BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah menjawab prinsip dasar Universal Health Coverage dengan mewajibkan setiap penduduk di Indonesia memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan, terutama dalam hal jaminan kesehatan masyarakat. Untuk memenuhi harapan masyarakat setiap wilayah harus mempunyai sarana pelayanan kesehatan yang dapat diakses dengan mudah dan cepat. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesehatan, yaitu dengan mengadakan program jaminan kesehatan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan dari Millenium Development Goals (MDGs) yaitu mentargetkan tercapainya derajat kesehatan di seluruh dunia. Berdasarkan Permenkes No 28 Tahun 2014, pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan yang implementasinya telah dimulai sejak 1 Januari 2014 untuk membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien dengan tujuan menjaga mutu layanan dan efisiensi biaya pelayanan kesehatan bagi para peserta BPJS kesehatan. Badan penyelenggara jaminan sosial telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sistem casemix pertama kali dikembangkan di Indonesia pada Tahun 2006 dengan nama INA-DRG (Indonesia Diagnostic Related Group). Pada tanggal 31 September 2010 dilakukan perubahan nomenklatur dari INA-DRG (Indonesia Diagnostic Related Group) menjadi INA-CBG s (Indonesia Case Base Groups). Menurut Permenkes Nomor 27 Tahun 2014, dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah diatur pola 1
2 pembayaran kepada fasilitas kesehatan tingkat lanjutan adalah dengan INA- CBG s. Dasar pengelompokan dalam INA-CBG s menggunakan sistem kodifikasi dari diagnosis akhir dan tindakan/prosedur yang menjadi output pelayanan, dengan acuan ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk tindakan/prosedur. Kelengkapan dan mutu dokumen rekam medis serta ketepatan koding diagnosis dan prosedur sangat berpengaruh terhadap hasil grouper dalam software INA-CBG s. Menurut Kemenkes (2015) keselamatan pasien menjadi perhatian dari Organisasi Kesehatan Dunia termasuk Indonesia. Pada tahun 2008 World Health Organization (WHO) mencanangkan Safe Surgery Save Lives untuk meningkatkan keselamatan pada pelayanan bedah di dunia bagi seluruh negara anggotanya. Di Indonesia, keselamatan pasien menjadi fokus utama pada penilaian akreditasi dan implementasi di rumah sakit. Petugas rekam medis berperan dalam meningkatkan keselamatan pasien dengan keakuratan kode diagnosis maupun tindakan. Keakuratan kode digunakan sebagai pelaporan internal bagi rumah sakit dan eksternal bagi pemerintah sebagai bahan pengambilan kebijakan. Berdasarkan hasil penelitian Kurwanzari (2013), dengan judul Tinjauan Kesesuaian dan Ketepatan Kode Diagnosis Pada Lembar Verifikasi Dengan Berkas Rekam Medis Pasien Jiwa Jamkesmas Di Rumah Sakit Jiwa Dr. RM. Soedjarwadi Klaten, menunjukkan bahwa masih banyak berkas rekam medis yang tidak lengkap kode diagnosisnya, serta masih terdapat beberapa kode diagnosis yang tidak tepat pada lembar verifikasi jamkesmas. Tingkat kesesuaian dan keterisian kode dan diagnosis antara lembar verifikasi dan berkas rekam medis pada pasien rawat jalan sebesar 6% dan pasien rawat inap sebesar 41,33%. Dampak adanya ketidaksesuaian dan ketidaktepatan kode diagnosis mengakibatkan kurangnya mutu dari isi rekam medis, menyulitkan petugas dalam mengolah datadan menghambat proses klaim. Rumah Sakit Umum Daerah Wates dalam memenuhi tuntutan masyarakat berupaya mengembangkan diri dengan meningkatkan tipe kelas menjadi RSUD kelas B Pendidikan sesuai dengan Nomor: HK.02.03/I/0085/2015 tentang Penetapan RSUD Wates sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Penyelenggaraan rekam medis di RSUD Wates perlu
