BAB II KONSEP WARIS DAN HAK WARIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENGUASAAN TIRKAH AL-MAYYIT YANG BELUM DIBAGIKAN KEPADA AHLI WARIS

Standar Kompetensi : 7. Memahami hukum Islam tentang Waris Kompetensi Dasar: 7.1 Menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum waris 7.2 Menjelaskan contoh

Waris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)

A. Analisis Terhadap Metode Penerapan Nilai Tanah Waris di Pulau Bawean. pembagian dengan cara hukum waris Islam. Kedua; pembagian waris dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS DAN AHLI WARIS

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB I PENDAHULUAN. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW merupakan agama

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik yang berhubungan dengan Allah, maupun yang berhubungan

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARISAN KEPADA AHLI WARIS PENGGANTI

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB IV ANALISIS HUKUM WARIS ISLAM TERHADAP PRAKTEK PEMBAGIAN WARIS DI KEJAWAN LOR KEL. KENJERAN KEC. BULAK SURABAYA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK PENGALIHAN NAMA ATAS HARTA WARIS SEBAB AHLI WARIS TIDAK PUNYA ANAK

Pengertian Mawaris. Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsuirtsan-miiraatsan.

Lex Privatum, Vol.I/No.5/November/2013

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kewajiban orang lain untuk mengurus jenazahnya dan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu

BAB II PEMBAGIAN WARISAN DALAM HAL TERJADINYA POLIGAMI MENURUT PERSPEKTIF HUKUM WARIS ISLAM

PEMBAGIAN WARISAN. Pertanyaan:

S I L A B U S A. IDENTITAS MATA KULIAH NAMA MATA KULIAH : HUKUM WARIS ISLAM STATUS MATA KULIAH : WAJIB KODE MATA KULIAH : JUMLAH SKS : 2

PEMBAHASAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Islam telah mengatur setiap aspek kehidupan manusia baik yang. menyangkut segala sesuatu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT

KEADILAN DALAM HUKUM WARIS ISLAM Oleh : SURYATI Dosen Fakultas Hukum Universitas Wijayakusuma Purwokerto

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA WARISAN

ANALISIS FIKIH MAWARIS DI ERA MODERN. Abstrak

IMA>MIYAH TENTANG HUKUM MENERIMA HARTA WARISAN DARI

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Sejarah Penyusunan Buku II Tentang Kewarisan Dalam Kompilasi

بسم االله الرحمن الرحیم

BAB IV PEMBAGIAN WARIS AHLI WARIS PENGGANTI. A. Pembagian waris Ahli Waris Pengganti Menurut Kompilasi Hukum Islam

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK WARIS BAITUL MAL DALAM HUKUM ISLAM

MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. Sistem hukum waris Adat diperuntukan bagi warga Indonesia asli yang pembagiannya

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

MAKALAH PESERTA. Hukum Waris dalam Konsep Fiqh. Oleh: Zaenab, Lc, M.E.I

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN DAN PERBEDAAN KETENTUAN PASAL 182 KHI DAN PERSPEKTIF HAZAIRIN TENTANG BAGIAN WARIS SAUDARA PEREMPUAN KANDUNG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARIS. Kata waris berasal dari kata bahasa Arab mirats. Bentuk jamaknya adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan ahli waris. Adanya pewarisan berarti adanya perpindahan hak, berupa. harta benda dari si pewaris kepada ahli waris.

AZAS-AZAS HUKUM WARIS DALAM ISLAM

WARIS ISLAM DI INDONESIA

PERBANDINGANN ANTARA HUKUM WARIS BARAT DENGAN HUKUM WARIS ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB II Z\ AWI><L FURU><D{ DAN GARRA<WAIN DALAM HUKUM ISLAM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

Volume V, Nomor 1, Januari-Juni NILAI-NILAI KEADILAN DALAM HARTA WARISAN ISLAM. Oleh: Dr. H. M. Mawardi Djalaluddin, M.Ag.

