LAPORAN AKHIR. Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika

dokumen-dokumen yang mirip
SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELAUI INOVASI (P4M2I)

LAPORAN AKHIR. Muhammad Iqbal Iwan Setiajie Anugrah Dewa Ketut Sadra Swastika

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

KAJIAN RAGAM SUMBER PENDAPATAN RUMAH TANGGA PEDESAAN (STUDI KASUS DESA PRIMA TANI KABUPATEN PROBOLINGGO, JAWA TIMUR)

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

PERAN SERTA TERNAK SEBAGAI KOMPONEN USAHATANI PADI UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI

KAJIAN KEBIJAKAN AKSELERASI PEMBANGUNAN PERTANIAN WILAYAH TERTINGGAL MELALUI PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

V. DESKRIPSI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN PERTANIAN BUKAN SAWAH

ICASEPS WORKING PAPER No. 90

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PENGEMBANGAN UNIT DESA BINAAN Zaenaty Sannang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

LAPORAN AKHIR. Dewa K. Sadra Swastika Rita Nur Suhaeti

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEBUTUHAN INOVASI TEKNOLOGI PERTANIAN UNTUK PETANI DI KABUPATEN ENDE, NUSA TENGGARA TIMUR. Isbandi¹ dan Debora Kana Hau² 1)

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

KAJIAN DAYA TAHAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP GANGGUAN FAKTOR EKSTERNAL DAN KEBIJAKAN YANG DIPERLUKAN. Bambang Sayaka

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

BAB I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan komoditas yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak memberi

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

PENDAHULUAN Latar Belakang

POHON KINERJA DINAS PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

LOKASI PENELITIAN. Desa Negera Ratu dan Negeri Ratu merupakan salah dua Desa yang berada

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

LAPORAN KEGIATAN DISEMINASI GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

BAB V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

BAGIAN PEREKONOMIAN DINAS PERTANIAN ,95 JUMLAH

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

PENDAHULUAN. Latar Belakang. subsektor peternakan. Suatu negara dapat dikatakan sistem

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERTANIAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN KERING

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya mata pencaharian penduduk Indonesia bergerak pada sektor

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

BAB II KERANGKA PENDEKATAN TEORI

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR SURVEI PENDASARAN SOSIAL EKONOMI PROYEK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI MISKIN MELALUI INOVASI DI KABUPATEN ENDE, PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Edi Basuno Ikin Sadikin Dewa Ketut Sadra Swastika PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2004

RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan 1. Masalah kemiskinan lebih banyak dijumpai di wilayah pedesaan lahan kering, dimana diantara faktor penyebabnya adalah daya dukung alam yang relatif kurang, sarana dan prasarana publik belum merata, kelembagaan sosial ekonomi belum dijangkau oleh masyarakat luas, serta kualitas sumberdaya manusia yang relatif masih rendah. Sementara di sisi lain, pengembangan teknologi masih relatif tertinggal dan terkesan kurang diprioritaskan, serta pengembangan informasi dan diseminasi teknologi pertanian sepetinya belum terakses oleh petani miskin. Tujuan Penelitian 2. Tujuan Penelitian ini adalah untuk: (1) Mengidentifikasi kondisi lingkungan, terutama sarana dan prasarana fisik, sistem produksi dan pemasaran komoditas pertanian di wilayah proyek; (2) Mengidentifikasi baik kondisi berbagai kelembagaan pendukung usaha pertanian maupun kendala pengembangan agribisnis di wilayah proyek; (3) Mengetahui karakteristik rumah tangga tani, struktur penguasaan lahan, pola usaha tani, termasuk curahan tenaga kerja untuk on-farm, off-farm dan non-farm; (4) Mengetahui struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga tani; dan (5) Mengetahui tingkat penerapan teknologi usaha tani. Metodologi 3. Survei pendasaran ini dilaksanakan di Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di kabupaten ini dipilih lima desa yang dianggap paling mewakili kecamatan miskin di dalam empat wilayah kecamatan. Kemudian dari tiap-tiap desa terpilih ditentukan 30 petani responden secara sengaja (purposive sampling) yang sesuai dengan filosofi dilaksanakannya P4M2I. Ke lima desa tersebut adalah: Desa Wolotopo (Kecamatan Ndona), Desa Roworena (Kecamatan Ende Selatan), Desa Bokasape Timur (Kecamatan Wolowaru), Desa Watuneso (Kecamatan Lio Timur), dan Desa Nualise (Kecamatan Wolowaru). 4. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara di tingkat petani dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan semi terstruktur, dan data sekunder, terutama yang berkaitan dengan keberadaan proyek P4M2 diperoleh melalui wawancara dengan pimpinan institusi dan tokoh-tokoh masyarakat di sekitar lokasi proyek. Informasi dan data yang dikumpulkan mencakup: (1) Sistem usaha tani dominan untuk lahan kering dan tadah hujan, (2) Tingkat penerapan teknologi untuk masing-masing komoditas, termasuk vi

