Agung Dwi Handoko, Guritno Tri Kuncoro, Sri Wahyuningsih Yulianti. Abstrak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP A. Simpulan

ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGADILI PERMOHONAN KASASI PENGGELAPAN (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor: 373 K/Pid/2015)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV SIMPULAN A. SIMPULAN

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

MEMORI KASASI. Dahulu sebagai TERDAKWA/PEMOHON BANDING, saat ini untuk selanjutnya akan disebut sebagai PEMOHON KASASI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB V PENUTUP. unsur-unsurnya adalah sebagai berikut : dapat diminta pertanggung jawaban atas perbuatannya.

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N. NOMOR 28/PID.SUS-Narkotika/2016/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id. P U T U S A N No. 11 / Pid.B / 2014 / PN. Sbg

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N. Nomor : 53/Pid.B/2014/PN-Sbg

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

P U T U S A N. NOMOR 42 /Pid.Sus.Narkotika/2015/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

P U T U S A N Nomor 272/Pid.Sus/2014/PT.BDG. Pekerjaan : Wiraswasta. Pendidikan : S M K (tamat).

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Seorang hakim dalam hal menjatuhkan pidana kepada terdakwa tidak boleh

P U T U S A N DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

NARKOTIKA. Abstrak. Abstract. This research defendant committed the criminal actions of narcotics. The purpose of writing this law to know the reasons

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

P U T U S A N No K / Pid / DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana pada

P U T U S A N. Nomor : 152/Pid.Sus/2014/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB III. PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SEMARANG No. 62/Pid.Sus/2011 TENTANG PENGEDAR NARKOTIKA

P U T U S A N. Nomor : 212/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : 196/PID.SUS/2015/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N. Nomor : 373/Pid.Sus/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

P U T U S A N. Nomor :102/PID.SUS/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 391/Pid.Sus/2013/PT-Bdg.

Umur/tanggal lahir : 31 tahun / 4 Oktober 1984; : Jl. Nibung I Lk. I Kel. Jati Makmur Kecamatan Binjai Utara Kota Binjai;

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

P U T U S A N Nomor : 109/Pid.Sus/2016/PN. Bnj. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB III PENUTUP. Berdasarkan analisa kasus diatas dapat disimpulkan bahwa ada. keterkaitan antara jumlah kerugian negara dengan berat ringannya pidana

P U T U S A N. NOMOR 293/PID.SUS- Narkotika/2015/PT. Bdg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA,

P U T U S A N. Nomor 51/Pid.Sus-Narkotika/2015/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. penyelesaian perkara pidana, keterangan yang diberikan oleh seorang saksi. pidana atau tidak yang dilakukan terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

P U T U S A N NOMOR : 613/PID.SUS/2016/PT. MDN. Nama lengkap : M. IMAM FAHREZA. Umur/tanggal lahir : 20 Tahun/01 September 1995.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGADILAN TINGGI MEDAN

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGADILAN NEGERI STABAT

Terdakwa ditahan dalam Rumah Tahanan Negara oleh :

seperti tersebut dibawah ini dalam perkara Terdakwa: Nama lengkap : ANWAR SIANTURI Alias NUAR; Tempat lahir : Sei Semayang;

PENGADILAN TINGGI MEDAN

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PERBANDINGAN PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERTAMA DAN RESIDIVIS.

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor. 247/Pid.Sus-Narkotika/2015/PT.BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

P U T U S A N Nomor 95/Pid.Sus/2014/PT.Bdg.

Abstrak. Kata Kunci: narkotika, kasasi, pertimbangan hakim ABSTRACT

4. Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, sejak tanggal 19 Desember 2013 s/d

P U T U S A N Nomor 82/Pid.Sus/2016/PN.Bj

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

P U T U S A N. Terdakwa telah ditahan berdasarkan surat perintah/penetapan penahanan masing-masing oleh :

P U T U S A N Nomor : 42 /Pid.B/2013/PN.BJ. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Direktori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N

P U T U S A N NOMOR : 56/PID.SUS/2013/PT.BDG. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB I PENDAHULUAN. menyimpang dirumuskan oleh Saparinah Sadli sebagai tingkah laku yang dinilai

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGADILAN TINGGI MEDAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

PENGADILAN TINGGI MEDAN

Transkripsi:

