PERBEDAAN KEPUASAN TERHADAP SUPERVISI DITINJAU DARI GAYA PENGELOLAAN SUPERVISOR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI. Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 6. Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. tujuan organisasi dan terdapat orang-orang yang dapat berkomunikasi satu sama

HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP KEPUASAN KERJA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini sangat banyak merek mobil yang digunakan di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa ini setiap perusahaan harus lebih mampu berkompetisi dan bersaing

BAB II KAJIAN PUSTAKA. organisasi tersebut (Mathis & Jackson, 2006). Menurut Velnampy (2013)

HUBUNGAN ANTARA LEADER MEMBER EXCHANGE DENGAN SEMANGAT KERJA PADA KARYAWAN PT. APAC INTI CORPORA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepuasan karyawan salah satu elemen penting untuk membangun kinerja suatu

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merriam Webster dalam (Zangaro, 2001), menyimpulkan definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai pengaruh lingkungan seperti lingkungan psikologis, pengaruh sosial,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam menghadapi persaingan di era globalisasi perusahaan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. Allen (1987; dalam Bangun, 2012), mengungkapkan bahwa betapapun sempurnanya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Ping & Yue (2010) mendefinisikan leader-member exchange atau

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan persaingan yang ketat diantara perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kinerja karyawan. Bagaimana tidak, karena sesungguhnya seluruh faktor eksternal

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai macam

SEMANGAT KERJA DITINJAU DARI KOHESIVITAS KELOMPOK KERJA PADA MITRA PEMASARAN DI KSB REGIONAL V YOGYAKARTA

PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE, MOTIVASI KERJA DAN KEPUASAN KERJA TERHADAP LOYALITAS KARYAWAN PO SUMBER ALAM

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA IKLIM ORGANISASI DENGAN. KEPUASAN KERJA KARYAWAN PT. PUPUK KALTIM Tbk

BAB I PENDAHULUAN. (SDM) yang dapat diandalkan. SDM memegang peranan yang sangat penting dalam

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Organizational Citizenship Behavior. Menurut Organ, Podsakoff, & MacKinzie (2006), organizational

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB. I PENDAHULUAN. dapat berprestasi sebaik mungkin demi mencapai tujuan organisasi. Karyawan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. ketidakpuasannya akan pekerjaannya saat ini. Keinginanan keluar atau turnover

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kepuasan kerja merupakan salah satu studi yang secara luas dipelajari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Divisi Regional Wilayah Barat Medan. Hasil penelitian menunjukkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2. Tinjauan Pustaka. Setiap orang pada dasarnya orang yang bekerja mempunyai tujuan untuk

KEPUASAN KERJA. Tugas Mata Kuliah Perilaku Organisasi. DISUSUN OLEH : 1. Ulfa Qorrirotun Nafis ( ) 2. Dede Hidayat ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dengan sengaja dirancang untuk

ANALISA PENGARUH LEADER-MEMBER EXCHANGE TERHADAP TURNOVER INTENTION DENGAN KEPUASAN KERJA SEBAGAI VARIABLE MEDIATOR DI RESTORAN X SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah sebagai salah satu komponen dari pendidikan yang eksistensinya

BAB II URAIAN TEORETIS. Penelitian yang dilakukan oleh Arafah (2007) dengan judul Pengaruh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Globalisasi terkait erat dengan investasi dan alih teknologi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. selalu dibutuhkan dalam tiap proses produksi barang maupun jasa. Robbins dan judge

BAB I PENDAHULUAN. dalam perkembangan organisasi. Kualitas kinerja yang baik tidak dapat diperoleh

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dimiliki, baik sumber daya alam hayati maupun non hayati. Rendahnya tingkat

LEADER MEMBER EXCHANGE (LMX) DAN KEPUASAN KERJA PADA KARYAWAN BAGIAN PRODUKSI PT. DUA KELINCI PATI

BAB II KERANGKA TEORETIS. Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat. Analisis

BAB I PENDAHULUAN. hanya pada sektor usaha yang berorientasi pada laba, sektor pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN. dalam bekerja sehingga dapat mengoptimalkan kinerja dan output yang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. ini, oleh karena itu perusahaan membutuhkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi, memiliki