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Islam telah menerangkan dan mengatur hal-hal ketentuan yang

BAB IV. A. Analisis terhadap Penentuan Bagian Waris Anak Perempuan. 1. Analisis terhadap Bagian Waris Anak Perempuan dan Cucu Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. atau hak setelah ada seseorang yang meninggal dunia. Maka apabila ada

BAB II KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM

KONSEP RIBA SESI III ACHMAD ZAKY

BAB II HUKUM KEWARISAN DALAM ISLAM

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB II HUKUM KEWARISAN ISLAM. adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miira>tsan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Islam mengajarkan berbagai macam hukum yang menjadikan aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. waris, dalam konteks hukum Islam, dibagi ke dalam tiga golongan yakni: 3

KONSEPSI HUKUM WARIS ISLAM DAN HUKUM WARIS ADAT (Analisis Kontekstualisasi dalam Masyarakat Bugis)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang sempurna, setiap orang yang

Aplikasi Perhitungan Mawaris Untuk Kasus Standar Dan Kasus Al-Gharawain Berbasis Desktop Menggunakan C++ Qt

BAB II KEWARISAN DALAM ISLAM

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG HUKUM KEWARISAN ISLAM. Kata waris berasal dari bahasa Arab Al-mīrath, dalam bahasa arab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Analisis Hukum Islam Terhadap Pembagian Waris Dalam Adat Minang (Studi Kasus Di Desa Biaro Gadang, Sumatera Barat)

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 17 Tahun 2013 Tentang BERISTRI LEBIH DARI EMPAT DALAM WAKTU BERSAMAAN

BAB IV ANALISIS PENDAPAT PARA HAKIM DI PENGADILAN AGAMA KENDAL DALAM PASAL 177 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG BAGIAN WARIS BAGI AYAH

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus be

BAB I. Persada, 1998, hlm. 1. Zahwan, Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1994, hlm Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris Ed.1, Jakarta: PT.

Hukum Puasa Tetapi Tidak Solat

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB II KETENTUAN KEWARISAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN KUHPERDATA. a. Pengertian Waris Menurut Hukum Islam

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SENGKETA AHLI WARIS DALAM PENGGUNAAN TANAH YAYASAN AL-HIKMAH

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

Bayar Fidyah FIDYAH DIBAYAR SEKALIGUS DAN FIDYAH DENGAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2002, hlm. 4.

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor 4 Tahun 2003 Tentang PENGGUNAAN DANA ZAKAT UNTUK ISTITSMAR (INVESTASI)

Riba, Dosa Besar Yang Menghancurkan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Spirit Keadilan Dalam Warisan :Dirasah Hadis Edisi 37

karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. 3. Firman Allah SWT

Munakahat ZULKIFLI, MA

Tanya Jawab Edisi 3: Warisan Anak Perempuan: Syari'at "Satu Banding Satu"?

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

KISI KISI SOAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS UTS GENAP KELAS VII (TUJUH) (untuk memperkaya wawasan WAJIB BACA BUKU PAKET)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAGIAN WARIS BERDASARKAN KONDISI EKONOMI AHLI WARIS DI DESA KRAMAT JEGU KECAMATAN TAMAN KABUPATEN SIDOARJO

Transkripsi:

19 BAB II KONSEP WARIS DAN HAK WARIS A. Pengertian Waris Islam Syari at Islam telah meletakkan sistem kewarisan dalam aturan yang paling baik, bijak dan adil. Agama Islam juga telah menetapkan hak kepemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam petunjuk syara, seperti memindahkan hak milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisnya atau setelah dia meninggal tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa. Al-Qur an sebagai petunjuk syara, telah menjelaskan hukum-hukum waris dan ketentuan-ketentuan bagi setiap ahli waris dengan penjelasan yang lengkap dan sempurna, tanpa meninggalkan bagian seseorang atau membatasi benda yang akan diwariskan. Al-Qur an merupakan landasan bagi hukum waris dan ketentuan pembagiannya dilengkapi dengan sunnah dan ijma. Tidak ada hukum-hukum yang dijelaskan dalam al-qur an secara terperinci, seperti hukumhukum waris. 20 Kata waris berasal dari bahasa arab al-mi>ra>s المیراث, yang merupakan bentuk masdar dari kata waris a-yaris u-irs an-mi>ra>s an میراثا - 20 Muhammad Ali al-shabuni, Hukum Waris menurut al-qur an dan Hadist, (Bandung: PT Trigenda Karya, 1995), Hal. 48-49. 19

