BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Denpasar sebagai ibu kota Provinsi Bali, saat ini telah menjadi salah satu kota besar di Indonesia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu alasan masyarakat untuk mencoba peruntungan di Kota Denpasar. Berbagai permasalahan pun muncul seiring semakin padatnya jumlah penduduk. Salah satunya permasalahan di bidang transportasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Denpasar pada tahun 2013 jumlah kendaraan bermotor mencapai 1,6 juta unit yang didominasi sepeda motor dengan jumlah 1,3 juta unit diikuti mobil penumpang 215 ribu unit. Pertambahan kendaraan bermotor yang mencapai 14% per tahun, tidak seimbang dengan pertambahan panjang jalan yang hanya 3,6% per tahunnya sehingga menyebabkan arus lalu lintas sangat padat, bahkan mengalami kemacetan pada jam-jam sibuk (Dwijayantara, 2013). Pengguna kendaraan bermotor yang beroperasi di Kota Denpasar sebagian diantaranya adalah mahasiswa Universitas Udayana. Penuhnya area-area parkir yang terlihat di kampus ini membuktikan bahwa sebagian besar mahasiwa universitas ini merupakan pengguna kendaraan pribadi yang turut meningkatkan beroperasinya kendaraan bermotor di kota ini. Tidak bisa dipungkiri bahwa alat 1
2 transportasi sangat berperan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini diduga karena kendaraan pribadi dinilai praktis, efisien dan ekonomis sehingga masyarakat lebih suka menggunakan kendaraan pribadi daripada jasa kendaraan umum. Namun di luar itu semua terdapat dampak buruk dari banyaknya pengguna kendaraan bermotor, yaitu polusi udara yang mengancam kesehatan masyarakat. Berdasarkan riset sejumlah lembaga independen, pencemaran yang diakibatkan oleh gas buang kendaraan bermotor merupakan sumber polusi yang terbesar, kontribusinya mencapai 60-70% dibandingkan dengan industri yang berkisar antara 10-15%. Emisi gas buang kendaraan bermotor yang berbahaya antara lain gas karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon (HC), ozon, partikulat, dan berbagai oksida nitrogen (NOx) dan sulfur (SOx). Udara tercemar yang terhirup dapat menimbulkan kelainan fungsi dan kapasitas paru sehingga akan berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kerja (Republika, 2009). Sebuah penelitian menemukan bahwa pengendara mobil lebih terkena dampak polusi udara dibanding pejalan kaki. Hal ini dikarenakan pengambilan udara pada kompartemen mesin mobil berada di dekat permukaan jalan, sehingga mengambil asap yang dipancarkan oleh kendaraan di depannya, tidak sepenuhnya tersaring dan terjebak di dalam mobil yang kemudian dihirup oleh penumpang (Hull, 2014). Di sisi lain, penelitian di New Zealand menemukan bahwa gas karbon monoksida yang dihirup pengendara motor jauh lebih tinggi dibandingkan pengendara mobil dan pengguna bus pada jalan yang sama, dikarenakan pengendara melakukan perjalanan langsung di dekat knalpot emisi gas buang
3 dengan atau tanpa pemakaian masker. Hal ini sesuai dengan hasil studi yang ditemukan di Athena, Milan dan Vietnam (Dirks, 2012). Penelitian di Taiwan menemukan bahwa pengendara sepeda motor lebih terpapar partikulat PAH sekitar 1,8 kali lipat dibanding pengendara mobil (Lung, 2004). Penelitian di Nigeria menemukan 28,6% dari jumlah sampel terdiagnosa gangguan fungsi paruparu dengan pengukuran FEV1, FVC dan FEV1/FVC yang diantaranya 14,3% pada pekerja sepeda motor komersial (tukang ojek), 10,7% pada supir taksi dan 3,6% pada pegawai sipil yang berpengalaman kerja minimal 1 tahun (Ekpenyong, 2012). Terdapat pula penelitian di Porto Novo yang menemukan bahwa pekerja sepeda motor komersial lebih tinggi terpapar