BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi di bidang hukum merupakan profesi luhur yang terhormat atau profesi mulia ( nobile officium) dan sangat berpengaruh di dalam tatanan kenegaraan. Profesi di bidang hukum, diantaranya: Polisi, Advokat, Jaksa, Hakim, serta Notaris dan juga Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) merupakan pilar-pilar utama dalam penegakan supremasi hukum untuk menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan intregitas yang tinggi dari masing-masing aparat penegak hukum tersebut mutlak dibutuhkan sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya masing-masing. Profesi hukum sebagai profesi yang terhormat mempunyai nilai-nilai moral profesi yang harus ditaati oleh aparatur hukum yang menjalankan profesi tersebut, yaitu: kejujuran, bertanggung jawab, kemandirian moral, dan keberanian moral. 5 Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat terhadap pengguna jasa notaris, dibentuklah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris ( selanjutnya disebut UUJN) jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya hlm. 4 5 Abdulkadir Muhammad, 2001, Etika Profesi Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1
2 disebut UUJN-P), dengan maksud untuk menggantikan ketentuan Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesia (S.1860 No. 3) tentang Peraturan Jabatan Notaris (untuk selanjutnya disebut PJN) yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. UUJN jo UUJN-P tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum, baik kepada masyarakat maupun terhadap notaris itu sendiri dan juga diharapkan lebih baik dari pada peraturan perundangan yang digantikannya. Dalam UUJN jo UUJN-P tersebut telah diatur ketentuan yang berkaitan dengan hak ingkar notaris dan pengawasan terhadap pelaksanaan jabatan notaris. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUJN-P dinyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lain sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Tujuannya adalah agar akta tersebut dapat digunakan sebagai bukti yang kuat jika suatu saat terjadi perselisihan antara para pihak atau ada gugatan dari pihak lain. Jika hal ini terjadi tidak menutup kemungkinan bahwa notaris akan ikut terkait dalam persoalan tersebut. Notaris sebagai pejabat yang berpijak pada ranah hukum ( seperti halnya advokat, hakim, jaksa, polisi) membuat notaris secara langsung ataupun secara tidak langsung mempunyai hak selain membuat akta autentik, juga untuk menjaga lancarnya proses hukum yang terjadi, termasuk di dalamnya berkaitan dengan proses di peradilan, baik di dalam peradilan pidana maupun perdata. Proses peradilan yang dimaksudkan disini sangat erat
3 kaitannya dengan pembuktian, baik pembuktian dengan tulisan dan juga pembuktian dengan kesaksian. 6 Sejak saat berlakunya UUJN jo UUJN-P, Pengadilan Negeri tidak berwenang lagi untuk melakukan pengawasan terhadap notaris, pengawasan dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM sebagaimana ketentuan Pasal 67 ayat (2) UUJN, yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk Majelis Pengawas. Pengawasan atas notaris dilakukan oleh Menteri dengan membentuk Majelis Pengawas yang terdiri dari Majelis Pengawas Pusat (MPP), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), dan Majelis Pengawas Daerah (yang selanjutnya di sebut MPD). 7 Seorang notaris dalam menjalankan pelayanannya harus berhati-hati, karena kelalaian yang dibuatnya dapat menimbulkan masalah hukum di kemudian hari sehingga notaris dapat diperhadapkan pada proses peradilan, dimana notaris harus memberikan keterangannya ataupun menyerahkan fotokopi minuta akta. Meskipun para notaris itu cenderung menolak untuk memberikan keterangan dengan berlindung pada rahasia jabatan. Pasal 66 ayat (1)UUJN-P, bahwa: Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris berwenang: a. Mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atauprotokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan 6 Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hlm. 25 7 Muhammad Ilham Arisaputra, 2012, Kewajiban Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Dalam Kaitannya dengan Hak Ingkar Notaris, Jurnal Perspektif, Vol. XVII No. 3, Edisi September2012, hlm. 175