20 - Secara bahasa berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang.ارثا ورث یرث kepada orang lain. 21 Secara istilah, al-mi>ras adalah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli waris yang masih hidup, baik berupa harta atau berupa non-harta yang merupakan hak milik sepenuhnya secara hukum syar i. 22 Istilah tentang peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia فراي ض fara>id} kepada yang masih hidup (ahli waris) disebut fara>id}. Lafaz} merupakan bentuk jama dari lafaz} fard}ah (فرضة) yang mempunyai makna yang sama dengan lafaz} mafru>d}ah,(مفروضة) yakni bagian yang sudah dipastikan kadar bagiannya. Dan dalam ilmu waris, faraidh di khususkan untuk bagian ahli waris yang sudah ditentukan kadar besar-kecilnya oleh syari at Islam. Sebagian fara>diyun (ahli faraid}) lebih lengkap mendefinisikan bahwa, faraid} adalah ilmu fiqih yang berpautan dengan pembagian harta pusaka dan cara perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta pusaka dan tentang bagian-bagian yang wajib diberikan kepada ahli waris yang mempunyai atas harta peninggalan tersebut. 23 21 Muhammad Ali al-sabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Bandung: Dipenogoro, 1995), Hal. 33. 22 Ibid, Hal. 33. 23 Muhammad Al-Syarbini al-khatib, Mugnil-Muhta>j, Juz III, (Kairo: Mustofa al-habil- Halaby 1958), Hal. 3.

Edited with the trial version of 21 Berdasarkan dari penjelasan di atas, penyebutan kata waris berdasarkan kepada orang yang berhak menerima harta waris, sedangkan kata faraid} berdasarkan bagian yang akan diperoleh oleh para ahli waris, yang mana keduanya merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang suatu peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup (ahli waris) dengan ketentuan yang sudah ada dalam hukum Syar i. B. Dasar Hukum dan Penjelasan Waris Islam Dasar dan sumber utama dalam hukum Islam adalah al-qur an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Adapun beberapa ayat al-qur an dan Sunnah Nabi SAW yang menjadi dasar hukum waris dan menegaskan secara definitif tentang ketentuan-ketentuan bagian para ahli waris atau bagian sisa, serta orang-orang yang tidak termasuk dalam ahli waris, diantaranya sebagai berikut: 1. Ayat-Ayat al-qur an 24 Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat An-Nisa> ayat 7. Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibubapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian juga dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah ditentukan. 24 Departemen Agama Republik Indonesia, al-qur an dan Terjemahannya, (Jakarta: Sari Agung, 2002), Hal. 101.

22 Adapun sebab turunnya ayat ini menurut dari suatu riwayat adalah karena seorang wanita bernama Ummu Kuhhah Istri dari Aus ibn S abit (gugur dalam perang Uhud), dengan meninggalkan dua anak perempuan dan juga hartanya, ia mengadu kepada Rasulullah SAW tentang pamannya yang yang mengambil semua harta peninggalan Aus ibn S abit tersebut, kemudian pamannya mengembalikan hak-hak mereka dalam kewarisan melalui keputusannya bahwa perempuan berhak menerima harta warisan sebagaimana halnya anak laki-laki, dan tidak membedakan antara anak kecil dengan orang dewasa. sehingga turunlah ayat ini dan ayat-ayat waris lainnya. Ayat ini juga merupakan pendahuluan tentang ayat waris. Dan mempertegas hak yang seharusnya dilaksanakan, akan tetapi sering diabaikan oleh masyarakat. Yakni tidak membedakan hak antara bagian laki-laki dan bagian perempuan, anak-anak atau dewasa untuk memiliki harta peninggalan orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak. Sehingga tidak ada alasan untuk tidak membagikan kepada orang yang berhak atas harta waris selama tidak ada yang menggugurkannya. Hal ini untuk menghindari kerancuan hak para ahli waris. 25 Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat An-Nisa> ayat 8; 25 M. Quraish Shihab, Tafsir al-misbah/pesan dan Kesan Keserasian al-qur an, (Jakarta: Lentera Hati 2000), Hal 335-336.

