BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
Bayu Brahmantia, Titih Huriah. Program Studi Magister Keperawatan Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRAK

PENGARUH SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian kontrol ini didesain menggunakan quasi-eksperimen dengan tipe

BAB V PEMBAHASAN. terhadap intensitas nyeri ibu nifas post sectio caesarea di RSUD Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Prostat berkembang sesuai dengan bertambahnya usia pada pria. Dimulai

Pernyataan Etika Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

ABSTRAK Terapi Spiritual Emotional Freedom Tehnique (SEFT) Untuk Meningkatkan Kualitas Tidur Pasien Pasca Operasi di Rumah sakit.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB V PEMBAHASAN. perineum pada ibu postpartum di RSUD Surakarta. A. Tingkat Nyeri Jahitan Perineum Sebelum Diberi Aromaterapi Lavender

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 52 Jombang. Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jombang. dalam layanan pilihan utama masyarakat di Kabupaten Jombang

MEKANISME KOPING BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN KEMOTERAPI DI RUANG KEMOTERAPI RS URIP SUMOHARJO LAMPUNG

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. keperawatan kecemasan pada pasien pre operasi sectio caesarea di RSUD

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

PENGARUH AROMATERAPI TERHADAP NYERI PADA PASIEN POST OPERASI SECTIO CAESAREA DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah & Hidayat, 2008). Keluhan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota Gorontalo. Rumah Sakit ini

INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan. cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan quasi eksperiment dengan time series.

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN. (2010) dikutip dalam Andarmoyo (2013) menyatakan bahwa nyeri merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Wahyuningsih (2005), terapi Intravena adalah suatu

HUBUNGAN PENGGUNAAN MEKANISME KOPING DENGAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI FRAKTUR FEMUR DI UNIT ORTHOPEDI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak tahun 2000, angka kejadian penyakit tidak menular semakin

BAB V PEMBAHASAN. menunjukkan penurunan bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin, 2011). dapat menimbulkan komplikasi apabila dibiarkan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. bayi yang dilakukan dengan cara insisi pada dinding abdomen ibu (WHO,

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. menyelamatkan ibu maupun bayinya. kejadian SC di Cina, Mexico, Brazil lebih dari 35%. Angka kejadian terus

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Ginjal merupakan salah satu organ penting dalam tubuh, dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penjahitan luka (Sustyowati, dkk, 2010). Potter & Perry (2005) menyebutkan bahwa menghadapi pembedahan pasien akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Ketegangan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan ansietas diantaranya

BAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri

BAB I PENDAHULUAN. penuaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). tindakan untuk mengatasi BPH yang paling sering yaitu Transurethral

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. luas dan kompleks, tidak hanya menyangkut penderita tetapi juga keluarga,

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

BAB I. tahun dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2000, jumlah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini menguraikan tentang tingkat nyeri pada pasien post operasi, yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi otak yang timbul mendadak,

Clinical Science Session Pain

BAB I PENDAHULUAN.

BAB III METODE PENELITIAN. experiment menggunakan pendekatan pre-post test design with control group.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. jika seringkali pasien dan keluarganya menunjukkan sikap yang agak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hiperplasia prostat merupakan salah satu keluhan atau penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

SKRIPSI SULASTRI J

BAB I PENDAHULUAN. Kelainan kelenjar prostat dikenal dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH)

SATUAN ACARA PENYULUHAN MANAJEMEN NYERI PADA LUKA POST OPERASI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial

BAB III METODE PENELITIAN. quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control. group, dengan desain penelitian sebagai berikut:

GAMBARAN TINGKAT KECEMASAN PADA KLIEN PRA BEDAH MAYOR DI RUANG RAWAT INAP MEDIKAL BEDAH GEDUNG D LANTAI 3 RUMAH SAKIT UMUM CIBABAT CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan benar. Diberikan melalui

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sistem perkemihan merupakan salah satu system yang tidak kalah

BAB I PENDAHULUAN. operasi/pembedahan (misalnya takut sakit waktu operasi, takut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan gelisah dengan sesuatu yang dialaminya (Candido et al. 2014).

