BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan anak perlu mendapatkan perhatian khusus, baik dari pemerintah, petugas kesehatan maupun masyarakat. Hal ini merupakan dampak dari semakin meningkatnya jumlah anak di Indonesia, sehingga memberi konsekuensi meningkatnya masalah kesehatan anak, padahal anak merupakan generasi penerus bangsa. Sejalan dengan pertumbuhan anak, dimensi eksternal mereka juga berubah. Perubahan ini disertai dengan perubahan yang berkaitan dengan struktur dan fungsi organ internal dan jaringan yang mencerminkan diperolehnya kompetensi fisiologis dan psikososial secara bertahap. Setiap tahap psikososial mempunyai dua komponen, yaitu aspek menyenangkan dan tidak menyenangkan. Setiap situasi baru menimbulkan konflik dalam bentuk baru. Sebagai contoh, ketika anak-anak yang mencapai rasa percaya secara memuaskan mengahadapi pengalaman baru, misalnya hospitalisasi (Wong, et al, 2008). Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak. Jika seorang anak dirawat di rumah sakit, maka anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena stres akibat perubahan, baik terhadap status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan sehari-hari, dan anak mengalami keterbatasan dalam mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-kejadian yang bersifat menekan (Nursalam, 2005).
Hospitalisasi biasanya memberikan pengalaman yang menakutkan bagi anak. Semakin muda usia anak, semakin kurang kemampuannya beradaptasi, sehingga timbul hal yang menakutkan akibat perpisahan dengan saudara atau teman-temannya serta adanya perubahan dari lingkungan yang sudah akrab dengan lingkungan yang asing (Whaley & Wong, 2004). Selain itu, peralatan medis yang dirasakan cukup menyeramkan, bau obat, penampilan staf rumah sakit serta perawatan dengan berbagai prosedur yang harus dijalaninya terutama bagi anak yang baru pertama kali di rawat menjadi sumber kecemasan bagi anak, yang bila tidak ditanggulangi akan menghambat pelaksanaan terapi di rumah sakit. Salah satu intervensi keperawatan dalam mengatasi dampak hospitalisasi (rawat inap) pada anak adalah dengan memberikan terapi (aktivitas) bermain. Terapi bermain dapat dilakukan sebelum melakukan prosedur pada anak, seperti menggambar, mewarnai, menyanyi, bercerita atau hal-hal yang disukai oleh anak, ini dilakukan untuk mengurangi rasa tegang dan emosi yang dirasakan anak selama prosedur (Suparto, 2003). Aktivitas bermain merupakan kebutuhan psikososial anak dan dapat meningkatkan kecerdasannya dalam berfikir serta membantu untuk mengembangkan imajinasinya dan melatih daya motorik pada anak. Menurut para peneliti, stres hospitalisasi dapat menekan immune anak. Dengan adanya terapi bermain, diharapkan dapat menurunkan stres dan meningkatkan immune anak sehingga mempecepat proses penyembuhan. Hal ini akan menyebabkan waktu perawatan yang lebih cepat dan bahkan akan menghambat terjadinya komplikasi selama perawatan (Nursalam, 2005).
Pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit, perlu memperhatikan prinsipprinsip bermain dan permainan yang sesuai dengan usia atau tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga tujuan bermain yaitu untuk mempertahankan proses tumbuh kembang, dapat dicapai secara optimal. Disamping itu keterlibatan orang tua dalam aktifitas bermain sangat penting, karena anak akan merasa aman, sehingga mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka (Whaley & Wong, 2004). Peran perawat dalam meminimalkan stres akibat hospitalisasi pada anak sangat penting. Untuk dapat terlaksananya terapi bermain yang dilakukan oleh perawat di ruang rawat inap pada awalnya didasari oleh adanya pengetahuan tentang kegiatan bermain yang akan dilakukan dan kemudian akan membentuk sikap sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Hal lain yang ikut berperan adalah adanya faktor pendukung berupa fasilitas atau sarana dan juga faktor motivasi dari perawat itu sendiri (Darni, 2000). Menurut Green LW (2010), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit, terdiri dari tiga faktor. Faktor pertama yaitu faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap perawat. Faktor kedua yaitu faktor pendukung, diantaranya sarana atau fasilitas yang ada, termasuk juga protap dan kebijakan yang ditetapkan. Faktor ketiga adalah faktor pendorong, seperti adanya dukungan umpan balik (feedback) dari anak dak keluarga. Tanpa feedback tersebut, maka akan memiliki peluang kecil untuk menciptakan suasana aktivitas bermain hasil yang sukses.
