BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
* Kriptografi, Week 13

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II. DASAR TEORI 2.1 CITRA DIGITAL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB II LANDASAN TEORI. Citra digital sebenarnya bukanlah sebuah data digital yang normal,

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Analog

Stenografi dan Watermarking. Esther Wibowo Erick Kurniawan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. Perancangan aplikasi yang dibuat dalam skripsi ini menggunakan aturan

PENYISIPAN WATERMARK MENGGUNAKAN METODE DISCRETE COSINE TRANSFORM PADA CITRA DIGITAL

ANALISIS METODE MASKING-FILTERING DALAM PENYISIPAN DATA TEKS

BAB 2 LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR GAMBAR... x. DAFTAR TABEL... xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah...

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 Pendahuluan

STUDI DAN IMPLEMENTASI WATERMARKING CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN FUNGSI HASH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan

Analisis dan Implementasi Watermark untuk Copyright Image Labelling

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Studi Perbandingan Metode DCT dan SVD pada Image Watermarking

STUDI DAN IMPLEMENTASI NON BLIND WATERMARKING DENGAN METODE SPREAD SPECTRUM

BAB II DASAR TEORI Watermarking

IMPLEMENTASI ALGORITMA ADAPTIVE WATERMARKING PADA PELABELAN IDENTITAS FILE CITRA DIGITAL

Watermarking dengan Metode Dekomposisi Nilai Singular pada Citra Digital

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Digital Watermarking 1

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI VISIBLE WATERMARKING DAN STEGANOGRAFI LEAST SIGNIFICANT BIT PADA FILE CITRA DIGITAL

BAB IV ANALISA DAN PERANCANGAN

Kriptografi Visual tanpa Ekspansi Piksel dengan Pembangkitan Warna dan Kamuflase Share

BAB II LANDASAN TEORI

Analisis Beberapa Teknik Watermarking dengan Domain Spasial pada Citra Digital

Pertemuan 2 Representasi Citra

BAB V. IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

STEGANOGRAPHY CHRISTIAN YONATHAN S ELLIEN SISKORY A. 07 JULI 2015

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

DIGITAL WATERMARKING PADA CITRA DIGITAL FOTOGRAFI METODE DISCRETE WAVELET TRANSFORM

ijns.org Indonesian Journal on Networking and Security - Volume 5 No 3 Agustus 2016

BAB II DASAR TEORI. 1. Citra diam yaitu citra tunggal yang tidak bergerak. Contoh dari citra diam adalah foto.

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

APLIKASI PENGAMANAN DATA TEKS PADA CITRA BITMAP DENGAN MENERAPKAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

Implementasi Metode Run Length Encoding (RLE) untuk Kompresi Citra

Digital Right Management of Multimedia

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM. linear sequential (waterfall). Metode ini terdiri dari empat tahapan yaitu analisis,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV. ANALISIS DAN PERANCANGAN PERANGKAT LUNAK

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Model Citra (bag. 2)

IV. RANCANG BANGUN SISTEM. Perangkat lunak bantu yang dibuat adalah perangkat lunak yang digunakan untuk

Grafik yang menampilkan informasi mengenai penyebaran nilai intensitas pixel-pixel pada sebuah citra digital.

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN. perancangan dan pembuatan akan dibahas dalam bab 3 ini, sedangkan tahap

BAB III LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III. ANALISIS MASALAH

BAB 2 LANDASAN TEORI

Penyembunyian Pesan Rahasia Dalam Gambar dengan Metoda JPEG - JSTEG Hendry Hermawan / ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN

BAB III ANALISIS DAN DESAIN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Pengenalan Citra

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEAMANAN JARINGAN. Jaringan Komputer

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB II LANDASAN TEORI

Perbandingan Steganografi Metode Spread Spectrum dan Least Significant Bit (LSB) Antara Waktu Proses dan Ukuran File Gambar

PENGGUNAAN METODE LSB DALAM MELAKUKAN STEGANOGRAFI PADA MEDIA GAMBAR DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN MATLAB