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah quasi eksperiment dengan pre - post

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI RSUD Dr. MOEWARDI

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB I PENDAHULUAN. asli ke perifer dan menjadi kaspul bedah (Rahardjo, 1995). Benigna Prostat

BAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden kecelakaan merupakan penyebab utama orang mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STASE KDM LAPORAN PENDAHULUAN (LP) NYERI

BAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. berkedudukan di jalan Prof. Dr. H. Aloei Saboe Nomor 91 RT 1 RW 4 Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

Transkripsi:

61 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Univariat a. Usia Responden Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Berikut ini disajikan responden berdasarkan usia pasien pasca bedah TURP pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Tabel 4.1 Usia Responden Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Karakteristik Kelompok Intervensi (n=22) Kelompok Kontrol (n=22) Mean±SD Min-Max 95% CI Mean±SD Min-Max 95%CI Usia 65,09±10,40 51-91 60,48-69,70 67,5±11,59 53-92 62,36-72,64 Sumber: Data Primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan usia kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak terlalu berbeda dimana usia responden berada pada rentang 51 92 tahun.

62 b. Hasil Pengukuran Nilai Nyeri Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Berikut ini disajikan hasil pengukuran nilai nyeri pada pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya. Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Nyeri Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Nyeri Pre Intervensi Post Intervensi Sumber: Data Primer, 2016 Kelompok Intervensi n Mean±SD Min- 95% Max CI 22 4,23±1,74 2-8 3,45-5 22 2,32±1,78 0-6 1,53-3,11 Kelompok Kontrol Mean±SD Min- 95%CI Max 4,86±1,49 3-8 4,20-5,52 2,14±1,64 0-6 1,41-2,86 Berdasarkan tabel 4.2 didapatkan nilai nyeri pre intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 2 8, dan nilai nyeri post intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 0 6. c. Hasil Pengukuran Nilai Kecemasan Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Berikut ini disajikan hasil pengukuran nilai kecemasan pada pasien pasca bedah TURP di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya.

63 Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kecemasan Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Kecemasan Pre Intervensi Post Intervensi Kelompok Intervensi (n=22) Kelompok Kontrol (n=22) Mean±SD Min-Max 95% CI Mean±SD Min-Max 95%CI 19,59±5,97 10-30 16,94-18,09±4,14 10-28 16,26-22,24 19,93 11,86±6,67 0-25 8,86-11,14±5,42 0-25 8,73-14,87 13,54 Sumber: Data Primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan nilai kecemasan pre intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 10-28, dan nilai kecemasan post intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 0-25. 2. Analisa Bivariat. a. Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Nyeri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh nilai nyeri sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan Paired t-test, karena uji hipotesis komparatif numerik berdistribusi normal pada dua kelompok berpasangan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

64 Tabel 4.4 Hasil Paired t-test, Analisis Nilai Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi SEFT Terhadap Nyeri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Variabel Nyeri n Mean±SD Perbedaan p 95% CI Mean±SD value Intervensi Sebelum 22 4,23±1,74 Sesudah 22 2,32±1,78 1,91±0,92 1,50 2,32 0,001 Kontrol Sebelum 22 4,86±1,49 Sesudah 22 2,14±1,64 2,73±1,72 1,96 3,49 0,001 Sumber : Data primer 2016 Berdasarkan tabel 4.4 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapatkan p value 0,001<0,05, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai nyeri sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. b. Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh terapi SEFT terhadap nilai cemas sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan uji Paired t-test, karena uji hipotesis komparatif numerik berdistribusi normal pada dua kelompok berpasangan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

65 Tabel 4.5 Analisis Nilai Kecemasan Sebelum dan Sesudah Terapi SEFT Terhadap Nyeri Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Variabel Cemas n Mean±SD Perbedaan p 95% CI Mean±SD value Intervensi Sebelum 22 19,59±5,97 Sesudah 22 11,86±6,77 7,73±3,97 5,97 9,47 0,001 Kontrol Sebelum 22 18,09±4,14 Sesudah 22 11,14±5,42 6,95±3,43 5,43 8,47 0,001 Sumber: Data Primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.5 pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapatkan p value 0,001<0,05, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai kecemasan sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok. c. Perbedaan Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Nyeri dan Kecemasan Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pasien Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui perbedaan skala nyeri dan cemas sebelum dan sesudah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol menggunakan Independen t-test, karena uji hipotesis komparatif numerik berdistribusi normal pada dua kelompok berbeda yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:

