PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima)

dokumen-dokumen yang mirip
III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Lapangan Terpadu, Fakultas Pertanian,

1. PENDAHULUAN. yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain

Monnes Hendri Batubara, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & M.A. Syamsul Arif

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada lahan bekas alang-alang di Desa Blora Indah

David Simamora, Ainin Niswati, Sri Yusnaini & Muhajir Utomo

PUSTAKA ACUAN. Agustinus, M. D Tingkah Laku Cacing Tanah. Diakses tanggal 3 Mei 2015.

II. TINJAUAN PUSTAKA. ditanam pada lahan tersebut. Perlakuan pengolahan tanah diperlukan dalam

I. PENDAHULUAN. Ekstensifikasi pertanian merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

I. PENDAHULUAN. perkebunan tebu terbesar di Lampung adalah PT. Gunung Madu Plantation

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 musim ke-44 sampai

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah merupakan suatu tahapan penting dalam budidaya tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan pertanaman tebu di PT. Gunung Madu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan sumber bahan makanan ketiga setelah padi dan jagung.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu, Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni2013. Percobaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada lahan alang-alang di Kelurahan Segalamider,

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA TERHADAP SERAPAN HARA DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan daribulan Juli sampai dengan Oktober 2012 di daerah

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

III. METODOLOGI PENELITIAN di Laboratorim Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan

III. BAHAN DAN METODE. dengan Yokohama National University Jepang yang dilaksanakan di Kebun

I. PENDAHULUAN. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang

I. PENDAHULUAN. dijadikan sebagai bahan pangan utama (Purwono dan Hartono, 2011). Selain

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 sampai dengan bulan

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang hijau (Vigna radiata L.) sampai saat ini masih merupakan

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

PENGARUH DOSIS PUPUK MAJEMUK NPK DAN PUPUK PELENGKAP PLANT CATALYST TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine max (L.

I. PENDAHULUAN. banyak ditemukan pada 0 sampai 10 cm (Kuhnelt et al, 1976). Kelompok hewan

III. METODE PENELITIAN. dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk dibedakan menjadi 2 macam yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

MAKALAH SEMINAR (PTH 1507) DAMPAK NEGATIF PUPUK KIMIA TERHADAP KESUBURAN TANAH

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

I. PENDAHULUAN. Jagung merupakan bahan pangan pokok kedua setelah beras yang memiliki

PENGARUH DOSIS DAN WAKTU APLIKASI PUPUK UREA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG (Zea mays, L.) PIONEER 27

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Mei

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

III. METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan di Green House Laboratorium Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

PENGARUH PEMUPUKAN N, P, DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA KULTIVAR GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

Jurnal Agrotek Tropika

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan November 2009, di

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang kerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai fungsi penting dari ekosistem darat yang menggambarkan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

PENGARUH BOKASHI SEKAM PADI TERHADAP HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays, L Sacharata) PADA TANAH ULTISOL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

PENGARUH DOSIS DAN UKURAN BUTIR PUPUK FOSFAT SUPER YANG DIASIDULASI LIMBAH CAIR TAHU TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.

Menurut Syariffauzi (2009), pengembangan perkebunan kelapa sawit membawa dampak positif dan negatif Dampak positif yang ditimbulkan antara lain

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman perkebunan penting sebagai

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

PENGARUH PENGGUNAAN MIKRO ORGANISME LOKAL LIMBAH RUMAH TANGGA DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L)

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu merupakan tanaman semusim dari Divisio Spermathophyta dengan

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

PENGARUH PEMBERIAN BIO URIN SAPI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill).

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN JAGUNG

I. PENDAHULUAN. dan jagung. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein 30-50%, lemak

PENGARUH TUMPANGSARI SELADA DAN SAWI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI DUA KULTIVAR GLADIOL (Gladiolus hybridus L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (monoecious) yaitu letak

PENGARUH PEMBERIAN TIGA JENIS PUPUK KANDANG DAN DOSIS UREA PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capssicum annum L.)

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merril) Varietas Tidar Berdasarkan Dosis Pupuk Organik Padat

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan penting

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Yurres Satrio Wibowo, Henrie Buchari, M. A. Syamsul Arif & Muhajir Utomo

III. METODOLOGI. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

III. BAHAN DAN METODE. Februari 2013 sampai dengan September 2013 pada lahan pertanaman tebu di PT

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 musim ke 43 sampai dengan

III. BAHAN DAN METODE. sistem olah tanah dengan pemupukan N jangka panjang dari tahun 1987 sampai

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

Transkripsi:

