BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Oleh karena itu kecukupan pangan bagi setiap orang di setiap waktu merupakan hak asasi yang layak dipenuhi. Pangan juga berfungsi sebagai pemberi nutrisi bagi pertumbuhan seseorang. Oleh sebab itu, makanan yang layak dan sehat adalah kebutuhan setiap orang. Di sisi lain, ketahanan pangan merupakan pilar bagi pembangunan sektor-sektor lainnya, karena tidak mungkin membangun perekonomian tanpa terlebih dahulu menyelesaikan pangannya. Masalah kebutuhan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Pemenuhannya pun telah dijamin oleh negara dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28H ayat 1. Kebutuhan pangan dikatakan kebutuhan fundamental karena jika tidak terpenuhi, maka kehidupan seseorang dapat dikatakan tidak layak. Pemenuhan akan pangan sangat penting karena menentukan kualitas dari sumber daya manusia. Berdasarkan Undang-Undang No 18 tahun 2012, yang dimaksud dengan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Fokus dari ketahanan pangan ini tidak hanya penyediaan pangan tingkat wilayah akan tetapi termasuk tingkat rumah tangga dan individu. Ketahanan pangan nasional merupakan syarat keharusan namun tidak cukup untuk menjamin ketahanan pangan seluruh provinsi. Ketahanan pangan provinsi merupakan syarat keharusan namun tidak cukup untuk menjamin ketahanan pangan seluruh kabupaten, desa dan rumah tangga di provinsi tersebut. Ketahanan pangan keluarga merupakan syarat keharusan namun tidak cukup untuk menjamin ketahanan pangan seluruh individu anggotanya. Ketahanan pangan seluruh individu merupakan syarat keharusan dan kecukupan bagi terjaminnya ketahanan pangan suatu negara. Kemiskinan yang dialami masyarakat akan memberikan dampak buruk salah satunya pada masalah pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan yang masih kurang. Menurut UU No. 7 tahun 1996 mengenai pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi 1
setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau. Jika kebutuhan konsumsi pangan tidak terpenuhi lagi maka akan menimbulkan kerawanan pangan (food insecurity). Keadaan ini pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi masyarakat. Diperkirakan rumah tangga yang mangalami kelaparan akan meningkat dengan berbagai sebab yang diakibatkan oleh keadaan sosial ekonomi masyarakat, seperti krisis global yang berdampak pada berkurangnya lapangan pekerjaan akibat kurangnya modal atau bangkrutnya usaha kecil dan menengah sehingga menurunnya pendapatan dan meningkatnya angka pengangguran. Lebih lanjut keadaan ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat dan akhirnya dapat menyebabkan kerawanan pangan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian Tanziha (2005), pada aras mikro hasil penelitian menunjukkan bahwa determinan utama kelaparan adalah kemiskinan dan determinan kedua adalah lingkungannya dimana rendahnya kepedulian dari masyarakat setempat serta sangat kurangnya atau bahkan tidak ada kelembagaan ketahanan pangan ditingkat masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 43% keluarga yang tergolong kelaparan tidak mendapat bantuan dari masyarakat setempat saat kekurangan pangan. Keadaan ini perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari berbagai pihak untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hal tersebut. Pertanian merupakan kegiatan pengadaan ekosistem yang berfungsi sebagai penyedia kebutuhan pangan bagi manusia. Indonesia merupakan negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian sangatlah luas, tidak hanya terkait pangan saja. Hasil pertanian komoditas hortikultura (buah, bunga, sayur), perikanan dan perkebunan juga tidak terlepas dari kehidupan manusia. Kabupaten Wonosobo merupakan daerah yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Tak hanya daya tarik dalam sektor pariwisata saja, Kabupaten Wonosobo memiliki kekayaan alam yang melimpah terutama sayur mayur dan kentang sebagai komoditas unggulan di 2 Kabupaten Wonosobo. Kabupaten Wonosobo merupakan kawasan yang terletak pada daerah dengan potensi iklim dan kondisi lahan yang sangat baik untuk pertanian. Dalam sejarah perkembangan kawasan sejak lama kawasan ini diproyeksikan sebagai kawasan produksi sektor 2
pertanian. Sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu kegiatan basis bagi sebagian besar mata pencaharian penduduk Wonosobo adalah petani. Untuk sektor pertanian yang paling banyak dibudidayakan/diusahakan di Kabupaten Wonosobo adalah pertanian tanaman pangan dan holtikultura. Adapun untuk jenis komoditi tanaman pangan dan holtikultura yang diusahakan petani di Kabupaten Wonosobo antara lain yaitu jagung, ubi kayu, wortel, ub jalar, kedelai serta kacang tanah. Sedangkan komoditi holtikultura adalah cabe, bawang daun, tomat, wortel, terung, buncis, bawang putih, kubis, sawi dan kentang. Komoditas tanaman pangan dan holtikultura memiliki manfaat sebagai pemasok kebutuhan pokok yang utama bagi manusia. Kedudukan sektor tanaman pangan juga sangat strategis untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Potensi sektor pertanian tanaman pangan dan holtikultura banyak diusahakan di wilayah Kabupaten Wonosobo. Adapun untuk wilayah persebarannya yaitu di Kecamatan Wadaslintang, Kepil, Sapuran, Kalibawang, Kaliwiro, Leksono, Sukoharjo, Selomerto, Kalikajar, Kertek, Watumalang, Mojotengah, Kejajar