STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS NILAM DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

STRATEGI PENGEMBANGAN KAKAO RAKYAT DI SUMATERA UTARA

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

BAB 3 KONDISI TANAMAN NILAM

POTENSI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

PENDAHULUAN. Gambir adalah sejenis getah yang dikeringkan. Gambir berasal dari. (Uncaria gambir Roxb.). Menurut Manan (2008), gambir merupakan tanaman

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai Ekspor Sepuluh Komoditas Rempah Unggulan Indonesia

STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUKSI KEMUKUS DI DESA BANYUASIN KEMBARAN KECAMATAN LOANO KABUPATEN PURWOREJO

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

3. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

Karakteristik Empat Aksesi Nilam

BAB I PENDAHULUAN. jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau juga diolah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

VI. MODEL PENENTUAN PRODUK PROSPEKTIF DAN PASAR POTENSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif

I. PENDAHULUAN. usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan

METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

III METODOLOGI. 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penentuan Metode Destilasi Minyak Pala

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN. petani, mengisyaratkan bahwa produk pertanian yang dihasilkan harus memenuhi

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Pada Tahun Kelompok

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH LAMA PENYULINGAN DAN KOMPOSISI BAHAN BAKU TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK ATSIRI DARI DAUN DAN BATANG NILAM (Pogostemon cablin Benth)

TANGGAPAN PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL DUA KLON TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP DOSIS PEMUPUKAN UREA, SP-36, DAN KCl

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN. Oleh : YULINDA DWI NARULITA

BAB I PENDAHULUAN. negri (ekspor). Sudah sejak lama tanaman pala dikenal sebagai tanamn rempah

VII PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS KOMODITI KOPI JAWA TIMUR GUNA MENUNJANG PASAR NASIONAL DAN INTERNASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI MINYAK NILAM DI INDONESIA

III. METODE PENELITIAN. untuk mendapatkan data melakukan analisa-analisa sehubungan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

BAB 2 RENCANA PENDIRIAN USAHA

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. bahwa hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

III. METODE KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Gambir merupakan komoditas perkebunan rakyat yang terutama ditujukan

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sektor perkebunan merupakan salah satu upaya untuk

PENGARUH UMUR PANEN TERHADAP RENDEMEN DAN KUALITAS MINYAK ATSIRI TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.)

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

Kementerian Pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk kegiatan pertanian. Sebagian besar penduduk Indonesia bekerja di sektor

Jurusan Kimia Faklultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang 1

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

PENDAHULUAN. daratan menjadi objek dan terbukti penyerapan tenaga kerja yang sangat besar.

1.1. VISI DAN MISI DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA PRABUMULIH. pedoman dan tolak ukur kinerja dalam pelaksanaan setiap program dan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. sebagai pihak yang menyewakan lahan atau sebagai buruh kasar. Saat itu,

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

Bab V Analisis dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

Transkripsi:

STRATEGI PENGEMBANGAN KOMODITAS NILAM DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT Mhd. Asaad 1) Surya Dharma 2) Fakultas Pertanian UISU Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Abstrak Dalam rangka meningkatkan produktivitas, mutu minyak nilam dan meningkatkan pendapatan petani, maka pada tahun anggaran 2009 pengembangan tanaman nilam dilaksanakan di 5 kabupaten pada 5 provinsi sentra produksi nilam yaitu : kabupaten Aceh Selatan-NAD, kabupaten Pakpak Bharat-Sumatera Utara, kabupaten Pasaman Barat- Sumatera Barat, kabupaten Kuningan- Jawa Barat dan kabupaten Blitar, Jawa Timur. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang mempunyai prospek yang sangat baik untuk pengembangan komoditi nilam karena keadaan agroklimatnya yang sangat mendukung. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan strategi pengembangan nilam di kabupaten Pakpak Bharat. Metode penelitian yang dilakukan untuk menganalisis strategi pengembangan komoditas nilam di Kabupaten Pakpak Bharat adalah analisis data sekunder, tinjauan pustaka dan dokumen lain yang terkait. Analisa data dilakukan dengan analisis SWOT untuk menentukan strategi pengembangan tanaman nilam di kabupaten Pakpak Bharat Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan kondisi, peranan, potensi, masalah, tantangan dan peluang yang diidentifikasi dari beberapa sumber, serta hasil analisis dan pembahasan, maka strategi pengembangan nilam di kabupaten Pakpak Bharat dapat dilakukan dengan beberapa strategi, antara lain; 1) Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditi nilam dengan teknik budidaya dan pengolahan hasil yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan minyak nilam di pasar lokal maupun internasional; 2) Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang baik; 3) Memanfaatkan ketersediaan tenaga kerja pedesaan dalam mengembang-kan teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang lebih baik; 4) Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk pengembangan budidaya komoditi nilam dengan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani; 5) Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya yang baik untuk meningkatkan produksi nilam dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakiin tinggi; 6) Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi minyak nilam agar terpenuhi tuntutan konsumen dan mampu bersaing dengan minyak atsiri lain; 7) Memanfaatkan tenaga kerja yang ada di pedesan untuk mengembangkan komoditi nilam dengan meningkatkan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam; 1

8) Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap dengan teknik budidaya yang lebih baik; 9) Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dengan kecenderungan pengguna minyak nilam mendekat ke pemasok; 10) Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani; 11) Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap dengan teknik budidaya yang lebih baik agar produksi meningkat dan dapat memenuhi tingginya tuntutan konsumen; 12) Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dan melakukan sosialisasi serta pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani; 13) Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani agar minyak nilam mampu bersain dengan minyak atsiri lainnya. Kata Kunci : Mengembangkan potensi PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Minyak atsiri yang beredar di pasaran dunia sekitar 70 macam. Di Indonesia terdapat sekitar 40 species tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri, namun telah di kembangkan sekitar 12 macam dan yang ekspornya telah mantap baru sembilan macam. Di antara minyat atsiri yang cukup terkenal adalah minyak nilam. Di pasaran minyak atsiri dunia, mutu minyak nilam Indonesia di kenal paling baik dan menguasai pangsa pasar 80-90%. Minyak nilam (patchouli oil) merupakan salah satu minyak atsiri yang banyak diperlukan untuk bahan industri parfum dan kosmetik, yang dihasilkan dari destilasi daun tanaman nilam (Pogostemon patchouli). Bahkan minyak nilam dapat pula di buat menjadi minyak rambut dan saus tembakau. Parfum yang dicampuri minyak yang komponen utamanya patchouli alcohol (C15H26) ini, aroma harumnya akan bertahan lebih lama. Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia merupakan pertanaman rakyat yang melibatkan 32.870 kepala keluarga petani (Ditjen Perkebunan, 2006). Indonesia merupakan pemasok minyak nilam terbesar di pasaran dunia dengan kontribusi 70%. Ekspor minyak nilam pada tahun 2004 sebesar 2.074 ton dengan nilai US $ 27,136 juta (Ditjen Perkebunan, 2006) produksi nilam Indonesia sebesar 2.382 ton, sebagian besar produk minyak nilam diekspor untuk dipergunakan dalam industry parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida (Mardiningsih et al., 1995). Dengan berkembangnya pengobatan dengan aromaterapi, penggunaan minyak nilam dalam aromaterapi sangat bermanfaat selain penyembuhan fisik juga mental dan emosional. Selain itu, minyak nilam bersifat fixatif (mengikat minyak atsiri lainnya) yang sampai sekarang belum ada produk substitusinya (Ibnusantoso, 2000). Dalam dunia perdagangan dikenal dua macam nilam yaitu "Folia patchouli naturalis" (sebagai insectisida) dan "depurata" (sebagai minyak atsiri). Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas 2

