BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan dan kesehatan kerja adalah upaya perlindungan yang ditujukan agar tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja atau perusahaan selalu dalam keadaan selamat dan sehat, serta agar setiap produksi digunakan secara aman dan efisien. Keselamatan dan kesehatan kerja juga mengandung nilai perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan atau penyakit akibat kerja (Ramli, 2013). Berdasarkan PP RI No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, keselamatan dan kesehatan kerja ialah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), definisi keselamatan dan kesehatan kerja merupakan upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera, bebas dari kecelakaan, kebakaran, peledakan, pencemaran lingkungan, dan penyakit akibat kerja. Menurut Suma mur (2006), keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Keselamatan kerja merupakan hal yang berkaitan dengan mesin, alat, bahan, dan proses kerja guna menjamin keselamatan tenaga kerja dan seluruh aset produksi agar terhindar dari kecelakaan kerja atau kerugian lainnya (Budiono, 1
2 2009). Adapun menurut Suma mur (2016), keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja, dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Menurut Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, kecelakaan kerja ialah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta benda. Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 609 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja, pengertian kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui. Kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Juga kecelakaan ini biasanya terjadi akibat kontak dengan suatu zat atau sumber energi. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu : kecelakaan industri (industrial accident) ialah kecelakaan yang terjadi di tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja dan kecelakaan dalam perjalanan (community accident) ialah kecelakaan
3 yang terjadi di luar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja (Budiono, 2009). Setiap kecelakaan baik cedera pada manusia, kebakaran, dan kerusakan material dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan sehingga berakibat fatal terhadap kelangsungan kegiatan produksi. Kerugian akibat kecelakaan dikategorikan atas kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung (direct cost) adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi, seperti cedera pada tenaga kerja dan kerusakan pada sarana produksi. Kerugian tidak langsung (indirect cost) adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga sering disebut juga sebagai kerugian tersembunyi (hidden cost), seperti kerugian akibat terhentinya proses produksi, penurunan produksi, klaim atau ganti rugi, dampak sosial, citra, dan kepercayaan konsumen (Ramli, 2013). Fridayanti (2016), mengemukakan bahwa kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh dan merusak lingkungan, yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Jika perusahaan kurang memperhatikan pentingnya penerapan keselamatan dan kesehatan pekerja, maka kemungkinan terjadinya risiko kecelakaan akan tinggi dan kerugian perusahaan akan meningkat. Sedangkan menurut Tarwaka (2016), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau
4 properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya. Berdasarkan data dari ILO (International Labour Organization) pada tahun 2015, menyebutkan bahwa satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja. ILO juga mencatat, 153 pekerja di dunia mengalami kecelakaan kerja setiap 15 detik. Di Indonesia angka kecelakaan kerja masih tergolong tinggi. Data yang diperoleh dari Jamsostek, menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja pada tahun 2011 mencapai 99.491 kasus. Setiap tahun kasus kecelakaan kerja tersebut terus meningkat seiring dengan berkembangnya dunia industri di Indonesia. Hal ini terlihat dari data Jamsostek pada tahun 2012, kecelakaan kerja mencapai angka 103.000 kasus dengan rata-rata pekerja meninggal setiap hari sebanyak sembilan orang. Kecelakaan kerja telah membuat kerugian bagi negara hingga Rp 280 Triliun. Sama halnya dengan tahun 2013, berdasarkan data dari Jamsostek tercatat setiap hari satu pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar 103.285 kasus kecelakaan kerja. Adapun pada tahun 2014, menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan tercacat 105.383 kasus kecelakaan kerja. Pada tahun 2015 jumlah kecelakaan kerja sebesar 105.182 kasus. Pada tahun 2016 angka kecelakaan kerja mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 101.367 kasus kecelakaan kerja.