Edited with the trial version of 23 Artinya; dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat An-Nisa> ayat 11; Artinya: Allah SWT mensyari atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separoh harta. Dan untuk dua orang ibubapak, bagi masing-masingnya seper enam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; dan jika yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibubapaknya saja, maka ibunya mendapat seper tiga; jika yang meninggal itu mempunyai anak beberapa saudara, maka ibunya mendapat seper enam. Pembagian tersebut diatas setelah di penuhi wasiat yang ia buat dan sesudah dibayar semua keperluan

Edited with the trial version of 24 termasuk membayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anakanakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah SWT. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat An-Nisa> ayat 14; Artinya: Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasulnya dan melanggar ketentuan-ketentuan-nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan. Firman Allah SWT dalam al-qur an Surat An-Nisa> ayat 33; Artinya: Dari tiap-tiap harta peninggalan dari dari harta yang ditinggalkan Ibu, Bapak, dan Karib Kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan jika ada orang-orang yang kamu telah bersunmpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. 2. Hadis Nabi Muhammad SAW

25 Adapun beberapa hadis Nabi Muhammad SAW yang mengatur langsung tentang kewarisan, diantaranya sebagai berikut; 26 Artinya: Berikanlah faraidh (bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak menerimanya dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat (ashobah). (Hadis Riwayat Imam Bukhori). Artinya: Dari Abi Hurairah, Nabi SAW Bersabda, bila bayi yang dilahirkan menangis, maka ia mewarisi. (Hadis Riwayat Imam Abu Daud). عن أسامة بن زید Artinya: Dari Usamah bin Zaid, Nabi SAW Bersabda, orang Islam tidak mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi orang Islam. (Hadis Riwayat Jama ah, kecuali Imam Muslim dan Imam Nasa i). 26 Al-Bukhori, Shahih Bukhori, (Kairo: Daar wa Mathba Asy-Sya biy, T.t), Juz IV, Hal. 181. 27 Abu Daud, Sunanu Abi Daud, Juz II, (Kairo: Mustafa al-babiy, 1938), Hal. 109. 28 Abu Musa al-tirmidzi, al-jami u ash-shahih, Juz IV, (Kairo: Mustafa al-babiy, 1952), Hal. 432.

26 Dalil-dalil di atas (ayat al-qur an dan hadis ) telah menjelaskan tentang pembagian harta warisan secara Fard} bagian tetap dan Ta s}ib bagian lunak. Terdapat juga penjelasan untuk pelaksanaan pembagian harta warisan yang terkait dengan tidak ditemukannya salah satu ahli waris Z awil Furudh ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya dari Kerabat atau dari ashobah, yaitu harta peninggalan tersebut harus harus dilakukan kepada kerabat-kerabat lainnya, yang bukan dari golongan Z awil Furudh dan As}obah. Ayat-ayat diatas juga menjadi dasar penalaran para Ulama dalam memahami masalah kewarisan. Pada intinya ayat-ayat tersebut berbicara tentang peralihan harta warisan dan pewaris kepada ahli waris terdekat juga bagaimana cara untuk membagikan harta warisan. 29 C. Asas-Asas Hukum Waris Islam Hukum kewarisan di gali dari keseluruhan ayat hukum di dalam al- Qur an dan penjelasan tambahan dari beberapa Hadis Nabi Muhammad SAW. Terkait dengan keduanya ada lima asas yang berkaitan dengan sifat peralihan harta warisan kepada ahli waris, cara bagaimana pemilikan harta oleh yang menerima, kadar jumlah yang diterima, dan waktu terjadinya peralihan harta tersebut. Asas-asas tersebut sebagai berikut: 30 29 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), Hal. 22. 30 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), Hal. 17-28.