Penggunaan Leadership Behavior Description Questionnaire (LBDQ) Untuk Mengukur Efektifitas Kepemimpinan Supervisor (Kasus CV. Citra Mandiri Sejati)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN. 1. Person Organizational Fit berpengaruh Signifikan terhadap Kepuasan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap perusahaan senantiasa membutuhkan manajemen yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

PELATIHAN MANAJEMEN DIRI DAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

1 UNIVERSITAS ESA UNGGUL

PSIKOLOGI INDUSTRI ORGANISASI

BAB II TELAAH LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Path-goal theory menjelaskan dampak gaya kepemimpinan pada motivasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kepuasan kerja guru ditandai dengan munculnya rasa puas dan terselesaikannya tugastugas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kepuasan Kerja. sebuah evaluasi karakteristiknya. Rivai & Sagala (2009) menjelaskan

10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. hal, salah satunya adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Komitmen

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja mempunyai

Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.5 No.1 (2016)

BAB I PENDAHULUAN. tempat tinggal, hingga kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan akan rasa aman,

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR Pengertian Kepemimpinan Entrepreneurial

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi dan

EVALUASI DOSEN SEBAGAI BENTUK PENILAIAN KINERJA. Liche Seniati Chairy

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Keadilan organisasi menurut Bakhshi et al, (2009) bisa didefinisikan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Globalisasi, liberalisasi perdagangan, deregulasi dan. organisasi dihadapkan pada lingkungan yang serba tidak pasti.

MOTIVASI. MOTIVASI keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu untuk mencapai tujuan

DAFTAR PUSTAKA. Azwar, S Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha.

BAB I PENDAHULUAN. bekerja dalam pemerintahan sangat menentukan berhasil tidaknya tercapai tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Tugas utama pihak manajerial adalah memberikan motivasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang karyawan agar karyawan tersebut dapat tergerak untuk melakukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar tujuan individu konsisten dengan tujuan organisasi itu sendiri (Anthony

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dengan semakin pesatnya perkembangan lingkungan bisnis yang terjadi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kajian berbagai aspek, baik secara teoritis maupun empiris yang mendasari

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEPEMIMPINAN VISIONER DENGAN KOMITMEN ORGANISASI S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keinginan individu bersumber pada kebutuhan masing-masing individu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis pada era globalisasi ini, demikian pesat

BAB I PENDAHULUAN. sama, serta berusaha secara bersama-sama untuk mencapai tujuan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang penting dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. bagian mempunyai tugas dan wewenang masing-masing. Dimana satu sama

sikap individu maupun kelompok yang mendukung seluruh aspek kerja termasuk

PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI. Shirley Fakultas Psikologi Universitas Medan Area

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup perusahaan. Orang (manusia) merupakan elemen yang selalu

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

BAB II LANDASAN TEORI. Komitmen karyawan terhadap organisasi merupakan suatu hubungan antara

PENDEKATAN STUDI KEPEMIMPINAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN DENGAN ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOUR (OCB)

Transkripsi:

PERBEDAAN KEPUASAN TERHADAP SUPERVISI DITINJAU DARI GAYA PENGELOLAAN SUPERVISOR DISUSUN OLEH : SITI ZAHRENI, S.Psi NIP. 132 315 377 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 1

PERBEDAAN KEPUASAN TERHADAP SUPERVISI DITINJAU DARI GAYA PENGELOLAAN SUPERVISOR DISUSUN OLEH : SITI ZAHRENI, S.Psi NIP. 132 315 377 Diketahui Oleh: Dekan Fakultas Psikologi USU Prof. dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) NIP.140 080 762 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 2

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Penulis kekuatan dan juga kemudahan dalam menyelesaikan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas fungsional sebagai tenaga pengajar di Universitas Sumatera Utara. Harapan Penulis semoga makalah ini tidak hanya memberikan manfaat bagi penulis, namun juga bagi semua pihak. Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Sumatera Utara beserta Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi Penulis kesempatan untuk mengabdikan diri di lingkungan Universitas Sumatera Utara. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada para mahasiswa dan rekan-rekan sejawat di Universitas Sumatera Utara. Terakhir Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Iskandar yang selalu mengingatkan dan memberi semangat kepada Penulis untuk segera menyelesaikan makalah ini. Akhir kata Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat dan memberikan sumbangan yang berarti bagi semua pihak. Amin. Medan, Agustus 2008 Siti Zahreni, S.Psi NIP. 132 315 377 3

