BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis deskriptif yang telah diuraikan dalam pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penelitian. Pertama, hadirnya pihak yang mendukung dan menentang rencana pembangunan PLTN di Bangka, semakin membuktikan bahwa isu seputar nuklir atau PLTN merupakan isu yang sangat sensitif di dalam masyarakat, termasuk juga di dalam masyarakat Bangka Belitung. Sejak reaktor nuklir generasi pertama digunakan untuk menghasilkan plutonium sebagai bahan senjata nuklir yang meluluh lantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki pada Perang Dunia II tahun 1945, terjadinya kecelakaan Three Mile Island pada tahun 1979, terjadinya kecelakaan Chernobyl pada tahun 1986, terjadinya kecelakaan Fukushima Jepang pada 2011 lalu, hingga dengan rencana pembangunan PLTN di Bangka, tentu selalu menjadi isu hangat untuk diperbincangkan dan diperdebatkan. Kedua, terdapat perbedaan wacana yang dilakukan oleh kedua belah pihak dalam menyikapi rencana pengembangan nuklir sebagai energi listrik (PLTN). Pihak yang mendukung menyatakan bahwa pembangunan PLTN akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi, khususnya bagi Bangka Belitung. Hadirnya PLTN tidak hanya dikatakan akan dapat menyelesaikan 152
krisis listrik yang terjadi selama ini, namun juga akan menarik banyak investor untuk datang ke Bangka Belitung. Hal ini karena ketersediaan listrik akan menjadi salah satu pertimbangan penting bagi para investor untuk bisa menanamkan modalnya di suatu daerah, termasuk di Bangka Belitung. Selain itu, kehadiran PLTN secara umum juga dikatakan akan dapat mengatasi krisis listrik yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia, termasuk pemenuhan listrik bagi Pulau Jawa dan Bali. Rencana pembangunan 10 unit PLTN di Bangka dikatakan oleh pihak yang mendukung, jelas akan berdampak kepada surplus listrik. Untuk itulah, pihak yang mendukung menyatakan bahwa listrik yang dihasilkan dari PLTN di Bangka juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan listrik di berbagai wilayah Indonesia. Selanjutnya, jika kebutuhan listrik dalam negeri semuanya sudah terpenuhi, maka Indonesia dapat menjual listrik ke negara-negara lain. Sehingga dari segi ekonomi, jelas akan menguntungkan bagi negara kita sendiri. Disamping pernyataan tentang pertumbuhan ekonomi, pihak yang mendukung juga menyatakan bahwa akan terus melakukan pengembangan masyarakat di Bangka Belitung sebagai bentuk kompensasi atas pembangunan PLTN. Tidak hanya itu, hadirnya PLTN dinyatakan pula dapat berdampak pada kemandirian energi bagi Indonesia, dan tak kalah pentingnya dapat mensejajarkan posisi Indonesia dengan negara-negara maju lainnya, yakni negara-negara maju yang telah menggunakan nuklir sebagai energi listrik di negara mereka. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan tentang infrastruktur yang rencananya akan digunakan dalam pembangunan 153
PLTN di Bangka. Pernyataan mengenai infrastruktur ini diantaranya pembangunan PLTN yang berkonsep keselamatan dan ramah lingkungan. Pihak yang mendukung menyatakan bahwa pembangunan PLTN di Bangka akan dilakukan dengan menggunakan teknologi terbaru, yakni PLTN Generasi IV. PLTN Generasi IV ini dinyatakan tidak hanya ramah lingkungan, namun juga dinyatakan sebagai teknologi yang bersih dan murah. Sedangkan pihak yang menentang rencana pembangunan PLTN sendiri beranggapan bahwa radiasi dan limbah radioaktif PLTN sangat berbahaya bagi keselamatan hidup manusia dan lingkungan, jika sewaktuwaktu terjadi kebocoran. Pernyataan tersebut kemudian didukung dengan kondisi