ekspor Indonesia yang bahan bakunya berasal dari berbagai jenis tanaman perkebunan. Minyak atsiri dari kelompok tanaman tahunan perkebunan antara lain berasal dari cengkeh, pala, lada, kayu manis, sementara yang berasal dari kelompok tanaman semusim perkebunan berasal dari tanaman nilam, sereh wangi, akar wangi dan jahe. Hingga kini minyak atsiri yang berasal dari tanaman nilam memiliki pangsa pasar ekspor paling besar andilnya dalam perdagangan Indonesia yaitu mencapai 60 persen. Di Indonesia daerah sentra produksi nilam terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Nanggroe Aceh Darussalam, kemudian berkembang di provinsi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalteng dan daerah lainnya. Luas areal pertanaman nilam pada tahun 2004 sekitar 16.639 ha, namun produktivitas minyaknya masih rendah ratarata 198,72 kg/ha/tahun (Ditjen Perkebunan, 2006). Dari hasil pengujian di berbagai lokasi pertanaman petani, kadar minyak berkisar antara 1-2% dari daun kering (Rusli et al., 1993). Sedangkan sentra produksi nilam di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Nias Selatan, Nias dan Mandailing Natal. Berdasarkan data Dinas Perkebunan Sumatera Utara tahun 2008, luas areal, produksi dan produktivitas nilam di daerah masingmasing 2.879,40 Ha; 188,29 ton dan 147,79 kg/ha/tahun. Jumlah petani yang membudidayakan komoditas ini sebanyak 3.960 KK. Komoditi nilam hanya diproduksi oleh perkebunan rakyat, pada hal sebagai bahan baku industri wewangian, pasar minyak nilam tetap memiliki prospek baik di luar negeri. Di Sumatera Utara, penurunan total produksi sejak 1997 2007 juga diperoleh, dari 254,52 ton menjadi 179,66 ton. Pada hal sejak sebelum perang dunia II, Indonesia mampu menghasilkan minyak nilam sekitar 90% dari kebutuhan dunia (Santoso, 1990 Dalam Disbun Sumut, 2008). Peningkatan produktivitas dan mutu minyak dapat didekati dari 3 aspek yaitu aspek-aspek genetik, pra panen (budidaya) dan pasca panen (sejak panen sampai penyulingan). Untuk meningkatkan produktivitas dan mutu melalui perbaikan genetik diperlukan keragaman yang tinggi dalam sifat-sifat yang dibutuhkan. Dari ragam tersebut dapat dipilih individu-individu yang dikehendaki. Tanaman nilam pada umumnya tidak berbunga dan diperbanyak secara vegetatif. Dengan sifat yang demikian keragaman genetik secara alami hanya diharapkan dari mutasi alami yang frequensinya biasanya rendah (Simmonds, 1982). Untuk meningkatkan keragaman genetik, pada tingkat awal telah dikumpulkan plasma nutfah dari berbagai daerah di Sumatera dan Jawa, sejak awal tahun 1990-an dan tahun 1997 telah terkumpul sebanyak 28 nomor dengan kadar minyak bervariasi antara 1,6-3% (Nuryani et al., 1997). Dalam rangka meningkatkan produktivitas, mutu minyak nilam dan meningkatkan pendapatan petani, maka pada tahun anggaran 2009 pengembangan tanaman nilam dilaksanakan di 5 kabupaten pada 5 provinsi sentra produksi nilam yaitu : kabupaten Aceh Selatan-NAD, kabupaten Pakpak Bharat-Sumatera Utara, kabupaten Pasaman Barat- Sumatera Barat, kabupaten Kuningan- Jawa Barat dan kabupaten Blitar, 3