Agung Dwi Handoko, Guritno Tri Kuncoro, Sri Wahyuningsih Yulianti Abstrak Upaya hukum kasasi adalah hak yang diberikan untuk kepada penuntut umum. Pengguna hak tersebut tergantung sepenuhnya kepada terdakwa maupun penuntut umum. Apabila putusan yang dijatuhkan oleh hakim dirasa adil dan mereka menerimanya, maka mereka tidak dapat menggunakan hak tersebut. Namun sebaliknya apabila mereka menilai bahwa putusan hakim tersebut tidak adil dan mereka keberatan terhadap putusan tersebut, maka mereka dapat mempergunakan haknya untuk mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Makamah Agung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjabarkan kesesuaian pengajuan kasasi penuntut umum atas dasar Judex Factie mengabaikan fakta-fakta dipersidangan perkara narkotika dengan Pasal 253 KUHAP dan kesesuaian pertimbangan hukum hakim Makamah Agung mengabulkan pengajuan kasasi penuntut umum dengan Pasal 256 KUHAP. Hasil penelitian : Kesesuaian alasan Kasasi Jaksa Penuntut terhadap Pengabaian atas dasar Judex Factie mengabaikan fakta-fakta dipersidangan perkara Narkotika sudah sesuai dengan ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP. Kesesuaian Pertimbangan Makamah Agung dalam memeriksa dan memutus pengajuan kasasi oleh terdakwa dalam perkara Narkotika Nomor 209 K/Pid.Sus/2014 bahwa hakim menerima pengajuan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum dengan pertimbangan berdasarkan Fakta-fakta yang dikemukakan dalam persidangan, serta mengacu pada kebenaran materiil yang hakikatnya adalah kebenaran faktual yang diperoleh dari proses pembuktian fakta-fakta atau proses pidana. Kata kunci: Kasasi, JudexFactie, Putusan, MahkamahAgung Abstract Keywords: 16

A. Putusan hakim merupakan putusan yang isinya menjatuhkan hukuman yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka putusan tersebut dapat dijalankan. Melaksanakan putusan hakim adalah menyelenggarakan agar segala sesuatu yang tercantum dalam surat putusan hakim itu dapat dilaksanakan, misalnya apabila putusan itu berisi pembebasan terdakwa, agar supaya segera dikeluarkan dari tahanan, apabila berisi penjatuhan pidana denda, agar supaya uang denda itu dibayar, dan apabila putusan itu memuat penjatuhan pidana penjara, agar supaya terpidana menjalani pidananya dalam rumah Lembaga Pemasyarakatan dan sebagainya. Terhadap Putusan tingkat pertama yang dikeluarkan oleh hakim pengadilan, maka baik terdakwa maupun penuntut umum diberikan hak untuk mengajukan keberatan, menolak keputusan atau yang di dalam KUHAP lebih dikenal dengan istilah upaya hukum. Lembaga upaya hukum ini didalam KUHAP telah diatur secara lengkap dan terperinci. Hak untuk mengajukan upaya hukum meruapakan hal yang terbaik bagi terdakwa maupun penuntut umum. Upaya hukum ini menurut KUHAP ada 2 (dua) macam, yaitu upaya hukum biasa dan luar biasa. Salah satu jenisnya upaya hukum biasa yang disebut kasasi. Upaya hukum kasasi adalah hak yang diberikan untuk kepada penuntut umum. Pengguna hak tersebut tergantung sepenuhnya kepada terdakwa maupun penuntut umum. Apabila putusan yang dijatuhkan oleh hakim dirasa adil dan mereka menerimanya, maka mereka tidak dapat menggunakan hak tersebut. Namun sebaliknya apabila mereka menilai bahwa putusan hakim tersebut tidak adil dan mereka keberatan terhadap putusan tersebut, maka mereka dapat mempergunakan haknya untuk mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Makamah Agung. Pengadilan Negeri Sleman beberapa waktu yang lalu telah memeriksa dan memutuskan perkara tindak pidana narkotika dengan terdakwa ACHMAD MULYADI alias TAGOR, ARIF WIDIYA SAKTI alias AHONG, ROBIN KURNIAWAN alias ROBIN, STEFANUS CANDRA PERDANA KUSUMA alias CANDRA dan IMAM BAROLAKSONO alias IMAM secara bersamasama telah melakukan penyalahgunaan Narkotika jenis ganja. Atas dakwakan terdawaan tersebut Pengadilan negeri Sleman dalam putusannya menyatakan terdakwa bersalah malakukan tindak pidana yang didakwakan tersebut. Penuntut umum dari jaksa pengadilan negeri sleman merasa keberatan dengan putusann tersebut. Terlebih lagi bagi pertimbangan Hakim dalam putusannya hanya didasari pada barang bukti saja. Oleh karena itu penuntut umum menempuh upaya hukum kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Sleman tersebut. Pengajuan upaya hukum kasasi tersebut telah sesuai dengan ketentuan pasal 1 butir 12 KUHAP yang menyatakan: Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan Pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini Berdasarkan hal diatas, maka penulis tertarik untuk melakukanpenelitian dalam rangka penulisan skripsi dengan judul PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM ATAS DASAR JUDEX FACTIE MENGABAIKAN FAKTA-FAKTA DI PERKARA NARKOTIKA DAN IMPLIKASI PUTUSAN KASASI DIKABULKAN (STUDI KASUS PUTUSAN MAKAMAH AGUNG NOMOR 209/Pid.Sus/2014). 1. Apakah pengajuan kasasi penuntut umum atas dasar Judex Factei mengabaikan faktafakta dipersidangan perkara narkotika sesuai Pasal 253 KUHAP? 2. Apakah pertimbangan hukum hakim Makamah Agung mengabulkan pengajuan kasasi penuntut umum sesuai Pasal 256 KUHAP?. Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal, oleh karena itu digunakan pendekatan konseptual atau teoritis (conseptual approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Analisis terhadap bahan hukum dilakukan dengan metode deduktif dan interpretatif unuk membangun argumentasi. 1. Kasasi Kasasi berasal dari kata casser yang artinya memecah. Lembaga kasasi berawal di Prancis, ketika suatu putusan hakim dibatalkan demi untuk mencapai kesatuan peradilan. Mulanya, kewenangan itu berada ditangan raja beserta dewannya yang 17