teknologi pasca panen, (3) Pasar dan sistem pemasaran hasil pertanian, (4) Ketersediaan sarana produksi usaha tani, (5) Sumber pendapatan, baik on-farm, off-farm maupun non-farm, (6) Pengeluaran rumah tangga, menurut kelompok pengeluaran, (7) Kelembagaan pendukung usaha pertanian, baik jenis maupun kinerjanya, (8) Kondisi infrastruktur dalam mendukung usaha tani, (9) Sumber-sumber informasi pertanian dan permasalahannya, (10) Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam sistem agribisnis, meliputi sub-sistem pengadaan input produksi, produksi, pasca panen, kelembagaan dan infrastruktur, dan (11) Informasi lain yang relevan dengan maksud kegiatan penelitian. Hasil Penelitian Profil Kemiskinan 5. Proporsi penduduk miskin di NTT pada tahun 2000 mencapai sekitar 36,52% (Indonesia 18,95 %). Di sisi lain pada tahun 2001 dan 2002, angka perempuan miskin lebih tinggi, sebaliknya angka pada tahun 2000 dan 2003 laki-laki miskin lebih banyak dari perempuan. Pada tahun 2003 provinsi NTT menduduki peringkat ke-3 sebagai daerah termiskin di Indonesia, setelah provinsi Papua dan Maluku. Jumlah penduduk miskin di NTT pada tahun 2000 mencapai lebih dari 4,42 juta (36,52 %). Namun sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan masyarakat jumlahnya semakin menurun, sehingga pada tahun 2003 jumlahnya tinggal sekitar 1,16 juta orang (28,62 %). Dari sejumlah itu, sekitar 51.800 orang berada di Kabupaten Ende yang proporsinya mencapai 21,91 % dari seluruh penduduk. Ambang garis kemiskinan di Kabupaten Ende adalah sekitar Rp 85,469/kapita/bulan, lebih rendah daripada garis kemiskinan di tingkat provinsi (Rp 97,387/kapita/bulan). Peran Sektor Pertanian 6. Pada tahun 2000, sektor pertanian di NTT mampu menyerap sebanyak hampir 1,16 juta orang KK atau sekitar 81,30 % dari rumahtangga miskin. Dilihat dari sisi lapangan pekerjaan, ternyata sektor pertanian mendominasi masyarakat Ende, termasuk di ke empat kecamatan contoh. Data tahun 2002 menunjukkan, dari 107.295 orang angkatan kerja, sekitar 63,16 persen bekerja di sektor primer, 18,69 persen di sektor sekunder dan 18,15 persen di sektor tersier. Hal ini merupakan pencerminan pentingnya sektor pertanian untuk terus dikembangkan di daerah kabuapten Ende. 7. Di lokasi contoh pada umumnya pekerjaan utama KK adalah pertanian (90,67 %) dan 8 persen sisanya adalah bekerja di sektor non-pertanian. Disamping pekerjaan pokok, sebagian besar responden (75%) juga memiliki pekerjaan sampingan, yaitu berupa industri/buruh industri rumahtangga tenun kain tradisional. Kondisi Biofisik Lahan Usahatani 8. Dari keseluruhan lahan yang ada di Kabupaten Ende, seluas 51.433 ha (26,13%) layak dikembangkan sebagai lahan untuk usaha pertanian tanaman pangan yang terdiri dari lahan basah 6.705 ha dan lahan kering vii

