BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan kerja menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kenyamanan pekerja (Choi dkk, 2012). Pada saat pekerja merasa nyaman dalam bekerja maka akan berdampak pada performansi kerja yang baik (Frontczak dkk, 2012). Terdapat beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi lokasi kerja diantaranya adalah lighting dan thermal. Dari segi termal menurut penelitian yang dilakukan oleh Kosonen dan Tan (2004) menyatakan bahwa performansi pekerja berkaitan dengan tingkat kenyamanan termal tertentu. Dari segi lighting menurut penelitian yang dilakukan oleh Aghemo dkk (2014) menyatakan bahwa lighting dapat mempengaruhi kenyamanan pada manusia. Ketika kedua faktor tersebut dalam kondisi yang buruk maka akan mengakibatkan rasa lelah yang kemudian berdampak pada kecelakaan kerja (Kroemer dan Grandjean, 1997). Oleh karena itu, kenyamanan lingkungan kerja terutama dari segi lighting dan thermal penting untuk diberikan perhatian. Kenyamanan termal menurut ASHRAE 55-2010 adalah kondisi ketika sesorang merasa nyaman dan puas pada suatu kondisi termal yang diketahui melalui pengujian secara subjektif. Terdapat enam faktor yang mempengaruhi kenyamanan termal pada seseorang yaitu metabolic rate, clothing insulation, suhu udara, suhu radian, kecepatan udara, dan kelembaban (ASHRAE 55, 2010). Selain melihat sisi subjektif, dalam evaluasi kondisi termal perkantoran perlu dilakukan perbandingan hasil lapangan dengan ambang batas standar termal yang diatur melalui berbagai regulasi terkait. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah kondisi termal pada ruangan perkantoran tersebut telah memenuhi regulasi yang telah ditetapkan. Pemerintah Indonesia telah merilis berbagai regulasi yang terkait dengan ambang batas termal pada ruangan perkantoran seperti Keputusan Menteri Kesehatan 1405 tahun 2002 yang mengatur persyaratan suhu di perkantoran adalah 18 30 C 1
2 dengan kelembaban 65% - 95%. Keseluruhan standar yang diatur memiliki tujuan yang sama yaitu mencegah timbulnya gangguan kesehatan di perkantoran. Pencahayaan juga merupakan salah satu aspek ergonomi yang perlu diperhatikan pada tempat kerja. Intensitas pencahayaan yang tidak memadai dapat mengakibatkan dampak buruk bagi fungsi penglihatan hingga aspek psikologis yang dapat dirasakan sebagai rasa lelah, kurang nyaman, turunnya kewaspadaan, hingga terjadi kecelakaan kerja (SNI 16-4062, 2004). Pencahayaan dievaluasi dengan mengukur intensitas cahaya pada tempat kerja dan menyesuaikan dengan standar maupun ketentuan pencahayaan yang telah diatur oleh pemerintah. Salah satu regulasi yang mengatur tingkat pencahayaan minimal pada tempat kerja tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan No. 1405 tahun 2002. Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Pengapon (Pengapon) memiliki dua jenis kondisi lingkungan kerja yaitu outdoor dan indoor. Beberapa kondisi lingkungan kerja tersebut berupa pompa pengisian bahan bakar, tangki penyimpanan bahan bakar, dan bouy tempat penurunan bahan bakar dari kapal, serta gedung manajemen. Lebih rinci, gedung manajemen tersebut memiliki sarana penunjang kenyamanan pekerja berupa pendingin ruangan (AC) dan lampu berupa Light-Emmiting Diode (LED). Namun hampir keseluruhan ruangan di gedung tersebut memiliki jendela kaca yang besar, sehingga panas akibat radiasi matahari dapat masuk dengan bebas ke gedung tersebut. Dari segi lighting, keberadaan dinding kaca tersebut mampu memberikan pengaruh yang baik, sehingga pada jam kerja di siang hari tidak ada lampu yang perlu dinyalakan. Di sisi lain, kondisi tersebut mengakibatkan kondisi termal didalam gedung manajemen menjadi panas walaupun telah menggunakan AC pada kondisi normal. Seperti yang telah dipahami sebelumnya, untuk menciptakan kondisi termal maupun pencahayaan yang baik pada tempat kerja dibutuhkan penggunaan perangkat elektronik berupa pendingin ruangan (AC) dan pencahayaan artifisial berupa lampu. Dari kedua jenis perangkat elektronik tersebut, AC memiliki kontribusi besar dalam konsumsi energi yang berdampak pada pengeluaran biaya listrik yang besar (Bustamane, 2015). Beban pendinginan dari sebuah ruangan juga dipengaruhi oleh jumlah energi kalor yang masuk kedalam ruangan tersebut baik