disebut conseil du Roi. Setelah revolusi yang meruntuhkan kerajaan Prancis, dibentuklah suatu badan khusus yang tugasnya menjaga kesatuan penafsiran hukum, jadi merupakan badan antara yang menjembatani pembuat Undang-Undang dan kekuasaan kehakiman (Andi Hamzah, 2009: 297). 2. Tinjauan tentang Judex Factie Judex factie dan judex juris adalah dua tingkatan peradilan di Indonesia berdasarkan cara mengambil keputusan. Peradilan Indonesia terdiri dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Makamah Agung. Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi adalah Judex factie, yang berwenang memeriksa fakta dan bukti dari suatu perkara. Judex factie memeriksa bukti-bukti dari suatu perkara dan menentukan faktafakta dari perkara tersebut. Makamah Agung adalah judex juris, hanya memeriksa penerapan hukum dari suatu perkara, dan tidak memeriksa fakta dari perkaranya. Umumnya, Pengadilan Negeri yang berkedudukan ibukota kabupaten atau kota adalah pengadilan pertama yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara dan bertindak sebagai judex factie. Pengadilan Tinggi adalah Pengadilan Banding terhadap perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri dan memeriksa perkara secara de novo. Artinya, Pengadilan Tinggi memeriksa ulang bukti-bukti dan akta yang ada. Dengan ini pengadilan tinggi juga termasuk judex factie. Sedangkan pada kasasi di Makamah Agung tidak lagi memeriksa fakta dan bukti-bukti perkara. Makamah Agung hanya memeriksa interpretasi, konstruksi dan penerapan hukum terhadap fakta yang sudah ditentukan oleh judex factie. Karena ini Makamah Agung disebut judex juris. 3. Tinjauan tentang Tindak Pidana Narkotika Perumusan delik dalam Undang-Undang Narkotika terfokus pada penyalahgunaan dari peredaran narkotikanya (mulai dari penanaman, produksi, penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai ke pemakaiannya, termasuk pemakaian pribadi, bukan pada kekayaan (property/assets) yang diperoleh dari tindak pidana narkobanya itu sendiri. Dalam ilmu hukum pidana, orang telah berusaha memberikan penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu tindak pidana. Van Hamel telah mengartikan pelaku dari suatu tindak pidana dengan membuat suatu definisi sebagai berikut : Pelaku tindak pidana itu hanyalah dia, yang tindakannya atau kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun yang tidak dinyatakan secara tegas, jadi pelaku itu adalah orang yang dengan seseorang diri telah melakukan sendiri tindak pidana yang bersangkutan (Lamintang, 1984a: 556). Putusan hakim itu merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut vonis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat akibat-akibatnya. Bab I Pasal 1 angka 11 Rancangan Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini. Apabila membaca putusan (terutama putusan pengasilan tingkat pertama) maka dalam salah satu bagian akan terdapat fakta hukum (ada yang sebagian menggunakan istilah fakta-fakta), akan tetapi ada juga yang tidak menggunakan fakta hukum ini akan tetapi langsung pada pertimbangan unsurunsur pasal dakwaan. Fakta hukum ini adalah hasil pergulatan hakim dalam mengkonstatir, yaitu melihat, mengetahui dan membenarkan telah terjadinya peristiwa.dari mana hakim dapat membenarkan telah terjadinya suatau peristiwa, tentu saja dari ruang yang bernama pembuktian tadi. Penuntut umum maupun terdakawa dan penasehat hukum diberikan kesempatan yang sama untuk melakukan pembuktian dalam proses persidangan. Dengan demikian, berangkat dari sudut pandang yag kemudian melahirkan pola sikap dan pola tindak komponen peradilan pidana, terutama anatara penuntut umum dan terdakwa, meskipun yang hendak dicari adalah kebenaran materiil maka tidak 18

