BAB I PENDAHULUAN. secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PREFERENSI MIGRASI MASYARAKAT KOTA SEMARANG SEBAGAI AKIBAT PERUBAHAN IKLIM GLOBAL JANGKA MENENGAH TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. permukaan bumi yang luasnya 510 juta km 2, oleh karena itu persediaan air di

SEKILAS TENTANG RAWAN PANGAN. Written by adminbkpp2 Wednesday, 20 May :37 - Last Updated Wednesday, 20 May :59

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

seperti Organisasi Pangan se-dunia (FAO) juga beberapa kali mengingatkan akan dilakukan pemerintah di sektor pangan terutama beras, seperti investasi

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MODEL SIG UNTUK MENENTUKAN RUTE EVAKUASI BENCANA BANJIR (Studi Kasus: Kec. Semarang Barat, Kota Semarang) TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional.

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

BAB I PENDAHULUAN. empat lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

BAB II KONDISI DESA BELIK KECAMATAN BELIK KABUPATEN PEMALANG. melakukan berbagai bidang termasuk bidang sosial.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Benua Australia dan Benua Asia serta terletak diantara dua Samudra yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Euro-Asia di. tsunami, banjir, tanah longsor, dan lain sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Danau Toba merupakan hulu dari Sungai Asahan dimana sungai tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan air memungkinkan terjadinya bencana kekeringan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan kita (Meiviana, dkk., 2004). Menurut Sudibyakto (2011) peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Modul tinjauan umum manajemen bencana, UNDRO

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak dipengaruhi oleh faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas

PENDAHULUAN Latar Belakang

ADAPTASI DAN MITIGASI FENOMENA EL NIÑO DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BPS PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

MENGUBAH BENCANA MENJADI BERKAH (Studi Kasus Pengendalian dan Pemanfaatan Banjir di Ambon)

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia secara geografis terletak di 6 LU - 11 LS dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang mempunyai

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. karena curah hujan yang tinggi, intensitas, atau kerusakan akibat penggunaan lahan yang salah.

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan yang secara geografis terletak di daerah

Bencana dan Pergeseran Paradigma Penanggulangan Bencana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang di dunia masih mengandalkan sektor pertanian dalam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN.5 2. MENGENAL LEBIH DEKAT MENGENAI BENCANA.8 5W 1H BENCANA.10 MENGENAL POTENSI BENCANA INDONESIA.39 KLASIFIKASI BENCANA.

Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

MITIGASI BENCANA BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Tris Eryando

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peranannya dalam memenuhi kebutuhan manusia dan pembangunan. perekonomian Indonesia. Akan tetapi, meskipun mampu menyerap tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. Bencana adalah sebuah fenomena akibat dari perubahan ekosistem yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Suatu bencana alam adalah kombinasi dari konsekuensi suatu resiko alami

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. sektor perekonomian dan bisnis menjadi daya tarik masyarakat dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Hal ini terungkap mengingat bahwa negara indonesia adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2014 EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERTANIAN UNTUK TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN CIMAUNG KABUPATEN BANDUNG

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

PENDAHULUAN Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wacana tentang perubahan iklim merupakan isu global yang dianggap penting untuk dikaji. Kemajuan pesat pembangunan ekonomi memberi dampak yang serius terhadap iklim dunia, antara lain lewat pembakaran kayu secara besar besaran, serta pembabatan hutan, yang mengakibatkan meningkatnya CO2 secara signifikan yang pada akhirnya menimbulkan dampak dampak negatif terhadap alam dan kehidupan manusia. Bencana yang seringkali terjadi di Indonesia pada dasarnya merupakan sebuah perwujudan dari kombinasi antara sifat alam yang rawan dengan kerentanan sistem fisik yang ada dalam masyarakat Indonesia, sistem sosial, budaya, dan juga politik. Seperti diketahui bersama bahwa letak geografis negara Indonesia yang berada di antara 6 LU 11 LS dan diantara 95 BT 141 BT, telah memposisikan negara ini dalam posisi yang rawan bencana secara geologis. Dalam posisi ini Indonesia berada dalam wilayah perbenturan tiga lempeng kerak bumi yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik dan lempeng India Australia yang membawa dampak kerawanan Indonesia terhadap berbagai aktivitas seismic yang kuat dan intensif. Kondisi iklim Indonesia dengan curah hujan yang tinggi dan juga musim kemarau yang cukup panjang juga sangat potensial untuk menghantarkan penduduk Indonesia pada bencana banjir, longsor dan kekeringan serta kelaparan (Kusmiati:2005).