27 1. Asas Ijbari; Adalah peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada kehendak pewaris atau ahli waris. Asas Ijbari ini mencakup beberapa segi, yaitu : 31 a) Dari segi peralihan harta, seperti yang terdapat dalam QS. An-Nisa> ayat 7. Dimana seorang laki-laki meupun perempuan memiliki bagian saham atau jatah (na>sib) dari harta peninggalan orang tua dan karib kerabatnya. b) Dari segi jumlah harta yang beralih yaitu bagian atau hak ahli waris telah ditentukan secara pasti oleh Allah SWT dalam al-qur an, sehingga tidak ada pihak yang dapat menambah atau mengurangi dan bersifat mengikat yang dapat dilihat dari kata mafrudan. c) Kepada siapa harta beralih, dimana tidak ada satupun kekuasaan yang dapat memasukkan atau mengeluarkan orang lain yang tidak berhak yang telah digolongkan dalam al-qur an surat An-Nisa>. Dari ketiga hal tersebut merupakan pokok dari asas Ijbari inilah yang telah di tentukan secara pasti dalam al-qur an dan bersifat qat i>. 2. Asas Bilateral; Seseorang yang menerima hak warisan dari kedua belah pihak kerabat dari keturunan laki-laki dan dari pihak kerabat keturunan perempuan. Seorang 31 Ibid, Hal. 19.

28 laki-laki berhak menerima warisan dari ayah dan ibunya. Demikian halnya dengan perempuan, ia juga berhak mendapatkan warisan dalam bilateral. Asas ini mengandung arti bahwa harta waris beralih kepada atau melalui dua arah, yaitu garis kerabat laki-laki dan garis kerabat perempuan. Hal tersebut dapat diketahui dari pemahaman terhadap QS. An-Nisa> ayat 7, 11, 12, dan 176. 32 3. Asas Individual; Adalah harta warisan dapat dibagikan kepada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan, dalam pelaksanaannya seluruh harta warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagikan kepada setiap ahli warisnya menurut kadar bagian masing-masing. Karena setiap individu memilik hak untuk menerima dan menjalankan kewajiban sendirisendiri. Pembagian tersebut merupakan kewajiban yang memiliki sanksi berat di akhirat. Setelah dibagi menurut fard} masing-masing, maka ahli waris memiliki hak penuh untuk menggunakan harta tersebut berdasarkan kehendaknya. Apabila diantara ahli waris terdapat golongan yang belum dewasa, maka harta yang diperolehnya ada di bawah kekuasaan walinya yang dapat digunakan untuk anak tersebut dalam kebutuhan sehari-harinya. Dari sini menjadi jelas bahwa bentuk waris secara kolektif dapat menghilangkan hak individual karena dikhawatirkan memakan harta anak yatim. 33 4. Asas Keadilan yang berimbang; 32 Ibid, Hal. 20. 33 Ibid, Hal. 21-24.