1.1 Latar Belakang Sejak zaman dahulu, pentingnya kerahasiaan suatu informasi telah menjadi suatu perhatian tersendiri. Manusia berusaha mencari cara

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI ALGORITMA SEMI FRAGILE IMAGE WATERMARKING BERDASARKAN PADA REGION SEGMENTATION

BAB II LANDASAN TEORI

TEKNIK PENYEMBUNYIAN PESAN TEKS PADA MEDIA CITRA GIF DENGAN METODE LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

STEGANOGRAFI DENGAN METODE PENGGANTIAN LEAST SIGNIFICANT BIT (LSB)

BAB 2 HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) DAN WATERMARKING

DIGITAL IMAGE CODING. Go green Aldi Burhan H Chandra Mula Fitradi Mardiyah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STMIK MDP. Program Studi Teknik Informatika Skripsi Sarjana Komputer Semester Ganjil Tahun 2011/2012

BAB II LANDASAN TEORI. Masalah keamanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dari

Digitalisasi Citra. Digitalisasi. Citra analog / objek / scene. Citra digital

Aplikasi Metode Steganografi Berbasis JPEG dengan Tabel Kuantisasi yang Dimodifikasi Kris Reinhard /

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN STEGANOGRAFI PADA SEBUAH CITRA

Pengolahan citra. Materi 3

Tanda Tangan Digital Untuk Gambar Menggunakan Kriptografi Visual dan Steganografi

KONSEP PENYANDIAN FILE JPEG DENGAN MENGGUNAKAN METODE LSB

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan citra yang berbentuk array dua dimensi yang terdiri dari blok-blok kecil yang disebut dengan pixel. Pixel merupakan elemen pembentuk warna terkecil yang menyusun suatu citra. Citra dibentuk dari kotak-kotak persegi yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara piksel sama pada seluruh bagian citra. Setiap piksel diwakili oleh bilangan bulat (integer) untuk menunjukkan lokasinya dalam bidang citra. Sebuah bilangan bulat juga digunakan untuk menunjukkan cahaya atau keadaan terang gelap piksel tersebut. Citra digital dapat didefinisikan secara matematis sebagai fungsi intensitas dalam dua variabel x dan y yang dapat dituliskan f(x, y), dimana (x, y) merepresentasikan koordinat spasial pada bidang dua dimensi dan f(x, y) merupakan intensitas cahaya pada koordinat tersebut. Intensitas f dari gambar hitam putih pada titik (x, y) disebut derajat keabuan (grey level) yang bergerak dari hitam ke putih sedangkan citranya disebut citra skala-abu (grayscale image) atau citra monokrom (monochrome image). Gambar 2.1 Koordinat Pixel. Berdasarkan nilai pikselnya, citra digital dapat dibedakan menjadi:

1. Citra Biner Citra biner adalah citra yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. 2. Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. 3. Citra Warna (8 bit) Citra yang setiap piksel citranya hanya diwakili oleh 8 bit dengan jumlah warna maksimum yang dapat digunakan 256 warna. 4. Citra Warna (16 bit) Citra warna 16 bit biasanya disebut sebagai citra highcolor, setiap piksel nya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit memiliki 65.536 warna. 5. Citra Warna (24 bit) Setiap piksel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga memiliki total 16.777.216 warna. Setiap piksel memiliki warna (Red,Green,Blue) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit menyimpan nilai RED, 8 bit menyimpan nilai Green, dan 8 bit menyimpan nilai Blue. Citra digital juga memiliki beberapa ruang warna. Sistem warna yang umumnya digunakan adalah: 1. RGB (Red, Green, Blue) RGB (Red Green Blue) yang terdiri dari tiga buah warna utama yaitu merah, hijau, dan biru, Ruang warna RGB dapat divisualisasikan sebagai sebuah kubus seperti pada Gambar 2.2, dengan tiga sumbunya yang mewakili komponen warna merah (red) R, hijau (Green) G dan biru (blue) B. Salah satu pojok alas kubus ini menyatakan warna hitam ketika R = G = B = 0, sedangkan pojok atasnya yang berlawanan menyatakan warna putih ketika R = G = B = 255 (untuk sistem warna 8 bit bagi setiap komponennya), RGB sering digunakan didalam sebagian besar aplikasi komputer karena dengan ruang warna ini, tidak diperlukan transformasi