alam Bangka Belitung yang mengalami kerusakan parah akibat penambangan timah secara ilegal dan adanya vonis bahwa lingkungan di Bangka telah terkena radiasi yang berasal dari pengolahan biji timah. Sehingga dengan membangun PLTN di Bangka, maka dianggap akan semakin menambah dan memperparah permasalahan lingkungan. Vonis paparan radiasi itu diberikan oleh tiga peneliti Jepang setelah mereka berknjung ke Bangka dalam upaya untuk mengetahui secara mendalam rencana pembangunan PLTN dan apakah ada keterlibatan pemerintah Jepang dalam rencana pembangunan PLTN di Bangka. Paparan radiasi ini sudah sangat mengkhawatirkan, terutama di Muntok dan Pangkalpinang. Selain dari pernyataan atas keselamatan manusia dan lingkungan tersebut, pihak yang menentang juga menyatakan bahwa rencana pembangunan PLTN hanya akan ditempatkan sebagai proyek pemerintah 154
yang rawan terjadi praktik kolusi dan korupsi. Pihak kontra meyakini bahwa rencana pembangunan PLTN hanya dijadikan sebagai proyek untuk bagi-bagi uang ke saku para pejabat terkait. Ketakutan ini diperkuat lagi dengan proyek PLTU Air Anyir di Bangka yang menelan dana milyaran rupiah, namun hingga dengan saat ini pembangunannya tidak kunjung usai dan tidak kunjung beroperasi. Kondisi semacam ini tentu pada akhirnya berdampak pada krisis kepercayaan di dalam masyarakat (public distrust) terhadap lembaga-lembaga pemerintahan, baik pusat maupun daerah. Sehingga berdampak pula semakin banyaknya pihak-pihak yang menolak rencana pembangunan PLTN. Sementara terkait dengan aspek teknologi, pihak yang menentang menyatakan bahwa belum ada PLTN Generasi IV di negara manapun hingga saat ini. Klaim penggunaan teknologi generasi IV dalam rencana pembangunan PLTN di Bangka dibantah keras dan pihak yang mendukung dianggap telah berbohong kepada masyarakat. Disamping itu, terdapat pula ketidak-yakinan mereka akan terjadi alih teknologi seperti yang disuarakan oleh pihak pendukung rencana pembangunan PLTN. Hal ini karena proses pembangunan, operasi, dan pemeliharaan PLTN masih dikuasai negaranegara maju, yakni negara-negara produsen teknologi PLTN. Ketidakyakinan terhadap alih teknologi inipun diperkuat dengan adanya tawaran dari investor-investor asing untuk menyampaikan keinginan mereka membangun PLTN di Bangka. Investor asing ini terdiri dari investor asal Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang. 155
Ketiga, adanya pengkonstruksian wacana teknis, ekonomi, dan wacana sosio-kultural melalui Bangka Pos dan Babel Pos oleh pihak yang mendukung dan menentang rencana pembangunan PLTN, setidaknya memberikan alternatif lain bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi utuh terkait dengan nuklir atau PLTN. Memberikan alternatif lain bagi masyarakat tentunya karena pemberitaan yang dihadirkan oleh koran lokal tersebut, khususnya Bangka Pos menggunakan elemen koherensi pembeda. Singkatnya, penggunaan elemen koherensi pembeda telah membuat pemberitaan yang dihadirkan Bangka Pos menjadi lebih berimbang. Sehingga masyarakat mendapatkan informasi utuh terkait dengan dampak positif dan dampak negatif dari pemanfaatan nuklir sebagai energi listrik. Keempat, hadirnya pemberitaan Bangka Pos dan Babel Pos tentang rencana pembangunan PLTN secara tidak langsung sebenarnya dapat memperlihatkan pada kita akan sikap dan posisi kedua koran lokal ini, apakah tetap menjaga netralitasnya sebagai media massa, ikut mendukung atau ikut terlibat dalam menentang rencana pembangunan PLTN. Berbicara tentang pemberitaan yang dihadirkan Bangka Pos, maka akan terlihat jelas sikap dan posisinya tetap mampu menjaga dan menunjung tinggi netralitasnya. Hal ini dapat terlihat dari penyajian berita melalui elemen koherensi pembeda dilakukan oleh Bangka Pos dalam memberitakan tentang rencana pembangunan PLTN. Penggunaan elemen koherensi pembeda ini telah membuat pemberitaan yang dihadirkan Bangka Pos menjadi lebih berimbang. Karena dalam berita tersebut selalu menampilkan pandangan berbeda tentang 156