29 Dalam konteks waris, keadilan merupakan keseimbangan antara hak dan kewajiban, antara yang diperoleh dengan keperluan. Dalam hal ini mencakup hak yang diperoleh oleh golongan laki-laki dan golongan perempuan, golongan orang tua dan golongan anak, golongan orang dewasa dan golongan anak-anak. Terdapat pembagian yang dirasakan tidak adil ketika anak laki-laki atau saudara laki-laki mendapatkan bagian 2X lipat dari bagian anak atau saudara perempuan, dikarenakan kebutuhan laki-laki sebagai pemimpin keluarga memiliki tanggungan untuk menafkahi dan menanggung kebutuhan istri dan keluarganya. Sedangkan perempuan memperoleh harta tersebut untuk dirinya sendiri dan tidak memiliki kewajiban memberi dan menanggung nafkah keluarga. Dalam hal anak mendapatkan jumlah lebih besar daripada bagian orang tua, dikarenakan adanya perbedaan hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari orang tua terhadap anak, diman tanggung jawab tersebut lebih besar dibandingkan hak dan kewajiban anak terhadap orang tua, maka dari itu bagian yang didapat anak lebih besar daripada bagian orang tua. Sedangkan dalam hal bagian anak kecil sama dengan bagian orang dewasa, padahal orang dewasa lebih membutuhkan harta banyak. Hasil yang didapatkan adalah sesuai dengan kebutuhan masing-masing ahli waris. Inilah keadilan hakiki dalam Islam, yaitu keadilan berimbang bukan keadilan merata. 34 34 Ibid, Hal. 24-28.

30 5. Asas disebabkan Kematian; dan Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan menggunakan Istilah hanya berlaku setelah orang yang mempunyai harta telah meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama orang yang mempunyai harta masih hidup. Dengan demikian Hukum, Kewarisan Islam hanya mengenal pada satu bentuk kewarisan yaitu kewarisan akibat kematian. 35 6. Asas membagi habis harta warisan;. Adalah membagikan semua warisan (harta peninggalan) hingga tak tersisah. Hal tersebut mulai dari proses menghitung dan menyelesaikan pembagian harta warisan tersebut. Dengan cara menentukan ahli waris beserta bagiannya masing-masing, membersihkan atau memurnikan dari hutang dan wasiat. Sampai pelaksanaan pembagian harta warisan hingga tuntas. Dari keterangan di atas, Allah SWT menganjurkan pada setiap Kaum Muslimin untuk menerapkan peraturan-peraturan pembagian harta pusaka dengan metode yang telah termaktub dalam al-qur an dan Hadis, sesungguhnya Allah memperingatkan dengan ancaman siksa Neraka bagi orang yang melanggar. 36 35 Ibid, Hal. 28-33. 36 Al-Qur an Surat Al-Nisa Ayat 13-14.

31 D. Rukun dan Syarat Hukum Waris Islam Rukun Hukum Waris Islam adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan bagian harta waris, bagian harta waris tidak akan ditemukan jika tidak ada rukun-rukun waris. Untuk mendapatkan harta peninggalan harus memenuhi beberapa rukun, di antaranya sebagai berikut; 37 1. Al-Muwaris (pewaris) Adalah orang yang telah meninggal dunia (mayit) dengan meninggalkan harta yang berhak diwarisi oleh orang lain (ahli waris) setelah ia wafat. Berdasarkan Asas Ijbari di atas, ketika pewaris pada saat menjelang kematiannya, ia tidak berhak untuk menentukan kepada siapa harta itu akan di alihkan, karena semua telah ditentukan oleh Allah SWT dalam al-qur an secara pasti. Walaupun pewaris mempunya hak sepertiga memiliki untuk mewasiatkan hartanya. Dengan adanya batasan tersebut semata-mata hanya untuk menjaga hak-hak ahli waris. 38 Apabila tidak jelas kematiannya dan tidak ada kabar beritanya, maka harta tersebut tetap menjadi miliknya secara penuh sampai diyakini kematiannya, hal itu dikarenakan pada hakikatnya pemilik harta tersebut di anggap hidup. Menganggap seseorang masih hidup sebelum ada kepastian 49. 37 Muhammad Ali al-sabuni, Hukum Kewarisan Islam, (Bandung: Dipenogoro, 1995), Hal. 38 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), Hal. 204-205.