untuk menampilkan informasi di layar monitor. Alasan diatas juga menyebabkan RGB banyak dimanfaatkan sebagai ruang warna dasar bagi sebagian besar aplikasi[10]. Gambar 2.2 Ruang Warna RGB[10]. 2. YCbCr (Luminance Chrominance) YCbCr (Luminance Chrominance) merupakan merupakan domain yang berbeda dengan domain warna RGB yang terdiri dari luminance (Y), chrominance biru (Cb), chrominance merah (Cr). Luminance membawa informasi tentang tingkat kecerahan. Sedangkan chrominance membawa informasi tentang kekuatan warna. YCbCr merupakan standar internasional bagi pengkodean digital gambar televisi yang didefinisikan di CCIR Recommendation 601. Y merupakan komponen luminance, Cb dan Cr adalah komponen chrominance. Pada monitor monokrom nilai luminance digunakan untuk merepresentasikan warna RGB, secara psikologis ia mewakili intensitas sebuah warna RGB yang diterima oleh mata. 3. Hue-Saturation-Brightness (HSB) Dalam model HSB terdapat tiga karakteristik utama pada warna yaitu: a. Hue adalah warna yang dipantulkan dari suatu objek atau yang dipancarkan melalui suatu objek dan sering dinyatakan dengan lingkaran warna standar dari 0 sampai 360 derajat. Pada pemakaian umum sering disebut dengan warna seperti merah, oranye atau hijau. b. Saturation atau yang biasa disebut chroma adalah kekuatan warna dan dinyatakan engan presentase dari 0 sampai dengan 100 persen. Pada lingkaran

warna standar, saturation meningkat dari pusat lingkaran menuju ke tepi lingkaran. c. Brightness adalah nilai relatif dari gelap-terang dari warna dan biasanya dinyatakan dengan persentase dari 0 (hitam) sampai dengan 100 (putih). 2.1.1 Format File Citra Bitmap Citra Bitmap sering disebut juga dengan citra raster. Citra bitmap menyimpan data kode itra secara digital dan lengkap ( cara penyimpanannya adalah per piksel). Citra bitmap dipresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untu memanipulasi warna, tetapi untuk mngubah objek lebih sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah citra[7]. 2.1.2 Format BMP Format file bmp merupakan format standar sistem operasi Windows dalam IBM OS/2. Format ini mendukung mode warna dari bitmap mode hingga RGB mode. BMP mudah dibuka dan disimpan, tetapi ada beberapa aturan khusus yang harus dicermati, diantaranya [8]: 1. Format file ini menyimpan datanya secara terbalik, yaitu dari bawah ke atas. 2. Citra dengan resolusi warna 8-bit, lebar citra harus merupakan kelipatan dari 4, bila tidak maka pada saat penyimpanan akan ditambahkan beberapa byte pada data hingga merupakan kelipatan dari 4. 3. Citra dengan resolusi warna 24-bit, urutan penyimpanan tiga warna dasar adalah biru, hijau, merah (B, G, R). Lebar citra dikalikan dengan 3 harus merupakan kelipatan dari 4, bila tidak maka pada saat penyimpanan akan ditambahkan beberapa byte pada data hingga merupakan kelipatan dari 4. 4. BMP mendukung pemampatan run length encoding (RLE)