3 diperhatikan karena sudah bekerja sama dengan BPJS. Berdasarkan studi pendahuluan di Instalasi Rekam Medis RSUD Wates, pemberian kode diagnosis dilakukan oleh petugas rekam medis yaitu bagian pengodean. Bagian pengodean rawat inap terbagi menjadi dua kelompok, yaitu pengodean berkas klaim INA-CBG s dan pengodean statistik pada berkas rekam medis. Pengodean rawat inap antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis dilakukan oleh petugas yang berbeda dan ruang pengodean letaknya terpisah serta jumlah petugas pun berbeda pula. Pelaksanaan pengodean menggunakan standar klasifikasi internasional, yaitu International Classification of Disease and Related Health Problems of Tenth Revision (ICD-10). Berdasarkan sampel awal pada saat studi pendahuluan di RSUD Wates mengenai kesesuaian kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis masih terdapat beberapa kode yang tidak sesuai. Hasil studi pendahuluan terhadap 20 sampel, ketidaksesuaian kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis menunjukkan persentase sebesar 45%. Pengodean diagnosis merupakan hal penting, apalagi bila rumah sakit telah menerapkan sistem pembayaran INA-CBG s.penentuan besarnya biaya bergantung dengankode diagnosis akhir yang diberikan berdasarkan ICD-10. Dalam petunjuk teknis sistem Indonesian Case Base Groups (INA- CBG s) menunjukkan bahwa tarif INA-CBG S sangat ditentukan oleh output pelayanan yang tergambar pada diagnosis akhir (baik diagnosis utama maupun diagnosis sekunder) dan prosedur yang telah dilakukan selama proses perawatan. Dalam pembayaran INA-CBG s petugas pengodean berkontribusi besar dalam penentuan kode diagnosis secara cepat dan akurat. Angka ketidakakuratan kode diagnosis tinggi maka besar biaya klaim yang diterima rumah sakit tidak sesuai dengan besar biaya pelayanan yang telah diberikan kepada pasien, sehingga mengakibatkan kerugian finansial yang sangat besar bagi rumah sakit. Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti pelaksanaan pengodean, kesesuaian dan keakuratan antara kode yang sudah dikode oleh petugas pengodean berkas klaim INA-
4 CBG s dengan petugas pengodean berkas rekam medis khususnya kasus bedah. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul tentang Evaluasi Kesesuaian Dan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Rawat Inap Kasus Bedah Antara Berkas Klaim INA-CBG s Dengan Berkas Rekam Medis Di RSUD Wates. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Kesesuaian Dan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Rawat Inap Kasus Bedah Antara Berkas KlaimINA-CBG s Dengan Berkas Rekam Medis Di RSUD Wates?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengevaluasi Kesesuaian dan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Rawat Inap Kasus Bedah Antara Berkas Klaim INA-CBG s Dengan Berkas Rekam Medis Di RSUD Wates. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui pelaksanaan pengodean pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaimina-cbg s dengan berkas rekam medis di RSUD Wates b. Menghitung persentase kesesuaian kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaimina-cbg s denganberkas rekam medis di RSUD Wates c. Menghitungpersentase keakuratan kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis di RSUD Wates d. Mengetahui faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaimina-cbg s dengan berkas rekam medis di RSUD Wates.
5 D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Rumah Sakit Dapat digunakan sebagai bahan evaluasi atau masukan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pengodean diagnosis menjadi lebih baik serta meningkatkan kinerja petugas. Selain itu dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menyikapi masalah pemberian kode diagnosis di RSUD Wates. b. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan mendapat pengalaman yang berharga tentang aturan pemberian kode diagnosis yang akurat dan benar berdasarkan ICD-10. Selain itu, dapat menerapkan ilmu yang didapat dari institusi pendidikan. 2. Manfaat Teoritis a. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan kajian yang berguna untuk pengembangan pendidikan dan sebagai bahan referensi dalam pengembangan ilmu rekam medis khususnya tentang pengkodean diagnosis dengan ICD-10. Selain itu sebagai salah satu syarat kelulusan program studi diploma III yang telah ditempuh. b. Bagi Peneliti Lain Dapat digunakan sebagai acuan dalam pendalaman materi dengan peneliti yang berhubungan dan dapat digunakan sebagai referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian 1. Penelitian Disriani (2014) dengan judul Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Pasien Rawat Inap Pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Dengan Berkas Rekam Medis Di Rumah Sakit Pertamina Cirebon. Tujuan penelitian Disriani (2014) untuk mengetahui pelaksanaan entry data kode ICD-10 pada komputer, mengetahui tingkat ketepatan kode pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dengan berkas