66 Tabel 4.6 Hasil Independen t-test Analisis Perbedaan Pengaruh Intervensi SEFT Terhadap Skala Nyeri dan Kecemasan Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pasien Transurethral Resection Prostate RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Variabel n Mean±SD p value Nyeri Kelompok Intervensi 22 2,23±1,74 Kelompok Kontrol 22 2,86±1,49 0,200 Kecemasan Kelompok Intervensi 22 7,73±3,97 Kelompok Kontrol 22 6,95±3,43 0,493 Sumber: Data Primer, 2016 Berdasarkan tabel 4.6 terlihat variabel nyeri pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapatkan p value 0,002>0,05, variabel kecemasan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi didapatkan p value 0,493>0,05, sehingga dapat diinterpretasikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai nyeri dan kecemasan pada kedua kelompok. B. Pembahasan 1. Interpretasi Hasil Penelitian a. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Penelitian tentang pengaruh terapi SEFT terhadap nyeri dan kecemasan pada pasien pasca bedah TURP ini dilaksanakan di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya pada bulan Juni s.d Agustus 2016. RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya merupakan Rumah Sakit Tipe

67 B non pendidikan di kota Tasikmalaya. Adapun ruangan yang digunakan untuk tempat penelitian adalah Ruang Rawat Inap 3A dan Ruang 3B, yaitu ruangan rawat inap untuk pasien pasca pembedahan. Ruang 3A terdiri dari 33 tempat tidur pasien, sedangkan Ruang 3B terdiri dari 16 tempat tidur pasien, masing-masing sebagai tempat perawatan pasien umum ataupun dengan jaminan kesehatan/ Jamkesmas. Penelitian SEFT menggunakan standar operasional Tindakan SEFT yang bersumber dari referensi tindakan SEFT. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 44 responden yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok intervensi SEFT dan kelompok kontrol dengan jumlah masing-masing sampel kelompok 22 pasien. Selama proses penelitian ini ada responden yang menolak untuk dilakukan intervensi sebanyak 2 responden pada kelompok intervensi, sehingga peneliti mencari responden baru untuk memenuhi sampel penelitian pada kelompok intervensi. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama kurang lebih 2 bulan mulai dari tanggal 13 Juni sampai dengan 15 Agustus 2016, dimulai dari pengumpulan data usia responden dan pengkajian skala nyeri dan kecemasan pada kedua kelompok, sebelum dan sesudah intervensi. Penelitian dibantu oleh dua orang perawat, satu perawat terapis SEFT yang melakukan pengukuran skala nyeri dan kecemasan serta intervensi SEFT pada kelompok intervensi serta satu perawat ruangan

68 yang melakukan pengkajian skala nyeri dan kecemasan pada kelompok kontrol. b. Responden Berdasarkan Usia Berdasarkan hasil penelitian usia kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak terlalu berbeda dimana usia responden berada pada rentang 51 92. Menurut asumsi peneliti, hal tersebut dapat terjadi mungkin karena adanya proses degenerasi dan penurunan fungsi organ yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia seseorang. TURP bisa menyerang berbagai usia, tetapi lebih sering terjadi pada usia dewasa ke atas. Pada saat usia dewasa, seseorang dapat mengalami penurunan fungsi organ, salah satunya penurunan fungsi sistem perkemihan. Sistem perkemihan mengalami perubahan baik secara fungsional maupun struktural. Salah satu resiko penyakit yang sering tejadi pada usia dewasa adalah terjadinya pembesaran prostat, sehingga dapat mempengaruhi proses miksi dan nyeri (Purnomo, 2012). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitan Abbas (2005) yang menyebutkan bahwa kemungkinan pria menderita benigna prostat hyperplasia adalah 40% dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam rentang usia 60 hingga 70 tahun. Elhadi (2007), menyatakan bahwa seseorang yang berusia antara 40 sampai dengan 70 tahun akan beresiko mengalami peningkatan pembesaran prostat. Selain itu, Ruhyanudin (2007), menyatakan bahwa dengan berta mbahnya usia,