Jawa Timur. Kegiatan pengembangan nilam dilaksanakan melalui lintas Departemen/Institusi baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. Pengembangan usaha tani nilam dilakukan pada sentra-sentra produksi melalui pendekatan kawasan dengan menerapkan teknik budidaya yang benar, teknik pengolahan minyak nilam yang benar, meningkatkan kualitas SDM petani, menguatkan kelembagaan petani (kelompok tani, asosiasi petani, gabungan kelompok tani, dan koperasi) serta menumbuhkan kemitraan dengan perusahaan pengelola atau eksportir minyak atsiri. Produktivitas nilam petani di Sumatera Utara pada tahun 2008 sebesar 188,29 kg/ha/tahun lebih rendah dari produktivitas petani nilam di Indonesia sebesar 198,72 kg/ha/tahun. Rendahnya produktivitas nilam di daerah ini merupakan masalah yang dihadapi dalam pengembangan nilam pada masa yang akan datang terutama pada Kabupaten yang memiliki jumlah petani yang banyak membudidayakannya. Oleh karenanya dalam pengembangan nilam pada masa yang akan datang di kabupaten Pakpak Bharat perlu menjawab masalah bagaimana keadaan budidaya saat ini dan kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam pengembangannya lima tahun ke depan. Kabupaten Pakpak Bharat merupakan kabupaten yang mempunyai prospek yang sangat baik untuk pengembangan komoditi nilam karena keadaan agroklimatnya yang sangat mendukung. Di samping itu luas lahan yang tersedia juga masih sangat luas dan memungkinkan untuk pengembangan komoditi nilam. Untuk itu dalam memenuhi kebutuhan dan peningkatan produktivitas nilam, maka perlu dikembangan komoditi nilam di daerah-daerah yang berpotensi, seperti kabupaten Pakpak Bharat. 2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi pengembangan nilam di Kabupaten Pakpak Bharat 3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah menetapkan strategi pengembangan nilam di Kabupaten Pakpak Bharat. 4. Kegunaan Penelitian Hasil Analisis Strategi Pengembangan Nilam Di Kabupaten Pakpak Bharat ini akan dapat menjadi pedoman bagi pemerintah propinsi untuk lebih mudah dalam menyusun program dan kegiatan pengembangan komoditas nilam rakyat secara bertahap dan berkelanjutan. Disamping itu para stakeholder baik petani, pengusaha maupun suplier akan mempunyai acuan yang jelas untuk ikut berperanserta mengembangkan usahanya dalam mengisi pembangunan ekonomi daerah. Bagi kalangan akademik, LSM dan pemangku kepentingan lain, Strategi Pengembangan Nilam di Kabupaten Pakpak Bharat yang terencana dengan baik dan berkelanjutan bisa dimanfaatkan sebagai kajian yang akan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi proses pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui saran yang konstruktif. 4

METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan untuk menganalisis strategi pengembangan komoditas nilam di kabupaten Pakpak Bharat adalah analisis data sekunder, tinjauan pustaka dan dokumen lain yang terkait. Pengumpulan data dan literatur dari berbagai sumber, antara lain: 1. Data sekunder terbaru: tentang luas areal, produksi, produktivitas nilam pada tingkat propinsi maupun kabupaten Pakpak Bharat. 2. Analisis literatur dilakukan dengan menganalisis hasil penelitian hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan komoditas nilam. 3. Analisis SWOT untuk menyusun kebijakan, program dan kegiatan Pengembangan Nilam di Kabupaten Pakpak Bharat; 4. Penyusunan laporan Analisis Pengembangan Nilam Di Kabupaten Pakpak Bharat 5. Sosialisasi dan diskusi laporan Analisis Pengembangan Nilam di Kabupaten Pakpak Bharat dengan stakeholders terkait. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk merumuskan strategi yang tepat bagi pengembangan agribisnis komoditi nilam di kabupaten Pakpak Bharat, dilakukan dengan menilai faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi. 1. Analisis Faktor Internal Pengembangan Komoditi Nilam Faktor - faktor internal yang mempengaruhi pengembangan komoditi nilam di Kabupaten Pakpak Bharat antara lain : (a) Kekuatan; 1. Masih tersedia lahan untuk pengembangan budidaya komoditi nilam 2. Tersedianya bibit komoditi nilam varitas unggul yang siap untuk dikembangan 3. Cukup tersedianya tenaga kerja di pedesaan dalam memenuhi kebutuhan agribisnis komoditi nilam (b) Kelemahan; 1. Sistem budidaya komoditi nilam yang dilakukan petani masih tradisional dan tidak menetap 2. Adanya kesulitan dari para petani dan peminat budidaya komoditi nilam dalam memperoleh permodalan 3. Tidak adanya kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani. Adanya kesulitan petani dalam pemasaran komoditi nilam baik dalam bentuk bahan mentah ataupun dalam bentuk minyak nilam. Rantai pemasaran komoditi nilam yang masih panjang dari produsen (petani) sampai ke konsumen 4. Teknologi penyulingan komoditi nilam yang digunakan petani masih tradisional 5