Tabel 2.1 Format File BMP. Name Size Description Header 14 byte Signature 2 byte BM File Size 4 byte File Size byte Reserved 4 byte Unused (=0) Data Offset 4 byte File Offset to Raster Info Header 40 byte Windows Structure: BITMAP INFO HEADER Size 4 byte Size of Info Header = 40 Width 4 byte Bitmap Width Height 4 byte Bitmap Height Planes 2 byte Number of planes (= 1) BitCount 2 byte Bits per Pixel 1 = monochrome pallette, NumColor = 1 4 = 4 bit palletized, NumColors = 16 8 = 8 bit palletized, NumColors = 256 16 = 16 bit RGB, NumColors = 65536 24 =24 bit RGB, NumColors = 16 M Compression 4 byte Type of Compression 0 = BI_RGB (no compression) 1 = BI_RLE8 (8 bit RLE encoding) 2 = BI_RLE4 (4 bit RLE encoding) ImageSize 4 byte (compressed) Size of Image It is valid to ser this = 0 if compressed = 0 XpixelsPerm 4 byte Horizontal Resolution: Pixel/meter YpixelPerm 4 byte Vertical Resolution: Pixel/meter ColorsUsed 4 byte Number of actually used colors ColorImportant 4 byte Number of important color = 0 all Color Tabel 4 * NumColors Present only if info. BitsPerpixel 8 (bytes) Color should be ordered by importance Red 1 byte Red Intensity Green 1 byte Green Intensity Blue 1 byte Blue Intensity Reserved 1 byte Unused (= 0) Repeated NumColors Times Raster Data Info.ImageSize (bytes) The Pixel Data File citra bitmap terdiri atas bagian header, nilai RGB, dan data bitmap. Pada citra 8- bit, setiap elemen data bitmap menyatakan indeks dari peta warnanya di palet RGB. Header adalah merupakan informasi dari struktur daripada sebuah file citra. Header merupakan tempat memberikan informasi tentang nama file, ukuran, dimensi, resolusi (horizontal atau vertikal), format yang digunakan.

Pada citra 24-bit, tidak terdapat palet RGB, karena nilai RGB langsung diuraikan dalam data bitmap. Setiap elemen data bitmap panjangnya 3 byte, masing-masing byte menyatakan komponen R, G, dan B [2]. <Header> <data bitmap> 100100000101101001111000 01100101101100010111011 Gambar 2.3 Format citra 24-bit (16 juta warna). 2.2 Watermarking Citra Watermarking adalah salah satu teknik dari bidang ilmu steganografi, yaitu suatu bidang ilmu yang mempelajari cara menyisipkan suatu objek ke dalam objek lainnya. Pada awal kemunculannya, watermarking digunakan untuk dapat menyisipkan suatu objek yang untuk menunjukkan kepemilikan, tujuan, atau data lain, pada materi tanpa mempengaruhi kualitasnya. Watermark merupakan sebuah objek atau data tertentu yang membawa informasi tertentu sesuai dengan tujuannya dan sengaja disisipkan secara permanen kedalam data media induknya. Watermark dalam citra digital tersebut tidak dapat diketahui keberadaannya oleh pihak lain yang tidak mengetahui metode penyisipan watermark yang digunakan. Watermark tersebut juga tidak dapat diidentifikasi dan dihilangkan. Penggunaan watermarking sangat diperlukan untuk melindungi hasil karya intelektual dalam bentuk digital seperti software, produk multimedia seperti teks, musik (MP3 atau WAV), gambar/citra (image), dan video digital (VCD). Selama ini penggandaan produk digital tersebut dilakukan secara bebas dan leluasa. Hasil penggandaan persis sama dengan aslinya. Pemegang hak cipta atas produk digital tersebut tentu dirugikan karena ia tidak mendapat royalti dari usaha penggandaan tersebut. Oleh karena itu, penyisipan watermark pada produk digital memiliki peran yang signifikan untuk mencegah terjadinya penggandaan terhadap produk digital [2].