44.728 ha (87 %). Potensi lahan kering yang masih luas belum terolah dengan baik karena terbatasnya aplikasi teknologi pertanian tepat guna. Komoditas tanaman pangan yang banyak diusahakan petani adalah padi, jagung, umbi-umbian, kacang-kacangan dan komoditas perkebunan utama seperti kemiri dan kelapa. 9. Ternak yang potensial di wilayah utara adalah ruminansia besar (sapi potong, kerbau, kuda) dan unggas (ayam buras). Potensi di daerah wilayah tengah adalah ruminansia besar, ruminansia kecil (kambing, babi) dan unggas, sedangkan di daerah wilayah selatan adalah ruminansia kecil dan unggas. Potensi usaha peternakan dapat diusahakan baik secara terpadu dengan usaha tanaman pangan maupun menggunakan potensi padang penggembalaan yang terdapat di beberapa kecamatan. Infrastruktur 10. Infrastruktur pertanian secara umum masih terbatas, demikian juga fasilitas jalan desa. Jenis investasi bantuan P4m2I di Desa-desa proyek sepenuhnya ditentukan oleh masyarakat setempat melalui Komite Investasi Desa (KID). Di Kabupaten Ende investasi desa hampir seluruhnya berupa pembuatan jalan, karena panjang dan kondisi jalan belum cukup memadai. Sampai penelitian ini dilakukan, semua investasi desa yang direncanakan oleh KID masih dalam proses perencanaan dan realisasi pelaksanaan. Sistem Informasi 11. Sumber informasi pertanian yang bersumber dari media elektronik juga masih menjadi kendala, karena hanya sebagian kecil penduduk yang mempunyai akses ke radio atau TV. Terbatasnya pemilikan media tersebut erat kaitannya dengan keterbatasan di segala aspek kehidupan ekonomi masyarakat setempat. Demografi 12. Pada tahun 2002, penduduk Kabupaten Ende adalah 240.675 jiwa, terdiri dari 113.254 laki-laki dan 127.421 perempuan. Kepadatan penduduk rata-rata 118 jiwa/km 2 dan sex ratio = 1,13. Tingginya kepadatan di Kecamatan Ende Selatan (921 jiwa/km 2 ) berkait dengan lokasi tersebut yang lebih dekat dengan pusat pemerintahan kota kabupaten. Karakteristik Rumahtangga 13. Rataan umur kepala keluarga (KK) adalah 49,27 tahun dengan kisaran 24 80 tahun. Berdasarkan distribusi kelompok umur anggota keluarga terlihat bahwa, proporsi kelompok umur penduduk usia produktif (15-55 tahun) lebih tinggi daripada jumlah penduduk golongan tidak produktif (umur 55 tahun dan 14 tahun), yaitu masing-masing mencapai 58 dan 42 persen. Rataan jumlah anggota keluarga adalah 4,41 orang/ rumahtangga. Rataan tingkat pendidikan formal KK adalah 6,88 tahun, terendah adalah 1 tahun (Desa Bokasape Timur) dan tertinggi, 15 tahun (Desa Watuneso). Meskipun begitu, sebagian besar pendidikan kepala Keluarga di daerah ini adalah lulusan Sekolah Dasar dan pernah mengenyam pendidikan tingkat SLTP. Masalah utamanya adalah kondisi viii

