BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara maju dan berkembang. Hasil penelitian Tim Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah telah menduduki peringkat pertama sebagai penyebab utama kematian di Indonesia, yakni sebesar 26,4%. World Health Organization (WHO) mencatat lebih dari 17 juta orang meninggal akibat penyakit kardiovaskuler pada tahun 2008. Diperkirakan bahwa di seluruh dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh tersering yaitu sebesar 36% dari seluruh kematian, angka ini 2 kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker (Departemen Kesehatan, 2006; Mendis dkk., 2011). Salah satu manifestasi klinis PJK adalah Sindroma Koroner Akut (SKA) tanpa elevasi segmen ST (TESST). SKA TESST merupakan suatu kondisi kedaruratan dengan pasien membutuhkan penanganan medis di rumah sakit secepatnya. Jika tidak tertangani, SKA tanpa elevasi segmen ST dapat menyebabkan perluasaan kerusakan miokard dan atau infark miokard fatal. Oleh karena itu, komplikasi utama seperti kematian jantung, infark miokard baru, dan refractory angina sering terjadi hingga diperlukan tindakan urgent coronary intervention (Committee for Proprietary Medical Products, 2000). Terapi SKA TESST meliputi empat kategori, yaitu obat antiiskemia, antiplatelet, antikoagulan, 1
dan tindakan revaskularisasi koroner (Bassand dkk., 2007). Berdasarkan pedoman ACCF/AHA (American College of Cardiology Foundation/American Heart Association) dan ESC (European Society of Cardiology), terapi antikoagulan yang direkomendasikan pada pasien SKA TESST yang masuk dalam kelas I adalah fondaparinux, enoxaparin, unfractionated heparin (UFH), dan bivalirudin (Anderson dkk., 2013; Hamm dkk., 2011). Menurut European Medicines Agency (EMA), kriteria efikasi penggunaan antikoagulan pada SKA TESST dikaitkan dengan tujuan terapi yaitu mencegah kejadian morbiditas, kematian, dan infark miokard. Kriteria efikasi dapat dilihat dari penurunan kejadian mortalitas, infark miokard baru, dan refractory angina pectoris. Kriteria keamanan antikoagulan dapat dilihat dari berkurangnya kejadian pendarahan, trombositopenia, efek terhadap variabel laboratorium, dan efek terhadap penyakit penyerta (Committee for Proprietary Medical Products, 2000). Penggunaan terapi antikoagulan pada pasien SKA TESST sangat berhubungan dengan risiko pendarahan. Berdasarkan hasil dokumentasi pada pasien SKA menunjukkan bahwa pendarahan mayor memiliki hubungan dengan peningkatan 60% kematian di rumah sakit dan meningkatkan mortalitas dalam 1 tahun sebesar 35,9% (dibanding 7,4% pada pasien tanpa pendarahan mayor) (Bassand, 2013; Fitchett, 2007). Hasil penelitian The Fifth Organization to Assess Strategies in Acute Ischemic Syndromes Investigators (OASIS-5) tentang perbandingan efektivitas dan keamanan fondaparinux dengan enoxaparin pada pasien SKA TESST menunjukkan bahwa efektivitas fondaparinux sama dengan enoxaparin (jumlah 2
kematian, miokard infark, dan refraktori iskemik), sedangkan untuk keamanan, jumlah pendarahan mayor lebih sedikit ditemukan pada pasien yang menggunakan fondaparinux (Yusuf dkk., 2006). Penelitian farmakoekonomi yang mengambil data dari OASIS-5 juga menunjukkan bahwa fondaparinux lebih cost-effective dibanding enoxaparin (Sculpher dkk., 2009). Penelitian mengenai penggunaan enoxaparin dan UFH pada penanganan UA/NSTEMI menunjukkan bahwa enoxaparin lebih baik dibanding UFH dalam menurunkan jumlah kematian dan kejadian iskemik jantung tanpa menyebabkan peningkatan rata-rata pendarahan mayor secara signifikan (Antman dkk., 1999). Penelitian lain yang membandingkan efektivitas heparin dan enoxaparin pada pasien SKA TESST yang direncanakan menjalani kateterisasi atau percutaneous coronary intervention (PCI) menunjukkan bahwa enoxaparin lebih efektif dibanding heparin dalam menurunkan kematian, infark miokard dan refraktori iskemik dalam waktu 7 hari, sedangkan risiko efek samping pendarahan sama antara heparin dan enoxaparin (James A Lemos dkk., 2004). Pengobatan pada pasien SKA cukup bervariasi antar negara dan rumah sakit. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam teknologi kesehatan, tingkat pengetahuan dokter mengenai pengobatan terbaik yang tersedia, persepsi dokter terkait rasio manfaat dan risiko pengobatan, serta adanya karakteristik khusus dari setiap rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabilitas tersebut memiliki hubungan dengan adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat kematian pasien SKA (Bosch dkk., 2003). Selain itu, banyak penelitian menunjukkan bahwa terdapat variabilitas kadar faktor koagulasi yang 3
signifikan antar pasien SKA. Variabilitas ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan (merokok, inflamasi, jenis kelamin, oral kontrasepsi, trigliserida, diabetes melitus) dan faktor genetik. Beberapa polimorfisme gen dianggap mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabilitas faktor koagulasi (Campo dkk., 2013). Penelitian tentang analisis Adverse Drug Events (ADEs) pada penggunaan obat-obatan high alert di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta menunjukkan jumlah penggunaan antikoagulan selama bulan Januari hingga Desember 2012 sebanyak 440 pasien. Dari 100 sampel yang diambil secara acak menunjukkan jenis antikoagulan yang digunakan adalah enoxaparin (45%), fondaparinux (34%), dan heparin (23%). Penggunaan antikoagulan pada pasien SKA TESST yaitu sebesar 42% pada pasien NSTEMI dan 6% pada pasien UA (Lenggu, 2013). Ditinjau dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai efektivitas dan keamanan fondaparinux dan enoxaparin pada pasien SKA TESST di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam memilih obat yang efektif dan aman bagi pasien SKA TESST sehingga dapat dicapai hasil terapi yang optimal. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan banyaknya penggunaan fondaparinux dan enoxaparin, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas dan keamanan fondaparinux dan enoxaparin pada penanganan SKA tanpa elevasi segmen ST. Masalah yang akan dievaluasi meliputi: 4
1. Bagaimana perbedaan efektivitas (jumlah pasien yang tidak mengalami infark miokard dan iskemik berulang) fondaparinux dan enoxaparin untuk penanganan SKA tanpa elevasi segmen ST di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta? 2. Bagaimana perbedaan keamanan (jumlah pasien yang tidak mengalami pendarahan mayor dan minor) fondaparinux dan enoxaparin untuk penanganan SKA tanpa elevasi segmen ST di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta? C. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efektivitas dan keamanan obat antikoagulan pada pasien SKA telah dilakukan sebelumnya di beberapa tempat yang berbeda, seperti terlihat pada Tabel.1. Tabel 1. Penelitian mengenai efektivitas dan keamanan obat antikoagulan pada pasien SKA Nama Peneliti dan Tahun Penelitian (Yusuf 2006) dkk., Judul Penelitian Comparison of Fondaparinux and Enoxaparin in Acute Coronary Syndromes (OASIS 5) Metode dan Subyek Penelitian Randomized controlled trial (RCT) Subyek: 20.078 pasien SKA diacak untuk mendapatkan fondaparinux atau enoxaparin Hasil Penelitian dan Kesimpulan - Jumlah pasien dengan kejadian primaryoutcome pada fondaparinux dan enoxaparin adalah 5,8% vs 5,7 %. - Pendarahan mayor pada hari ke-9 lebih rendah pada fondaparinux dibanding enoxaparin 2,2% vs 4,1%. - Kejadian primary-outcome dan pendarahan mayor fondaparinux pada hari ke-9 adalah 7,3% vs 9%. - Fondaparinux setara dengan enoxaparin dalam menurunkan risiko kejadian iskemik, tetapi fondaparinux secara khusus menurunkan kejadian pendarahan mayor dan memperbaiki tingkat mortalitas dan morbiditas jangka panjang. 5