J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 422 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 Vol. 3, No. 3: 422 426, September 2015 PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN APLIKASI HERBISIDA TERHADAP POPULASI DAN BIOMASSA CACING TANAH PADA PERTANAMAN UBI KAYU (Manihot utilissima) Yetti Komala Sari, Ainin Niswati, M.A. Syamsul Arif & Sri Yusnaini Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl.Prof. Soemantri Brodjonegoro, No.1, Bandar Lampung 35145 E-mail: yettikomala@gmail.com ABSTRAK Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak dibudidayakan di Provinsi Lampung. Mayoritas petani ubi kayu menerapkan sistem olah tanah intensif beserta aplikasi herbisida kimia dengan anggapan lebih efisien waktu, tenaga, dan biaya namun melupakan dampak negatifnya terhadap kesuburan lahan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan aplikasi herbisida terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman ubi kayu (Manihot utilissima) di Lahan Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Percobaan dirancang menggunakan RAK dengan dua faktor yaitu sistem olah tanah (T) dan aplikasi herbisida (H). Sistem olah tanah terdiri dari olah tanah intensif (T 1 ) dan olah tanah minimum (T 2 ), sedangkan aplikasi herbisida terdiri dari tanpa aplikasi herbisida ( ) dan aplikasi herbisida ( ). Herbisida yang digunakan yaitu herbisida berbahan aktif isopropilamina glifosat + isopropilamina 2,4 D dengan dosis yang digunakan yaitu 160 ml/1 tangki (1 tangki=16 liter air). Data yang diperoleh diuji dengan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah, namun perlakuan herbisida berpengaruh terhadap populasi cacing tanah pada pengamatan 0 BST (sebelum tanam), dan uji BNT menunjukkan bahwa populasi cacing tanah lebih tinggi pada lahan yang tidak diaplikasikan herbisida. Populasi dan biomassa cacing tanah ditemukan lebih tinggi pada lapisan tanah 0 10 cm dan identifikasi cacing tanah di laboratorium menunjukkan bahwa cacing tanah yang ditemukan yaitu dari famili Megascolecidae genus Pheretima. Uji korelasi menunjukkan bahwa kadar air tanah berpengaruh terhadap populasi maupun biomassa cacing tanah. Kata Kunci : Aplikasi Herbisida, Cacing Tanah, Olah Tanah Intensif, Olah Tanah Minimum, Ubi Kayu PENDAHULUAN Pengolahan tanah merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam persiapan lahan yang biasa dilakukan oleh petani. Tujuan kegiatan pengolahan tanah yaitu selain untuk mengendalikan gulma juga meningkatkan produksi, namun tanpa disadari dalam jangka panjang olah tanah intensif berdampak meningkatkan degradasi lahan dan pada akhirnya lahan menjadi tidak produktif (Wardoyo, 2008). Kegiatan olah tanah dalam persiapan lahan biasanya diikuti dengan kegiatan pengendalian gulma pada lahan. Pengendalian gulma pada lahan yang cukup luas biasanya dilakukan secara kimiawi yaitu menggunakan herbisida kimia sehingga gulma lebih cepat diatasi. Herbisida kimia memiliki bahan aktif yang dapat mempermudah dan mempercepat proses kematian gulma. Bahan aktif yang terkandung di dalam herbisida dapat teresidu di tanah, sehingga tidak hanya bersifat toksin pada gulma tetapi juga dapat mempengaruhi aktivitas biota tanah. Hasil penelitian Emalinda (2003) menunjukkan bahwa peningkatan dosis herbisida berbahan aktif glifosat yang diaplikasikan pada media tanah dalam polybag yang ditanami tanaman kedelai berpengaruh nyata terhadap penurunan populasi dan keragaman biota tanah. Biota tanah merupakan salah satu indikator kesuburan tanah, karena biota tanah berperan dalam proses dekompossi bahan organik. Salah satu biota tanah yang berperan dalam proses dekomposisi bahan organik adalah cacing tanah. Cacing tanah merupakan makrofauna tanah yang tidak hanya berperan sebagai agen dekomposisi tetapi juga berkontribusi dalam siklus unsur hara yang terjadi di dalam tanah (Ansyori, 2004). Cacing tanah secara tidak langsung juga membantu pengolahan tanah secara alami melalui aktivitas geraknya di dalam tanah yaitu membuat lubang-lubang sebagai komposisi ruang pori makro tanah yang dapat mendukung perbaikan kondisi tanah.