69 maka prostat seseorang akan cenderung mengalami pembesaran, diperkirakan sampai dengan usia 80 tahun atau selama dalam usia tersebut produktif. Penelitian ini didukung teori yang mengatakan bahwa usia mempunyai peranan yang penting dalam mempersepsikan dan mengekspresikan rasa nyeri. Pasien dewasa memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan pada lansia. Nyeri pada lansia dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara menafsirkan nyeri ada dua, pertama, rasa sakit adalah normal dari proses penuaan, kedua sebagai tanda penuaan menurut Smeltzer dalam Bernis (2007) usia dewasa secara verbal lebih mudah mengungkapkan rasa ketidaknyamanan. c. Hasil Pengukuran Nyeri dan Kecemasan Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai nyeri pre intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 2 8, dan nilai nyeri post intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 0 6. Hasil pengkajian kecemasan pre intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 10-28, dan nilai kecemasan post intervensi kelompok intervensi dan kelompok kontrol berada pada rentang 0-25.

70 Nyeri yang dirasakan oleh pasien pasca bedah TURP mengalami penurunan saat dilakukan pengkajian pengukuran nyeri dengan menggunakan numeric rating scale. Menurut Ayudianingsih (2009), n yeri pasca pembedahan merupakan nyeri yang diakibatkan karena adanya proses perlukaan pada jaringan. Sesuai dengan penelitian Colby (2 009), reflex muscle contraction menimbulkan restricted movement, akan mengakibatkan circulatory statis dimana akan terjadi iskemia jaringan dan terhambatnya proses metabolisme. Prostaglandin dalam tubuh akan dikeluarkan sebagai kompensasi adanya proses sayatan pasca pembedahan. Adanya peningkatan nyeri dan penurunan nyeri baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol merupakan proses pengalaman nyeri yang subyektif dipersepsikan oleh setiap pasien yang menjalani pasca pembedahan benigna prostat hyperplasia. Seperti halnya pada proses nyeri, kecemasan juga terjadi pada pasien pasca bedah transurethral resection prostate. Hal ini sesuai dengan penelitian Yustinus (2006) mengatakan bahwa faktor predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor psikologis, terutama yang peraturan prosedur pembedahan yang harus dipatuhi pasien, peralatan yang dipasang pada pasien, sikap tenaga kesehatan dalam pengobatan pasien, pengaruh ruang perawatan, serta proses persepsi penyembuhan pasca pembedahan.

71 Asumsi peneliti, proses penurunan nyeri pasca pembedahan terjadi karena subyektifitas pasien terhadap proses penyembuhan pasca pembedahan prostat, apakah membaik atau semakin memburuk fungsi perkemihannya. Adapun penurunan pada kecemasan pasien pasca pembedahan prostat dikarenakan adanya proses relaksasi dan aktivasi titik meridian tubuh saat dilakukan terapi SEFT, yang dapat mengontrol pikiran dan kecemasan yang terjadi pada pasien, sedangkan pada kelompok kontrol, nyeri dan kecemasan menurun dikarenakan proses dari farmakoterapi obat analgetik yang diberikan sesuai indikasi pasca bedah TURP. Selain itu, nyeri dan kecemasan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti usia, pengalaman nyeri sebelumnya, proses hospitalisasi, proses pembedahan, stressor psikososial, keadaan lingkungan, pengaruh penggunaan obat analgetik dengan kombinasi, persepsi terhadap hasil prosedur, serta persepsi terhadap kematian (Shari, 2014). d. Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Nyeri dan Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Hasil penelitian menunjukkan nilai p=0.001 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai nyeri dan kecemasan sebelum dan sesudah terapi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri,