Purnomo dan Ronny (dalam Kusumasari 2014: 5) berpendapat, letak negara yang berada di katulistiwa juga menyebabkan wilayah Indonesia memiliki kondisi iklim yang khas dengan musim hujan dan kemarau yang panjang. Pada saat kondisi iklim global mempengaruhi iklim di Indonesia, maka perubahan musim menjadi tidak biasa dan akan memicu terjadinya bencana seperti banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Perubahan iklim akan memberi dampak baik pada ekosistem dan kehidupan manusia secara langsung. Perubahan iklim ini akan semakin berdampak buruk bagi ekosistem dan manusia tidak dapat beradaptasi dengan perubahan iklim (Fatkurrohman : 2009). Hal ini pada kenyataanya juga harus dialami oleh masyarakat Kabupaten Malaka yang harus beradaptasi dengan banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim. Daerah ini mengalami dampak dari adanya perubahan iklim global, yaitu tidak stabilnya periode musim kemarau dan musim penghujan dan kurangnya kesadaran dari masyarakat serta penanggulangan bencana yang seringkali tidak tepat sasaran membuat potensi bencana di daerah ini menjadi semakin tinggi. Banjir dan kekeringan selalu menjadi pengalaman yang memprihatinkan pada Kabupaten Malaka di Pulau Timor, tepatnya di Provinsi NTT (gambar 1). Merupakan sebuah Kabupaten yang baru terbentuk pada tahun 2012, yang terletak berdekatan dengan Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu yang merupakan asal atau induk dari pemekaran Kabupaten Malaka. Malaka menjadi salah satu dari daerah yang sering menjadi langganan banjir maupun kekeringan.

Gambar 1. Letak Kabupaten Malaka MALAKA Sumber : infonusatenggaratimur.blogspot.com Menurut Kristijantno (dalam da Costa,2013), sejak tahun 1998 hingga 2011 Malaka telah dilanda banjir setiap tahunnya karena meluapnya Sungai Benenain. Sungai Benenain terletak di Pulau Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sungai ini memiliki ± 73,11 km, dengan daerah tangkapan air sekitar ± 1,594 km2, dan dengan ± 0,0124 sungai lereng. Setiap musim hujan, banjir sungai ini menggenangi sebagian besar pemukiman, taman dan sawah. Genangan daerah meliputi ± 1.000 ha, dengan ± 1,50 m dari dan durasi adalah ± 1 minggu. Selain bencana banjir, kondisi kekeringan yang ditimbulkan oleh pemanasan global sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan curah hujan menjadi tidak menentu, sehingga sulit diprediksi kapan terjadinya musim kemarau dan musim penghujan. Beberapa daerah yang sebelumnya tidak pernah mengalami bulan kering, saat ini menjadi

memiliki bulan kering bahkan menjadi lebih dari satu bulan secara berturut turut, sedangkan daerah lainnya yang sebelumnya memiliki periode bulan kering sekarang ini periode kering tersebut menjadi lebih kuat dengan periode waktu yang lebih panjang. Malaka memiliki 12 kecamatan, dan salah satu kecamatan yang memiliki banyak kerugian pada saat banjir tahun 2013 yang lalu adalah kecamatan Malaka Barat. Rumah sebagai tempat paling nyaman yang dimiliki oleh warga beberapa diantaranya ambruk, sebagian mengalami kerusakan dan sebagian besar tergenang banjir. Tentu saja hal ini akan mengancam kondisi kesehatan warga akibat air kotor yang tergenang. Ternak yang menjadi alat bantu warga dalam proses penggarapan lahan pertanian, maupun untuk dijual juga mati terseret banjir. Penghasilan menjadi tidak stabil karena ternak yang akan dijual hilang dan mati. Sungguh banjir membuat warga sangat menderita. Yang paling memprihatinkan dan memperburuk kondisi warga adalah sebagian besar lahan pertanian dan perkebunan juga tergenang banjir. Padi, jagung maupun umbi-umbian yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pangan warga, gagal untuk dipanen (Tabel 1). Kesulitan akses terhadap air bersih menjadi keresahan dari warga kecamatan Malaka Barat. Bencana ini memiliki konsekuensi kerugian materil yang diperkirakan sekitar miliaran rupiah dan membuat kondisi ketidaknyaman pendudukan di sekitar sungai serta berdampak juga pada masalah sosial (da Costa : 2013). Banjir dan kekeringan menimpa Kabupaten Malaka terus menerus secara bergantian. Kekeringan melanda Kabupaten ini di kecamatan yang berbeda. Salah