5 Menurut Tarwaka (2008), tingginya angka kecelakaan kerja di Indonesia antara lain disebabkan oleh faktor manusia (unsafe human acts), berupa tindak perbuatan manusia yang tidak mengalami keselamatan seperti tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), bekerja tidak sesuai SOP (Standart Operational Procedure) atau IK (Instruksi Kerja), bekerja sambil bergurau, meletakkan alat atau barang tidak benar, sikap kerja yang tidak benar, kelelahan, kebosanan, dan sebagainya. Selain faktor manusia juga disebabkan faktor lingkungan (unsafe condition), berupa keadaan lingkungan yang tidak aman, seperti mesin tanpa pengaman, peralatan kerja yang sudah tidak baik tetapi masih dipakai, cuaca, dan kebisingan. Selain itu, keterbatasan pegawai pengawas untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja juga tidak maksimal. Salah satu upaya agar dapat menghindari atau menekan terjadinya kecelakaan kerja ialah dengan menjadikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai kewajiban yang nantinya akan menguntungkan bagi perusahaan. Usaha-usaha pencegahan kecelakaan atau kerugian akibat kerja harus direncanakan, diorganisir, diarahkan dan diawasi secara terpadu dalam kegiatan produksi. Usaha ini, selain dapat meningkatkan mutu keselamatan dan kesehatan kerja, juga akan meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan sehingga terhindar dari kecelakaan kerja maupun kerugian-kerugian lainnya (Budiono, 2009). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja mendefinisikan
6 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat dengan SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi, dan lingkungan yang terintegrasi salah satunya dalam rangka menciptakan nihil kecelakaan pada tempat kerja. Dalam menciptakan sebuah tempat kerja yang bebas dari kecelakaan kerja, diperlukan prinsip-prinsip keselamatan dan kesehatan kerja berupa kepemimpinan dan komitmen yang komprehensif yang dilaksanakan oleh semua elemen dalam perusahaan mulai dari lapisan atas sampai ke lapisan bawah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Marisca (2013), Hasil penelitian menyatakan bahwa dalam mengantisipasi dan mengurangi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, pemerintah mewajibkan setiap perusahaan konstruksi menerapkan SMK3. Perusahaan telah membangun komitmen dan kebijakan K3 berdasarkan pada identifikasi bahaya penilaian risiko, telah melakukan perencanaan SMK3, pengukuran, evaluasi, dan tinjauan ulang serta melakukan penerapan SMK3 dengan baik. Untuk meningkatkan pelaksanaan SMK3 agar memberikan hasil maksimal perlu sosialisasi berbagai informasi tentang SMK3 pada seluruh tenaga kerja dan dilakukan pengawasan oleh pihak manajemen atas pelaksanaan SMK3 di perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Debi (2016), Hasil penelitian tentang Faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil kecelakaan
7 menunjukkan bahwa perusahaan memiliki komitmen berupa Expro House Rules, rencana keselamatan dan kesehatan kerja serta izin kerja, menyediakan anggaran khusus serta fasilitas dan personil keselamatan dan kesehatan kerja, memiliki organisasi dan prosedur tanggap darurat, serta kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja yang disusun oleh manajemen puncak. Melakukan Safety Meeting setiap tanggal 24, Toolbox Talk selama 15-20 menit setiap hari, Safety Induction kepada tamu, karyawan dan kontraktor, memasang rambu-rambu keselamatan serta melakukan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yang mencakup mandatory, job spesific, dan non-mandatory. Melaksanakan inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja secara terjadwal, menggunakan metode Top Set Investigation pada penyelidikan kecelakaan kerja. Melakukan evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja serta memiliki Risk Assessment Form. Penelitian yang dilakukan oleh Noer (2013), memaparkan bahwa penelitian ini ialah mengetahui bagaimana kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja Mitra Produksi Sigaret (MPS) KUD Tani Mulyo Lamongan, mengetahui kesesuaian kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dengan peraturan yang berlaku, dan mengetahui komitmen kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai upaya perlindungan tenaga kerja pada MPS KUD Tani Mulyo Lamongan. Untuk mengetahui komitmen kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di MPS KUD Tani Mulyo, peneliti meneliti 4 elemen, yaitu sumber daya, komunikasi dan kepedulian, pelatihan dan kompetensi, serta tugas dan wewenang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (a) MPS KUD Tani mulyo telah berkomitmen dengan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja. (b) Elemen sumber daya, dengan
8 telah menepatkan organisasi keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3) pada posisi yang dapat menentukan keputusan perusahaan, yaitu dengan diketuai oleh direktur utama secara langsung, menyediakan sumber daya manusia, sarana, dan anggaran/dana yang diperlukan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja. (c) Elemen komunikasi dan kepedulian, MPS KUD Tani Mulyo hendaknya perlu memperhatikan motivasi karyawan dalam berperilaku sehingga tujuan akhir proses komunikasi dapat tercapai yaitu berperilaku aman dan dengan menerapkan sistem hadiah dan hukuman dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja. (d) Elemen pelatihan dan kompetensi, MPS KUD Tani Mulyo melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi personel dalam bidang keselamatan dan kesehatan kerja. (e) Elemen tugas dan wewenang MPS KUD Tani Mulyo telah menetapkan personel yang mempunyai tanggung jawab dan wewenang yang jelas. (f) MPS KUD Tani berhasil dalam komitmennya untuk melindungi karyawannya dengan keberhasilan penerapan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, hal ini dapat dibuktikan dengan selalu diraihnya penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2011. Penghargaan nihil kecelakaan kerja diberikan dalam bentuk piagam dan bendera emas yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia PER-01/MEN/I/2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) kepada perusahaan yang telah berhasil mencegah terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja tanpa menghilangkan waktu kerja.