6 rekam medis, mengetahui tingkat kesesuaian diagnosis pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, dan mengetahui faktor penyebab ketidaktepatan kode dan ketidaksesuaian diagnosis antara Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dengan berkas rekam medis di Rumah Sakit Pertamina Cirebon.Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif serta rancangan penelitian menggunakan cross sectional (potong silang). Hasil penelitian Disriani (2014) yaitu pelaksanaan pengodean pasien rawat inap di Rumah Sakit Pertamina Cirebon dilakukan oleh perawat dikarenakan belum adanya petugas pengodean khusus. Kode diagnosis pasien rawat inap yang tepat mencapai 35% atau 70 berkas rekam medis dan yang tidak tepat mencapai 64% atau 129 berkas rekam medis dan 1% atau sebanyak 3 berkas rekam medis. Diagnosis pasien rawat inap yang sesuai mencapai 43% atau 138 diagnosis dan yang tidak sesuai mencapai 57% atau 182 diagnosis. Faktor-faktor yang menyebabkan ketidaktepatan kode dan ketidaksesuaian diagnosis pasien rawat inap yaitu, sumber daya manusia, tulisan dokter yang sulit dibaca, kurangnya pengetahuan perawat tentang ICD dan tidak adanya petugas khusus pengodean. Persamaan penelitian Disriani (2014) dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan dan rancangan penelitian. Tujuan penelitian ini terkait pelaksanaan pengodean, menghitung kesesuaian dan keakuratan kode diagnosis dan faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis. Rancangan penelitian menggunakan studi kasus. 2. Penelitian Indah (2013) dengan judul Analisis Ketepatan Kode Diagnosis Dan Tindakan Pasien Rawat Inap JKN Di Rumah Sakit Bhayangkara Polda DIY. Tujuan penelitian Indah (2013) untuk mengetahui pelaksanaan pengodean diagnosis dan tindakan pada rawat inap JKN, mengetahui persentase ketepatan pengodean diagnosis dan tindakan pada pasien rawat inap JKN, mengetahui kesesuaian kode antara lembar verifikasi
7 dengan INA-CBG s dan mengetahui faktor penyebab ketidaktepatan dan ketidaksesuaian kode. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitianfenomenologis. Hasil dari penelitian Indah (2013) yaitu pelaksanaan pengodean pasien rawat inap JKN dilakukan oleh dua orang petugas, salah satunya lulusan S1 Keperawatan. Petugas hanya mengode pada lembar verifikasi JKN, berkas rekam medis tidak dikode. Pelaksanaan pengodean sudah sesuai dengan aturan yang ada pada ICD-10 dan masih terjadi keterlambatan dalam pengodean untuk klaim. Persentase ketepatan kode diagnosis pada lembar verifikasi rawat inap JKN sebesar 60% dan ketepatan kode tindakan sebesar 77,55%. Persentase kesesuaian kode pada lembar verifikasi rawat inap JKN dengan INA-CBG s sebesar 79,33%. Faktor yang menyebabkan ketidaktepatan dan ketidaksesuaian kode adalah faktor sumber daya manusia yaitu dokter tidak menuliskan diagnosis dan tindakan secara lengkap dan tulisan dokter tidak terbaca, petugas pengodean tidak menanyakan lebih lanjut diagnosis dan tindakan yang kurang jelas kepada dokter yang bersangkutan, belum adanya prosedur tetap pengodean JKN. Persamaan penelitian Indah (2013) dengan penelitian ini terletak pada jenis penelitian yaitu sama-sama menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan penelitian, rancangan penelitian dan objek penelitian. Tujuan penelitian ini terkait pelaksanaan pengodean, kesesuaian dan keakuratan kode diagnosis dan faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis. Rancangan penelitian ini menggunakan studi kasus dan objek penelitian ini hanya menggunakan data kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah. 3. Penelitian Maghfuroh (2013) dengan judul Analisis Kode Diagnosis Pada Berkas Rekam Medis Dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit Berdasarkan ICD-10 Pasien Rawat Inap RSUD Panembahan Senopati Bantul.