satu kecamatan yang mengalami kekeringan adalah kecamatan Malaka Tengah. Pada tahun 2014 yang lalu, dampak kekeringan membuat ternak milik warga mati karena ketidakcukupan air. Penurunan debit sumber mata air mengakibatkan sedikitnya aliran air yang masuk ke areal persawahan. Semakin meluas dampak musim kemarau, mengakibatkan warga mulai kesulitan memperoleh air bersih. Sementara itu sumber sumber air mulai mengering. Kegagalan panen terutama jagung dan beberapa tanaman lain terjadi karena kekurangan air menjadi kekhawatiran bagi Pemerintah Kabupaten terlebih masyarakat akan imbas pada kerawanan pangan (Pos Kupang, 30 September 2014). Beberapa ilmuwan mengidentifikasi konsekuensi bencana yang mengganggu masyarakat dan mengurangi kualitas hidup individu dalam masyarakat (Kusumasari 2014:13). Beberapa penelitian yang dapat dikaitkan dengan banjir dan kekeringan di Malaka adalah kurangnya kemampuan untuk bergerak atau melakukan perjalanan karena infraktruktur rusak dan hancur; kelaparan karena terputusnya rantai suplai makanan dan hilangnya kualitas tanah. Banyak kerugian yang timbul dari dampak atau konsekuensi bencana yang terjadi di Malaka. Walaupun telah berulang kali mengalami bencana yang secara ekonomi mendatangkan nilai kerugian cukup besar namun tidak ada pilihan lain bagi masyarakat Malaka selain bertahan.

Tabel 1. Kondisi Kerusakan Kecamatan Malaka Barat Pada Banjir 2013 Jenis Kerusakan Jumlah Rumah Ambruk 5 Rusak ringan 56 Tergenang banjir 780 *buah Ternak (yang mati) Sapi 8 Babi 130 Kambing 12 Anjing 26 *ekor Lahan Pertanian dan perkebunan (Rusak ) 460 Sawah ( Tergenang Banjir ) 30 *hektar Sumber : kupang.tribunnews.com (2013),diolah Berbagai langkah penanggulangan bencana khususnya pada saat tanggap terhadap bencana telah diambil Pemerintah Kabupaten Malaka (Tabel 2). Pendirian Posko untuk mengevakuasi korban yang pada saat bencana banjir terjadi. Misalnya saja bagi warga yang rumahnya terendam banjir. Penyediaan air bersih, pemberian beras dan makanan siap saji untuk konsumsi warga pada saat banjir terjadi. Selain itu penyediaan medis untuk menangani warga yang terganggu kesehatannya akibat banjir.

Tabel. 2 Langkah Tanggap Bencana Banjir Pem.Kab Malaka Berkoordinasi dengan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten Belu Pendirian posko tanggap bencana di Betun ( Ibu Kota Kabupaten Malaka ) Penyediaan air bersih Pemberian beras Penyediaan perahu karet Penyediaan tim medis Makanan siap saji Sumber : kupang.tribunnews.com (2013),diolah Dalam konteks penanggulangan bencana, kegiatan pemulihan ekonomi bagi masyarakat merupakan isu yang perlu segera mendapat respon ( Partini dkk, 2014 :1). Sesuai dengan konsekuensi pada saat bencana maka faktor ekonomi yang terpenting untuk penanggulangan bencana. Dana penanggulangan bencana disalurkan untuk pembangunan kembali infrastruktur yang rusak akibat bencana, pengadaan fasilitas penanggulangan pada saat bencana terjadi (seperti tenda, selimut, makanan siap saji dll), bisa juga dapat berupa dana kompensasi kepada masyarakat karena kehilangan tempat tinggal, ternak peliharaan dan mata pencaharian yang hilang akibat terjadinya bencana banjir dan kekeringan. Selain itu perbaikan tanggul yang jebol merupakan kegiatan yang terus dilakukan oleh pemerintah kabupaten Malaka pasca bencana banjir yang besar terjadi. Namun, hal ini menjadi kurang efektif karena dana yang diberikan menjadi tidak tepat sasaran untuk penanggulangan berjangka panjang. Bencana yang terjadi seperti di Kabupaten Malaka berlangsung secara terus menerus namun penanggulangan