4 b. Memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atauprotokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris Berdasarkan Pasal 66 ayat (1) UUJN-P tersebut di atas, maka notaris yang telah melakukan kelalaian tidak dapat serta merta menolak untuk memberi keterangan dengan alasan rahasia jabatan, oleh karena dalam ketentuan tersebut menentukan bahwasanya untuk kepentingan proses peradilan, maka dapat dilakukan pengambilan fotokopi minuta akta dan pemanggilan notaris untuk memberi keterangan setelah memperoleh persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris ( MKN). Dalam hal inilah sebenarnya keberadaan Majelis Kehormatan Notaris sangat strategis. Pasal 66 ayat (1) UUJN -P tersebut secara jelas menentukan tentang lembaga yang memberikan persetujuan untuk dapat dipanggilnya dan/atau diambilnya Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris. Dalam Pasal 66A ayat (3) disebutkan bahwa mengenai Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ini akan diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang mengatur mengenai Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ini adalah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris. Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris dinyatakan bahwa: Majelis Kehormatan Notaris adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan pembinaan Notaris dan kewajiban memberikan persetujuan atau penolakan untuk kepentingan penyidikan dan proses peradilan, atas pengambilan fotokopi minuta akta dan
5 pemanggilan notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. Sedangkan menurut Pasal 20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris, dinyatakan bahwa: Kewenangan Majelis Kehormatan Notaris Wilayah berdasarkan keputusan Rapat Majelis Kehormatan Notaris Wilayah meliputi: a. pemeriksaan terhadap notaris yang dimintakan persetujuan kepada Majelis Kehormatan Notaris Wilayah oleh penyidik, penuntut umum atau hakim; b. pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pengambilan fotokopi minuta akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol notaris dalam penyimpanan notaris; dan c. pemberian persetujuan atau penolakan terhadap permintaan persetujuan pemanggilan notaris untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan dan proses peradilan yang berkaitan dengan akta atau protokol notaris yang berada dalam penyimpanan notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 66A UUJN-P dan Pasal 20 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris tersebut, maka dalam proses memberikan persetujuan MKN harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan sidang pelaksanaan jabatan notaris terhadap seorang notaris. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasil akhir dari pemeriksaan MKN dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan yang isinya memberikan persetujuan atau menolak permintaan Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim. 8 8 Sri Utami, 2015, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Jurnal Repertorium, ISSN: 2355-2646, Edisi 3, Januari-Juni 2015, hlm. 91
6 Salah satu contoh terjadinya pemanggilan Notaris oleh Polisi tanpa mendapat persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD), dialami oleh salah seorang Notaris di Jakarta Selatan, Notaris tersebut menolak untuk memenuhi pemanggilan tersebut dan mengirim surat kepada Kepolisian untuk meminta persetujuan terlebih dahulu kepada MPD Jakarta Selatan, agar Kepolisian mendapat persetujuan terlebih dahulu dari MPD Jakarta Selatan, kemudian karena ditolaknya pemanggilan tersebut, Polisi mengirim surat meminta persetujuan dari MPD Jakarta Selatan, tapi MPD Jakarta Selatan tidak memberikan persetujuan agar Notaris tersebut datang memenuhi Surat Panggilan tersebut. Polisi sekali lagi melakukan pemanggilan melalui Surat Panggilan ke II, dengan ancaman bila masih juga Notaris tersebut tidak datang menghadap kekantor Kepolisian, maka Polisi akan melakukan penangkapan dan penahanan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana / KUHAP, Pasal 7 ayat (1) huruf g, Pasal 11, Pasal 112 ayat (1) dan ayat (2),Pasal 113 KUHAP dan Pasal 1909 KUHPer serta Pasal 16 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian. Dalam hal pemanggilan kepada Notaris sebagai saksi oleh Kepolisian, Notaris tersebut harus hadir. Penggunaan hak ingkar Notaris dilakukan apabila Notaris dimintai keterangan terkait dengan isi akta yang telah dibuatnya tersebut.