NO, NO2, CO, benzene dan senyawa organik yang berpengaruh terhadap fungsi pernapasan dengan pengukuran FEV1 dan FVC (Messan, 2013). Bahaya polusi udara bagi kesehatan tidak bisa diremehkan. Namun bagi warga perkotaan perkara menghindari polusi udara tersebut bukan hal mudah, apalagi untuk mereka yang setiap hari harus naik kendaraan bermotor. Beberapa hasil penelitian mengindikasikan, semakin lama seseorang terpajan (terpapar) bahan polutan, semakin besar mempunyai risiko gangguan salaran napas (Mikail, 2012). Respon biologis dengan manifestasi morbiditas dan mortalitas terhadap paparan polutan udara dipengaruhi oleh besarnya polusi yang masuk ke paru, jenis bahan pencemar, perubahan fisiologis di paru dan daya tahan fisiologis tubuh. Sejumlah gangguan dapat menyebabkan perubahan yang berbahaya di paru-paru dan saluran pernafasan. Efek yang paling penting adalah pada saluran napas dan elastisitas paru-paru (Maranatha, 2009). Untuk untuk menilai status kesehatan atau
4 fungsi paru seseorang diperlukan adanya uji faal paru. Pengukuran ini menggunakan alat spirometri yang dapat mendeteksi beberapa kelainan yang berhubungan dengan gangguan pernapasan. Spirometri merupakan alat skrining yang paling sering dilakukan untuk menguji fungsi paru serta mendeteksi kelainan pada saluran pernapasan. Spirometri dapat merekam secara grafis volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) dan kapasitas vital paksa (FVC) (Yunus, 2006). Berdasarkan latar belakang inilah peneliti sebagai fisioterapis yang tidak hanya berperan dalam tindakan kuratif maupun rehabilitatif, melainkan juga berperan dalam upaya preventif tertarik untuk mengangkat topik diatas dengan bentuk penelitian dan dipaparkan dalam bentuk skripsi dengan judul Nilai Fungsi Paru Pengendara Mobil Lebih Baik Dibandingkan dengan Pengendara Sepeda Motor pada Mahasiswa di Universitas Udayana Denpasar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan masalah: 1. Apakah nilai persentase FEV1.0 pengendara mobil lebih tinggi dibandingkan dengan pengendara sepeda motor pada mahasiswa di Universitas Udayana Denpasar? 2. Apakah nilai persentase FVC pengendara mobil lebih tinggi dibandingkan dengan pengendara sepeda motor pada mahasiswa di Universitas Udayana Denpasar?
5 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk membuktikan bahwa nilai fungsi paru pengendara mobil lebih baik dibandingkan dengan pengendara sepeda motor pada mahasiswa di Universitas Udayana Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Untuk membuktikan bahwa nilai persentase FEV1.0 pengendara mobil lebih tinggi dibandingkan dengan pengendara sepeda motor pada mahasiswa di Universitas Udayana Denpasar. 2. Untuk membuktikan bahwa nilai persentase FVC pengendara mobil lebih tinggi dibandingkan dengan pengendara sepeda motor pada mahasiswa di Universitas Udayana Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bahwa nilai fungsi paru pengendara mobil lebih baik dibandingkan dengan pengendara sepeda motor yang beresiko terjadinya penurunan fungsi paru akibat paparan polusi udara.
6 1.4.2 Manfaat Praktis 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam usaha promotif dan preventif terhadap penurunan fungsi paru pada pengguna kendaraan bermotor. Baik dalam bidang kesehatan masyarakat maupun profesi fisioterapis. 2. Memotivasi para pengendara sepeda motor untuk memperhatikan efek polusi udara terhadap fungsi paru, sehingga mereka lebih berhati-hati, intensif dalam menggunakan alat pelindung diri, serta lebih menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani khususnya paru dengan rutin berolahraga ataupun dengan melakukan latihan pernapasan yang baik.