32 kematiannya adalah mengamalkan prinsip istisha>b al-sifah menurut kalangan us}ul fiqh. 39 Dengan demikian, peralihan harta dari seseorang kepada orang lain dimasa hidupnya tidak dapat diperhitungkan sebagai waris, karena tidak memenuhi syarat kematian, bisa dikatakan waris apabila si pemilik harta telah meninggal dunia. 2. Al-Waris (ahli waris) Adalah orang yang berhak menguasai dan menerima bagian harta waris karena adanya hubungan dengan orang yang sudah meninggal dunia, baik secara kekerabatan, ikatan perkawinan, dan memerdekakan budak. Dengan syarat masih hidup dan diketahui posisinya sebagai ahli waris juga tidak ada penghalang untuk mewarisi. 40 Berbeda dengan pembagian waris orang yang dinyatakan hilang (mafkud), maka pembagiannya dilakukan dengan cara memandang orang yang dinyatakan hilang (mafkud) masih hidup, hal ini untuk menjaga hak orang yang dinyatakan hilang (mafkud) apabila masih hidup. Apabila dalam waktu tertentu si mafkud tidak kunjung datang dan diduga meninggal, maka bagian tersebut dibagikan kepada ahli waris sesuai dengan bagiannya masing-masing. 3. Maurus (harta pusaka) Hal. 285. 39 Muhammad Abu Zahrah, al-tirkatu wa al-mirats, (Kairo: Daar al-fikri al-araby, 1975), 40 Syarat mengetahui posisi atau kedudukan sebagai ahli waris adalah kewajiban Qadhi atau Pemberi Fatwa.

33 Adalah harta yang menjadi pusaka, harta ini dalam istilah Fiqh dinamakan al-mauru>s, al-irs, al-tura>s, al-tarikah. Yang mana semuanya mempunyai pengertian yang sama. Harta tersebut juga dinamakan Tirkah apabila harta peninggalan si mayit telah dikurangi biaya perawatan jenazah, hutang dan wasiat yang dibenarkan oleh syara untuk diwariskan kepada ahli waris. 41 Dari pengertian di atas, terdapat perbedaan antara harta waris dengan harta peninggalan. Yang dimaksud dengan harta waris adalah harta peninggalan secara syara yang berhak dibagikan kepada ahli waris dan terbebas dari hak orang lain, sedangkan harta peninggalan adalah semua harta yang ditinggalkan oleh si mayit (harta keseluruhan si mayit). Dikarenakan kewarisan merupakan proses peralihan hak milik dari pewaris kepada ahli waris, maka dapat berlaku apabila hak milik tersebut adalah hak milik secara penuh, baik berupa benda, jasa, dan manfa at. Oleh karena itu harta tersebut harus dibersihkan dari hak orang lain, selain hal tersebut menjadi tidak berlaku juga terdapat larangan dalam al-qur an surat al-baqarah ayat 188, untuk tidak memakan harta dan hak orang lain secara tidak sah. 42 Hal. 33. 41 Mustofa Haffas dan Salman, Otje, Hukum Waris Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2006), 42 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur an dan Terjemahannya, (Jakarta: Sari Agung, 2002), Hal. 36.

34 E. Hak-Hak yang Berkaitan dengan Harta Peninggalan Yang harus dilakukan secara berurutan berkaitan dengan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia adalah : 1. Biaya Perawatan (tajhi>z) Adalah biaya yang diperlukan oleh orang yang meninggal dunia mulai dari memandikan-mengkafani-menyolati-dan menguburkan yang dilakukan secara sederhana dan tidak berlebihan berdasarkan kemampuannya. Jumhur ulama sepakat bahwa biaya perawatan mayit adalah hal yang harus dilakukan pertama kali sebelum harta tersebut dibagikan. 43 Ulama berbeda pendapat dalam menanggung biaya perawatan mayit bagi orang yang tidak memiliki harta, sepertiga dari golongan Malikiyyah berpendapat bahwa, biaya tersebut merupakan tanggungan Baitul Ma>l. Dari golongan Hanafiyyah, Syafi iyyah, dan Hanabilah berpendapat bahwa, biaya tersebut dipikul oleh keluarga yang menjadi tanggungan si mayit pada waktu hidupnya, sedangkan apabila tidak memiliki kerabat, maka menjadi tanggungan Baitul Ma>l. Dan apabila Baitul Ma>l juga tidak ada, maka dibebankan kepada orang Islam yang kaya sebagai pemenuhan kewajiban dari Fard}u Kifayah. 44 2. Pelunasan Hutang 43 Dian Khoirul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Hal. 113-114. 44 Hasanain Muhammad Makhluf, al-mawaris Fi al-syari at al-islamiyah, (Kairo: Lajnah al- Bayyan al-araby, 1958), Hal. 10.