PERBEDAAN KEPUASAN TERHADAP SUPERVISI DITINJAU DARI GAYA PENGELOLAAN SUPERVISOR Pada era globalisasi seperti sekarang ini, dunia usaha dan kerja semakin penuh persaingan. Akibatnya semakin banyak pengangguran di kota-kota besar. Seiring dengan berubahnya zaman, perusahaan-perusahaan pun terus membenahi diri mempersiapkan segala konsekuensi menghadapi era ini. Selain itu kemajuan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang teknologi telah mengakibatkan menurunnya persentase penggunaan tenaga manusia karena fungsi manusia itu sendiri telah digantikan dengan mesin-mesin industri. Tetapi betapapun sempurnanya peralatan kerja, tanpa adanya tenaga manusia maka perusahaan tidaklah ada artinya. Allen (dalam As ad, 1998) mengungkapkan tentang pentingnya unsur manusia dalam menjalankan roda industri: Betapapun sempurnanya rencana-rencana, organisasi, dan pengawasan serta penelitiannya, bila mereka tidak dapat menjalankan tugasnya dengan minat dan gembira maka suatu perusahaan tidak akan mencapai hasil sebanyak yang sebenarnya dapat dicapainya. Uraian di atas menunjukkan bahwa faktor manusia, dalam hal ini karyawan, berperan penting untuk mencapai tujuan perusahaan. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karyawan memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya. Sebaliknya, karyawan yang kepuasan kerjanya rendah cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan tidak serius. (As ad, 1998). Sejalan dengan hal di atas Robbins (2001) juga mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat kepuasan tinggi akan menunjukkan sikap yang positif terhadap pekerjaan, sedangkan seorang yang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaannya itu. Oleh karena itu pihak 4

perusahaan tidak boleh mengabaikan hal ini karena kepuasan kerja karyawan berdampak langsung pada kinerja karyawan yang tentu saja juga mempengaruhi produktivitas perusahaan. Selain itu selama hampir 50 tahun, para psikolog di bidang industri dan organisasi memiliki asumsi yang sama bahwa kepuasan kerja memberikan implikasi langsung pada kesuksesan organisasi. Pada akhir tahun 1950-an Frederick Herzberg mengadakan wawancara kepada sekelompok karyawan untuk mengetahui apa yang membuat mereka puas dan tidak puas dengan pekerjaan mereka. Berdasarkan wawancara ini Herzberg mengembangkan teorinya yang menyatakan tentang dua faktor yang menentukan kepuasan kerja, yaitu faktor motivator dan faktor hygiene. Faktor hygiene terdiri dari kebijakan perusahaan, supervisi, gaji, hubungan interpersonal, dan situasi di dalam pekerjaan. Supervisi merupakan salah satu faktor yang termasuk dalam faktor hygiene yang mana faktor hygiene adalah faktor yang tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja tetapi dapat mengurangi ketidakpuasan kerja. Sehingga kepuasan terhadap supervisi sebagai salah satu dari faktor hygiene akan mengurangi ketidakpuasan kerja secara keseluruhan. (Aamodt, 1990). Teori tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (1993) di BII kantor cabang Semarang pada 38 orang karyawan. Ia mengungkapkan bahwa perilaku atasan mempengaruhi tingkat kepuasan karyawan. Penelitian lebih lanjut mengenai perilaku atasan yang mempengaruhi tingkat kepuasan karyawan dilakukan oleh Williams (dalam Mardanov.dkk, 2007) yang mana ia menyebutkan bahwa alasan pertama karyawan meninggalkan perusahaan adalah karena mereka diperlakukan dengan buruk oleh atasan mereka. Selain itu, survey tentang kepuasan kerja dan tingkat keluar masuknya karyawan juga dilakukan secara online di www.employeesurveys.com pada 22 Maret 2000. Hasil survey tersebut mendapatkan data bahwa 42% karyawan berhenti dari pekerjaannya karena mereka tidak menyukai supervisor mereka (The Business Research Lab, 2000). Tepper (dalam Mardanov.dkk, 2007) mengungkapkan bahwa karyawan yang bertahan di pekerjaannya dengan atasan yang memperlakukan mereka 5

