1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koentjaraningrat (1990:2) menyebutkan, bahwa dalam kebudayaan Jawa terdapat 7 unsur kebudayaan universal, unsur-unsur kebudayaan tersebut ialah:1. sistem religi dan upacara keagamaan; 2. sistem dan organisasi kemasyarakatan; 3. sistem pengetahuan; 4. bahasa; 5. kesenian; 6. sistem mata pencaharian hidup; dan 7. sistem teknologi dan peralatan. Penelitian ini menitikberatkan pada unsur kebudayaan yang pertama yaitu unsur religi dan bersifat antropologi budaya, serta tidak terkait dengan upacara keagamaan. Peneliti berpendapat bahwa yang dimaksud dengan antropologi budaya yaitu ilmu yang membahas tentang budaya dari suatu bangsa. Budaya suatu bangsa dapat terbagi atas tiga aspek, yaitu sistem ide gagasan, sistem perilaku, dan sistem material. Wujud kebudayaan suatu bangsa yang terkait dengan penelitian ini ialah berupa sistem material/wujud fisik. Wujud material merupakan hasil total dari seluruh aktivitas manusia, perbuatan-perbuatan manusia, dan juga berupa karyakarya sastra. Dari ketiga wujud kebudayaan yang telah dijelaskan, wujud kebudayaan material ini mempunyai sifat yang paling konkret atau nyata di antara yang lain, karena hasilnya dapat dilihat, diraba, dan difoto. Menurut Koentjaraningrat ketiga wujud kebudayaan dalam kehidupan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan yang lain, baik pikiranpikiran, ide-ide gagasan, maupun tindakan manusia menghasilkan benda-benda budaya yang fisik sifatnya (1990:188). Benda-benda budaya tersebut salah satunya yaitu berupa suatu karya-karya sastra. Karya sastra merupakan sebuah karya budaya. Adapun pengertian dari karya sastra yaitu merupakan karya seni yang digambarkan atau diimplementasikan menggunakan kata-kata berupa bahasa, seperti puisi, novel, prosa dan lain sebagainya. Ada beberapa karya sastra khususnya di Jawa yang bahasanya berjenis tembang. Tembang merupakan kata-kata yang terdapat pada karya sastra Jawa, yang cara membacanya ditembangkan atau dilagukan. Hal ini dapat ditemukan pada Wulangreh dan Wedhatama. Aspek-aspek religiusitas..., Dhanang 1 Pramudito, FIB UI, 2009
2 Wulangreh dan Wedhatama merupakan karya sastra Jawa yang mengandung aspek-aspek religi. Baik Wulangreh maupun Wedhatama mempunyai keunggulan masing-masing. Tetapi kedua-duanya juga mempunyai persamaan yaitu sebagai karya satra yang bergenre wulang. Menurut Karsono bahwa karya yang bergenre wulang memiliki kandungan isi sebagai nasihat atau petuah (2001: 21). Tidak hanya sastra wulang, tetapi ada beberapa jenis karya sastra yang mengandung ajaran yaitu suluk dan wirid, tetapi keduanya tidak dapat dikategorikan ke dalam sastra wulang karena berkaitan dengan ajaran tasawuf (Ibid, hal.20). Dalam hal ini peneliti memilih aspek-aspek religi dalam serat Wulangreh, karena sebelumnya belum pernah ada yang meneliti dan juga religi yang disampaikan secara bersistem, karena sesungguhnya penelitian ini pada akhirnya akan membuat suatu sistem melalui aspek-aspek religi guna mencapai kesempurnaan hidup yang digambarkan pada skema di dalam kesimpulan. Pada umumnya ajaran yang tertulis dalam kesusasteraan berbentuk syair dalam lagu (tembang) macapat, umumnya sulit untuk dimengerti akan tetapi ajaran yang terdapat pada serat wulangreh menggunakan bahasa Jawa yang sederhana, sehingga mudah untuk dimengerti. Dengan demikian, peneliti memilih Serat Wulangreh sebagai data dalam penelitian ini. Kemudian, alasan lain yang melatarbelakangi peneliti memilih serat wulangreh daripada serat lain yang bergenre wulang karena dalam serat ini pengarang/penulis (Pakubuwana IV) memberikan nasihat-nasihat yang secara eksplisit dan detail dalam pengungkapan aspek-aspek religi yang dinyatakan di dalam teks, sedangkan di dalam karya lain yang dicontohkan pada serat wedhatama pengarang menyertakan nasihatnya secara implisit. Menurut pujangga Kristen bernama Saint Augustinus, religi berasa dari kata re dan eligare yang berarti memilih kembali dari jalan sesat. Menurut Lanctantius, religi berasal dari kata re dan ligare yang artinya menghubungkan kembali tali hubungan antara Tuhan dan manusia yang telah terputus oleh karena dosa-dosanya. Sedangkan, Cicero berpendapat bahwa religi berasal dari re dan ligere yang berarti membaca berulang-ulang bacaan-bacaan suci dengan maksud agar jiwa si pembaca terpengaruh oleh kesuciannya 1. Jadi, dengan ungkapan lain 1 H.M Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar, hal 4.