72 akan tetapi pengalaman yang telah dirasakan individu tersebut tidak berarti bahwa individu tersebut akan mudah menghadapi nyeri pada masa yang akan datang walaupun seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri (Prasetyo, 2010). Terapi SEFT berpengaruh terhadap penurunan nyeri. Secara ilmiah, SEFT dapat menurunkan masalah nyeri yang dirasakan oleh seseorang. Hakam (2011) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa SEFT mampu menurunkan nyeri yang dirasakan oleh pasien kanker pada stadium II, saat pengkajian awal, nyeri cukup hebat dirasakan oleh penderita kanker. Namun setelah dilakukan terapi SEFT, nyeri yang dirasakan penderita kanker berkurang, bahkan beberapa diantaranya mengatakan nyeri tidak dirasakan lagi setelah dilakukan terapi. Secara ilmiah, titik tapping pada tubuh manusia yang merupakan titik meridian tubuh mampu mengaktifkan sistem energi tubuh manusia untuk menurunkan dan menyembuhkan faktor nyeri serta penyakit lainnya (Albi SEFT Magazine, 2012). Peneliti juga berasumsi, sebelum dilakukan intervensi SEFT, perubahan posisi pasien sebelum dilakukan intervensi SEFT kemungkinan dapat mempengaruhi terhadap perubahan nilai nyeri setelah pengkajian. Sementara itu ketukan ( tapping) ringan yang dilakukan pada titik-titik energi meridian sesuai dengan teori gate

73 control yang dikemukakan oleh Melzack & Well (1965) akan menutup substansi gelatinosa (SG) pada medulla spinalis dan menghalangi impuls nyeri menuju otak. Ketukan dapat menutup SG karena dihantarkan melalui serabut syaraf yang memiliki diameter lebih besar daripada serabut syaraf nyeri. Jika ada suatu zat dapat mempengaruhi substansi gelatinosa didalam gate control, zat tersebut dapat digunakan untuk pengobatan nyeri (Potter, 2008). Perubahan penurunan sedikit lebih kecil pada kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok intervensi membuktikan bahwa perlakuan dengan kombinasi terapi SEFT membuat pasien lebih relaks dan intensitas nyeri lebih stabil dibandingkan hanya menggunakan protap rumah sakit yang berupa terapi analgetik saja. Adanya perubahan penurunan skala nyeri setelah perlakuan terapi SEFT, bukan karena adanya faktor lain yang berpengaruh selama pengamatan, seperti faktor usia, jenis kelamin dan pengalaman nyeri pernah dilakukan tindakan bedah prostat, dengan ini dibuktikan bahwa hasil analisa bivariat hubungan variabel secara statistik bermakna, yaitu SEFT berpengaruh terhadap penurunan nyeri dan kecemasan pada pasien pasca bedah transurethral resection prostate (Mukhamad, 2010). Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan nilai p=0.001 sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan nilai cemas sebelum dan sesudah terapi pada kelompok

74 intervensi dan kelompok kontrol. Menurut Faiz (2008), terapi SEFT berfokus pada kata atau kalimat yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada Allah SWT. Ketika seorang pasien berdoa dengan tenang (disertai dengan hati ikhlas & pasrah) maka tubuh akan mengalami relaksasi dan menyebabkan seorang pasien menjadi tenang. Pernafasan menjadi teratur, denyut jantung menjadi teratur dan stabil akan melancarkan sirkulasi darah yang mengalir kedalam tubuh dan mereka benar-benar berada dalam keadaan yang luar biasa rileks. Keadaan relaksasi menurunkan kecemasan pasien sehingga stimulus ke RAS menurun dan beberapa bagian, BSR mengambil alih yang dapat menyebabkan pikiran bawah sadar menjadi lebih relaks, sehingga kecemasan pasien menurun, dengan ini dibuktikan bahwa hasil analisa bivariat hubungan variabel secara statistik bermakna, yaitu SEFT berpengaruh terhadap penurunan kecemasan pada pasien pasca bedah transurethral resection prostate (Wijayanti, 2010). e. Perbedaan Pengaruh Terapi SEFT Terhadap Skala Nyeri dan Kecemasan Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Pada Pasien Pasca Bedah Transurethral Resection Prostate di RSUD dr. Soekardjo Kota Tasikmalaya Hasil statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai nyeri dan kecemasan pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol. Kelompok intervensi maupun