2. Evaluasi Faktor Internal Pengembangan Komoditi Nilam Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor internal, selanjutnya dilakukan evaluasi dari faktor tersebut menggunakan matriks evaluasi faktor internal (IFE). Dalam pelaksanaan evaluasi, dilakukan pembobotan dan penentuan peringkat (rating) dari masing-masing faktor yang telah diidentifikasi. Matrik evaluasi faktor internal digunakan sebagai alat analisis terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehubungan dengan pengembangan komoditas nilam di Pakpak Bharat. Berdasarkan hasil analisis IFE, diperoleh faktor kekuatan tersedianya bibit komoditi nilam varitas unggul yang siap untuk dikembangan dengan bobot dan skor tertinggi 0,20 dan 0,80. Bobot dan skor ini merupakan yang tertinggi dari analisis faktor kekuatan. Selanjutnya faktor kekuatan kedua yakni masih tersedia lahan untuk pengembangan budidaya komoditi nilam di Pakpak Bharat memiliki bobot dan skor 0,15 dan 0,60. Faktor internal yang memiliki bobot tertinggi dan merupakan kekuatan yang harus dimanfaatkan dalam pengembangan nilam. Dengan demikian pengembangan nilam dapat dikembangkan dengan tersedianya bibit komoditi nilam varitas unggul yang siap untuk dikembangan dan masih tersedia lahan untuk pengembangan budidaya komoditi nilam di Pakpak Bharat. Pengembangan komoditas nilam di Pakpak Bharat, dapat dilakukan dengan menggunakan faktor kelemahan dengan bobot dan skor terendah. Berdasarkan hasil analisis diperoleh factor kelemahan terkecil diperoleh teknologi penyulingan komoditi nilam yang digunakan petani masih tradisional dengan bobot dan skor 0,13 dan 0,26. Selanjutnya untuk pengembangan nilam di Pakpak Bharat dilakukan dengan mengatasi factor kelemahan terkecil kedua yakni tidak adanya kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dengan bobot dan skor 0,15 dan 0,30. Adanya faktor kelemahan teknologi penyulingan komoditi nilam yang digunakan petani masih tradisional dan tidak adanya kepastian serta jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani akan menghambat pengembangan komoditas nilam, pada masa yang akan datang. Jika kelemahan ini tidak segera diatasi, akan menurunkan minat masyarakat untuk mengembangkan komoditas nilam. Total nilai skor faktor internal sebesar 3,17 yang nilainya lebih besar dari nilai rata-rata 2,5. Hal ini menunjukkan kondisi faktor internal pengembangan komoditas nilam di Pakpak Bharat masih relatif memiliki faktor kekuatan yang tinggi dan faktor kelemahan yang rendah untuk menunjang pengembangan nilam di Pakpak Bharat. 3. Analisis Faktor Eksternal Pengembangan Faktor - faktor eksternal yang mempengaruhi pengembangan komoditi nilam di Kabupaten Pakpak Bharat antara lain: (a) Peluang; 1. Kebutuhan akan minyak nilam di pasaran lokal maupun 6

internasional semakin meningkat. Penyebabnya ada kecenderungan pemakaian bahan aroma dan wewangian diutamakan dari tumbuhan alami (back to natural) 2. Tersedianya teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang lebih baik 3. Adanya kecenderungan pengguna minyak nilam mendekat (direct buying) ke pemasok. (b) Tantangan; 1. Komoditi nilam telah dikembangkan di Negara lain, seperti india dan Vietnam 2. Meningkatnya produksi minyak atsiri lain, seperti komoditi serai wangi, pala, dan lain-lain 3. Kurangnya sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani 4. Semakin tingginya tuntutan konsumen (terutama di negara maju) untuk komoditikomoditi pertanian, termasuk komoditi nilam, terutama dari aspek kesehatan, yang diimplementasikan dengan penetapan standar internasional (ISO) 4. Evaluasi Faktor Eksternal Pengembangan Komoditi Nilam Berdasarkan hasil identifikasi faktor-faktor eksternal, selanjutnya dilakukan evaluasi dari faktor tersebut menggunakan matriks evaluasi faktor eksternal (EFE). Dalam pelaksanaan evaluasi, dilakukan pembobotan dan penentuan peringkat (rating) dari masing-masing faktor yang telah diidentifikasi. Matrik evaluasi faktor eksternal digunakan sebagai alat analisis terhadap peluang dan tantangan yang dimiliki sehubungan dengan pengembangan komoditas nilam di Pakpak Bharat. Matriks evaluasi faktor eksternal digunakan untuk mengetahui sejauh mana strategi pengembangan nilam di Pakpak Bharat mampu memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada pada lingkungan eksternal. Faktor ekternal yang memiliki bobot tertinggi dan merupakan peluang yang harus dimanfaatkan. Berdasarkan hasil analisis EFE, maka diperoleh faktor peluang pertama, kebutuhan akan minyak nilam di pasaran lokal maupun internasional semakin meningkat dengan bobot dan skor 0,18 dan 0,72. Meningkatnya kebutuhan akan minyak nilam di pasaran lokal maupun internasional menyebabkan akan meningkatnya permintaan dan harga jual petani. Faktor peluang kedua yang terbaik adalah adanya kecenderungan pengguna minyak nilam mendekat (direct buying) ke pemasok. dengan bobot dan skor 0,15 dan 0,45. Kecenderungan ini akan memperpendek mata rantai tataniaga nilam yang akan menyebabkan harga jual yang diterima petani juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan ini akan mendorong pengembangan komoditas ini di kabupaten Pakpak Bharat. Tantangan atau ancaman yang mesti dihindari atau diatasi adalah kurangnya sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani dengan bobot dan 7