3 dapat dikatakan bahwa religi adalah penyerahan diri kepada Tuhan, dengan keyakinan bahwa manusia itu bergantung pada Tuhan dan bahwa Tuhanlah yang memberikan keselamatan bagi manusia 2. Terkait dengan penelitian ini, selain diberikan pengertian religi, perlu juga diberikan pengertian religiusitas yang menjadi tema pokok analisis dalam skripsi ini. Religiusitas menurut Darmoko dalam buku LAKU yaitu suatu hal yang berhubungan dengan sifat/cara pandang terhadap religi secara lebih luas dan dapat diartikan sebagai kepercayaan/keyakinan sekelompok orang terhadap Tuhan (2004:30). Serat Wulangreh yang menjadi objek dalam penelitian ini, merupakan sebuah karya sastra bergenre wulang yang diciptakan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana IV (1789-1820) di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Secara umum, Serat Wulangreh isi ajarannya mengenai pranatan atau hukum, namun di dalamnya terkandung nilai-nilai religius (spiritual) yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa sebagai tuntunan dalam hidupnya. Sebagai suatu karya klasik, Serat Wulangreh belum ada yang mengkaji secara mendalam. Hal yang sering dilakukan biasanya hanya terbatas pada alih aksara dan alih bahasa. Padahal, isi Serat Wulangreh yang secara kontekstual telah demikian jauh jaraknya dengan pembaca di masa kini, tentunya memerlukan alat bantu untuk dapat dipahami seperti ia dipahami pada masanya. Penelitian ini akan diarahkan pada pengungkapan makna aspek-aspek religiusitas yang terdapat pada Serat Wulangreh. 1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang, penelitian ini berusaha untuk menjawab permasalahan sebagai berikut: 1. Aspek-aspek religiusitas apa saja yang terkandung di dalam Serat Wulangreh? 2. Bagaimanakah makna aspek-aspek religiusitas dalam Serat Wulangreh? 2 Budiono Herusatoto, Simbolisme dalam Budaya Jawa, hal 24.
4 1.3 Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeskripsikan aspek-aspek religiusitas yang terdapat dalam Serat Wulangreh. 2. Menganalisis aspek-aspek religiusitas dalam Serat Wulangreh untuk mendapatkan makna yang utuh. 1.4 Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti akan mulai dengan tahap inventarisasi data. Inventarisasi data merupakan langkah pengumpulan data-data yang berhubungan dengan aspek-aspek religiusitas dalam Serat Wulangreh. Setelah itu peneliti mengklasifikasikan data dengan mengelompokkan apa-apa saja yang termasuk ke dalam aspek-aspek religiusitas. Tahapan selanjutnya yaitu mendeskripsikan data dalam Serat Wulangreh yang dapat dikategorikan sebagai aspek-aspek religiusitas. Tahap keempat adalah tahapan interpretasi data yang di dalamnya terdapat pula analisis data penelitian ini. Tahapan terakhir yakni kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari analisis. Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual sastra, yang dimaksud yaitu dalam melakukan analisis data dipergunakan konsep-konsep (teori sastra). Dalam penelitian inipun digunakan metode kepustakaan yaitu suatu metode yang menggunakan buku-buku/referensi sebagai acuan dalam melakukan analisis. Pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aspek-aspek religiusitas apa saja yang terdapat dalam Serat Wulangreh. Oleh karena itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori interpretasi teks. Jan Van Luxemburg (1987: 25) menyatakan bahwa interpretasi teks yaitu cara membaca dan menjelaskan teks yang lebih sistematis dan lengkap. Lebih lanjut, Luxemburg menyatakan bahwa interpretasi yang lengkap dan tuntas tidak mungkin dan bertentangan dengan sifat terbuka daripada teks sastra, bahkan juga mustahil pada kebanyakan teks bukan sastra (1987:47). Selanjutnya Luxemburg menyatakan bahwa: sebagian besar pendekatan yang bertujuan interpretasi bersifat hermeneutis dalam arti kata bahwa tujuannya adalah memberi interpretasi yang lengkap dan pasti (1987:44).