dengan buruk memiliki tingkat kepuasan yang rendah, komitmen yang rendah, konflik antara pekerjaan dan keluarga mereka serta tingkat stress yang tinggi. Supervisor yang gagal mengingat nama bawahannya atau tidak merespon ketika disapa oleh bawahan akan membuat karyawan kurang loyal dan kurang kepercayaan pada supervisor tersebut. Para supervisor dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai mitra kerja, menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman (Papu, 2002). Oleh karena itu, kepuasan terhadap supervisi adalah hal yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan secara keseluruhan (Mardanov, dkk., 2007). Kepuasan terhadap Supervisi Supervisi merupakan salah satu bagian dari faktor hygiene yang disebutkan Herzberg dalam teorinya. Faktor hygiene merupakan faktor yang tidak dapat meningkatkan kepuasan kerja tetapi dapat mengurangi ketidakpuasan kerja (Aamodt, 1990). Kepuasan terhadap supervisi merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena akan berpengaruh terhadap kepuasan karyawan secara keseluruhan (Mardanov, dkk., 2007). Karyawan yang puas terhadap supervisornya dapat mengurangi tingkat ketidakpuasannya terhadap pekerjaan. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai kepuasan terhadap supervisi, di bawah ini dijelaskan mengenai pengertian kepuasan terhadap supervisi, aspek-aspek kepuasan terhadap supervisi, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi. 6

Pengertian Kepuasan terhadap supervisi Kepuasan berasal dari kata dasar puas yang mana dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti puas lega, merasa senang, dan tidak ada yang harus disalahkan. Sedangkan supervisi berarti pemantauan atau pengawasan. Proses pemantauan dan pengawasan dijelaskan secara lebih lanjut oleh Manullang (dalam Simatupang, 2006) sebagai suatu proses melihat pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilai sesuai dengan rencana semula, dan mengoreksinya bila perlu. Gitosudarmo (dalam Daryatmi, 2002) menambahkan bahwa supervisi juga melihat kondisi dari kegiatan yang sedang dilakukan apakah telah mencapai sasaran yang ditentukan atau belum. Miner (1992) menyebutkan bahwa kepuasan dalam pekerjaan merupakan salah satu konsekuensi dari hubungan antara atasan dan bawahan, dalam hal ini supervisor dan karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,dkk. (2007) menyebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Kepuasan terhadap supervisi merupakan hasil dari hubungan antara supervisor dan karyawan. Graen,et.al. (dalam Muchinsky, 2001) menjelaskan hubungan antara supervisor dan karyawan ini dalam Leader-member exchange theory (LMX). LMX adalah teori yang memfokuskan pada interaksi antara pemimpin dan pengikutnya. Yukl (dalam Dionne, 2000) menyebutkan bahwa LMX menjelaskan bagaimana pemimpin dan bawahan mengembangkan hubungan yang saling mempengaruhi satu sama lain dan menegosiasikan peran bawahan di dalam suatu organisasi. LMX tidak hanya melihat sikap dan perilaku pemimpin dan pengikutnya tetapi menekankan pada kualitas hubungan yang terbentuk. Teori LMX sebelumnya disebut vertical dyad lingkage theory karena terfokus pada proses timbal balik yang terjadi dalam dyad (dua bagian yang berupa kesatuan yang berinteraksi) dan merujuk pada hubungan antara seorang pemimpin dan seorang bawahan saja (Yukl, 1998). Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan terhadap supervisi adalah perasaan yang menyenangkan terhadap proses 7

pemantauan dan pengawasan yang terbentuk melalui kualitas hubungan antara supervisor dan karyawan. Aspek-Aspek LMX Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa LMX adalah teori yang menjelaskan hubungan antara atasan dan bawahan. Mardanov, dkk. (2007) mengemukakan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Kepuasan terhadap supervisi merupakan konsekuensi dari hubungan antara atasan dan bawahan yang dijelaskan dalam LMX. Oleh karena itu, tingkat kepuasan terhadap supervisi dapat dilihat dari aspek-aspek LMX. Dienesch dan Liden (1986) mengemukakan aspek-aspek dalam LMX yang disebut dengan currencies of exchange, yaitu: a. Kontribusi; Merupakan persepsi tentang kegiatan yang berorientasi pada tugas di tingkat tertentu antara setiap anggota untuk mencapai tujuan bersama. Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang berorientasi pada tugas adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja dan atau kontrak kerja, demikian juga dengan pimpinan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut. b. Loyalitas; Merupakan pernyataan atau ungkapan untuk mendukung penuh tujuan dan sifat individu lainnya dalam hubungan timbal balik pemimpin dan bawahan. Loyalitas menyangkut suatu kesetiaan penuh terhadap seseorang secara konsisten dari satu situasi ke situasi lainnya. c. Perasaan; Merupakan rasa saling kasih sayang di antara pemimpin dan bawahannya yang berdasarkan terutama pada daya tarik antar individu dan bukan hanya 8

pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kasih sayang yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat, seperti antar sahabat. d. Penghargaan profesional; Merupakan persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun reputasi di dalam dan atau luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan. Persepsi ini bisa saja berdasarkan pada riwayat hidup seseorang, seperti pengalaman pribadi seseorang, pendapat-pendapat orang lain di dalam dan di luar organisasi, serta keberhasilan atau penghargaan profesional lainnya yang telah diraih seseorang. Oleh karena itu, mungkin saja persepsi tentang rasa hormat pada seseorang tersebut telah ada sebelum bekerja atau bertemu dengan orang tersebut. Setelah mengetahui aspek-aspek kepuasan terhadap supervisi selanjutnya akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan terhadap supervisi. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan terhadap Supervisi Luthans (2005) menyebutkan ada dua dimensi dari gaya pengelolaan supervisor yang mempengaruhi kepuasan karyawan, yaitu: a. Employee-centeredness Tingkat dimana supervisor memiliki ketertarikan personal dan kepedulian terhadap karyawannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, yaitu memeriksa pekerjaan karyawan dan bersedia memberikan saran dan bantuan kepada karyawan. Adler (1997) menyebutkan bahwa supervisor Indonesia lebih bersifat kolektivis sehingga lebih memperhatikan karyawan dibandingkan dengan supervisor Amerika yang lebih bersifat individualis. Supervisor 9

Amerika lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri dibandingkan dengan kepentingkan karyawan. b. Participation or influence Dimensi ini ditunjukkan dengan manajer yang memperbolehkan karyawan untuk berperan serta dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Adler (1997) menyebutkan bahwa dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan supervisor Amerika lebih memberikan kebebasan kepada karyawannya dengan tujuan agar karyawan lebih kreatif dan inovatif. Danserau (dalam Dionne, 2000) dimensi participation or influence disebut dengan negotiating latitude, yaitu kebebasan yang diberikan supervisor kepada karyawannya dalam pelaksanaan tugas. Tidak semua karyawan membutuhkan banyak persetujuan supervisornya, ada juga karyawan yang tidak membutuhkannya (Graen & Scandura, 1987 dalam Dionne, 2000). Negotiating latitude sangat tergantung pada dua hal, yaitu: a. Keinginan supervisor untuk mengizinkan adanya perbedaan dalam pelaksanaan tugas oleh karyawannya. b. Ketidakpedulian pada otoritas formal yang dimiliki supervisor; kecenderungan untuk memanfaatkan kekuasaan untuk membantu memecahkan masalah karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan (Dansereau dkk., 1975 dalam Dionne, 2000). Berdasarkan faktor-faktor yang disebutkan di atas terlihat bahwa gaya pengelolaan supervisor mempengaruhi tingkat kepuasan terhadap supervisi. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa supervisor yang berbeda memiliki cara yang berbeda pula dalam memimpin dan berhubungan dengan karyawannya. Perbedaan tersebut salah satunya adalah perbedaan asal negara atau kewarganegaraannya. Supervisor yang berasal dari negara yang berbeda memiliki cara dan gaya pengelolaan yang berbeda pula terhadap karyawan (Adler, 1997). 10

Gaya Pengelolaan Supervisor Kamus Bahasa Indonesia menyebutkan gaya berarti ciri khusus atau pola yang menandai sesuatu. Adler (1997) menyebutkan bahwa gaya pengelolaan adalah pola yang dimiliki supervisor dalam situasi pekerjaan. Sedangkan supervisor menurut Hodgetts (1987) adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan. Gaya pengelolaan supervisor adalah ciri khusus atau pola yang dimiliki oleh manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan. Selanjutnya Adler (1997) menyebutkan bahwa supervisor yang berbeda memiliki gaya pengelolaan yang berbeda pula. Supervisor dalam penelitian ini dibagi berdasarkan kewarganegaraannya, yaitu supervisor asing yang berkewarganegaraan non-indonesia, dalam hal ini Amerika, dan supervisor lokal yang berkewarganegaraan Indonesia. Supervisor Amerika Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, mendefiniskan tenaga kerja asing sebagai warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Supervisor asing adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan yang merupakan tenaga kerja asing. Supervisor asing dalam penelitian ini adalah supervisor yang berkewarganegaraan Amerika. Gaya Pengelolaan Supervisor Amerika Adler (1997) menyebutkan gaya pengelolaan supervisor Amerika sebagai berikut: 11