skor 0,12 dan 0,24. Tantangan terkecil kedua yang akan meng-hambat pengembangan komoditas nilam di Pakpak Bharat adalah meningkatnya produksi minyak atsiri lain, seperti komoditi serai wangi, pala, dan lainlain, dengan bobot dan skor 0,13 dan 0,26. Penetapan kedua faktor tantangan ini didasarkan kepada nilai skor terendah, masing-masing 0,24 dan 0,26. Pengembangan komoditas nilam di Pakpak Bharat dapat dilakukan dengan meminimalkan tantangan ini atau dengan kata lain melakukan kegiatan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani. Strategi ini perlu dilakukan agar pengembangan nilam di daerah ini tidak terhambat. Hal yang sama juga harus dilakukan peningkatan kualitas minyak atsiri dari nilam agar meningkatnya produksi minyak atsiri lain, seperti komoditi serai wangi, pala, dan lainlain tidak menghambat pengembangan nilam di daerah ini. Berdasarkan kaedah total skor faktor eksternal sebesar 2,80 atau di atas rata-rata 2.5, menunjukkan bahwa Pakpak Bharat secara umum memiliki kemampuan yang cukup baik dalam merespon peluang dan meminimalkan pengaruh negatif dari tantangan eksternal untuk mengembangkan komoditas nilam. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka strategi pengembangan nilam di Pakpak Bharat meliputi: 1. Strategi SO; a. Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditi nilam dengan teknik budidaya dan pengolahan hasil yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan minyak nilam di pasar lokal maupun internasional. b. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang baik. c. Memanfaatkan ketersediaan tenaga kerja pedesaan dalam mengembangkan teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang lebih baik. 2. Strategi ST; a. Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk pengembangan budidaya komoditi nilam dengan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani. b. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya yang baik untuk meningkatkan produksi nilam dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakiin tinggi c. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi minyak nilam agar terpenuhi tuntutan konsumen dan mampu bersaing dengan minyak atsiri lain. d. Memanfaatkan tenaga kerja yang ada di pedesan untuk mengem-bangkan komoditi nilam dengan meningkatkan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam. 3. Strategi WO; a. Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap 8

dengan teknik budidaya yang lebih baik b. Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dengan kecenderungan pengguna minyak nilam mendekat ke pemasok c. Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani 4. Strategi WT; a. Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap dengan teknik budidaya yang lebih baik agar produksi meningkat dan dapat memenuhi tingginya tuntutan konsumen. b. Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dan melakukan sosialisasi serta pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani c. Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani agar minyak nilam mampu bersain dengan minyak atsiri lainnya. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Kesimpulan Berdasarkan kondisi, peranan, potensi, masalah, tantangan dan peluang yang diidentifikasi dari beberapa sumber, serta hasil analisis dan pembahasan, maka pengembangkan nilam di kabupaten Pakpak Bharat dapat dilakukan dengan beberapa strategi yaitu: a. Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk pengembangan komoditi nilam dengan teknik budidaya dan pengolahan hasil yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan minyak nilam di pasar lokal maupun internasional. b. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang baik. c. Memanfaatkan ketersediaan tenaga kerja pedesaan dalam mengembangkan teknik budidaya nilam dan pengolahan hasil yang lebih baik. d. Memanfaatkan lahan yang tersedia untuk pengembangan budidaya komoditi nilam dengan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani. e. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya yang baik untuk meningkatkan produksi nilam dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakiin tinggi f. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi minyak nilam agar terpenuhi tuntutan konsumen dan mampu bersaing dengan minyak atsiri lain. g. Memanfaatkan tenaga kerja yang ada di pedesan untuk mengembangkan komoditi nilam dengan meningkatkan sosialisasi dan pembinaan tentang komoditi nilam. h. Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap dengan teknik budidaya yang lebih baik i. Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dengan kecenderungan pengguna minyak nilam mendekat ke pemasok 9

j. Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani k. Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap dengan teknik budidaya yang lebih baik agar produksi meningkat dan dapat memenuhi tingginya tuntutan konsumen. l. Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani dan melakukan sosialisasi serta pembinaan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani. m. Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani agar minyak nilam mampu bersain dengan minyak atsiri lainnya 2. Implikasi Kebijakan Dari kesimpulan di atas, maka beberapa implikasi kebijakan perlu dilakukan untuk menunjang pengembangan komoditas nilam di Kabupaten Pakpak Bharat yaitu: a. Mengembangkan teknik budidaya nilam dengan manfaatkan lahan yang tersedia; b. Mengembangkan teknik penyulingan yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan minyak nilam di pasar lokal maupun internasional; c. Mengembangkan bibit komoditi nilam varietas unggul dengan teknik budidaya nilam yang baik; d. Mengembangkan teknik pengolahan hasil komoditi nilam yang baik; e. Memanfaatkan ketersediaan tenaga kerja pedesaan dalam mengembangkan teknik budidaya nilam yang baik; f. Memanfaatkan ketersediaan tenaga kerja pedesaan dalam mengembangkan teknik pengolahan hasil yang lebih baik. g. Mensosialisasikan tentang komoditi nilam pada masyarakat petani; h. Membina masyarakat petani dalam budidaya komoditi nilam; i. Meningkatkan produksi nilam dalam memenuhi kebutuhan konsumen yang semakiin tinggi; j. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi minyak nilam agar terpenuhi tuntutan konsumen; k. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi minyak nilam agar mampu bersaing dengan minyak atsiri lain; l. Mengembangkan sistem budidaya komoditi nilam menetap dengan teknik budidaya yang lebih baik; m. Memberikan kepastian dan jaminan harga komoditi nilam di tingkat petani: n. Memberikan kepastian dan jaminan pengguna minyak nilam mendekat ke pemasok; o. Mengembangkan teknologi penyulingan komoditi nilam di tingkat petani. DAFTAR PUSTAKA Dhalimi, A. S. Rusli, Hobir dan Emmyzar, 2000. Status dan Perkembangan Penelitian Tanaman Nilam. Makalah utama pada gelar teknologi pengolahan gambir dan nilam, 24 25 Januari 2000 di Padang. 10

Disbun Sumut, 2008. Profil Perkebunan Sumatera Utara. Ditjen Bina Produksi Perkebunan, 2006. Nilam. Statistik Perkebunan Indonesia. 2001-2003. Freddy Rangkuti, 2005. Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Ibnusantosa, G., 2000. Kemandegan pengembangan minyak atsiri Indonesia. Makalah disampaikan pada seminar Pengusahaan Minyak Atsiri Hutan Indonesia. Fak. Kehutanan IPB Darmaga Bogor, 23 Mei 2000. Mardiningsih, T.L., Triantoro, S.L., Tobing dan S. Rusli, 1995. Patchouli oil product as insect repellent. Indust. Crops. Res. Nuryani, Y., C. Syukur dan Dadang Rukmana, 1997. Evaluasi dan Dokumentasi Klon-klon Harapan Nilam. Laporan Tahunan (tidak dipublikasikan). Rusli, S., Hobir,. A. Hamid, A. Asman, S. Sufiani dan M. Mansyur, 1993. Evaluasi Hasil Penelitian Minyak Atsiri, Balittro. Simmonds, N.W., 1982. Principles of Crops. Improvement. Logman. London-New York. 11