5 Dalam penelitian ini peneliti ini digunakan teori Interpretasi teks dari Jan Van Luxemburg yaitu guna untuk mendapatkan makna aspek-aspek religiusitas yang terdapat pada Serat Wulangreh. 1.5 Kerangka Konseptual Dalam pandangan religi Jawa, cita-cita akan kemanunggalan dan keharmonisan antara manusia dan Tuhan merupakan model bagi hubungan antara manusia dan masyarakat 3. Usaha untuk mencapai kemanunggalan dan mempertahankan keteraturan merupakan unsur-unsur yang utama. Bagi orang Jawa, kemanunggalan berarti keteraturan yaitu ketentraman, keseimbangan, hal dapat diramalkan, kesopanan, dan keharmonisan di antara bagian-bagian baik secara perseorangan maupun secara sosial (Niels Mulder, 1984: 41). Peneliti dapat berpendapat bahwa pandangan dunia religi bagi orang Jawa adalah untuk mencapai ketenangan, ketentraman, dan keseimbangan batin baik antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, maupun manusia dengan Tuhan. Sejalan dengan itu, Niels Mulder mengatakan di dalam Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa bahwa sedemikian tinggi penghayatan dan pemahaman orang Jawa terhadap alam, maka penghayatan dan pemahaman mengenai Tuhan pun juga semakin tinggi (Darmoko dalam buku LAKU, 2004:35). Pemahaman mengenai Agama Jawa memandang bahwa alam semesta (kosmos) merupakan suatu kesatuan yang serasi dan harmonis, dan selalu berhubungan satu dengan yang lainnya. Manusia Jawa merupakan manifestasi dari mikro kosmos dan jagad raya di luar diri manusia dianggap sebagai manifestasi dari makro kosmos. Agar alam semesta dapat tercipta keadaan yang harmonis dan terhindar dari bahaya, maka masyarakat Jawa sering menyatukan diri dengan alam yang dalam bahasa Jawa karyenak tyasing sasama 4. Oleh karena itu orang Jawa dalam menjaga alam semesta agar tidak terjadi kegoncangan dan bahaya dilakukan salah satu upaya yaitu dengan menjalani laku. Laku yang dalam masyarakat Jawa 3 Niels Mulder.1984. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang jawa: Kelangsungan dan Perubahan Kulturil. Jakarta: Gramedia. 4 Darmoko dalam buku LAKU.2004. Laku: Dialog Religiusitas Dalam Karya Sastra. Hal 35.
6 merupakan suatu usaha seseorang untuk menahan atau mengendalikan hawa nafsu keduniawian 5. Dalam kehidupan masyarakat Jawa ada beberapa tahapan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, yang dalam konteks Islam yaitu syari at (sembah raga), tarekat (sembah cipta), hakikat (sembah jiwa), dan makrifat (sembah rasa). Orang yang telah mencapai hadirat Tuhan (mencapai pada tahap sembah rasa), ia telah melewati tahapan sembah raga, sembah cipta, dan sembah jiwa. Hal itu dapat dikatakan bahwa manusia tersebut telah menyatu dengan Tuhan (manunggaling kawula gusti) 6. Untuk menuju tahapan yang lebih tinggi, manusia menjalani laku. Manusia dalam menjalani kehidupannya menjalani laku agar dapat memiliki akan tujuan hidup yakni, kasampurnaan (kesempurnaan hidup). Untuk dapat mencapai hal tersebut manusia memiliki kesadaran akan tujuan kehidupan, yang secara konseptual disebut Sangkan Paran. Manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadanya. Seiring dengan pandangan tersebut, dalam Serat Wulangreh dijelaskan pula mengenai ajaran agar dapat mencapai kesempurnaan hidup yang memiliki kesadaran dan pemahaman hidup mengenai asal dan tujuan hidup (sangkan paran). Ajaran tersebut dijelaskan melalui aspek-aspek religiusitas dalam serat Wulangreh. Aspek-aspek yang terdapat dalam Wulangreh tersebut yaitu Sasmita, Rasa, Laku dan Tapa. Sasmita merupakan tanda-tanda yang diberikan oleh Tuhan sebagai petunjuk dalam kehidupan manusia, agar dapat dimengerti dan dijalankan sebagaimana mestinya 7. Rasa menurut Niels Mulder yaitu sarana pribadi untuk menuju ke wawasan yang sebenarnya, yang merupakan hakikat seseorang dan bagian seseorang dalam hakikat yang sebenarnya (1985:23). Rasa dapat dipandang sebagai bersatunya diri pribadi manusia dengan Tuhan, yang dapat disebut juga sebagai rasa sejati 8. Laku bila dijalankan dengan sungguh-sungguh dapat memberikan kesadaran terhadap asal dan tujuan kehidupan (sangkan paraning dumadi), sehingga akan tercapai kehidupan yang 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Darmoko dalam Buku Ajar. Kuliah Religi Jawa.Konsep Sasmita dalam Kebudayaan Jawa. Hal 7 8 Ibid. Konsep Rasa Sejati dalam Kebudayaan Jawa. Hal 8.