a. Lebih individualis. Supervisor Amerika yang memiliki sifat yang lebih individualis akan membiarkan karyawan menentukan perilakunya sendiri. Supervisor Amerika juga lebih mementingkan kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan karyawannya. b. Berorientasi pada tugas. Supervisor Amerika lebih berorientasi pada tugas. Supervisor Amerika akan lebih jelas dan terperinci dalam memberikan tugas kepada karyawannya. c. Tidak menyukai struktur hirarki yang terlalu banyak di dalam perusahaan. Supervisor Amerika menganggap struktur hirarki berfungsi untuk mengatur pelaksanaan tugas dan pemecahan masalah dalam pekerjaan. Supervisor Amerika menganggap struktur hirarki yang terlalu banyak tidak efektif untuk tujuan tersebut. Struktur hirarki yang lebih sedikit akan memungkinkan supervisor menganggap karyawannya sebagai rekan kerja sehingga pelaksanaan tugas akan lebih efektif. d. Memecahkan masalah dengan bertindak sebagai orang yang membantu karyawan dalam memecahkan masalah. Supervisor Amerika menganggap bahwa peran mereka adalah sebagai orang yang membantu memecahkan masalah, bukan langsung memberikan pemecahan masalah. Dengan begitu karyawan akan lebih kreatif dan produktif. Supervisor Lokal Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mendefinisikan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Supervisor lokal adalah tenaga kerja Indonesia yang melaksanakan proses supervisi. 12

Supervisor lokal dalam penelitian ini adalah manajer pada tingkatan pertama yang bertanggung jawab secara langsung dalam mengatur dan mengawasi karyawan yang berasal dari Indonesia. Gaya Pengelolaan Supervisor Lokal Adler (1997) menyebutkan gaya pengelolaan supervisor Indonesia sebagai berikut: a. Lebih kolektivis. Supervisor Indonesia yang memiliki sifat yang lebih kolektivis akan memperhatikan kepentingan kelompok. Supervisor Indonesia juga lebih memperhatikan kepentingan karyawannya. b. Berorientasi pada karyawan. Supervisor Indonesia lebih berorientasi pada karyawan. Supervisor Indonesia akan lebih berfokus pada siapa yang akan mengerjakan tugas, bukan bagaimana cara mengerjakan tugas. c. Lebih menyukai struktur hirarki yang banyak di dalam perusahaan. Supervisor Indonesia menganggap struktur hirarki berfungsi untuk menunjukkan otoritasnya di dalam pekerjaan. Jadi semakin banyak struktur hirarki di dalam perusahaan akan lebih baik untuk menunjukkan otoritasnya. d. Memecahkan masalah dengan bertindak sebagai orang yang ahli. Supervisor Indonesia menganggap bahwa dalam memecahkan masalah supervisor harus langsung memberikan pemecahan masalah agar kredibilitas dan kemampuan mereka tetap terlihat. Dengan begitu karyawannya akan menganggap bahwa mereka pantas menempati posisi mereka sebagai seorang supervisor. 13

