12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirup 2.1.1 Defenisi Sirup Sirup adalah larutan pekat dari gula yang ditambah obat dan merupakan larutan jernih berasa manis. Dapat ditambah gliserol, sorbitol atau polialkohol yang lain dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk meningkatkan kelarutan zat dan menghalangi pembentukan hablur sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa dalam sirup adalah 64-66%. Larutan gula yang encer, merupakan medium pertumbuhan bagi jamur, ragi dan bakteri (Anief, 1994). 2.2 Vitamin 2.2.1 Defenisi Vitamin Vitamin adalah sutau kelompok senyawa organik yang tidak termasuk kedalam protein, karbohidrat, maupun lemak, dan terdapat dalam jumlah yang terlalu kecil dalam bahan makanan tetapi sangat penting peranannya bagi beberapa fungsi tertentu tubuh untuk menjaga kelangsungan hidup serta pertumbuhan (Winarno, 1992). Vitamin tidak dapat dihasilkan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus diperoleh dari sumber lain yang dikonsumsi (Winarno, 1992).
13 2.2.2 Klasifikasi Vitamin Hampir semua vitamin dapat digolongkan kedalam dua golongan utama yaitu vitamin yang larut dalam lemak meliputi vitamin A, D, E, dan K dan vitamin yang larut dalam air meliputi vitamin C dan vitamin B (Kartasapoetra dan Marsetyo, 2008). 2.2.4 Kegunaan Vitamin Vitamin memiliki peranan spesifik di dalam tubuh dan dapat pula memberikan manfaat kesehatan. Bila kadar senyawa ini tidak mencukupi, tubuh dapat mengalami suatu penyakit. Tubuh hanya memerlukan vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka metabolisme di dalam tubuh kita akan terganggu karena fungsinya tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Di samping itu, asupan vitamin juga tidak boleh berlebihan karena dapat menyebabkan gangguan metabolisme pada tubuh (Anonim, 2012). 2.3 Multivitamin Multivitamin adalah kombinasi beberapa (tiga atau lebih) vitamin berbeda, yang biasanya ditemukan dalam suplemen makanan (Anonim, 2012). Konsumsi multivitamin memang perlu dilakukan karena multivitamin dapat membantu memenuhi kandungan gizi yang dibutuhkan tubuh (Anonim, 2012).
14 2.4 Bahan Pengawet 2.4.1 Defenisi Bahan Pengawet Menurut PerMenKes No.772, 1988, bahan pengawet adalah bahan tambahan yang mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain yang disebabkan mikroorganisme. Zat pengawet terdiri dari senyawa organik dan anorganik dalam bentuk asam dan garam. Aktivitas-aktivitas bahan pengawet tidaklah sama, misalnya ada yang efektif terhadap bakteri, khamir, ataupun kapang (Cahyadi, 2006). 2.4.2 Jenis Bahan Pengawet Bahan pengawet dibagi kedalam dua kelompok yaitu : a. Pengawet Organik Bahan organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet dalam minuman ialah asam sorbat, ester dari asam benzoat (paraben), asam benzoat, dan asam asetat. b. Pengawet Anorganik Zat pengawet anorganik yang sering dipakai adalah sulfit, nitrat, dan nitrit. Asam sulfit bentuk efektifnya sebagai pengawet yang terdisosiasi terbentuk pada ph dibawah 3. Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses curing daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah pertumbuhan mikroba. (Winarno, 1992)
15 2.5 Asam Benzoat 2.5.1 Struktur Kimia dan Sifat-Sifat Asam Benzoat Gambar 1. Struktur molekul asam benzoat Nama kimia : asam benzoat, benzoic acid, bensol carboxylic, asam carboxybenzene Rumus empiris : C 7 H 6 O 2 Berat molekul : 122,12 Pemerian : asam benzoat berupa hablur putih berbentuk jarum, sedikit berbau, biasanya bau benzaldehida atau benzoin. Agak mudah menguap pada suhu kamar Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, kloroform, dan eter (Ditjen POM, 1995). 2.5.2 Penggunaan Asam Benzoat dalam Sirup Multivitamin Asam benzoat merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Asam benzoat efektif pada ph 2,5 sampai 4,0 (Winarno, 1992).
16 Pemilihan pengawet untuk sediaan farmasi ditentukan oleh pertimbangan lain yang terkait dengan sifat produk dan keamanan pasien. Penggunaan asam benzoat pada sediaan farmasi lazimnya adalah antara 0,1% - 0,3% (Agoes, 2008). Menurut MA.PPOM 35/OT/93 sirup multivitamin mengandung asam benzoat 0,1%. 2.5.3 Efek Asam Benzoat Terhadap Manusia Di dalam tubuh, asam benzoat tidak akan mengalami penumpukan sehingga cukup aman untuk dikonsumsi. Asam benzoat mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Hal ini disebabkan karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien. Pengeluaran benzoat antara 66 sampai 95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar (Yuliarti, 2007). 2.6 Kromatografi 2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk keperluan yang luas dalam pemisahan-pemisahan. Disamping menghasilkan pemisahan yang baik, juga membutuhkan waktu yang lebih cepat (Sastrohamidjojo, 1985). Plat kromatografi dibuat dengan cara penjerap padat yang berbentuk bubukan halus dibuat menjadi bubur dengan air (kurang umum dengan zat cair organik yang mudah menguap) dan dibentang diatas plat glas. Plat yang telah
17 dilapisi dipanaskan atau diaktifkan dengan jalan memanaskannya pada suhu kirakira 100 C selama 30 menit (Sastrohamidjojo, 1985). Senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis diidentifikasi dengan melihat flourosensi dalam sinar ultraviolet. Dan mencari harga Rf. Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf, yaitu: 1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga-harga Rf meskipun mengunakan fasa bergerak dalam solut yang sama, tetapi hasil akan dapat diperoleh jika menggunakan penyerap yang sama juga ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen. 3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap Meskipun dalam prakteknya tebal dan lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat. 4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fasa bergerak Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
18 5. Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan. 6. Tekhnik percobaan Arah dalam mana pelarut bergerak diatas plat. (metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun tekhnik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan). 7. Jumlah cuplikan yang digunakan Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya hingga akan mengakibatkan kesalahankesalahan pada harga-harga Rf. 8. Suhu Pemisan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan-perubahan fasa. 9. Kesetimbangan Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang terbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi dari pada bagian tengah. keadaan ini harus dicegah.
19 Alat kromatografi lapis tipis yaitu lempengan kaca, dengan tebal serba rata dengan ukuran yang sesuai, umumnya 20 x 20 cm. Bejana kromatografi yang dapat memuat satu atau lebih lempeng kaca dan dapat ditutup seperti tertera pada kromatografi menaik (Sastrohamidjojo, 1985). 2.6 Spektrofotometri 2.6.1 Spektrofotometri Ultraviolet Radiasi elektromagnetik, salah satunya adalah sinar ultraviolet dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam bentuk gelombang. Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm (Rohman, 2007). Spektrofotometri ultraviolet merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Untuk berbagai sediaan farmasi pengukuran spektrum dalam daerah ultraviolet dapat dilakukan dengan kepekaan dan ketelitian yang lebih baik dari pada dalam daerah inframerah (Ditjen POM, 1995). Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hydrogen atau deuterium untuk pengukuran spektrofotometri ultraviolet. Panjang gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak. Sedangkan frekuensi adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang. Umumnya tebal kuvet yang digunakan adalah 10 mm dan berbentuk persegi (Dachriyanus, 2004).