Nama Peneliti dan Tahun Penelitian (Murphy dkk., 2007) (Mehta dkk., 2008) (Raja, 2013) Judul Penelitian Efficacy and Safety of the Low- Molecular Weight Heparin Enoxaparin Compared with Unfractionated Heparin Across the Acute Coronary Syndrome Spectrum Antithrombotic Therapy With Fondaparinux in Relation to Interventional Management Strategy in Patients With ST- and Non- ST-Segment Elevation Acute Coronary Syndromes: An Individual Patients- Level Combined Analysis of the Fifth and Sixth Organization to Assess Strategies in Ischemic Syndromes (OASIS 5 and 6) Randomized Trials Analisis Efektivitas Biaya Terapi Heparin dan Fondaparinux Pada Penderita Sindroma Koroner Akut Tanpa Elevasi Segmen ST Tabel 1. (Lanjutan) Metode dan Subyek Penelitian Meta analisis Subyek: 49.088 pasien SKA STEMI atau NSTEMI dari 12 penelitian Randomized controlled trial (RCT) Subyek: 26.512 pasien SKA dari penelitian OASIS 5 dan 6 Kohort prospektif Subyek: 62 pasien SKA TESST (31 pasien enoxaparin dan 31 pasien fondaparinux) Hasil Penelitian dan Kesimpulan - Clinical endpoint (kematian, MI atau pendarahan mayor) terjadi lebih sedikit pada enoxaparin dibanding UFH. - Pendarahan mayor lebih tinggi pada enoxaparin dibanding UFH. - Enoxaparin memiliki efikasi yang lebih baik sebagai terapi antitrombin pada >49.000 pasien SKA. - Fondaparinux lebih efektif dibanding heparin dalam mengurangi jumlah kematian, infark miokard atau stroke. - Fondaparinux menurunkan kejadian pendarahan mayor sebesar 41% dan menghasilkan clinical outcome lebih baik dibanding heparin. - Pada strategi konservatif fondaparinux menghasilkan clinical outcome lebih baik dibanding heparin - Dibandingkan terapi berbasis heparin, fondaparinux lebih baik dalam menurunkan mortalitas, kejadian iskemik, dan pendarahan mayor di semua spektrum SKA dan menghasilkan clinical outcome lebih baik pada pasien yang menjalani strategi invasif atau konservatif. - Jumlah kematian kelompok heparin vs fondaparinux adalah 6,4% vs 3,2%. - Jumlah yang mengalami stroke kelompok heparin vs fondaparinux adalah 3,2% vs 0%. - Jumlah pendarahan mayor kelompok heparin vs fondaparinux adalah 6,4% vs 0%. - Jumlah pendarahan minor kelompok heparin vs fondaparinux adalah 32,2% vs 6,4%. - Average cost-effectiveness ratio (ACER) kelompok fondaparinux dibanding heparin adalah Rp. 8.833.736,- vs Rp. 10.878.243, - Fondaparinux lebih cost-effective dibanding heparin. 6
Penelitian ini mengevaluasi efektivitas dan keamanan penggunaan fondaparinux dan enoxaparin pada pasien SKA TESST yang dirawat di rumah sakit lebih dari 2 hari hingga pasien dinyatakan pulang. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dengan penelusuran data mekam medik secara retrospektif. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Manfaat umum Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran farmasis dalam melakukan praktek farmasi klinik untuk meningkatkan efektivitas dan keamanan penggunaan antikoagulan pada pasien SKA TESST. 2. Manfaat khusus a. Sebagai bahan masukan bagi klinisi dalam pemilihan antikoagulan yang lebih efektif dan aman. b. Sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan antikoagulan yang akan dimasukkan dalam formularium rumah sakit. E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui perbedaan efektivitas (jumlah pasien yang tidak mengalami infark miokard dan iskemik berulang) fondaparinux dan enoxaparin untuk 7
penanganan SKA tanpa elevasi segmen ST di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. 2. Mengetahui perbedaan keamanan (jumlah pasien yang tidak mengalami pendarahan mayor dan minor) fondaparinux dan enoxaparin untuk penanganan SKA tanpa elevasi segmen ST di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. 8