Label watermark adalah sesuatu data atau informasi yang akan ditanamkan kedalam data digital yang ingin dilindungi untuk dilakukan proses watermarking. Ada dua jenis label watermark yang dapat digunakan: 1. Teks biasa Label watermark dari teks biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam teks yang kemudian dipecahkan atas bit per bit. Kelemahan dari label ini adalah kesalahan pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dari teks sebenarnya. 2. logo atau citra atau suara Berbeda dengan teks, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya, baik oleh pendengaran maupun penglihatan manusia. Oleh karena itu, penyisipan logo sebagai label watermark bisa dikatakan lebih efektif dibandingkan teks, citra, ataupun suara karena selain tidak sensitif terhadap kesalahan bit, ukuran file juga tidak terlalu besar. Untuk label watermark yang berupa logo atau citra biner (tidak berwarna/hitam putih), maka terlebih dahulu logo tersebut harus dikonversikan menjadi deretan bilangan biner {0,1} untuk kemudian diubah menjadi deretan bilangan yang berisi 1 dan 1. Selanjutnya, deretan bilangan ini nantinya akan dikali dengan bilangan real acak antara 0 dan 1. Bilangan-bilangan tersebut kemudian ditanamkan pada n koefisien DCT yang penting atau besar [5]. 2.2.1 Sejarah Watermarking Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda air dengan cara menekan bentuk cetakan gambar atau tulisan pada kertas yang baru setengah jadi. Ketika kertas dikeringkan terbentuklah suatu kertas yang berwatermark. Kertas ini biasa digunakan oleh seniman atau sastrawan untuk menulis karya mereka. Kertas yang sudah dibubuhi tanda air tersebut sekaligus dijadikan identifikasi bahwa karya seni diatasnya adalah milik mereka. 2.2.2 Perbedaan Watermarking dan Steganografi

Watermarking merupakan aplikasi dari steganografi, namun ada perbedaan diantara keduanya. Pada steganografi, media penampung pesan rahasia hanya pembawa atau dengan kata lain, tidak berarti apa-apa. Hal ini jauh berbeda dengan watermarking karena pada watermarking, justru media penampung tersebut dilindungi kepemilikannya dengan memberikan label hak citra [3]. 2.2.3 Digital Watermarking Teknik digital watermarking pada dasarnya memiliki prinsip yang sama dengan watermarking pada media selain citra. Secara umum, watermarking terdiri dari dua tahapan, yaitu penyisipan watermark dan ekstraksi/verifikasi atau pendeteksian watermark [3]. Pengekstrakan dan pendeteksian sebuah watermark sebenarnya tergantung pada algoritma yang dipakai untuk watermarking. Secara umum proses watermarking pada citra digital menggunakan kunci sebagai sarana kepemilikan untuk dapat membuka watermark yang disisipkan melalui encoder yang berisi algoritma penyisipan watermark kedalam citra digital. Skema penyisipan watermarking dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Penyisipan Watermark[4]. Citra ber-watermark yang dihasilkan dari proses watermarking tidak jauh berbeda citra digital asalnya. Hal ini disebabkan karena pengubahan dari citra digital asal ke citra berwatermark hanya berpengaruh sedikit terhadap perubahan warna dari citra digital, sehingga sistem penglihatan manusia tidak dapat memberi persepsi terhadap perubahan tersebut. Proses watermarking perlu didukung dengan proses ekstraksi watermark dari citra

ber-watermark. Proses ekstraksi/verifikasi ini bertujuan untuk mendapatkan kembali citra watermark yang disisipkan dalam citra digital tersebut. Umumnya proses ekstraksi/verifikasi melibatkan proses pembandingan citra digital asal dengan citra ber-watermark untuk mendapatkan watermark yang disisipkan, seperti yang digambarkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Ekstraksi Watermark[4]. Pengkategorian watermarking berdasarkan proses ekstraksi/verifikasi watermark terbagi dua jenis, yaitu [2]: 1. Blind Watermarking yaitu verifikasi watermark tanpa membutuhkan citra yang asli. 2. Non-Blind Watermarking yaitu Verifikasi watermark dengan membutuhkan citra asli. Sebuah teknik watermarking yang bagus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Fidelity Penyisipan suatu watermark pada citra seharusnya tidak mempengaruhi nilai citra tersebut. Watermark pada citra idealnya tidak dapat dipersepsi oleh indera dan tidak dapat dibedakan dengan citra yang asli. 2. Robustness Watermark dalam citra digital harus memiliki ketahanan yang cukup terhadap pemrosesan digital yang umum. 3. Security Watermarking memiliki daya tahan terhadap usaha sengaja untuk memindahkan watermark dari suatu citra ke citra yang lain.