8 Tujuan penelitian Maghfuroh (2013) untuk mengetahui pelaksanaan pengodean, analisis kode diagnosis serta faktor-faktor penyebab ketidaksesuaian dan ketidaktepatan kode diagnosis pasien rawat inap pada berkas rekam medis dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit berdasarkan ICD-10. Jenis penelitian menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian menggunakan cross sectional (potong silang). Hasil penelitian Maghfuroh (2013) bahwa pelaksanaan pengodean pada berkas rekam medis dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit belum sesuai dengan prosedur tetap. Dari data hasil analisis dapat diketahui bahwa kesesuaian kode diagnosis antara berkas rekam medis dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit adalah 27,26%. Hasil analisis ketepatan kode diagnosis tepat sampai karakter ketiga, keempat, dan kelima sebanyak 50,44% pada berkas rekam medis dan 33,92% pada Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian dan ketidaktepatan kode diagnosis pasien rawat inap adalah faktor sumber daya manusia, prosedur tetap, komunikasi, cara penentuan kode diagnosis, dan infrastruktur yaitu Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Persamaan penelitian Maghfuroh (2013) dengan penelitian ini adalah sama-sama penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Perbedaan penelitian terletak pada tujuan penelitian dan rancangan penelitian. Tujuan penelitian ini terkait pelaksanaan pengodean, menghitung kesesuaian dan keakuratan kode diagnosis dan faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis. Rancangan penelitian ini menggunakan studi kasus. 4. Penelitian Novitasari (2010) dengan judul Kesesuaian Antara Kode Diagnosis Pasien Jamkesmas IGD yang Didasarkan Pada SIMRS, Software INA-DRG dan ICD-10 di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Tujuan penelitian Novitasari (2010) untuk menentukan persentase kesesuaian antara kode diagnosis pasien jamkesmas IGD yang didasarkan pada SIMRS, software IN-DRG s dan buku ICD-10. Jenis penelitian menggunakan penelitian non eksperimen dengan
9 pendekatan kuantittaif dan analisis deskriptif statistik serta rancangan penelitian menggunakan cross sectional (potong silang). Hasil penelitian Novitasari (2010) menunjukkan bahwa dari 16 diagnosis tunggal pasien jamkesmas IGD yang didasarkan pada SIMRS dan software INA-DRG s dibandingkan dengan ICD-10 masuk dalam kategori cukup yaitu 43,75%. Dari 14 diagnosis rangkap tingkat kesesuaian kode diagnosis rangkap pasien jamkesmas IGD yang didasarkan pada SIMRS dan software INA-DRG S dibandingkan dengan ICD-10 masuk dalam kategori masih kurang yaitu 28,57%. Persamaan penelitian Novitasari (2014) dengan penelitian ini adalah sama-sama tentang kesesuaian kode diagnosis. Perbedaan penelitian terletak pada jenis penelitian, tujuan penelitian dan rancangan penelitian. Pada penelitian ini jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan penelitian studi kasus. Tujuan penelitian ini terkait pelaksanaan pengodean, menghitung kesesuaian dan keakuratan kode diagnosis serta faktor penyebab ketidakakuratan kode diagnosis pasien rawat inap kasus bedah antara berkas klaim INA-CBG s dengan berkas rekam medis. F. Gambaran Umum 1. Sejarah Umum Rumah Sakit Umum Daerah Wates Rumah Sakit Umum Daerah Wates merupakan kelanjutan dari peninggalan pemerintah penjajahan Belanda yang sebelumnya terletak di sebelah barat alun-alun Wates dan setelah kemerdekaan Republik Indonesia keberadaannya tetap dilestarikan hingga pada tahun 1963 diitetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II Kulon Progo Nomor 6 tahun 1963. Pada saat itu RSUD Wates masih menjadi satu dengan Dinas Kesehatan rakyat. Pada tanggal 26 Februari 1983 RSUD Wates diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dr. Suwardjono Suryaningrat yang berlokasi di Jl. Tentara Pelajar Nomor 5 Wates Kulon Progo Nomor 22 tahun 1994 tentang pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Wates dan Peraturan Daerah Daerah Tingkat II Kulon Progo Nomor 23 tahun 1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Wates.