Perbedaan Kepuasan terhadap Supervisi ditinjau dari Jenis Supervisor Perbedaan jenis supervisor mempengaruhi gaya pengelolaan supervisor terhadap karyawan. Adler (1997) menyebutkan bahwa supervisor yang berasal dari negara yang berbeda memiliki cara dan gaya pengelolaan yang berbeda pula dalam memimpin dan berhubungan dengan karyawan. Hubungan antara supervisor dan karyawan dijelaskan dalam teori LMX, yang mana dalam penelitian yang dilakukan oleh Mardanov,dkk. (2007) disebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, tingkat kepuasan terhadap supervisi ditentukan oleh kualitas hubungan yang terbentuk antara supervisor dengan karyawan. Kualitas hubungan antara supervisor dan karyawan dipengaruhi oleh gaya pengelolaan supervisor dalam berhubungan dengan karyawan di dalam pekerjaan. Adler (1997) menyebutkan bahwa supervisor Amerika tidak menyukai tingkatan hirarki yang terlalu banyak di dalam perusahaan, sedangkan supervisor Indonesia lebih senang dengan tingkatan hirarki yang lebih banyak. Selanjutnya Adler (1997) juga menyebutkan bahwa supervisor Amerika cenderung lebih individualis, lebih menekankan pada aksi dan perilaku di tempat kerja. Berbeda halnya dengan supervisor Indonesia yang lebih kolektivis, tidak hanya memperhatikan perilaku di tempat kerja tetapi juga kehidupan pribadi karyawan. Selain itu, supervisor Indonesia lebih berorientasi pada karyawan sehingga mereka akan lebih mementingkan siapa orang-orang yang akan mengerjakan tugas yang diberikan. Luthans (2005) menjelaskan hal ini dalam dimensi employee-centeredness, yang mana supervisor Amerika seringkali mendapat keluhan dari karyawannya karena sikapnya yang seakan-akan tidak peduli dengan karyawan sehingga tidak jarang menyebabkan karyawan berhenti dari pekerjaannya. Hal ini menunjukkan bahwa supervisor Indonesia akan lebih memberikan kepuasan karena sifatnya yang lebih kolektivis. Hal di atas sejalan dengan pernyataan Papu (2002) yang menyebutkan bahwa supervisor yang gagal mengingat nama bawahannya atau tidak merespon 14

ketika disapa oleh bawahan akan membuat karyawan kurang loyal dan kurang kepercayaan pada supervisor tersebut. Para supervisor dapat memperoleh loyalitas dan kepercayaan dari bawahannya jika ia memperlakukan bawahannya sebagai mitra kerja, menunjukkan kepedulian yang tinggi, mau mendengarkan saran dan keluhan dan mau saling berbagi pengalaman. Sifat supervisor Amerika yang cenderung lebih individualis membuat mereka tidak terlalu dekat dengan karyawannya. Mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi mereka dibandingkan dengan kepentingan karyawan. Mardanov, dkk. (2007) menyebutkan bahwa semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Hal tersebut dapat diketahui melalui aspek-aspek LMX yaitu kontribusi, loyalitas, perasaan, dan penghargaan profesional. Aspek kontribusi dapat dilihat dari kesediaan karyawan melakukan tugas melebihi uraian kerja dan kesediaan supervisor meluangkan waktu untuk membantu karyawan menyelesaikan tugas. Pada aspek ini supervisor Indonesia lebih memberikan kepuasan karena supervisor Indonesia yang kolektivis lebih mementingkan kepentingan karyawan sehingga akan lebih banyak meluangkan waktu untuk karyawan. Karyawan yang berada di bawah supervisor lokal akan lebih mengembangkan loyalitas dan menjalin hubungan persahabatan dengan supervisornya karena kesamaan yang mereka miliki dalam hal ras dan kewarganegaraan. Byrne (dalam Glomb &Welsh, 2005) menyebutkan bahwa orang yang memiliki kesamaan akan berinteraksi dalam situasi yang menyenangkan dan saling tertarik satu sama lain. House (dalam Berry, 1998) mengemukakan bahwa supervisor yang memberikan pekerjaan dengan jelas dan tidak ambigu akan lebih memuaskan karyawan. Dalam hal ini supervisor Amerika akan lebih meningkatkan kepuasan karena seperti yang disebutkan dalam Adler (1997) bahwa supervisor Amerika adalah supervisor yang berorientasi pada tugas sehingga lebih terperinci dalam memberikan tugas kepada bawahan mereka, tidak seperti supervisor Indonesia yang lebih berorientasi pada karyawan. 15

Pada studi yang dilakukan oleh Trempe, Rigny, & Haccoun (dalam Berry, 1998) ditemukan bahwa tingkat kepuasan akan lebih tinggi ketika supervisor lebih banyak memberi pengaruh kepada karyawannya. Adler (1997) mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah supervisor Amerika lebih bertindak sebagai orang yang membantu karyawan memecahkan masalah dengan memberi kesempatan kepada karyawan untuk memecahkan masalah sendiri sehingga karyawan menjadi lebih kreatif dan produktif. Sedangkan supervisor Indonesia akan bertindak sebagai orang yang ahli dengan langsung memberikan pemecahan masalah yang dihadapi karyawan. Cara pemecahan masalah yang dilakukan oleh supervisor Indonesia akan menyebabkan karyawan merasakan pengaruh yang lebih besar sehingga tingkat kepuasan karyawan cenderung lebih tinggi. 16

