BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanekaragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia merupakan kekayaan bangsa yang perlu mendapat perhatian khusus. Kekayaaan ini merupakan kebudayaan yang erat berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan khas tersendiri untuk menampilkan perbedaan jati diri mereka. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Raymond Willians (1998:7), bahwa kebudayaan merupakan suatu cara hidup tertentu yang dibentuk oleh nilai, tradisi, kepercayaan, obyek materi, dan wilayah. perbedaan ini akan nyata dalam gagasangagasan dan hasil-hasil karya yang akhirnya dituangkan lewat interaksi antar individu, antar kelompok dengan alam raya sekitarnya. Kesenian tradisional Indonesia tumbuh sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tradisional pada setiap daerah masing-masing. Kesenian tradisional merupakan cermin diri dari sosial budaya masyarakat. Oleh karena itu, kesenian tradisional sebagai salah satu unsur budaya akan tetap ada dan terus berkembang selama masyarakat pendukungnya masih tetap berkeinginan melestarikan warisan budaya. Kesenian tradisional di Jawa, dibagi menjadi dua kelompok, yaitu seni tradisi klasik dan seni tradisi kerakyatan (Soedarsono 1985: 21). Seni tradisi klasik banyak berkembang di lingkungan keraton. Apresiasi dari seni tradisi klasik lebih lembut dari seni kerakyatan karena tradisi klasik tetap akan mempertahankan kebutuhan 1
estetis dalam lingkup keraton. Seni tradisi kerakyatan berkembang dalam lingkungan masyarakat. Bentuknya adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan aktivitas masyarakat sesuai dengan tema yang melatarbelakanginya. Kesenian yang bersifat tradisional, masing-masing mempunyai kekhususan sesuai dengan kondisi kelompok masyarakat pendukungnya serta latar belakang timbulnya kesenian tersebut. Salah satu kesenian tradisional adalah Jathilan. Kesenian ini termasuk dalam golongan kesenian tradisional rakyat Jawa. Kesenian tradisional Jathilan banyak tersebar di bebarapa wilayah Indonesia. Hanya saja penamaan keseniannya saja yang berbeda. Kesenian ini lebih banyak dikenal dengan sebutan kuda kepang atau kuda lumping. Salah satu wilayah Indonesia yang melestarikan kesenian tradisional kerakyatan Jathilan adalah Daerah Istimewa Yogyakarta. Jathilan ini tersebar hampir ke semua kabupaten yang terdapat di Yogyakarta. Jathilan adalah salah satu jenis tarian rakyat yang apabila ditulusuri latar belakang sejarahnya termasuk tarian yang paling tua di Jawa. Tarian rakyat yang dilengkapi dengan property tari berupa kuda kepang ini lazimnya dipertunjukkan sampai klimaksnya berupa keadaan tidak sadarkan diri pada salah satu penarinya (Soedarsono, 1976:10). Seiring banyak berkembangnya kesenian modern, yang lebih menarik perhatian masyarakat, lambat laun menggeser kesenian tradisional. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa kesenian tradisional itu tidak terlalu penting untuk digali pengetahuannya sedangkan dalam kesenian tradisional banyak memiliki nilai filosofis dan estetis yang kuat. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Suharyoso SK bahwa terdapat suatu kekhawatiran dan keprihatinan sendiri berkenaan dengan
berbagai jenis kesenian tradisional di Indonesia, terutama di Yogyakarta. Kekhawatiran tersebut adalah mengenai kemungkinan memudarnya kesenian rakyat, yang mungkin akan berakhir pada kepunahan, sebagai adanya berbagai perubahan dalam masyarakat (Suharyoso SK dalam Heddy Shri Ahimsa (ed.), 2000:18). Bahkan hal tersebut didukung dengan pernyataan seorang pejabat yang kurang mendukung kesenian kerakyatan Jathilan ini. Saat menghadiri acara The 14th Merapi and Borobudur Senior's Amateur Golf Tournament Competing The Hamengku Buwono X Cup di Borobudur International Golf and Country Club Kota Magelang, Minggu (9/9/2012) malam, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo mengatakan bahwa kesenian Jathilan adalah kesenian yang paling jelek sedunia dan memalukan (Kompas.com, 2012). Berdasarkan penjelasan di atas menambah keprihatian bersama akan nasib kesenian tradisional Jathilan, bahwa kesenian tradisional rakyat yang terdapat di Yogyakarta ini bukan semata-mata sebagai kesenian dolanan. Terbukti dari banyaknya penelitian-penelitian mengenai bagaimana Jathilan ini memiliki banyak nilai-nilai filosofisnya dan menarik di dalam pertunjukkannya. Salah satu yang menjadi daya tarik dalam setiap seni pertunjukkan adalah kostum yang dikenakan oleh perannya. Kostum juga berperan penting dalam pertunjukkan. Kostum ini yang nantinya membentuk karakter dan identitas diri. Kostum yang dikenakan penarinnya pun memiliki nilai estetis yang menarik untuk dikaji. Penelitian-penelitian mengenai Jathilan sudah banyak dilakukan. Tesis RHD Nugrahaningsih seorang mahasiswa pascasarjana program studi Antropologi Sosial Universitas Medan berjudul Transformasi Kesenian Tradisional Jathilan pada