Sekitar 2,56 juta anak usia 15 tahun dan yang lebih muda, punya pengalaman dirawat inap di ruah sakit (Hall, 2003 dalam Justus, 2006). Namun, dalam pelaksanaan terapi bermain pada anak yang sedang di rawat di rumah sakit masih kurang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Darni (2000) tentang Faktor-Faktor dalam Pelaksanaan Terapi Bermain di Ruang Cempaka RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung, menunjukan bahwa pelaksanaan terapi bermain di rumah sakit tersebut belum berjalan maksimal. Hal ini disebabkan karena pengetahuan (42,8%) dan sikap (64,29%) perawat yang masih kurang. Selain itu belum adanya prosedur tetap tentang pelaksanaan terapi bermain anak serta tidak lengkapnya sarana dan fasilitas (35,7%) dan kurangnya jumlah tenaga perawat (42,9%). Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 26 April 2012 di RSUD dr. Pirngadi Medan, jumlah kunjungan pasien anak pada tahun 2011 sebanyak 1341 anak (Ruang III) dengan jumlah perawat 13 orang dan 457 anak (Ruang IX) dengan jumlah perawat 17 orang. Sedangkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan salah seorang pegawai yang bertugas di Ruang III rawat inap anak RSUD dr. Pirngadi Medan, terapi bermain belum terlaksana secara optimal dan belum menjadi salah satu program wajib dalam pemberian asuhan keperawatan anak di rumah sakit tersebut. Selain itu belum adanya prosedur tetap tentang pelaksanaan terapi bermain dan sarana yang mendukung, sehingga pelaksanaan terapi bermain lebih banyak dilakukan oleh mahasiswa praktek daripada oleh perawat yang bekerja di ruang rawat inap anak RSUD dr. Pirngadi Medan.
Berdasarkan uraian diatas timbul suatu pertanyaan, bagaimana pelaksanaan aktivitas bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan? Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Terapi Bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan?. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi karakteristik responden penelitian b. Mengidentifikasi faktor predisposisi, yaitu pengetahuan dan sikap perawat dalam pelaksanaan terapi bermain di Ruang Rawat Inap Anak RSUD dr. Pirngadi Medan. c. Mengidentifikasi faktor pendukung, yaitu sarana aktivitas bermain dan manajemen rumah sakit.
d. Mengidentifikasi faktor pendorong yaitu respon anak dan keluarga. e. Mengidentifikasi faktor-faktor lain yang ditemukan yang mempengaruhi pelaksanaan terpi bermain. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Profesi Keperawatan Memberikan masukan yang bermakna untuk meningkatkan dan mengembangkan asuhan keperawatan anak khususnya mengenai pentingnya terapi bermain dalam menurunkan kecemasan anak selama dirawat di rumah sakit. 2. Bagi Manajemen Rumah Sakit Meningkatkan kesadaran perawat khususnya perawat di ruang anak mengenai pentingnya terapi bermain sebagai salah satu intervensi dalam memberikan asuhan keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan selama dirawat di rumah sakit sebagai efek hospitalisasi, serta menjadi masukan bagi instansi untuk meningkatkan fasilitas bermain sesuai dengan tumbuh kembang sebagai sarana pelaksanaan terapi bermain. 3. Bagi Pendidikan dan Peneliti Selanjutnya Sebagai data dasar bagi peneliti yang akan melakukan penelitian dalam konteks ruang lingkup yang sama, sehingga sumber dari setiap kutipan yang terdapat dalam penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dan pembanding dalam mengembangkan penelitian, khususnya keperawatan