jarang dari alat-alat bukti ynag diajukan oleh penuntut umum maupun yang diajukan oleh terdakwa. 1. Analisis Alasan Pengajuan Kasasi Oleh Mengabaikan Fakta-Fakta Dipersidangan Perkara Narkotika Sesuai Pasal 253 a. Bahwa putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta No. 106/PID.SUS/2013/PTY tanggal 15 November 2013, telah salah didalam menerapkan ketentuan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya (Vide Pasal 253 ayat (1) huruf a, b KUHAP) yaitu dalam hal penjatuhan pidana terhadap Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor, dimana Majelis Hakim Pengadilan tingkat Banding Pengadilan Tinggi Yogyakarta, menyatakan Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana memiliki atau menyediakan narkotika golongan I dalam bentuk tanaman hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 111 ayat (1) Undangundang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah), tetapi didalam putusan Pengadilan Tinggi Yogyakarta No. 106/PID.SUS/2013/PTY tanggal 15 November 2013, Majelis Hakim tingkat Banding menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun tanpa ditambah dengan hukuman denda. b. Bahwa dengan adanya putusan Majelis Hakim tingkat Banding Pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 106/PID. SUS/2013/PTY tanggal 15 November 2013 tersebut, jelas bahwa telah terjadi kekeliruan penerapan hukuman yang dijatuhkan terhadap diri Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor, Majelis Hakim tingkat Banding Pengadilan Tinggi Yogyakarta menerapkan pembuktian pasal yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ancaman hukuman yang diatur didalam pasal yang dibuktikan ; c. Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini, di dalam putusannya tidak memperhatikan atau setidak-tidaknya kurang memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan baik dari keterangan saksi-saksi dibawah sumpah yang keterangannya saling bersesuaian antara satu dengan lainnya, yang dikuatkan dengan keterangan Terdakwa dan dengan adanya barang bukti sebagaimana yang kami uraikan di dalam tuntutan pidana atas diri Terdakwa; d. Bahwa dari alat bukti yang diperoleh di depan persidangan dari keterangan saksisaksi yang dibenarkan oleh Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor serta dengan adanya keterangan Terdakwa sendiri, dikuatkan dengan adanya alat bukti surat maupun dengan adanya barang bukti semuanya membuktikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor telah memenuhi semua unsur dari Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana yang dibuktikan Jaksa Penuntut Umum di dalam tuntutan pidananya ; e. Bahwa di depan persidangan tidak diketemukan adanya fakta-fakta baik dari keterangan saksi-saksi dibawah sumpah, maupun dari keterangan Terdakwa yang dapat dijadikan pertimbangan sebagai alasan pemaaf atau alasan pembenar atas perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa ; f. Bahwa kami Jaksa Penuntut Umum berpendapat walaupun penjatuhan hukuman terhadap diri Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor bukan merupakan arena balas dendam, dan hal tersebut adalah merupakan pembelajaran yang diberikan oleh Majelis Hakim terhadap diri Terdakwa, namun penjatuhan hukuman yang terlalu ringan dan jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, bahkan penerapan hukum yang salah tidak dapat dijadikan sebagai pencegahan tindak pidana seperti yang dilakukan oleh Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor, sehingga dengan penjatuhan hukuman tersebut di atas, kiranya belumlah dapat menjadikan rasa jera bagi diri Terdakwa I. Achmad 19