hanya dari sisi pemulihan ekonomi masyarakat dan tidak berjangka panjang. Dengan penanggulangan seperti ini maka penyelesaian masalahnya tidak sampai kepada akar dari permasalahan yang ingin dicapai. Case (2006 dalam Murendo et al, 2011) mengemukakan bahwa perubahan iklim memiliki dampak yang sangat besar pada sektor pertanian, air,energi, transportasi dan kesehatan. Curah hujan yang tak menentu memengaruhi produksi pertanian (World Bank,2001;FAO, 2008 dalam Murendo, 2011). Perubahan iklim seperti kekeringan dan banjir memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan di negara berkembang (FAO,2008 dalam Murendo,2011). Ketika perubahan iklim terjadi maka ketersediaan pangan menipis dan hal ini sangat bersingungan dengan relasi sosial (Alston,2010;Madaha,2012). Alston (2010) lebih lanjut mengatakan bahwa ada perbedaan dampak yang dirasakan laki laki dan perempuan serta perbedaan respon laki laki dan perempuan terhadap bencana. Perubahan iklim terjadi, beban kerja perempuan bertambah (Singh et al, 2013). Ada isu lain yang perlu diperhatikan pada penanggulangan terhadap bencana. Isu gender menjadi sangat penting untuk mengkaji dampak dari bencana yang telah terjadi. Pengaruh yang harus direspon dan diadaptasi oleh laki laki dan perempuan secara berbeda adalah mengenai ketersediaan dan ketahanan pangan. Untuk mengantisipasi kerawanan pangan akibat bencana yang terus menerus terjadi maka berbagai strategi seperti penyesuaian pola produksi, distribusi dan konsumsi (Madaha,2012; Edward et al, 2011; Murendo et al, 2011; Singh et al, 2013) pangan ditempuh oleh masyarakat. Dan bentuk penyesuaian ini tentu mempengaruhi tatanan hidup dan kebiasaan serta peran dari masyarakat

Malaka sendiri baik laki laki maupun perempuan. Laki laki dan perempuan dituntut untuk ikut menyesuaikan diri dalam perubahan iklim karena orang yang telah lama terkena bencana akan mengembangkan mekanisme bertahan hidup (Mahada, 2012). Didukung lagi dengan kondisi masyarakat di Kabupaten Malaka yang menganut budaya Matriakhi menjadikan isu gender penting untuk dikaji dalam penanggulangan akan bencana. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana secara naluri telah memiliki cara untuk merespon kejadian bencana. Hal ini karena kejadian bencana yang beruntun dan periodik mengharuskan masyarakat mampu merespon dan beradaptasi terhadap daerah yang rawan bencana(partini,dkk 2014). Dari penjelasan mengenai latar belakang diatas, maka menjadi isu yang sangat menarik untuk diangkat menjadi suatu topik penelitian mengenai Relasi Gender dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pangan di Kabupaten Malaka - Nusa Tenggara Timur. B. Pertanyaan Penelitian Berbagai cara dalam merespon bahaya akan bencana merupakan upaya dari setiap orang, komunitas, masyarakat maupun pemerintah. Begitu juga dengan masyarakat kabupaten Malaka yang secara periodik diterjang bencana banjir dan kekeringan akibat perubahan iklim. Keterbatasan pangan membuat masyarakat harus menyesuaikan diri demi keberlangsungan hidup. Peran, relasi sosial, tanggung jawab dan pembagian kerja antara laki laki dan perempuan juga dapat berubah ketika berusaha untuk pemenuhan kebutuhan pangan tersebut sebagai akibat perubahan iklim. Masyarakat harus mampu beradaptasi dengan perubahan

iklim yang terjadi. Selain itu, kebijakan dari pemerintah seharusnya menyesuaikan dengan permasalahan yang ditimbulkan oleh perubahan iklim juga menjadi salah satu pertimbangan dari perubahan pola adaptasi dari laki laki dan perempuan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, Aslon (2010) mengatakan bahwa ketika perubahan iklim terjadi makan ketersediaan pangan menurun dan bersinggungan dengan relasi sosial yaitu antara laki laki dan perempuan yang coba digambarkan peneliti sebagai berikut : Perubahan Iklim Ketersediaan pangan menurun Bersinggungan dengan relasi sosial antara Laki-laki dan Perempuan Sumber : Aslon (2010) Oleh karena itu, dengan melihat masalah tersebut maka timbulah suatu pertanyaan penelitian Bagaimana Relasi Gender dalam Menghadapi Dampak Perubahan Iklim pada Sektor Pangan di Kabupaten Malaka - Nusa Tenggara Timur?. Pertanyaan penelitian ini merupakan pijak dimana penulis ingin melihat dengan jelas bukan hanya perempuan saja yang sebagai fokus seperti kebanyakan penelitian khususnya yang berprespektif gender tetapi bagaimana laki laki dan

perempuan diamati secara bersama sama dalam beradaptasi pada dampak dari bencana khususnya perubahan iklim. C. Tujuan Adapun Tujuan Dari Penelitian Ini adalah menganalisis relasi gender dalam menghadapi dampak perubahan iklim pada sektor pangan di Kabupaten Malaka - Nusa Tenggara Timur. D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini yaitu berkontribusi bagi perkembangan studi gender yang terkait dengan perubahan iklim.