4. Imperceptibility Keberadaan watermark tidak dapat di persepsi oleh indra visual. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengamatan visual 5. Key Uniqueness Sebuah kunci harus identik terhadap sebuah watermark. Hal ini berarti kunci yang berbeda seharusnya menghasilkan watermark yang berbeda. Pegggunaan kunci yang salah dapat mengakibatkan hasil ekstraksi/deteksi watermark yang salah pula. 6. Non-Invertibility Proses untuk mendeteksi apakah citra tersebut ber-watermark atau tidak akan sangat sulit jika hanya diketahui citra ber-watermark saja. 7. Image Dependency Watermark yang berada pada suatu image bergantung pada isi dari image tersebut. 2.2.4 Klasifikasi Image Watermarking Klasifikasi terhadap image watermarking dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori [4] yaitu: 1. Kategori berdasarkan kenampakan dari watermark. a. Visible Watermarking Pada visible watermarking ini, watermark yang disisipkan pada suatu image terlihat dengan jelas. Watermark biasanya berbentuk logo atau teks baik transparan atau tidak yang diletakkan tidak mengganggu atau menutupi image asal. Jenis watermarking ini biasanya diterapkan pada image yang memang dimaksudkan untuk disebar secara umum bersama dengan identitas pemilik asal image tersebut. b. Invisible Watermarking Sesuai namanya, watermark pada invisible watermarking yang disisipkan pada image tidak lagi dapat dipersepsi dengan indera. Namun, keberadaannya tetap dapat dideteksi. Penerapan teknik invisible watermarking ini lebih sulit dari pada teknik yang digunakan pada visible watermarking. 2. Kategori berdasarkan kekuatan watermark yang ada pada image. Kategori berdasarkan kekuatan watermark adalah: a. Fragile Image Watermarking Fragile image watermarking merupakan jenis watermark yang ditujukan untuk menyisipkan label kepemilikan image. Pada fragile watermarking ini, watermark

mudah sekali berubah atau bahkan hilang jika dilakukan perubahan terhadap image. Dengan begitu, image sudah tidak lagi memiliki watermark yang asli. Fragile image watermarking ini biasanya digunakan agar dapat diketahui apakah suatu image sudah berubah atau masih sesuai aslinya. Jenis watermark inilah yang banyak diterapkan pada suatu image. b. Robust Image Watermarking Robust image watermarking adalah teknik penggunaan watermark yang ditujukan untuk menjaga integritas atau orisinalitas image. Watermark yang disisipkan pada media akan sangat sulit sekali dihapuskan atau dibuang. Dengan Robust Image, proses penggandaan image yang tidak memiliki izin dapat dihalangi. Kebanyakan aplikasi dari robust watermarking ini bukan pada sebuah image, melainkan pada sistem proteksi CD atau DVD. 2.2.5 Aplikasi Watermark Watermark telah gunakan secara luas untuk mengurangi berbagai tindak kejahatan yang berkaitan dengan penggandaan dokumen digital. Fungsi penggunaan watermark tersebut antara lain adalah sebagai: 1. Identifikasi kepemilikan Sebagai identitas dari pemilik dokumen digital, identitas ini disisipkan dalam dokumen digital dalam bentuk watermark. Biasanya identitas kepemilikan seperti ini diterapkan melalui visible watermarking. 2. Bukti kepemilikan Watermark merupakan suatu bukti yang sah yang dapat dipergunakan di pengadilan. Banyak kasus pemalsuan foto yang akhirnya terungkap karena penggunaan watermark ini. 3. Memeriksa keaslian isi karya digital Watermark juga dapat digunakan sebagai cara untuk mendeteksi keaslian dari suatu karya digital. Suatu image yang telah disisipi watermark dapat dideteksi perubahan yang dilakukan terhadapnya dengan memeriksa apakah watermark yang disisipkan dalam image tersebut rusak atau tidak. 4. User authentication atau fingerprinting