dan Kecamatan Garung. Berdasarkan data penduduk miskin menurut kabupaten/kota di Jawa Tengah tahun 2012, terdapat 15 daerah termiskin di Jawa Tengah. Angka kemiskinan di Jawa Tengah saat ini tergolong masih tinggi. Rata-rata persentase tingkat kemiskinan 15 kabupaten tersebut adalah Kabupaten Blora yang tercatat sekitar 14,64%, Grobogan (14,87%), Cilacap (15,24%), Purworejo (15,44%), Klaten (15,60%), Demak (15,72%), Sragen (15,93%), Banyumas (18,44%), Banjarnegara (18,71%), dan Pemalang (19,27%). Selain itu juga Purbalingga (20,53%), Brebes (20,82%), Rembang (20,97%), Kebumen (21,32%), serta tingkat kemisikinan tertinggi yaitu kabupaten Wonosobo (22,08%) (BPS Wonosobo, 2012). Menurut kriteria keluarga miskin berdasarkan BKKBN, penduduk miskin di bagi menjadi 3 yaitu : pertama, proporsi penduduk miskin di atas 34 % kedua, proporsi penduduk miskin di antara 15-34 %, ketiga, proporsi peduduk miskin di bawah 15%. Khusus untuk Kabupaten Wonosobo, persentase tingkat kemiskinannya adalah sebesar 22,08%. Ini merupakan proporsi penduduk miskin tertinggi dibandingkan dengan Kabupaten lainnya. Sedangkan berdasarkan pentahapan keluarga sejahtera menurut kecamatan di Kabupaten Wonosobo, kecamatan Garung termasuk dalam kategori keluarga sejahtera dengan persentase ketiga terendah diantara 15 kecamatan lainnya. Dimana Kecamatan Mojotengah memiliki tingkat 3
kesejahteraan tertinggi yaitu 30,23% dan terendah yaitu Kecamatan Kepil dengan peresentase 7,24% serta Kecamatan Garung 18,96 % (BPS Wonosobo, 2014). Kemiskinan dapat diartikan dimana seseorang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari dikarenakan berbagai penyebab salah satunya adalah rendahnya tingkat pendapatan yang diperoleh. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan yaitu: kecukupan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, aksesibilitas terhadap pangan serta kualitas/keamanan pangan. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Namun demikian, ketahanan pangan tidak hanya mencakup pengertian ketersediaan pangan yang cukup, tetapi juga kemampuan untuk mengakses (termasuk membeli) pangan dan tidak terjadi ketergantungan pangan pada pihak manapun. Pembangunan ketahanan pangan pada hakekatnya adalah pemberdayaan masyarakat, yang berarti meningkatkan kemandirian dan kapasitas masyarakat untuk berperan aktif dalam mewujudkan ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan dari waktu ke waktu. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Tingkat ketahanan pangan dilihat dari pendapatan rumah tangga dan kondisi gizi rumah tangga tani (Purwaningsih, 2008). Selain itu, dengan diidentifikasinya faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan tingkat rumah tangga tani diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kemandirian maupun pemerintah dalam menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo. 2. Rumusan Masalah Ketahanan pangan dibedakan dalam empat tingkatan, yaitu ketahanan pangan nasional, regional, ketahanan pangan rumah tangga atau keluarga, serta ketahanan pangan individu. Meskipun secara nasional mempunyai ketahanan pangan yang baik, namun hal tersebut tidak menjamin ketahanan pangan tingkat regional bahkan rumah tangga atau individu. Hal ini terjadi karena rumah tangaa memiliki ketersediaan dan akses pangan yang berbeda-beda. Ketahanan 4
pangan rumah tangga berhubungan dengan kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan secara cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggotanya.untuk mengurangi kemiskinan di Kecamatan Prambanan perlu adanya upaya dan usaha yang dilakukan untuk memantapkan ketahanan pangan khususnya tingkat rumah tangga tani. Berdasarkan hal tersebut, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan antara lain sebagai berikut : a. Bagaimanakah Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo? b. Bagaimanakah Persentase Kecukupan Energi Rumah Tangga Tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo? c. Bagaimanakah Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo? 3. Tujuan Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mengetahui Pangsa Pengeluaran Pangan Tingkat Rumah Tangga Tani Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo. b. Mengetahui Persentase Kecukupan Energi Rumah Tangga Tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo. c. Mengetahui Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo. d. Mengetahui Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga Tani di Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo. 4. Kegunaan Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut : a. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kemampuan, pengalaman dan wawasan dalam bidang sosial ekonomi pertanian sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi tingkat S1 di Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. b. Bagi pemerintah dapat dijadikan bahan masukan dalam menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani. 5
c. Bagi rumah tangga tani, penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dalam menjalankan dan mengembangkan usahataninya sehingga dapat meningkatkan tingkat ketahanan pangan. d. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan tambahan informasi untuk penelitian lebih lanjut. 6