10 Rumah Sakit Umum Daerah Wates ditingkatkan kelasnya menjadi kelas C dengan terbitnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 491/SK/V/1994 tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah Wates milik Pemerintah Daerah Tingkat II Kulon Progo menjadi kelas C. Rumah Sakit Umum Daerah Wates ditingkatkan kelasnya menjadi kelas B dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 720/MENKES/SK/VI/2010 tentang Peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Wates Milik Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Wates adalah Rumah Sakit Umum Pemerintah Tipe B Pendidikan milik Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : HK.02.03/I/0085/2015, tentang Penetapan RSUD Wates sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Teknis Fungsional dibawah Dinas Kesehatan dan Teknis Operasional di bawah Bupati, yang telah menjadi SKPD Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Rumah Sakit Umum Daerah Wates ditetapkan menjadi Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Badan Layanan Umum Daerah sejak tahun 2009 melalui Keputusan Bupati Kulon Progo Nomor 56 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Rumah Sakit Umum Daerah Wates. 2. Tujuan a. Meningkatnya upaya kesehatan masyarakat melalui upaya kesehatan perorangan paripurna yang bermutu bagi masyarakat Kulon Progo dan sekitarnya b. Berkembangnya manajemen rumah sakit yang efektif dan efisien c. Terciptanya lingkungan kerja yang sehat, nyaman harmonis d. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi e. Terwujudnya karyawan yang produktif, berkomitmen, dan mempunyai etos kerja tinggi, dan f. Terwujudnya standar pelayanan yang tinggi, dengan menjadikan kedekatan kepada pasien sebagai prioritas utama
11 3. Visi Menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan yang unggul dalam pelayanan. 4. Misi a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan paripurna yang profesional beorientasi pada kepuasan pelanggan b. Mengembangkan manajemen rumah sakit yang efektif dan efisien c. Menciptakan lingkungan kera yang sehat, nyaman dan harmonis d. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sarana dan prasarana sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi e. Melindungi dan meningkatkan kesejahteraan karyawan, dan f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan 5. Motto Mengutamakan mutu dan kepuasan pelanggan. 6. Slogan Ikhlas Sepenuh Hati 7. Budaya Kerja Karyawan Kejujuran, Keadilan, Keterbukaan, Kerjasama, Profesionalisme. 8. Tugas dan Fungsi RSUD Wates Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor 10 tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Wates, RSUD Wates mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Selanjutnya untuk menjalankan tugas tersebut RSUD Wates memiliki fungsi: a. Penyelenggaraan pelayanan medis dan pengembangan mutu b. Penyelenggaraan pelayanan penunjang c. Penyelenggaraan pelayanan keperawatan dan kebidanan d. Penyelenggaraan pelayanan administrasi umum dan keuangan, dan e. Pelaksanaan kewajiban rumah sakit sesuai ketentuan atau peraturan perundang-undangan 9. Pelayanan a. Instalasi Rawat Jalan: 1) Poliklinik Penyakit Dalam 2) Poliklinik Bedah
12 3) Poliklinik Kebidanan dan Kandungan 4) Poliklinik Anak 5) Poliklinik Syaraf 6) Poliklinik Mata 7) Poliklinik Telinga Hidung dan Tenggorokan 8) Poliklinik Gigi dan Mulut 9) Poliklinik Jiwa 10) Poliklinik Kulit dan Kelamin 11) Poliklinik Gizi 12) Poliklinik Keur Kesehatan 13) Poliklinik Rehabilitasi Medis 14) Poliklinik Laktasi dan Tumbuh Kembang 15) Poliklinik Alamanda (HIV) 16) Persiapan Pasien Rawat Inap (PPRI) b. Instalasi Gawat Darurat c. Instalasi Rawat Inap 1) Ruang Rawat Inap Melati 2) Ruang Rawat Inap Dahlia 3) Ruang Rawat Inap Flamboyan 4) Ruang Rawat Wijaya Kusuma 5) Ruang Rawat Inap Anggrek 6) Ruang Rawat Inap Bougenville 7) Ruang Rawat Inap Kenanga 8) Ruang Bersalin 9) Ruang Rawat Inap Cempaka 10) Ruang Rawat Inap Edelweis 11) Ruang Rawat Inap Gardenia d. Instalasi Rawat Intensif (ICU/ICCU) e. Instalasi Rawat Intensif Neonatal (NICU) f. Instalasi Bedah Sentral (IBS) g. Instalasi Radiologi h. Instalasi Farmasi i. Instalasi Gizi j. Instalasi Laboratorium Klinik
13 k. Instalasi Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPSRS) l. Instalasi Sanitasi m. Instalasi Sterilisasi Sentral n. Instalasi Dialisis o. Instalasi Teknologi Informasi p. Instalasi Rekam Medis 10. Tabel Performance RSUD Wates Tabel 1. Data Performance Rumah Sakit Umum Daerah Wates Tahun 2015 Indikator Pencapaian Indikator BOR (%) 62,32 LOS (hari) 3,21 TOI (kali) 2,05 BTO (kali) 66,94 NDR o / 00 16,33 GDR o / 00 27,19 Sumber data: Instalasi Rekam Medis RSUD Wates Tahun 2015