Mulyadi alias Tagor maupun bagi para pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh orang lain dikemudian hari, dan belum memenuhi rasa keadilan di masyarakat; g. Bahwa untuk menjamin kesadaran masyarakat agar menjadi masyarakat yang taat hukum, seharusnya Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang memeriksa dan mengadili perkara ini menjatuhkan hukuman sebagaimana yang telah kami ajukan di dalam surat tuntutan kami, namun demikian kami Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini, tidak lupa menghaturkan ucapan terima kasih kepada yang terhormat Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang telah memeriksa dan mengadili serta menjatuhkan putusan pidana atas diri Terdakwa Achmad Mulyadi alias Tagor yang amar putusannya sebagaimana telah kami sebutkan pada awal Memori Kasasi ini Berdasarkan Uraian diatas dapat diketahui bahwa ketentuan pasal 253 KUHAP mengatur tentang alasan pengajuan kasasi yaitu apakah benar suatu peratuan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagimana mestinya, apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang, apakah benar pengadilan telah melampui batas wewenangnya. Dari ketentuan pasal 253 KUHAP tersebut dapat diketahui bahwa terdapat point-point penting diantaranya adalah bahwa kasasi dapat diajukan karena kesalahan penerapan hukum pengadilan dalam mengadili dan memutus perkara tidak melaksanakan cara mengadili menurut pengadilan undang-undang atau pengadilan telah melampui batas wewenangnya, baik hal itu mengenai wewenang absolut maupun relatif atau pelampuan wewenang dengan cara memasukan hal-hal yang non yuridis dalam pertimbangannya. Dalam uraian pasal 253 KUHAP uraian kasus tindak pidana narkotika peneliti memiliki dua point penting diantaranya adalah pertama dalam pasal 253 ayat (1) huruf a dan b KUHAP disebutkan salah satu syarat kasasi adalah apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau tidak diterapkan sebagaimana mestinya serta apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang. Kedua dalam kasus tindak pidana narkotika tersebut Jaksa penuntut umum mengajukan kasasi dengan alasan judex facti telah salah didalam menerapkan ketentuan hukum atau peraturan hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya, Judex Facti mengandung kekeliruan dan salah didalam menerapkan pembuktian pasal yang bertentangan atau tidak sesuai dengan yang dibuktikan, Judex factie tidak memperhatikan atau setidak-tidaknya kurang memperhatikan fakta-fakta yang terungkap di depan persidangan. Dari alasan kasasi yang diajukan oleh jaksa penuntut umum alasan kasasi jaksa penuntut umum singkron dengan alasan kasasi yang diatur dalam pasal 253 ayat (1) huruf a dan b KUHAP yaitu apa benar suatu peratuan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya serta apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang penulis menyimpulkan alasan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum memenuhi syarat alasan kasasi yang disebutkan dalam pasal 253 ayat (1) huruf a dan b KUHAP yaitu adanya kesalahan penerapan hukum judex factie tidak cermat dalm mempertimbangkan dan telah mengabaikan fakta yang terungkap didalam persidangan yang menentukan bahwa setiap bukti telah sesuai dan dikuatkan dengan adanya alat bukti surat maupun dengan adanya barang bukti semuanya membuktikan bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa I. Achmad Mulyadi alias Tagor telah memenuhi semua unsur dari Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika sebagaimana yang dibuktikan. Bahwa Makamah Agung berpendapat bahwa judex facti dalam mempertimbangkan pembuktian kurang cermat, karena sesuai dengan fakta yang ditemukan bahwa barang bukti berupa 1 (satu) bungkus kertas minyak berisi ganja kering seberat 3,71 gram, 1 (satu) buah tungku kecil berwarna hijau yang berisi tembakau dan biji ganja, 1 (satu) buah asbak warna putih yang berisi 3 (tiga) putung sisa lintingan ganja, dan 1 (satu) bungkus kertas paper, dan lintingan-lintingan yang dibuat oleh terdakwa I ini menyerupai rokok tersebut diberikan kepada terdakwa II, III,IV dan V untuk dihisap bersama-sama. Bahwa dari data-data bukti yang ada terdakwa I achmad Mulyadi alias Tagor telah memiliki dan menggunakan narkotika golongan I terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain atau meberikan narkotika golongan I untuk digunakan orang lain, Karena di dalam 20