75 kontrol, sebelum dilakukan tindakan SEFT, mengalami nyeri dan kecemasan yang sama setelah dilakukan tindakan pembedahan TURP. Pembedahan yang dialami oleh kedua kelompok merupakan stressor yang sama terjadi pada kedua kelompok. Teori stressor bahwa pembedahan mampu meningkatkan adrenalin pasien baik sebelum ataupun setelah tindakan pembedahan dilakukan (Susan, 2010). Nyeri dan kecemasan yang dirasakan oleh pasien bedah merupakan nyeri intermittent karena factor pembedahan. Hal ini sesuai dengan penelitian Susan (2011), bahwa faktor ruangan, dukungan keluarga, persepsi nyeri, serta pengalaman nyeri sebelumnya sangat berpengaruh terhadap nyeri dan kecemasan. Berdasarkan hasil penelitian diatas peneliti berasumsi bahwa nyeri dan cemas yang dirasakan pasien bersifat subyektif dan tidak berbeda antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hal ini dapat disebabkan karena proses pemberian intervensi terapi SEFT dilakukan ketika waktu paruh obat analgetik masih ada, yaitu 4 jam setelah pemberian obat analgesik. Beberapa penelitian menyebutkan efektivitas analgesic berpengaruh pada nyeri pasca bedah akut (ortopedik, ginekologi, abdominal, mulut, dan perkemihan). Ketorolac tromethamine (asam pirolizin karboksilat) merupakan obat golongan NSAID yang biasa digunakan sebagai obat anti nyeri pasca pembedahan dengan efek samping yang lebih aman dibandingkan analgesik yang lain. Obat ini bekerja dengan menghambat sintesa

76 prostaglandin dengan memblokade enzim siklooksigenase (Sm ith et all, 2007). Waktu paruh untuk jenis analgesick golongan ketorolac tromethamine adalah 5,3 jam pada orang dewasa dan 7 jam pada usia lanjut. Nyeri yang dirasakan pada kelompok intervensi tidak berbeda jauh dengan kelompok kontrol dalam penelitian karena masih adanya waktu paruh faktor analgetik, sehingga terapi SEFT hasilnya tidak terlalu berbeda di antara keduanya, walaupun ada sedikit pengaruh pada kedua variabel. Faktor lain yang mempengaruhi tidak adanya perbedaan pada kecemasan dan nyeri dari kedua kelompok adalah usia, psikologis individu, terapi analgetik, peraturan prosedur pembedahan yang harus dipatuhi pasien, peralatan yang dipasang pada pasien, sikap tenaga kesehatan dalam merawat pasien, pengaruh ruang perawatan, proses persepsi penyembuhan pasca pembedahan ruangan perawatan, sehingga dapat dikatakan tidak ada perbedaan signifikan pada kelompok intervensi maupun pada kelompok kontrol pasien transurethral resection prostate (Potter, 2010). Menurut Suharyanto (2009), lebih dari setengah pria usia 60-70 tahun mengalami gejala BPH dan selebihnya 70-90 tahun sebanyak 90%. Jika dilihat secara epidemiologi, menurut usia, maka kadar insidensi BPH meningkat dalam rentang usia 50 tahun ke atas. Nyeri pasca pembedahan TURP yang dirasakan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah nyeri yang bersifat homogen, dalam arti

77 sama dirasakan karena pengaruh degenerative penyakit seiring penambahan usia. TUR sindrom adalah salah satu komplikasi yang paling sering dikhawatirkan dan ditakutkan oleh pasien pasca bedah TURP. Sindroma TURP dapat terjadi pada 2% kasus dengan mortalitas tinggi (Widyasari, 2016). Cemas yang terjadi pada pasien adalah persepsi yang umum terjadi pasca pembedahan. Sehingga dapat dikatakan nilai cemas sebelum dan sesudah intervensi pada kedua kelompok tidak ada perbedaan karena persepsi hanya menurun sesaat setelah terapi, dalam hal ini pula terapi analgetik masih berpengaruh pada pasien, sedangkan efektifnya SEFT sebaiknya dilakukan secara berulang dan continue sehingga kedua terapi (analgetik dan SEFT) dapat lebi h bermakna dalam menurunkan nyeri dan kecemasan. Nyeri dan kecemasan saling berhubungan dan bersifat kompleks. Kecemasan dapat meningkatkan persepsi nyeri, demikian pula sebaliknya. Pola bangkitan otonom adalah sama antara nyeri dengan cemas (Gil dalam Potter, 2010), sehingga sulit memisahkan sensasi nyeri dan kecemasan (Paice dalam Wahyu, 2011). Stimulus nyeri mampu mengaktifkan system limbic yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya cemas. System limbik dapat memproses reaksi emosi terhadap nyeri, memperburuk atau menghilangkan nyeri.