3 melalui radiasi kaca hingga konduksi dinding. Semakin tinggi beban pendinginan pada sebuah ruangan maka semakin tinggi kebutuhan performa dari sebuah AC. PT. Pertamina (Persero) sebagai induk perusahaan dari TBBM Pertamina Pengapon menjadi salah satu pioneer perusahaan dalam negeri dalam hal perilaku dan inovasi efisiensi sumber daya energi sekaligus budaya K3. Berbagai jenis sertifikasi harus dipertahankan oleh TBBM Pertamina Pengapon untuk menunjang eksistensi perusahaan dengan tingkat resiko K3 yang cukup tinggi melalui sertifikasi OHSAS 18001. Pengujian dari segi kondisi termal dan pencahayaan ruangan selalu dibutuhkan oleh pihak manajemen untuk memastikan kondisi tempat kerja nyaman dan layak. Selain itu inovasi untuk memastikan kenyamanan kondisi kerja juga perlu diimbangi dengan analisis penggunaan energi yang rinci sehingga selain mempertahankan kondisi yang nyaman namun juga dapat dilakukan inovasi dalam hal konsumsi energi. Melihat gambaran kondisi di TBBM Pertamina Pengapon, dapat ditarik dua permasalahan utama yaitu menjaga kondisi lingkungan kerja yang optimal dari faktor termal dan pencahayaan namun dengan menggunakan resources berupa sumber daya listrik yang lebih hemat. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan guna menjadi dasar perbaikan bagi pihak manajemen terkait. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka perlu dilakukan kajian mengenai kenyamanan termal dan pencahayaan di TBBM Pertamina Pengapon. Permasalahan kedua adalah perlunya rekomendasi guna menciptakan kondisi kerja yang optimal dari segi termal dan pencahayaan namun juga melihat konsumsi energi terkait.
4 1.3. Asumsi dan Batasan Asumsi dan batasan dalam penelitian ini adalah: 1. Pengukuran kondisi termal dan pencahayaan dilakukan di dua ruangan kerja departemen distribusi dan sales service yang berada di lantai 1 gedung manajemen TBBM Pertamina Pengapon. Pengukurang dilakukan pada kondisi cuaca lingkungan cerah. 2. Responden merupakan karyawan yang telah menetap di ruangan kerja departemen distribusi dan sales service minimal tiga bulan. 3. Faktor termal yang diuji pada penelitian ini adalah suhu ruangan, kelembaban ruangan, ISBB, metabolic rate, dan clothing insulation. 4. Dalam setiap pengujian, jumlah pendingin ruangan AC yang digunakan sama dan diatur pada suhu terdingin (16 C) serta jumlah lampu dan posisi lampu yang dihidupkan sama. 5. Analisis energi akan terbatas pada konsumsi energi (kwh) dan kondisi selubung bangunan (W/m 2 ). 6. Kecepatan udara diasumsikan sebesar 0,1 m/s. 1.4. Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kondisi termal dan pencahayaan beserta konsumsi energi AC dan lampu di departemen distribusi dan sales service TBBM Pertamina Pengapon. 2. Untuk mengetahui tingkat kepuasan karyawan bidang manajerial TBBM Pertamina Pengapon terhadap kondisi termal dan pencahayaan tempat kerja. 3. Untuk memberikan gambaran suhu nyaman berdasarkan data yang didapatkan baik subjektif maupun objektif. 4. Untuk mendapatkan rekomendasi yang tepat untuk memperoleh kondisi termal dan pencahayaan dengan konsumsi energi listrik seefisien mungkin di lingkungan gedung manajemen TBBM Pertamina Pengapon.
5 1.5. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberi pengetahuan mengenai tingkat kepuasan dan kenyamanan terhadap kondisi termal dan pencahayaan di ruangan kerja TBBM Pertamina Pengapon. 2. Memberikan pengetahuan mengenai pemberian rekomendasi yang optimal untuk mencapai kondisi lingkungan yang optimal yang efisien sumber daya listrik.