Masyarakat Deli (2007). Penelitian ini mengulas tentang perubahan seni tradisional Jathilan yang mengalami perbandingan antara kesenian Jathilan Yogyakarta dengan Jathilan Deli mulai dari sejarah hingga pelaksanaan pertunjukkan, sedangkan untuk kostum tidak dikaji secara terperinci. Tulisan Onny Prihantono, dkk pada Jurnal Desain Komunikasi Visual Nirmana, Vol. 11, No. 1, Januari 2009: 1-10 dalam tulisan Strategi Pembuatan Film Dokumenter yang Tepat untuk Mengangkat Tradisi-Tradisi di Balik Reog Ponorogo. Artikel ini menuliskan tentang bagaimana kostum Jathilan itu mempengaruhi kertertarikan penontonnya. Soedarsono dalam buku Mengenal Tari-tarian Rakyat di Daerah Istimewa Yogyakarta (1976) banyak menguraikan informasi dari berbagai bentuk tarian di Yogyakarta, yang difokuskan pada segi bentuk tarian rakyat sebagai pertunjukkan dan fungsinya dalam kehidupan tetapi tidak membahas banyak mengenai kostum penari Jathilan. Kostum bukanlah sebatas persoalan kain yang dikenakan seseorang, melainkan kreasi desain yang sengaja dipilih setelah disesuaikan dengan yang melatarbelakanginya. Oleh karena itu seseorang tidak akan menggunakan kostum tanpa memahami makna dalam setiap penampilan. Dengan kata lain kostum merupakan bagian atau simbol untuk memperjelas identitas diri dalam pertunjukkan. Setiap pertunjukan Jathilan, kostum memiliki tatanan tersendiri, mulai dari pakaian hingga pelengkap busana dan aksesorisnya berpengaruh penting dalam setiap penampilan. Setiap warna, tatanan, dan ornamen yang dipakai oleh penari Jathilan memiliki nilai tersendiri baik nilai sosial budaya dan makna simbolis hingga nilai estetisnya. Kesenian Jathilan juga banyak memiliki kandungan magis dalam pertunjukkan.
Uraian di atas, menjelaskan bahwa Jathilan merupakan suatu kesenian rakyat yang pada hakikatnya merupakan tindakan komunikasi. Wujud komunikasi tersebut juga tak lepas dari peran kostum yang masuk dalam kategori unsur terpenting. Kostum inilah yang akan dikaji dengan menggunakan kajian estetika A.A.M Djelantik dimana estetika ini banyak menjelaskan tentang seni pertunjukkan. Selain itu dengan estetika Djelantik ini dapat diketahui wujud, bobot dan penampilan yang terdapat pada kostum penari Jathilan. B. Perumusan Masalah Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana estetika kostum penari Jathilan di Sleman, Yogyakarta dipandang dengan teori estetika A.A.M Djelantik?. Teori tersebut menjelaskan aspek wujud, bobot, dan penampilan pada kostum penari Jathilan di Sleman sebagai penciptaan karakter tokoh dalam kesenian tersebut. C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui estetika kostum penari Jathilan di Sleman, Yogyakarta dipandang dengan teori estetika A.A.M Djelantik. Teori tersebut menjelaskan aspek wujud, bobot, dan penampilan pada kostum penari Jathilan di Sleman sebagai penciptaan karakter tokoh dalam kesenian tersebut.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagi penulis Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi pembelajaran dan wawasan baru bagi penulis tentang bagaimana menghargai dan mempertahankan kesenian tradisional Jathilan terutama kostum Jathilan yang menyangkut bidang ilmu yang dipelajari dan memberikan informasi kepada penulis mengenai estetika yang muncul pada kostum Jathilan di Sleman, Yogyakarta. 2. Bagi lembaga pendidikan Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuwan mengenai kostum Jathilan di Sleman, Yogyakarta. 3. Bagi masyarakat Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang kostum Jathilan di Sleman, Yogyakarta bagi kehidupan sosial budaya masyarakat. 4. Bagi pihak terkait Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan wawasan dan masukan mengenai kostum Jathilan mempertahankan kebudayaan bangsa sebagai warisan pembentuk karakter khas suatu suku bangsa Indonesia dan untuk mengangkat citra nama daerah dalam meningkatkan sektor kebudayaan dan pariwisata yang dapat dilihat dari kostum penari Jathilan.
E. Sistematika Penulisan Bab I berisi tentang pendahuluan yang mencakup latar belakang permasalahan terhadap pentingnya kostum penari Jathilan di Sleman, Yogyakarta dikaji dengan perumusan masalah mengenai estetika dari nilai-nilai yang terdapat pada kostum Jathilan di Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan hal tersebut tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan dapat dicapai. Bab II berisi tentang kajian pustaka yang mencakup kajian pustaka tentang Jathilan yang mendukung penulisan penelitian serta teori A.A.M Djelantik dan kerangka pikir untuk memfokuskan dan memahami permasalahan estetika kostum penari Jathilan. Bab III berisi tentang metode penelitian yang akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang mencakup jenis penelitian, lokasi penelitian, populasi atau sample, strategi dan bentuk pendekatan, sumber data dan teknik pengumpulan data, validitas, dan teknik analisa data. Bab IV berisi tentang hasil penelitian mengenai kostum penari Jathilan dilihat dari unsur-unsur estetika A.A.M Djelantik pada estetika pertunjukkan dalam aspek wujud, bobot, dan penampilannya. Bab V merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran yang diperoleh setelah melakukan pengkajian terhadap kostum Jathilan di Sleman, Yogyakarta.