KESIMPULAN Uraian di atas memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan kepuasan terhadap supervisi ditinjau dari jenis supervisor, dalam hal ini supervisor asing (Amerika) dan supervisor lokal (Indonesia) yang mana kepuasan terhadap supervisi pada karyawan dengan supervisor lokal lebih tinggi dibandingkan dengan karyawan dengan supervisor asing. Kepuasan terhadap supervisi merupakan salah satu konsekuensi dari hubungan antara atasan dan bawahan, atau supervisor dan karyawan (Miner, 1992). Semakin kuat hubungan antara supervisor dan karyawan akan menciptakan tingkat kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Oleh karena itu, para supervisor hendaknya memperhatikan aspek-aspek dan faktor-faktor yang meningkatkan kepuasan terhadap supervisi dalam berhubungan dengan karyawan melalui berbagai cara, antara lain: 1. Supervisor lebih banyak meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan karyawan. 2. Supervisor menjalin hubungan informal dan mengembangkan persahabatan dengan karyawan. 3. Supervisor bersedia memberikan saran dan bantuan kepada karyawan. 4. Supervisor melibatkan karyawan dalam proses pengambilan keputusan. 17

DAFTAR PUSTAKA Aamodt, M. (1990). Applied Industrial Organizational Psychology. Belmont California: Wadsworth Publishing Company. Adler, N.J., (1997). International Dimension of Organizational Behavior (3 rd Ed.). Canada: South-Western College Publishing. As ad, M., (1998). Psikologi Industri: Seri Ilmu Sumber Daya Manusia, (Edisi ke-4). Yogyakarta: Liberty. Berry, L.M. (1998). Psychology at Work. (2 nd Hill Company. Ed.). New York: Mc Graw Daryatmi, (2002). Pengaruh Motivasi, Pengawasan Dan Budaya Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Desa Kabupaten Karanganyar. http://eprints.ums.ac.id/125/01/daryatmi.pdf, tanggal akses : 11 Juli 2007. Dienesch, R.M. & Liden, R.C. (1986). Leader Member Exchange Model of Leadership: A critique and further development. Journal Academy of Management Review. Dionne, L. (2000). Leader-Member Exchange (LMX): Level of Negotiating Latitude and Job Satisfaction. Shippagan. Hodgetts, R.M. (1987). Effective Supervision: A practical approach. United States of America: McGraw-Hill. Irmawati, B. (1993). Pengaruh Motivasi dan Perilaku Atasan terhadap Kepuasan Kerja dan Unjuk Kerja. http://wikipedia, the free encyclopedia_files\jbptitbti gdl-s2-1993-bernadetai-1869 - Departemen Teknik Industri ITB GDL 4_0.htm, tanggal akses: 18 Juli 2007. 18

Luthans, F. (2005). Organizational Behavior 10th ed. New York: McGraw Hill. Mardanov, I. et. al. (2007). Satisfaction with Supervision and Member Job Satisfaction in Leader-Member Exchange: An Empirical Study in the Restaurant Industry. The Journal of Applied Management and Entrepreunership, Vol. 12, No.3. Miner, J.B. (1992). Industrial-Organizational Psychology. United States of America: McGraw-Hill. Muchinsky, P.M. (2003). Psychology Applied to Work 7 th ed. United States of America: Wadsworth/Thomson Learning. Papu, J. (2002). Memotivasi Karyawan. http://wikipedia, the free encyclopedia_files\e-psikologi.htm, tanggal akses: 18 Juli 2007. Robbins, S.P. (2001). Psikologi Organisasi, (Edisi ke-8). Jakarta: Prenhallindo. Simatupang, T., (2006). Peranan Pemerintah Daerah Dalam Meningkatkan Pengawasan Di Bidang Lingkungan Hidup Di Kabupaten Tapanuli Utara. http://library.usu.ac.id/download/fh/06005187.pdf, tanggal akses : 11 Juli 2007. The Business Research Lab. (2000). Ever Quit Job Because of Supervisor. http://employeesurveys.htm, tanggal akses: 24 Agustus 2007. Yukl, G.A. (1998). Leadership in Organizations. Simon & Schuster (Asia) Pte. Ltd. 19