Seperti halnya bukti kepemilikan, watermark juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan hak akses atau penanda (sidik jari) dari suatu image. 5. Transaction tracking Fungsi transaction tracking ini dapat dilakukan pada image yang mengandung watermark. Pengimplementasiannya dilakukan dengan memberikan watermark yang berbeda pada sejumlah domain/kelompok pengguna. Sehingga bila image tersebar diluar domain tersebut, dapat di ketahui domain mana yang menyebarkannya. 6. Piracy protection/copy Untuk dapat melakukan ini, perancang teknik watermark harus bekerjasama tidak hanya pada masalah software, tetapi juga dengan vendor yang membuat hardware. Sehingga sebelum dilakukan peng-copy-an, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah image tersebut boleh di-copy atau tidak. 7. Broadcast monitoring Dalam dunia broadcasting/television news channel, watermark biasanya disisipkan sebagai logo dari perusahaan broadcasting yang bersangkutan. Hal ini dilakukan untuk menandai berita yang mereka siarkan. Sehingga bila pihak lain merekam berita tersebut, maka watermark-nya akan otomatis terbawa. 2.3 Serangan Terhadap Citra Ber-watermark Serangan terhadap citra ber-watermark umumnya bertujuan untuk menghilangkan watermark yang disisipkan di dalam citra digital tersebut. Serangan ini disebut sebagai serangan yang disengaja. Serangan yang tidak disengaja biasanya berhubungan dengan pengubahan citra digital. Secara umum jenis serangan terhadap citra ber-watermark dibagi menjadi dua, yaitu standard attack dan malicious attack [3]. 2.3.1 Standard Attact Standard attack biasanya merupakan serangan yang tidak disengaja untuk merusak atau mendapatkan watermark[11]. Contoh dari jenis standard attack adalah sebagai berikut:

1. Cropping Cropping merupakan serangan yang umum karena banyak orang sering menginginkan bagian tertentu dari sebuah citra saja. Untuk dapat mengatasi serangan ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan watermark pada tempat-tempat yang memungkinkan terjadinya serangan. 2. Geometrical Attack Geometrical attack sering tidak secara sengaja bertujuan untuk menghilangkan watermark pada citra yang sudah ber-watermark. Geometrical attack ini menyebabkan pendeteksi watermark kehilangan sinkronisasinya dengan citra ber-watermark. 3. Kompresi Serangan ini juga merupakan serangan yang sering dilakukan secara tidak sengaja. Kompresi sering dilakukan pada file multimedia seperti audio, video, dan citra. Watermark yang disisipkan biasanya lebih tahan terhadap kompresi yang memiliki domain sama dengan domain yang dipakai pada saat watermarking. Misalnya citra yang disisipi watermark menggunakan DCT (Discrete Cosine Transform) lebih tahan terhadap kompresi JPEG dari pada citra yang disisipi watermark dalam domain spasial. Atau citra yang disisipi watermark menggunakan DWT (Discrete Wavelet Transform) lebih kuat terhadap kompresi JPEG2000. 4. Penambahan Random Noise Random noise adalah gangguan pada citra yang ditandai dengan perubahan intensitas warna pada gambar. Perubahan ini terjadi secara random dan lokasinya tidak dapat diprediksi. Jenis-jenis random noise diantaranya adalah random hurl, random slur dan random pick. Random hurl mengubah warna pada piksel citra secara acak, sehingga menghasilkan ganggauan acak (random noise). Random Slur memberikan efek seperti gambar yang mencair ke bawah. Random Pick mengubah setiap piksel citra yang terkena dengan nilai piksel yang dipilih secara acak dari delapan nilai piksel tetangganya dan dirinya sendiri. HVS noise memberikan gangguan pada layer yang aktif dengan menggunakan model warna Hue, Saturation dan nilai cahaya [1].

