BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan merupakan kumpulan pepohonan yang tumbuh rapat beserta tumbuh tumbuhan memanjat dengan bunga yang beraneka warna yang berperan sangat penting bagi kehidupan di bumi ini. Kerapatan hutan disebabkan oleh adanya semak belukar, tumbuhan penutup tanah, dan adanya pohon-pohon pemanjat. Hutan, terutama hutan alam, yaitu suatu mosaik rumpang dan tegakan yang berlapis dari berbagai fase perkembangan dan umur. Adanya rumpang dan susunan daun berlapis, maka di dalamnya tercipta beraneka ragam kondisi iklim mikro yang menjadi habitat bagi berbagai jenis lumut, tumbuhan epifit, liana rotan, semak, dan perdu. Hutan yang tumbuh dan berkembang tidak lepas dari faktor faktor yang mempengaruhinya terutama lingkungan (Arief, 2001). Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda, juga akan berbeda kebutuhannya terhadap cahaya. Tumbuhan paku menyenangi tempat yang terlindung dan sebagian pada tempat yang tertutup (Wiesner, 1907; dan Went, 1940) dalam Ichlas (2009). Zona dasar dalam suatu deretan gunung-gunung pada umumnya mempunyai curah hujan yang lebih tinggi daripada dataran rendah. Sebagai akibatnya sering ditempati oleh komunitas yang mirip dengan komunitas yang menyukai kelembaban dan terdapat di dataran rendah. Hutan basah dapat tersebar sangat luas dan sering kali sangat lebat pada lereng-lereng bagian bawah pegunungan. Tipe vegetasi gunung memiliki iklim sedang, atau dengan kata lain lebih sesuai dengan hutan basah (Polunin, 1990). Menurut Irwan (1992) dalam Bakri (2009), hutan pegunungan bagian bawah mempunyai penampilan yang menyerupai hutan, hanya pohon-pohonnya
4 yang tumbuh lebih kecil. Begitu pula komposisinya juga agak berbeda. Pada ekosistem ini biasanya kaya akan jenis Orchidaceae dan tumbuhan paku. Di samping itu pada umumnya dihuni oleh berbagai jenis tumbuhan antara lain dari famili: Anonaceae, Burseraceae, Bambosaceae, Dipterocarpaceae, Leguminoceae, Meliaceae, Sapindaceae, dan Sapotaceae. Menurut Mackinnon (2000) dalam Lubis (2009), hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi dengan jenis dan struktur dan penampilan yang berbeda. Di gunung yang rendah semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi atau di bagian yang tengah memiliki zona vegetasi yang lebih luas. 2.2 Karakteristik Tumbuhan paku Tumbuhan paku merupakan tumbuhan vaskuler pertama yang tumbuh di darat. Tumbuhan paku umumnya herbaceus, dengan arah tumbuh merayap diatas permukaan tanah lembab dengan stem yang memanjang. Tumbuhan ini juga disebut ular dari kingdom tumbuhan karena habitnya merayap (Soni dan Soni, 2010). Tumbuhan paku banyak ditemukan di daerah tropis, meliputi jenis-jenis paku yang berukuran kecil sampai yang terbesar (yang berupa pohon). Tumbuhan paku pohon, batangnya dapat mencapai besar satu lengan atau lebih, umumnya tidak bercabang dan pada ujungnya terdapat daun. Daun-daun itu menyirip ganda, panjangnya dapat sampai 3 m dan jika telah gugur meninggalkan bekas-bekas yang jelas pada batang (Tjitrosoepomo, 1989). Tumbuhan paku umumnya dicirikan oleh pertumbuhan pucuknya yang melingkar. Terdapat bintik-bintik pada permukaan bawahnya dan yang kadangkadang tumbuh teratur dalam barisan, menggerombol ataupun tersebar. Masingmasing bintik itu adalah kotak spora yang dikenal dengan istilah sporangium. Kotak ini berisi spora yang jumlahnya banyak, tetapi ukurannya sangat kecil. Oleh karena itu, bila kotak spora pecah, menyebarlah butir-butir spora itu seperti tepung (Sastrapradja, 1979). Daun yang masih muda selalu menggulung, sifat ini sebagai salah satu karakteristik bagi tumbuhan paku. Daun muda menggulung disebabkan karena
5 sel-sel pada sisi bawah daun lebih cepat pertumbuhannya (Tjitrosoepomo, 1989). Loveless (1989), menambahkan hal tersebut akibat lebih lambatnya pertumbuhan permukaan daun sebelah atas daripada sebelah bawah pada perkembangan awalnya. Menurut Loveless (1989), berdasarkan ukurannya daun tumbuhan paku dibagi menjadi dua, yaitu: a. Daun kecil (mikrofil): hanya setebal selapis sel dan berbentuk rambut. Tidak memiliki mesofil (daging daun). Belum ditemukan tangkai dan tulang daun. b. Daun besar (makrofil): berukuran cukup besar dan tipis. Sudah memiliki bagian-bagian tangkai daun, tulang daun, epidermis dan mesofil. Daun-daun yang mempunyai spora dinamakan sporofil. Kadang-Kadang daun paku yang fertil (sporofil) mempunyai bentuk yang berlainan dengan daun yang steril. Daun-daun steril dinamakan tropofil. Pada kebanyakan tumbuhan paku, sporanya mempunyai sifat-sifat yang sama, dan setelah berkecambah akan menghasilkan suatu protalium yang mempunyai anteridium dan arkegonium. Jenis-jenis paku yang menghasilkan spora yang berumah satu dan sama besar dinamakan paku homospora. Pada golongan tumbuhan paku yang protaliumnya tidak sama besar dan berumah dua dinamakan heterospora. Selain jenis-jenis paku homospora dan heterospora ada pula jenis-jenis paku yang sporangiumnya menghasilkan spora yang sama besar, tetapi berbeda jenis kelaminnya. Tumbuhan paku dengan sifat demikian itu dianggap sebagai bentuk peralihan antara homospora dan heterospora (Tjitrosoepomo, 1989). 