78 Hasil uji klinis dalam penelitian-penelitian SEFT sebelumnya dijelaskan bahwa SEFT mampu menurunkan nyeri dan kecemasan. Pada penelitian Mulia (2012), SEFT dan terapi anal getik efektif menurunkan nyeri pada pasien kanker serviks dibandingkan dengan hanya mendapatkan terapi anlgetik saja. Penelitian Fajar (2010) juga dijelaskan bahwa SEFT efektif mengurangi nyeri ibu pasca operasi secsio caesarea. SEFT juga mampu menurunkan nyeri dan kecemasan pasien dalam proses persalinan. Maka secara ilmiah, dapat SEFT dikatakan mampu mengatasi masalah nyeri dan kecemasan, sehingga dapat dijadikan sebagai intervensi keperawatan mandiri untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut. Asumsi peneliti, individu yang sehat secara emosional, biasanya mampu mentolerir nyeri, khususnya pada nyeri ringan daripada individu yang memiliki status emosional yang kurang stabil. Manifestasi kecemasan tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri perasaan nyeri pasca tindakan, serta keadaan mekanisme koping (Long, 2007). Pengurangan tingkat nyeri dan kecemasan pada kelompok kontrol yang tidak sebesar pada kelompok intervensi sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Zarren dan Eimer dalam Stuart (2007 ), walaupun alam bawah sadar manusia (conscious) menerima informasi mengenai kesehatan yang diberikan oleh perawat, hal ini tidak menurunkan secara signifikan tingkat kecemasan. Hal ini disebabkan

79 karena dalam kondisi nyeri dan cemas, manusia tidak bisa mengolah informasi yang ada (Hawari, 2007). 2. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian a. Kekuatan Penelitian 1) Penelitian ini termasuk penelitian klinik, dimana peneliti menerapkan terapi SEFT yang merupakan bagian dari pengembangan intervensi ilmu keperawatan. 2) Penggunaan instrument penelitian Numeric Rating Scale sudah teruji validitas, menunjukkan konsistensi penilaian pasca bedah setiap harinya (0,673 0,825) dan mempunyai hubungan kekuatan (r = 0,71 0,99) (Liu, 2007). Untuk Pengukuran variabel kecemasan menggunakan kuesioner yang diadopsi dari HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas sangat tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0.972 (Norman, M., & Lipsig, M., 1959, dalam Kurniawan, 2011). 3) Standar Operasional Prosedur Terapi SEFT bersumber pada referensi terapi SEFT (Zainuddin, 2011). b. Kelemahan Penelitian 1) Peneliti hanya melakukan satu kali intervensi SEFT pada masalah nyeri dan kecemasan pasien pasca bedah BPH.

80 2) Pemberian intervensi SEFT membutuhkan konsentrasi dan kondisi ruangan yang kondusif sehingga akan memberikan efek terapi yang maksimal. 3) Pengumpulan data karakteristik responden belum terkaji tentang penggunaan terapi komplementer yang lain saat penelitian. 3. Implikasi Terapi SEFT Terhadap Ilmu Keperawatan Nyeri dan kecemasan merupakan masalah dapat terjadi pada pasien post operasi atau tindakan invasive. Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan dapat melakukan intervensi mandiri non farmakologi untuk mengatasi nyeri pasien pasca tindakan pembedahan prostat. Manajemen nyeri merupakan salah satu bentuk intervensi dalam mempertahankan hemostatis termasuk mengontrol kecemasan dan mengontrol nyeri yang dirasakan oleh pasien, salah satunya dengan menggunakan Terapi SEFT untuk menurunkan nyeri dan kecemasan. Perawat di ruangan saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah nyeri dan kecemasan dapat menerapkan teknik non farmakologi misalnya dengan memberikan Terapi SEFT. Perawat memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum dilakukan tindakan tersebut agar tujuan yang diharapkan tercapai. Perawat melakukan terapi SEFT selama 15 menit 2 kali sehari pada nyeri dan kecemasan yang dialami pasien, kemudian perawat menilai hasil intervensi dari pasien sebelum dan sesudah dilakukan intervensi SEFT, sehingga diharapkan terjadi penurunan nyeri dan kecemasan yang optimal pada pasien.