rencana pembangunan PLTN di setiap pemberitaannya, yakni pandangan berasal dari pihak yang mendukung dan menentang rencana pembangunan PLTN. Sedangkan pemberitaan yang dihadirkan Babel Pos terkait rencana pembangunan PLTN lebih menunjukkan keberpihakan dan kesetujuannya atas rencana BATAN bersama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, dan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan dalam membangun PLTN sebagai solusi utama dalam mengatasi krisis listrik yang terjadi di Bangka Belitung saat ini. Keberpihakan ini dapat kita lihat dari latar pemberitaan yang dihadirkan. Latar pemberitaan Babel Pos menyiratkan bahwa PLTN adalah solusi tepat untuk mengatasi krisis listrik yang terjadi. Sikap yang ditunjukkan Babel Pos melalui latar pemberitaannya ini kemudian didukung oleh narasumbernarasumber yang dihadirkan dalam pemberitaan. Narasumber ini banyak berasal dari pihak yang mendukung rencana pembangunan PLTN, baik itu dari BATAN, pemerintah daerah, maupun dari tokoh-tokoh masyarakat di Bangka Belitung. Untuk itulah kemudian, latar pemberitaan Babel Pos secara tidak langsung dapat menjadi investasi sosial bagi pihak yang mendukung rencana pembangunan PLTN untuk semakin mempengaruhi sikap masyarakat luas agar menyetujui pembangunan PLTN di Bangka. Dan kelima, telah terjadi dominasi dan penguasaan atas media massa yang dilakukan oleh pihak yang mendukung, baik itu media massa nasional maupun media massa lokal. Dominasi dan penguasaan atas media massa ini bertujuan untuk mendapatkan dukungan sebesar-besarnya dari rencana 157
pembangunan PLTN dan untuk membatasi produksi dan reproduksi wacana negatif tentang PLTN yang berkembang dalam masyarakat. Pendominasian dan penguasaan atas media massa ini tentunya sangat beralasan, mengingat peran media massa yang sangat penting. Menjadi sangat penting karena media massa dapat dijadikan sarana perwujudan kekuasaan sosial (social power), dan persebaran ideologi-ideologi kenukliran kepada msayarkat luas. Bukan hanya itu saja, media massa juga dianggap memiliki posisi strategis dalam masyarakat, yakni menjadi alat untuk melakukan kontrol sosial kepada seluruh elemen masyarakat. Oleh karena itu, apabila melihat kesimpulan-kesimpulan tersebut, maka sebenarnya dapat dikatakan bahwa wacana mendukung pengembangan nuklir sebagai energi listrik di Bangka lebih banyak berasal dari kalangan pejabat daerah, baik itu kalangan pejabat di Pemerintahan Porvinsi Kepualauan Bangka Belitung, maupun kalangan pejabat di Pemerintahan Kabupaten Bangka Barat dan Bangka Selatan. Sebaliknya, wacana menolak pengembangan PLTN justru lebih banyak berasal dari masyarakat lokal, baik masyarakat yang berada di sekitar tapak pembangunan PLTN, maupun masyarakat Bangka Belitung umumnya. Hal ini diperkuat melalui jumlah pemberitaan Bangka Pos dan Babel Pos seputar pernyataan dukungan dan menentang rencana pembangunan PLTN melalui tabel 3.1. dan 3.4. Dari kedua tabel tersebut menunjukkan bahwa pihak yang menyuarakan dukunga terhadap rencana pembangunan PLTN didominasi oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah Bangka Belitung. Kondisi 158
