritaeniorhynchus, Ma. indiana, Cx. gelidus, Ae. albopictus, Ae. aegypti dan Ma. annulata. Saran Keberadaaan vektor filariasis (Ma. uniformis) di ketiga desa yang disurvei (Perambahan, Gasing Laut dan Kenten Laut) masih ditemukan. Perlu penelitian yang lebih konprehensif (bionomik) terhadap sifat dan perilaku vektor yang dimaksud agar tindakan intervensi yang akan diambil dapat lebih tepat sasaran dan efisien, sehingga dapat mendukung program eliminasi filariasis di Kabupaten Banyuasin. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampai kan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin atas dukungan yang diberikan terhadap kegiatan ini, dan juga kepada tenaga pendamping pengumpulan data baik dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin maupun dari Puskesmas. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Loka Litbang P2B2 Baturaja Yulian Taviv, SKM, M.Si. atas kesempatan yang diberikan untuk melaksanakan penelitian ini. Tak lupa penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh anggota tim pengumpul data atas kerja keras yang diberikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dan diselesaikan baik dari aspek administratif maupun teknis penelitian. DAFTAR PUSTAKA Ambarita L, 2010. Koleksi Referensi Parasitologi dan Entomologi Penyakit Kaki Gajah di Kabupaten Banyuasin dan Malaria di Kabupaten OKU Selatan, Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuasin, 2014. Banyuasin dalam angka 2014, Centers for Disease Control and Prevention, 2011. Neglected tropical diseases. Available at: http:// www.cdc.gov/globalhealth/ntd/ [Accessed January 1, 2014]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia, Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Departemen Kesehatan RI, 2008. Kunci identifikasi nyamuk Culex, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Djeunga H, Mbougua J, Bopda J, Tchana S, Kana N, Nnomzo E, et al., 2015. Mapping of Bancroftian Filariasis in Cameroon: Prospects for Elimination. PLoS Neglected Tropical Diseases. Edyansyah E, Soeyoko & Sumarni S, 2012. Epidemiology of filariasis Malayi in Muara Padang Village, Muara Padang Subdistrict, Banyuasin District, South Sumatra, Indonesia. J Med Sci, 44(1). Eldridge B & Edman J, 2004. Medical Entomology: A textbook on public health and veterinary problems caused by Arthropods Revised Ed., Springer Science & Business Media. Febrianto B, Maharani A & Widiarti, 2008. Faktor risiko filariasis di Desa Samborejo, Kecamatan Tirto, Kabupaten Pekalongan Jawa Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan, 36(2), pp.48 58. Hasmiwati & Nurhayati, 2009. Kajian nyamuk vektor di daerah endemik filariasis di Kenagarian Mungo, Kabupaten Lima Puluh Kota. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(2), pp.58 61. Kementerian Kesehatan RI, 2008a. Kunci identifikasi nyamuk Aedes, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kementerian Kesehatan RI, 2008b. Kunci identifikasi nyamuk Mansonia, Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Kompas.com, 2015. Filariasis terus menyebar, kasus ditemukan di 418 kabupaten/kota. Pahlepi R & Santoso, 2014. Penentuan vektor filariasis dan spesies mikrofilaria di Puskesmas Batumarta VIII Kabupaten OKU Timur Tahun 2012. Jurnal Ekologi Kesehatan. 76

Komposisi Jenis Nyamuk di Beberapa Wilayah... (Lasbudi P. Ambarita, et. al) Ramadhani T, 2008. Studi epidemiologi filariasis limfatik di Kota Pekalongan (Penekanan pada aspek entomologi). Universitas Gadjah Mada. Rattanarithikul R, Harrison B, Panthusiri P, Peyton E & Colemen R, 2006. Illustrated Keys to the mosquitoes of Thailand III. Genera Aedeomyia, Ficalbia, Mimomyia, Hodgesia, Coquillettidia, Mansonia and Uranotaenia. The Southeast Asian journal of tropical medicine and public health, 37. Ruangsittichai J, Apiwathnasorn C & Dujardin J, 2011. Interspecific and sexual shape variation in the filariasis vectors Mansonia dives and Ma. bonneae. Infect Genet Evol., 11(8), pp.2089 94. Santoso, Ambarita L, Oktarina R & Sudomo M, 2008. Epidemiologi Filariasis di Desa Sungai Rengit Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin Tahun 2006. Buletin Penelitian Kesehatan, 36(2). Sapada E, Anwar C, Salni & Priadi D, 2015. Environmental and socioeconomics factors associated with cases of clinical filariasis in Banyuasin District of South Sumatra, Indonesia. International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health, 7(6). Stojanovich C & Scott H, 1965. Illustrated Keys to Anopheles Mosquitoes of Vietnam, Atlanta: U.S Dept. of Health, Education and Welfare, Public Health Services, Communicable Disease Center. Supranelfy Y, Sitorus H & Pahlepi R, 2012. Bionomik nyamuk Mansonia dan Anopheles di Desa Karya Makmur Kabupaten OKU Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan, 11(2). Ughasi J, Bekard HE, Coulibaly M, Adabie-Gomez D, Gyapong J, Appawu M, et al., 2012. Mansonia africana and Mansonia uniformis are Vectors in the transmission of Wuchereria bancrofti lymphatic filariasis in Ghana. Parasites and Vectors, 5, p.1. Available at: http://www.parasitesandvectors. com/content/5/1/89. Walter Reed Biosystematic Unit, 2014a. Mansonia dives. Available at: http://wrbu.org/speciespages_ non-ano/non-ano_a-hab/madiv_hab.html [Accessed October 25, 2015]. Walter Reed Biosystematic Unit, 2014b. Mansonia uniformis. Available at: http://www.wrbu.org/ SpeciesPages_non-ANO/non-ANO_A-hab/ MAuni_hab.html [Accessed October 26, 2015]. Waris L, 2010. Keanekaragaman nyamuk vektor malaria berdasarkan tipe ekosistem di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010, World Health Organization, 2014. Lymphatic Filariasis, World Health Organ Fact Sheet 102. World Health Organization, 2013. Lymphatic Filariasis: a handbook of practical Entomology for national lymphatic filariasis elimination programmes, Geneva. World Health Organization, 1975. Manual on practical entomology in malaria, Geneva: WHO Divisions of Malaria and Other Parasitc Diseases. Yahya, Santoso & Salim M, 2014. Deteksi Brugia malayi pada Armigeres subalbatus dan Culex quinquefasciatus yang diinfeksikan darah penderita filariasis dengan metode PCR. Aspirator, 6(2), pp.35 42. Zen S, 2015. Studi komunitas nyamuk penyebab filariasis di Desa Bojong Kabupaten Lampung Timur. BIOEDUKASI, 6(2), pp.129 133. 77

78 Vektora Volume 9 Nomor 2, Oktober 2017: 69-78