ekonomi keluarga, tepatnya kurang gizi, sehingga banyak anak usia sekolah dan pasca sekolah dasar ikut bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. 14. Kondisi Tempat Tinggal dan Perlengkapannya. Rumah tempat tinggal responden memiliki rata-rata (a) luas bangunan 42,45 m 2 (8-150 m 2 ), (b) Status rumah/tanah adalah milik sendiri (88,11%), dan menumpang ke orang tua/keluarga (11,89 %), (c) luas lahan pekarangan 124,85 m 2, (d) Jenis dinding terluas adalah kayu/kulit-kayu 36,44%, Bambu/gedegbambu 29,49%, Tembok-semen/setengah-tembok/tanah 27,11%, Rumbia 11,65%, (e) Jenis lantai terluas adalah Semen/ubinteraso/keramik 64,19 %, Tanah 39,36% dan Bambu/kayu 4,62%. 15. Sumber air minum sebagian besar keluarga (87,28%) adalah mata-air, 7,54% dari air hujan dan 4,51% dari sungai. Dan hanya sekitar 3,33% keluarga di Desa Rowo Rena yang memanfaatkan air sumur. Di Kabupaten Ende memiliki musim kering (kemarau 283 hari/tahun) lebih lama daripada musim basah (hujan 82 hari/tahun). 16. Kelengkapan sanitasi (tempat mandi, cuci, kakus) dan penerangan (lampu). sudah cukup baik. Artinya, di daerah lokasi penelitian sebagaian besar sudah memakai listrik-pln (72% responden), dan lebih dari 59% rumah sudah dilengkapi dengan MCK, baik milik pribadi maupun umum. Meskipun demikian masih dijumpai di semua lokasi penelitian yang anggota keluarga yang masih menjadikan sungai (18,46%), kebun (16,74 %) dan lainnya (5,51%) sebagai kakus. Penguasaan Asset 17. Seluruh responden di desa lokasi penelitian memiliki lahan pertanian dengan luas rata-rata kebun/hutan 0,63 ha dan ladang/tegal 0,45 ha. Kemudian disusul dengan lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan masing-masing sekitar 0,22 ha dan 0,11 ha, sehingga total lahan petani 1,41 ha. Pemilikan asset ternak berupa kambing, babi, dan ayam buras. Ketiga jenis ternak hewan ternak tersebut dimiliki oleh keluarga di seluruh desa lokasi penelitian dengan sangat variatif. Kambing dimiliki oleh 10-53% petani dengan rata-rata pemilikan lebih dari 2 ekor dengan perkiraan nilai Rp.390.820. Ayam buras dimiliki oleh 37-63% petani dengan rata-rata pemilikan lebih dari 29 ekor dengan nilai Rp.127.620 dan ternak babi dimiliki oleh sekitar 46% petani, dengan rata-rata pemilikan lebih dari 2 ekor dengan nilai Rp. 766.940. Pengenalan Dan Aplikasi Teknologi 18. Dari delapan jenis teknologi yang diamati (varietas unggul baru, pemupukan berimbang, pengolahan tanah, penanaman, pengendalian hama penyakit, formulasi pakan ternak, cara panen dan pasca panen), ternyata responden yang mengaplikasikannya lebih sedikit dibanding jumlah responden yang menerima introduksi teknologi tersebut. Misalnya, di Wolotopo, untuk varietas baru, dari 40 persen responden turun menjadi 6,7 persen, untuk teknologi penanaman dari 70 persen responden turun menjadi 40 persen, untuk pemupukan berimbang dari 33,3 persen turun menjadi 3,3 persen. Pola yang serupa juga terjadi di Desa-desa contoh lainnya. Sumber informasi tempat mengadu atau ix