semacam inilah yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya hubungan tidak harmonis antara pemerintah daerah dan masyarakat. 4.2. Saran Pengkonstruksia wacana teknis, ekonomi, dan wacana sosio-kultural dengan memanfaatkan komunikasi massa semakin genjar dilakukan oleh pihak yang mendukung dan menentang rencana pembangunan PLTN. Untuk itulah, dalam perkembangan informasi mengenai rencana pembangunan PLTN tersebut, harapan terbesar peneliti tentunya kepada kedua belah pihak untuk selalu memberikan informasi yang objektif dan seimbang kepada msyarakat luas, baik itu terkait dengan dampak positif maupun dampak negatif dari penggunaan nuklir sebagai energi listrik. Berbagai kegiatan dan sosialisasi terkait dengan rencana pembangunan PLTN harus benar-benar mewakili kepentingan dan kebutuhan masyarakat, terutama bagi masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pengkonstruksian berbagai wacana tidak seharusnya dilakukan jika hanya mementingkan pihaknya sendiri. Hal ini karena masyarakatlah pada akhirnya paling merasakan dampak dari berbagai kebijakan yang dikeluarkan tersebut. Disamping itu, semakin mengemukanya berbagai permasalahan sosial yang terjadi di negara kita saat ini, seperti halnya masalah birokrasi, korupsi, mafia anggaran, aspek kecermatan, minimnya sumber daya manusia kenukliran, dan belum adanya teknologi yang mampu dalam menangani limbah nuklir, dari limbah nuklir berisiko tinggi ketahap risiko rendah atau minimal, maka tidak salah kemudian diharapkan agar untuk sementara waktu 159
melakukan penundaan terhadap rencana pembangunan PLTN. Paling tidak, jika ingin membangun PLTN, maka permasalahan-permasalahan sosial tersebut semuanya benar-benar sudah dapat teratasi dan terselesaikan. Sehingga tidak menjadi beban berat bagi masyarakat dan tidak juga menjadi beban dalam rencana pembangunan PLTN di negara kita ini kedepannya. Sedangkan bagi pihak kontra, jika melakukan aksi penolakan terhadap rencana pembangunan PLTN, semua aksi diharapkan selalu dilakukan dengan damai dan menjauhkan dari aksi anarkis yang menjurus ketindak kriminal. Aksi penolakan harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya daerah. Jika terjadi suatu masalah, maka hal itu dapat diselesaikan secara musyawarah bersama. Oleh karenanya, untuk menyelesaikan krisis listrik yang terjadi di Bangka Belitung saat ini, kedua belah pihak harus melakukan sinergitas dalam mengembangkan energi alternatif lain selain PLTN. Opsi pengembangan energi alternatif lain selain PLTN, harus dilakukan secepatnya untuk mengembalikan ketersediaan listrik yang cukup bagi masyarakat. Energi alternatif yang dapat dikembangkan ini tentunya sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh Bangka Belitung sendiri, seperti halnya sumber energi tenaga air, tenaga surya, gelombang laut, dan bio massa. Sementara itu, di tengah semakin menguatnya rencana pembangunan PLTN di Bangka, koran lokal diharapkan harus tetap menjaga independensinya, baik dari sisi kelembagaannya maupun dari insan-insan pers di dalamnya. Kebebasan pers juga harus tetap dijaga dari adanya unsur 160
intervensi dari lembaga atau otoritas kekuasaan negara. Hal ini tentu erat kaitannya dengan salah satu peran penting media massa, yakni perannya dalam melakukan kontrol sosial, sekaligus sebagai check and balance terhadap berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penyajian pemberitaanpun diharapkan akan selalu berimbang. Sebab hadirnya penyajian informasi tidak utuh dapat dimaknai masyarakat sebagai keberpihakan media atas isu-isu yang dihadirkannya tersebut. Apalagi isu nuklir merupakan isu yang sangat sensitif dalam masyarakat. 161