Gambar 2.6 Gambar citra asli dan gambar dengan Random Pick Noise[12]. 5. Filterisasi Filterisasi umum digunakan pada citra. Untuk menangani jenis serangan filterisasi, watermark dapat disisipkan pada frekuensi yang paling sedikit berubah jika terjadi kompresi, dengan memperkirakan filterisasi apa saja yang umum digunakan. 6. Gaussian Blur Gaussian blur adalah efek yang digunakan untuk mengurangi noise, penghalusan (smoothing), pengaburan (blur) dan mengurangi detail pada gambar digital. Secara visual gangguan tekni ini dapat dilihat oleh mata, karena terlihat berbeda dengan piksel aslinya[1]. Gambar 2.7 Gambar citra asli dan gambar dengan efek Gaussian Blur[13]. 2.4 Algoritma Modified Least Significant (MLSB) Algoritma yang digunakan dalam merancang perangkat lunak ini adalah modifikasi dari Algoritma Least Significant Bit (LSB). Modifikasi dilakukan dengan teknik penyisipan bit yang hanya di lakukan di LSB ke-1 dan LSB ke-2 nilai Blue pada piksel citra. Pada metode ini penyisipan pada LSB ke-1 dan LSB ke-2 dilakukan secara bergantian dengan menggunakan citra bitmap 24bit sebagai penampung. Cara kerja Algoritma Modified Least Significant Bit (MLSB) dapat dijelaskan melalui contoh di bawah ini. <header file bitmap> <header bitmap info>

<larik data piksel> 000001100000110000011000 001101000001000000010100 101000000110111000101011 100000011000000010110000 010001100101100010010001 100010001010010110000001 001000111111000100100010 010011001000110000000000 Gambar 2.8 Biner Citra Penampung 4 x 2. Misalkan penyisip yang di gunakan adalah karakter S dengan nilai biner 01110011 maka penyisipan hanya di lakukan di LSB ke-1 dan LSB ke-2 nilai Blue pada piksel citra, nilai biner blue sebelum dan sesudah penyipan dapat dilihat pada tabel 2.2 dan 2.3.. Tabel 2.2 Nilai Biner Blue Sebelum Penyisipan. Posisi Piksel Nilai Biner Blue Nilai Biner Karakter S 0 00000110 1 00110100 2 10100000 3 10000001 01110011 4 01000110 5 10001000 6 00100011 7 01001100 Tabel 2.3 Nilai Biner Blue Setelah Penyisipan. Posisi Piksel Nilai Biner Blue Nilai Biner Karakter S 0 00000110 1 00110110 2 10100001 3 10000011 01110011 4 01000110 5 10001000 6 00100011 7 01001110

penyisipan. Pada tabel di atas dapat dilihat perubahan nilai biner blue pada citra setelah <header file bitmap> <header bitmap info> <larik data piksel> 000001100000110000011000 001101100001000000010100 101000010110111000101011 100000111000000010110000 010001100101100010010001 100010001010010110000001 001000111111000100100010 010011101000110000000000 Gambar 2.9 Perubahan Nilai Biner Citra. 2.5 Bit Error Ratio (BER) Bit Error Ratio adalah salah satu cara untuk melakukan perbandingan antara bit yang salah dengan banyaknya bit keseluruhan. Persamaan BER dapat di jabarkan sebagai berikut: dimana: w adalah watermark asli BER(W, W ) = P i N w adalah watermark yang dieksraksi. N adalah banyaknya bit nilai p i didefinisikan sebagai berikut: p i = 1 untuk w i w i, p i = 0 untuk w i = w i, Cara lain untuk melakukan perbandingan watermark adalah dengan menghitung koefisien dan korelasi.