hal ini sebagaimana yang diatur didalam pasal 111 ayat (1) Undang-undang RI Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, sehingga dapat dibatalkan. Terimakasih disampaikan kepada Universitas Sebelas Maret atas alokasi anggaran penelitian yang dikucurkan melalui skim DIPA UNS Kesesuaian alasan Kasasi Jaksa Penuntut terhadap Pengabaian atas dasar Judex Factie mengabaikan fakta-fakta dipersidangan perkara Narkotika sudah sesuai dengan ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP Studi Kasus Putusan Makamah Agung Nomor 209 K/Pid.Sus/2014 membuktikan peristiwa atau fakta dalam menilai benar tidaknya suatu peristiwa perkara pidana yang diajukan persidangan dan hingga diajukan kasasi. Dalam perkara/ kasus diatas didapat hasil konstatir berupa hakim memepertimbangkan dakwaan penuntut umum, menentukan surat dakwaan primer (pasal 111 ayat (1) Undangundang RI Nomor 35 tahun 2009) sebagai dakwaan yang dipakai oleh penuntut umum, dan menentukan unsur, serta adanya alat bukti berupa hasil tes urine. Menurut ketentuan pasal 253 ayat (1) KUHAP, Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Makamah Agung berdasarkan syarat formil dan permintaan para pihak guna menentukan: a) Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya; b) Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undangundang; c) Apakah benar pengadilan telah melampaui batas kewenangannya. F. SARAN 1. Perlu peningkatan profesionalitas bagi para hakim yang berfungsi sebagai penegak hukum di pengadilan serta sebagai penegak hukum yang pada umumnya harus lebih cermat dan teliti dalam hal menangani perkara serta dalam hal pembuktiaan pasal yang bertentangan atau tidak, karena apabila terjadi pengabaian akan berakibat fatal dalam pemberian putusan serta hukuman terhdap terdakwa. 2. Perlu kecermatan serta ketelitian bagi para hakim dalam menerapkan ketentuan hukum atau peraturan hukum dan memperhatikan fakta-fakta yang terungkap didalam persidangan. Karena berkaitan dengan tugasnya hakim yaitu mengadili dan memutus perkara. Andi Hamzah. 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: Sinar Andi Sofyan, Abd. Asis. 2014. Hukum Acara Pidana, Jakarta: Kharisma Putra Utama. Aziz Syamsyuddin. 2011. Tindak Pidana Khusus, B.Simanjuntak. 1981. Beberapa Aspek Patologi Sosial. Bandung: Alumni. Barda Nawawi Arief. 2010. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kharisma Putra Utama. Hadari Djenawi Tahar. 1981. Pokok-Pokok Pikiran Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Bandung: Alumni. Hartono Hadisoeprapto. 1999. Pengantar Tata hukum Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Leden Marpaung. 2000. Perumusan Memori Kasasi Dan Peninjauan Kembali Perkara Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Oemar seno. 1985. KUHAP. Jakarta: Erlangga. P.A.F Lamintang. 1984. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru. Peter Mahmud Marzuki. 2011. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Sudarto. 1981. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) Tahun 2013 Edisi Tahun 2014 Yashinta WA. 2013. Upaya Badan Narkotika Nasional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Penanggulangan Peredaran Gelap Narkotika Di Yogyakarta. 21

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Nomor 48Tah un 2009 t e n t a n g P e r u b a h a n a t a s U n d a n g - UndangNomor 4 Tahun 2004 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. INTERNET: Anie Romana. 2014. (http://dunia-narkoba. blogspot.com/2015/05/jumlah-penggunanarkoba-di-indonesia.html, Diakses tanggal 24 mei 2015). KORESPONDENSI Sriwahyuningsih Yulianti. S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum UNS Jl. Sersan Sadikin No. 73 Girimulyo Gergunug Klaten telp (0272) 321911 HP. 08156870523 Agung Dwi Handoko Ngesrep Ngaru-aru Banyuono Boyolali Hp. 081326231035 Email. Anggunsurya7474@gmail.com Guritno Tri Kuncoro Purbowardayan Rt04 Rw02 Tegalharjo Jebres Surakarta HP. 085647100289 Email. gurit.gurita22@gmail.com 22