7 Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut guna penyusunan tesis dengan mengambil judul Hak Ingkar Notaris Dalam Hal Pemeriksaan Perkara Perdata dan Pidana Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana urgensi pengaturan tentang rahasia jabatan terhadap hak ingkar notaris dalam hal pemeriksaan perkara perdata dan pidana menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris? 2. Apakah pengecualian terhadap hak ingkar notaris dalam pemeriksaan perkara perdata dan pidana? C. keaslian Penelitian Menelusuri kepustakaan ternyata belum begitu banyak hasil penelitian dan karya ilmiah yang berkaitan dengan hak ingkar notaris.berdasarkan pengamatan penulis, penelitian tentang hak ingkar notaris dalam hal pemeriksaan perkara perdata dan pidana menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris sampai saat ini belum pernah ada. Akan tetapi apabila ternyata pernah dilaksanakan penelitian yang sama atau sejenis, maka penelitian ini diharapkan dapat melengkapinya. Adapun judul
8 beserta rumusan masalah penelitian lain yang tidak sama dengan penelitian ini adalah: 1. Penelitian dengan judul Analisis Yuridis Pengambilan Fotocopy Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang Jabatan Notaris dan Peraturan Pelaksanaannya 9,penelitian tersebut ditulis oleh susanna,tahun 2012, pada program kenotariatan, Universitas Airlangga. dengan permasalahan yang diangkat yaitu membahas mengenai prosedur pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan Notaris di Indonesia; kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan notaris; serta upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan foto copy minuta akta dan pemanggilan notaris. Penelitian yang dilakukan oleh Susanna mempunyai hasil : a. Prosedur pengambilan foto copy minuta akta harus dengan ijin MPD sesuai dengan pasal 66 UUJN b. Prosedur dalam pemanggilan Notaris oleh pihak penyelidik ( Polri ) sering melanggar aturan perundangan. 2. Penelitian dengan judul Kajian Hukum Terhadap Pemanggilan Notaris Oleh Penyidikan Polri Berkaitan Dengan Dugaan Pelanggaran Hukum Atas Akta Yang Dibuatnya 10,penelitian tersebut ditulis oleh Nuzuarlita Permata sari Harahap tahun 2005, pada program Studi Magister 9 Susanna, Analisis Yuridis pengambilan Fotocopy Minuta Akta dan Pemanggilan Notaris ditinjau dari Undang-undang Jabatan Notaris dan Peraturan Pelaksanaannya, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya. 2012 10 Nuzuarlita Permata Sari Harahap, Kajian Hukum Terdapa Pemanggilan Notaris Oleh Penyedikan Polri berkaitan dengan Dugaan Pelanggaran Hukum Atas Akta yang dibuatnya, Tesis, Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara. 2005
9 Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara. dengan permasalahan yang diangkat yaitu mengenai pengaturan hukum yang berlaku tentang kewenangan, kewajiban dan larangan terhadap notaris sebagai pejabat umum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik; prosedur hukum yang berlaku terhadap pemanggilan notaris oleh penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang dibuatnya; serta status hukum notaris dari segi jabatan dan kewenangan, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polri. Berdasarkan kedua penelitian tersebut dapat dilihat bahwa penelitian pertama fokus penelitiannya adalah prosedur pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan Notaris di Indonesia; kendala yang dihadapi dalam pengambilan fotocopi minuta akta dan pemanggilan notaris; serta upaya untuk mengatasi kendala dalam pengambilan fotocopy minuta akta dan pemanggilan notaris. Penelitian kedua fokus penelitiannya adalah pengaturan hukum yang berlaku tentang kewenangan, kewajiban dan larangan terhadap notaris sebagai pejabat umum berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 30 Tahun 2004 dan kode etik; prosedur hukum yang berlaku terhadap pemanggilan notaris oleh penyidik Polri berkaitan dengan dugaan pelanggaran hukum atas akta yang dibuatnya; serta status hukum notaris dari segi jabatan dan kewenangan, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polri. Sedangkan pada tesis yang dibahas berikut ini lebih menekankan pada urgensi pengaturan tentang rahasia jabatan terhadap hak ingkar notaris dalam hal
10 pemeriksaan perkara perdata dan pidana menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris; serta pengecualian terhadap hak ingkar notaris dalam pemeriksaan perkara perdata dan pidana. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian tentang Hak Ingkar Notaris Dalam Hal Pemeriksaan Perkara Perdata dan Pidana Menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris ini diharapkan dapat mempunyai manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut, adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan bidang Kenotariatan pada khususnya. b. Memperkaya referensi dan literatur dalam kepusatakaan yang dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis` a. Sebagai masukan bagi Notaris maupun calon-calon Notaris, agar lebih mengerti mengenai penggunaan hak ingkar notaris pada pemeriksaan di Pengadilan. b. Memberikan gambaran secara nyata mengenai perlindungan hukum terhadap Notaris dalam penggunaan Hak Ingkar di proses peradilan.
11 c. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis serta mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh. E. Tujuan Penelitian Bertolak dari pembuatan penelitian dan penulisan yang berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan diatas, memiliki beberapa Tujuan yaitu : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji urgensi pengaturan tentang rahasia jabatan terhadap hak ingkar notaris dalam hal pemeriksaan perkara perdata dan pidana menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris 2. Untuk mengetahui dan mengkaji pengecualian terhadap hak ingkar notaris dalam pemeriksaan perkara perdata dan pidana.