BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok adalah salah satu perilaku hidup yang tidak sehat yang dapat merugikan dan sangat mengganggu bagi diri sendiri maupun orang lain disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan seperti balita. Padahal mereka yang bukan perokok mempunyai hak untuk menghirup udara bersih bebas asap rokok. Seseorang yang bukan perokok apabila terus-menerus terkena asap rokok dapat menderita dampak resiko penyakit jantung dan kanker paru-paru (Aditama, 2011). Masalah rokok juga menjadi persoalan sosial ekonomi dimana terdapat 60% dari perokok aktif atau sebesar 84,84 juta orang dari 141,44 juta orang adalah mereka yang berasal dari penduduk miskin atau ekonomi lemah yang sehariharinya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya. Selain itu, dengan berkurangnya hari bekerja yang disebabkan karena sakit, maka perokok menurunkan produktifitas pekerja. Dengan demikian jumlah pendapatan yang diterima berkurang dengan pengeluaran meningkat akibat biaya berobat (Chaudhuni, 2006). Menurut WHO 2008, Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok aktif terbanyak di dunia (61,4 juta perokok) setelah Cina dan India. Sementara itu, Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) di University of Washington memperkirakan jumlah perokok Indonesia sebanyak 52 juta orang. Jumlah perokok pria di Indonesia dalam 30 tahun terakhir meningkat 57%. 1
2 Peningkatan ini merupakan jumlah tertinggi kedua di dunia berdasarkan hasil penelitian The Institute for Health Metrics and Evaluation (IMHE) dalam Jurnal Kesehatan Amerika (Hafid, 2014). Indonesia, rokok menjadi masalah nasional karena menyangkut berbagai bidang kesehatan dan sebagai salah satu negara terbesar di Asia yang diperkirakan sangat terpengaruh oleh epidemik merokok apalagi konsumsi rokok di negara ini cukup tinggi (Murti, 2005). Hal ini disebabkan karena kenyataannya akibat buruk dari rokok bukanlah akibat biasa yang dirasakan dalam jangka waktu yang pendek tetapi akan terus terasa setelah beberapa tahun bahkan berpuluh-puluh tahun (Utama,2004). Selain itu, paparan asap rokok berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita, dimana balita yang terpapar asap rokok beresiko lebih besar untuk terkena ISPA dibandingkan balita yang tidak terpapar oleh asap rokok (Hidayat, 2005). Berdasarkan model yang telah dikaji UNICEF, bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung, yakni penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi individu yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mempengaruhi. Penyakit infeksi seperti diare dan ISPA (Infeksi Salurat Pernafasan Akut) mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik. Faktor penyebab tidak langsung adalah sanitasi dan penyediaan air bersih, kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok didalam ruangan. Selanjutnya ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan pola asuh dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan keluarga (DepKes RI, 2011).
3 Menurut Rikesdas tahun 2013, prevalensi Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di Indonesia mencapai 25,0% dan tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 dengan prevalensi 25,5%. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun dengan prevalensi 25,8% menurut jenis kelamin, tidak berbeda antara laki-laki dan perempuan. Indonesiamerupakan negara yang selalu menempati urutan pertama yang menderita infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan merupakan penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit maupun di Puskesmas. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/ Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita. Menurut Penelitian Miftahur (2014),diwilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan bahwa terdapat anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok 65,7% dengan kejadian ISPA 60,0% dan ada hubungan antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan. Menurut Penelitian Elyana (2009), bahwa frekuensi ISPA berhubungan dengan status gizi balita. Semakin tinggi frekuensi ISPA, maka status gizi balita akan berkurang. Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap orang tua. Perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini, bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Data tahun 2007 memperlihatkan 4 juta
4 balita Indonesia kekurangan gizi, 700 ribu diantaranya mengalami gizi buruk. Sementara yang mendapat program makanan tambahan hanya 39 ribu anak, ditinjau dari tinggi badan, sebanyak 25,8% anak balita Indonesia pendek (SKRT, 2004). Kurang gizi pada anak dikombinasikan dengan keadaan lingkungan yang tidak sehat akan menyebabkan penurunan reaksi kekebalan tubuh yang berarti kemampuan untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menjadi turun. Keadaan tersebut yang akan menyebabkan anak sangat berpotensial terkena penyakit infeksi seperti ISPA. Puskesmas Kotanopan berada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Mandailing Natal dengan wilayah kerja sebanyak 36 desa/kelurahan dan jumlah penduduk 28.281 jiwa. Pekerjaan mayoritas penduduk adalah petani, pedagang dan buruh harian. Dari pengumpulan data Puskesmas ditemukan sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas Kotanopan dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) sebagai urutan pertama, dilihat dari Data Laporan Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Kotanopan dengan jumlah kunjungan mencapai 2.405 jiwa dari Januari-Desember tahun 2014. Tingginya penyakit ISPA di wilayah Puskesmas ini salah satunyadikarenakan kebiasaan merokok dan sanitasi lingkungan, Selain itu status gizi balita di wilayah kerja puskesmas kotanopan ini juga masih rendah. Data status gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Kotanopan terdapat 11 balita yang mengalami gizi kurang. Menurut Penelitian Aisyah (2014), sebagian besar warga diwilayah Puskesmas Kotanopan memiliki kebiasaan merokok. Dari penuturan warga,
5 mereka juga mengatakan sudah lama merokok dan bisa menghabiskan rokok antara 6 sampai 15 batang perhari. Mereka merokok disela-sela istirahat dari aktivitasnya, diwaktu luang, sehabis makan dan konsumsi rokok akan meningkat jika sedang suntuk. Mereka juga mengatakan sudah pernah berhenti merokok apalagi saat mereka sakit tetapi hanya bertahan sementara karena bagi mereka merokok adalah salah satu kenikmatan setelah makan. Hasil survei pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 balita pada keluarga perokok yang di kunjungi di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal terdapat 4 balita yang gizi kurang, 1 balita yang gizi lebih dan 4 balita yang memiliki berat badan normal. Dari 10 balita tersebut juga terdapat 6 balita yang mengalami gejala klinis ISPA seperti batuk dan pilek. Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Gambaran Status Gizi dan Penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) pada anak BalitaKeluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian adalah Masih tingginya angka Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak balita di Puskesmas Kotanopan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dan banyaknya balita yang memiliki keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok di Desa Padang Bulan, sehingga perumusan penelitian ini adalah bagaimana gambaran status gizi dan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita keluarga perokok di
6 Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015. 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui gambaran status gizi dan penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada anak balita keluarga perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015. 1.4 Manfaat Penelitian Bahan pertimbangan dan informasi bagi Puskesmas Kotanopan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal untuk menanggulangi kasus gizi kurang dan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada anak balita dan tercapainya status gizi yang baik dan mengurangi gizi kurang sehingga penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga bisa menurun di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Kotanopan.