9 Sejarah keberadaan PT. PLN (Persero) Wilayah Indonesia yaitu pada tahun 1893 dan di Wilayah Sumatera Utara pada tahun 1923, yakni ketika perusahaan swasta belanda bernama NV NIGEM / OGEM (Overzeese Gase dan Electritiest Maathappy) membangun sentral listrik di tanah pertapakan yang saat ini menjadi lokasi kantor PLN Cabang Medan di Jl. Listrik No. 8 Medan. Kemudian menyusul pembangunan kelistrikan di Tanjung Pura dan Pangkalan Brandan pada tahun 1924, Tebing Tinggi tahun 1927, Sibolga (oleh NV ANIWM) Berastagi dan Tarutung tahun 1929, Tanjung Balai tahun 1931, Labuhan Bilik tahun 1936, dan Tanjung Tiram pada tahun 1937. PT. PLN (Persero) Area Medan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri tenaga listrik yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah RI No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, produksi yang dilakukan ialah pemeliharaan jaringan distribusi dan penjualan tenaga listrik. Pemeliharaan ini dilakukan untuk mengganti komponen-komponen yang rusak dalam sistem tenaga listrik serta melakukan pemeliharaan atau perawatan terhadap sistem tenaga listrik untuk mencegah kerusakan. Operasi yang dilaksanakan ialah operasi pemeliharaan jaringan listrik yang dilakukan dalam keadaan bebas tegangan antara lain pemeliharaan meter transaksi yang disebabkan karena meter rusak ataupun tua. Selain kegiatan tersebut, operasi yang dilaksanakan yakni pemeliharaan pada jaringan distribusi tenaga listrik yang dilakukan dalam keadaan bertegangan yaitu sebesar 20 kv, seperti pemasangan jumper, pemasangan isolator tumpu, dan juga pemasangan fuse cut out pada gardu
10 distribusi. Kegiatan ini merupakan operasi dengan risiko yang sangat tinggi yaitu terjatuh dari tiang listrik dan tersengat listrik yang dapat mengakibatkan luka bakar yang serius bahkan kematian. Penjualan tenaga listrik yaitu layanan listrik pra bayar dan pasca bayar. Layanan listrik pra bayar yakni pelanggan harus membayar terlebih dahulu energi listrik yang akan dikonsumsinya. Besar tenaga listrik yang telah dibeli oleh pelanggan dimasukkan ke dalam Meter Pra Bayar (MPB) yang terpasang di lokasi pelanggan melalui sistem token. Sedangkan layanan listrik pasca bayar yakni pelanggan pasca bayar menggunakan listrik terlebih dahulu, kemudian membayar tagihan rekening listrik pada bulan berikutnya. Pembayaran tagihan rekening listrik diawali dari sistem pembacaan meter ke pelanggan PLN oleh petugas pembaca meter. Hasil pembacaan meter merupakan jumlah kwh yang digunakan oleh pelanggan PLN yang akan di catat dalam hasil pembacaan meter. Setelah hasil pembacaan meter didapatkan, kemudian dilakukan proses penghitungan jumlah rupiah sesuai tarif dasar listrik. PT. PLN (Persero) Area Medan mampu mencapai nihil kecelakaan (zero accident), dimana tidak terjadi kecelakaan di tempat kerja yang dapat mengakibatkan pekerja tidak dapat melaksanakan proses produksi dengan lancar selama 2 x 24 jam dan hal ini mampu bertahan selama jangka waktu tertentu. Kriteria penilaian nihil kecelakaan kerja yang merujuk pada peraturan pemerintah yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. 1 Tahun 2007 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan Keselamatan dan
11 Kesehatan Kerja (K3) juga sudah mewakili kondisi nyata yang ada di perusahaan tersebut. Perusahaan ini diberikan penghargaan kecelakaan nihil (zero accident) oleh pemerintah atas prestasinya melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dalam mencapai nihil kecelakaan kerja yakni tanpa kecelakaan kerja yang dapat mengakibatkan pekerja sementara tidak mampu bekerja selama 2 x 24 jam, terhitung sejak tanggal 1 Juni 2012 sampai dengan 29 Dsember 2016. Berdasarkan survei pendahuluan yang telah dilakukan, PT. PLN (Persero) Area Medan telah menerapkan komitmen perusahaan yang tergambar dari mematuhi peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja, kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dengan adanya kebijakan atau peraturan yang menjadi pedoman untuk melaksanakan tugas para pegawai, komunikasi keselamatan dan kesehatan kerja yakni melakukan safety meeting secara terjadwal, briefing 15-20 menit sebelum bekerja, dan safety induction serta pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja yaitu adanya pelatihan sesuai dengan jenis pekerjaan pegawai, inspeksi keselamatan dan kesehatan kerja secara terjadwal maupun mendadak dan melakukan penyelidikan kecelakaan serta evaluasi keselamatan dan kesehatan kerja yang dilakukan secara terjadwal. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil kecelakaan (zero accident) di PT. PLN (Persero) Area Medan.
12 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini ialah faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil kecelakaan (zero accident) di PT. PLN (Persero) Area Medan Tahun 2017. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil kecelakaan (zero accident) di PT. PLN (Persero) Area Medan Tahun 2017. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil kecelakaan (zero accident) di PT. PLN (Persero) Area Medan. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak manajemen PT. PLN (Persero) Area Medan untuk mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik di PT. PLN (Persero) Area Medan. 3. Sebagai tambahan informasi bagi penelitian berikutnya khususnya mengenai faktor-faktor yang memengaruhi pencapaian nihil kecelakaan (zero accident).