7 sempurna (kasampurnaning dumadi) 9. Tapa merupakan sarana untuk menggapai hadirat Tuhan dalam misi memayu hayuning bawana (menjaga alam semesta agar terhindar dari kerusakan) 10. Jadi empat aspek religiusitas dalam serat wulangreh tersebut dipandang sebagai jalan menuju kehidupan yang sempurna (kasampurnaning dumadi). 1.6 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai aspek-aspek religiusitas ataupun penelitian dengan data Serat Wulangreh pernah diteliti oleh: 1. Soebardjo Pangarsa dengan judul thesis Etika Jawa yang Terkandung dalam Serat Wulangreh pada tahun 1998 dari Program Studi Filsafat. 2. Mamlahatun Buduroh dengan judul skripsi Etika Ketuhanan dalam Konsep Budaya Jawa: Telaah Atas Teks Wedhatama dan Wulangreh pada tahun 2001 dari Program Studi Jawa. Melihat penelitian yang telah ada, penelitian pertama yang dilakukan oleh Soebardjo Pangarsa menitik beratkan pada filsafat moral atau etika yang terkandung di dalam perkembangan sejarah kehidupan orang Jawa, dan kemudian Tesis ini juga meninjau dari aspek bahasa, aspek waktu atau zaman, dan aspek subyektif. Sedangkan dalam penelitian yang kedua dilakukan oleh Mamlahatun Buduroh lebih menitikberatkan pada penelitian filologis, yang dalam pembahasannya mengenai pola etika Ketuhanan yaitu ajaran dalam berprilaku kepada Tuhan yang meliputi aspek-aspeknya dengan mengungkapkan bait-bait yang mengandung makna Ketuhanan yang terdapat dalam teks Wedhatama dan Wulangreh. Oleh karena itu, yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah penulis meneliti mengenai aspek-aspek religiusitas dalam Serat Wulangreh, yang sebelumnya belum pernah dikaji secara mendalam apabila dilihat dari penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Jadi dalam penelitian ini, penulis akan melihat sistem religinya berdasarkan aspek-aspeknya yaitu Samita, Rasa, Laku, dan Tapa. 9 Ibid. Konsep Laku dalam Kebudayaan Jawa. Hal 4. 10 Ibid. Konsep Tapa dalam Kebudayaan Jawa. Hal 5.
8 1.7 Bahan dan Data Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan bahan dan data yaitu Serat Wulangreh karya Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV menurut babon asli dari Nyai Adipati Sedhahmirah tahun 1792. Serat Wulangreh tersebut dialihaksarakan oleh R. Tanojo dari aksara Jawa menjadi Latin dengan bahasa Jawa berbentuk tembang macapat setebal dua puluh tujuh halaman berisi empat belas pupuh. Penerbit dari karya ini yaitu T.B. Peladjar, tahun 1963. 1.8 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan dibatasi pada aspek-aspek religiusitasnya dalam Serat Wulangreh yang merupakan karya dari Sinuhun Pakubuwana IV. 1.9 Sistematika Penyajian Sistematika dalam penelitian ini terbagi atas empat bab, terdiri atas: Bab I Berisi pendahuluan, memuat latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, metodologi penelitian, kerangka konseptual, penelitian terdahulu, data penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II berisi penyajian data memuat deskripsi dan simpulan. Di dalam deskripsi memuat tahapan inventarisasi dan klasifikasi. Bab III Analisis Aspek-aspek Religiusitas dalam Serat Wulangreh, berisi pengantar, kerangka konseptual aspek-aspek religiusitas, dan analisis. Bab IV berisi tentang kesimpulan yang merupakan hasil akhir dari penelitian.