35 Hutang merupakan tanggungan yang wajib dilunasi seseorang sebagai imbalan yang diterimanya. 45 Dalam hal ini hutang terbagi menjadi dua, yaitu hutang kepada Allah dan hutang kepada Manusia. Hutang yang ditinggalkan oleh pewaris bukan hutang yang merupakan tanggungan ahli waris karena hutang tidak dapat di warisi. Hutang tersebut di lunasi dengan menggunakan harta si mayit. Ahli waris hanya berkewajiban meringankan hutang tersebut dengan membayarnya melalui harta yang ditinggalkan oleh pewaris. Oleh karena pembebanan hutang tersebut terhadap pewaris bukan kepada ahli waris, maka pembayarannya harus di dahulukan dari pada pembagiannya. 46 Hal tersebut berdasarkan hadis Nabi Saw yang menjelaskan bahwa, beliau tidak bersedia menyolati jenazah yang belum dilunasi hutang-hutangnya, maka untuk tidak memberatkan kepada ahli waris, perlu adanya kerelaan dari pihak yang dihutangi atau kerelaan dari ahli waris untuk membayar hutang tersebut demi tidak merugikan orang yang member hutang. Oleh karena itu, sebaiknya tidak dilakukan pembagian terlebih dahulu sebelum pelunasan hutangnya selesai. 47 3. Pelaksanaan Wasiat 45 Suparman Usman dan Somawinata Yusuf, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gema Media Pratama, 2002), Hal. 52. 46 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), Hal. 280-281. 47 Dian Khoirul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Hal. 118.

36 Wasiat adalah pernyataan kehendak seseorang mengenai apa yang dilakukan terhadap hartanya sesudah meninggal dunia. 48 Apabila kedua langkah di atas telah dilaksanakan, maka yang menjadi kewajiban selanjutnya adalah memenuhi wasiat orang yang telah meninggal dunia dengan batas maksimal sepertiga dari harta waris dan bukan kepada ahli waris, karena di khawatirkan dapat mengurangi atau menghilangkan hak ahli waris. 49 Akan tetapi, apabila wasiat tersebut diberikan kepada ahli waris atau lebih dari sepertiga harta waris yang sudah dikeluarkan untuk biaya perawatan jenazah dan pembayaran hutang-hutangnya dan telah disetujui oleh para ahli waris yang lain, maka wasiat tersebut dapat dilaksanakan. 50 4. Pembagian Harta Peninggalan Setelah semua kewajiban di atas telah di laksanakan, barulah sisa dari harta peninggalan dapat dibagikan kepada para ahli waris sesuai dengan bagiannya masing-masing. 51 Hal tersebut berdasarkan pada peyebutan dalam ayat-ayat al-qur an di atas, bahwa pembagian tersebut dilaksanakan setelah hutang dan wasiat telah ditunaikan. Pemberian tersebut beruntun karena penyebutannya secara langsung tanpa adanya ayat lain yang memisahnya. 52 48 Idris Ramulyo, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Ind Hill Co, 1984), Hal. 132. 49 Dian Khoirul Umam, Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), Hal. 118. 50 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), Hal. 283. 51 Ibid, Hal. 283. 52 Muhammad Toha, Hukum Waris, serta Pembagian Warisan berdasarkan Syari at Islam, (Bandung: Tiga Serangkai, 2007), Hal. 5-6.