diskusi seluruh responden jika menghadapi masalah dalam usahataninya, adalah menghubungi sesama petani (67-95%), ketua kelompok tani (15-17%), PPL (7-10%) dan aparat Pemda setempat (5-6,7%). Tingkat Penerapan Teknologi 19. Sistem usaha tani di Ende tidak dapat dibedakan menurut musim tanam, dan masyarakat menanam hanya pada MH, karena pada MK1 dan MK2 tidak memungkinkan. Keadaan yang unik di Kabupaten Ende ini, memerlukan penanganan secara khusus. Potensi lahan yang berbeda tentu menjadi alasan utama pola tanam yang berkembang di Ende. 20. Mengingat sistem pertanian yang masih relatif sederhana di Ende, maka bibit yang digunakan adalah bibit lokal. Pada umumnya, mereka telah memahami cara-cara memilih benih local yang baik. Keterampilan semacam ini diperoleh masyarakat dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai pengetahuan lokal yang terus terpelihara. Struktur Pendapatan Rumahtangga 21. Rataan pendapatan rumahtangga di lokasi penelitian adalah Rp. 4,55 juta/kk/tahun. Dengan rataan anggota 4,41 orang/kk, berarti setara dengan Rp1.032.004/Kapita/tahun atau Rp.86.000/kapita/bulan. Tingkat pendapatan paling rendah di temui Desa Watuneso Kecamatan Lio Timur, yaitu hanya sekitar Rp 4,04 juta/kk/tahun, dan tingkat pendapatan rumahtangga paling tinggi adalah di Desa Roworwna Kecamatan Ende Selatan, yaitu mencapai lebih dari Rp 5,24 juta/kk/ahun. Sebagai perbandingan (data BPS), pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Ende adalah Rp 3,74 juta/tahun. Mengingat angka garis kemiskinan di Kabupaten Ende dan Provinsi NTT (2003) sebesar Rp 84.425 dan Rp.101.292/kapita/bulan, maka berarti tingkat pendapatan responden lebih rendah daripada ambang garis kemiskinan penduduk Provinsi NTT. Namun begitu, tingkat pendapatan responden di lima Desa Kabupaten Ende, relatif masih lebih baik dibandingkan dengan tingkat ambang garis kemiskinan penduduk Kabupaten Alor (Rp. 64.660/kapita/bulan), maupun rata-rata tingkat Kabupaten Ende. Struktur Pengeluaran Rumahtangga 22. Pengeluaran rumahtangga di daerah lokasi penelitian rata-rata mencapai Rp 460.530/tahun, sementara itu tingkat pendapatan yang diperoleh adalah sekitar Rp 483.470/tahun. Lebih lanjut struktur pengeluaran rumahtangga mengungkapkan bahwa diantara kelompok pangan pokok yang paling tinggi proporsinya adalah beras, yaitu mencapai rata-rata 17,42 % (Rp.787.428/KK/ tahun). Peringkat tertinggi untuk konsumsi beras adalah Desa Bokasape Timur, Roworena, dan Desa Wolotopo, masingmasing 20,44 %, 18,21 %, dan 17,31 %. Perlu ditegaskan, bahwa tingginya proporsi pengeluaran rumahtangga yang berupa beras adalah sebagai indikasi bahwa keluarga tersebut tergolong kedalam kelompok pra-sejahtera. x

Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 23. Mengingat sarana dan prasarana ekonomi dan sosial masih belum memadai serta tingkat assebilitas masyarakat terhadap sumber informasi, teknologi dan sumber-sumber ekonomi di desa-desa lokasi penelitian masih terbatas, maka peranan pemerintah daerah dan pusat sebaiknya harus lebih memperhatikan pembangunan sarana dan prasarana. Pembangunan sarana dan prasarana ini secara langsung dapat memperbaiki tingkat assesibilitas masyarakat terhadap struktur dan infrastruktur tersebut. 24. Karena masyarakat berusahatani di lahan kering yang relatif marginal, dan produktivitasnya rendah, maka uapaya perbaikan dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, melalui penetrasi informasi dan teknologi terhadap budaya lokal sesuai dengan kemampuan masyarakat setempat, sebab teknologi yang masuk dari luar lingkungannya tidak otomatis dipandang sebagai resep yang dapat memperbaiki sistem kehidupan sosial dan mensejarterakan masyarakat lokal. 25. Penentuan harga jual produk pertanian masih didominasi oleh pedagang sehingga petani kurang berperan, meski di tingkat rumahtangga penentuan untuk menjual produk dan membeli sarana produksi pertanian dilakukan secara kompromi. Karena insentif bagi petani sangat kurang maka usaha petani dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya menjadi kurang terangsang. Oleh sebab itu keberadaan kelompok tani perlu diberdayakan peranannya di dalam pengadaan saprodi dan pemasaran hasil pertanian. 26. Mengingat tingkat pendidikan petani umumnya masih rendah dan pemilikan asset lahan usahatani dan ternak terbatas, maka untuk meningkatkan kinerja usaha tersebut diperlukan penyuluhan dan bimbingan melalui desiminasi inovasi teknologi tepat-guna sehingga produktivitas dan pendapatan keluarga meningkat, dan tingkat kemiskinan secara bertahap dapat dientaskan. xi