2.3 Penyebaran Tumbuhan paku Menurut Bambang (2002) dalam Jamsuri (2007), mengingat jumlah jenisnya yang banyak, tumbuhan paku dapat dijumpai dari tepi pantai sampai pegunungan yang tinggi. Pada umumnya penyebaran tumbuhan paku ini cukup luas karena dilakukan melalui spora. Organ ini sangat sangat efisien untuk kepentingan penyebaran karena dapat mencapai tempat-tempat yang jauh dengan bantuan angin serta dapat diproduksi dalam jumlah yang banyak. Dengan demikian sebagian dari spora tersebut dapat menemukan tempat yang cocok untuk pertumbuhannya.
6 Pada relung-relung tebing yang curam, bisa didapatkan jenis-jenis paku yang menyukai tempat-tempat yang lembab. Bahkan di sumber-sumber yang panas ataupun di kawah-kawah gunung, ada jenis-jenis paku yang dapat tumbuh. Umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak dari pada dataran rendah. Hal ini disebabkan karena kelembaban yang lebih tinggi, banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujan pun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh (Sastrapradja, 1979). Menurut Holttum (1968) dalam Daryanti (2009), lingkungan hidup tumbuhan paku mencakup tanah untuk akarnya, sinar matahari yang sampai kedaun, hujan, angin, perubahan suhu, termasuk tumbuhan lain yang tumbuh disekitarnya. Menurut Jones (1987), Hoshizaki dan Moran (2001) dalam Hartini, Jenis-jenis paku pohon, seperti Dicksonia, Cibotium, Cnemidaria, Cyathea, Nephelea, dan Trichipteris dapat tumbuh di berbagai tipe tanah, namun umumnya menyukai tanah liat asam yang kaya bahan organik. Beberapa jenis dari Dicksonia dan Cyathea dapat bertahan hidup di tanah basah, namun secara umum paku pohon sebaiknya ditanam di tanah dengan drainase baik. Menurut Holttum (1968) dalam Daryanti (2009), kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian tumbuhan paku memiliki kondisi hidup seragam dan lebih terlindungi dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak dapat di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa tumbuhan paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari. 2.4 Manfaat Tumbuhan paku Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dipergunakan sebagai tanaman hias. Banyaknya jenis yang mempunyai kemampuan yang berbeda untuk hidup di berbagai keadaan, memungkinkan untuk memilih jenis-jenis yang baik untuk tanaman hias dalam rumah, tanaman hias taman, ataupun tanaman hias jalan. Jenis tumbuhan paku yang dipakai untuk di dalam rumah yang menyukai tempat
7 tumbuh yang teduh. Beberapa jenis paku dapat pula dimanfaatkan untuk sayuran. Dari segi obat-obatan tradisional, tumbuhan paku tidak luput dari incaran manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk beberapa ramuan obat, ada pula yang memanfaatkan rhizomnya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras dipergunakan untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, untuk pengganti kayu (Sastrapradja, 1979). Tumbuhan paku memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pembentukan humus, melindungi tanah dari erosi, menjaga kelembaban tanah, dan salah satu tumbuhan pionir pada tahap awal suksesi ekosistem hutan. Selain itu, tumbuhan paku juga memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi terutama pada keindahanya sebagai tanaman hias (Rismunandar dan Ekowati, 1991). Nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman holtikultura. Beberapa jenis Lycopodinae yang suka dengan cuaca panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, paku kawat merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga, sedangkan sporanya yang kecil-kecil dan mudah terbakar karena kandungan minyaknya, dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung (Polunin, 1990). Ratnasari (2008) menambahkan, sebagai contoh tumbuhan paku yang memiliki beberapa manfaat yaitu Platycerium coronarium selain sebagai tanaman hias dapat dipercaya berkhasiat mengobati demam, radang rahim luar, haid tidak teratur dan bisul.