Sari et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Herbisida 423 Provinsi Lampung merupakan sentral produksi tanaman ubi kayu atau singkong. Mayoritas petani di Lampung memilih tanaman ubi kayu sebagai tanaman budidaya dengan teknik budidaya yang diterapkan adalah olah tanah intensif dan aplikasi herbisida. Teknik budidaya tersebut dapat mempengaruhi kehidupan biota tanah sebagai agen kesuburan tanah. Munculnya masalah kesuburan tanah yang disebabkan oleh teknik budidaya yang kurang tepat tersebut maka akan dilaksanakan penelitian dengan tujuan untuk menghitung populasi dan biomassa cacing tanah akibat diterapkannya sistem olah tanah dan aplikasi herbisida pada lahan pertanaman ubi kayu dan untuk mempelajari interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi herbisida terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pertanaman ubi kayu. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 - April 2015 pada lahan pertanaman ubi kayu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Analisis cacing tanah dan contoh tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Penelitian ini dirancang secara faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor yaitu sistem olah tanah (T) dan aplikasi herbisida (H). Sistem olah tanah terdiri dari olah tanah minimum (T 1 ) dan olah tanah intensif (T 2 ). Sedangkan aplikasi herbisida terdiri dari tanpa aplikasi herbisida ( ) dan aplikasi herbisida ( ). Dengan demikian percobaan ini terdiri dari empat kombinasi perlakuan yaitu: T 1 = olah tanah minimum + tanpa aplikasi herbisida T 1 = olah tanah minimum + aplikasi herbisida T 2 = olah tanah intensif + tanpa aplikasi herbisida T 2 = olah tanah intensif + aplikasi herbisida Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam pada taraf 5% dan rerata nilai tengah dari data diuji dengan uji BNT pada taraf 5%. Hubungan antara populasi dan biomassa cacing tanah dengan C-organik, ph, kelembaban, kadar air dan suhu tanah diketahui dengan uji korelasi. Pengamatan cacing tanah dilakukan sebanyak 4 kali berdasarkan umur tanaman singkong yaitu 0 BST (Bulan Setelah Tanam) bulan Mei 2014, selanjutnya pengamatan dilakukan kembali pada 3 BST, 6 BST, dan 11 BST (Agustus 2014, November 2014, dan April 2015. Pengamatan cacing tanah dilakukan sebelum lahan diaplikasikan herbisida. Cacing tanah diamati dengan menggunakan metode penghitungan dengan tangan (hand sorting). Proses pengambilan cacing tanah yaitu diawali dengan menandai tanah dengan bingkai logam berukuran 50 cm x 50 cm, kemudian tanah digali dan diamati populasi cacing tanah pada lapisan 0 cm 10 cm, 10 cm 20 cm, dan 20 cm 30 cm. Pada lubang galian 30 cm diberikan cairan mustard 0,7% sebanyak 1 L untuk merangsang cacing tanah keluar ke permukaan tanah. Cacing tanah yang putus dihitung sebagai 1 cacing utuh. Cacing tanah yang berukuran cukup besar atau cacing dewasa setelah dicuci dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam tabung bertutup yang berisi formalin untuk diidentifikasi jenisnya. Identifikasi contoh cacing tanah yang diperoleh dilakukan di laboratorium menurut penciri morfologi tubuhnya dengan panduan General Earthworm Diagram. Bersamaan dengan pengamatan cacing tanah dilakukan pengambilan contoh tanah untuk dianalisis di laboratorium. Analisis yang dilakukan yaitu kadar air tanah dengan metode gravimetrik, ph tanah dengan metode elektrometrik, C- organik tanah dengan metode Wakley and Black, dan suhu tanah dengan Thermometer yang langsung diukur di lahan pada saat pengamatan cacing tanah. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis statistik pada setiap perlakuan terhadap populasi dan biomassa cacing tanah setiap bulan pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1, menunjukkan bahwa perlakuan sistem olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi maupun biomassa cacing tanah pada setiap bulan pengamatan, sedangkan aplikasi Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh sistem olah tanah (T) dan aplikasi herbisida (H) terhadap populasi dan biomassa cacing tanah (BC) pada pertanaman ubi kayu. Variabel Pengamatan Perlakuan 0 BST 3 BST 6 BST 11 BST PC BC PC BC PC BC PC BC (T) tn tn tn tn tn tn tn tn (H) * tn tn tn tn tn tn tn (TxH) tn tn tn tn tn tn tn tn

424 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 herbisida berpengaruh terhadap populasi cacing tanah pada pengamatan 0 BST saja. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa olah tanah tidak berpengaruh terhadap populasi cacing tanah. Hal ini disebabkan oleh belum adanya pengaruh dari sistem olah tanah yang diterapkan pada lahan pengamatan, sehingga kondisi tanah pada setiap petakan belum berbeda antara perlakuan sistem olah tanah minimum (OTM) maupun sistem olah tanah intensif (OTI). Secara statistik sistem olah tanah memang tidak mempengaruhi populasi cacing tanah, namun dapat dilihat pada Gambar 1 (a) bahwa pada lahan OTM populasi cacing tanah relatif lebih tinggi dibandingkan lahan OTI. Hal ini dikarenakan tanah pada lahan OTM lebih kaya bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi cacing tanah dibandingkan lahan OTI. Bahan organik pada lahan OTM berasal dari serasah sisa tanaman jagung dan serasah gulma, sedangkan pada lahan OTI gulma dan serasah sisa tanaman jagung dibersihkan dari lahan. Menurut Rukmana (1999) tanah yang kaya bahan organik akan banyak dihuni oleh biota tanah, salah satunya yaitu cacing tanah. Peningkatan populasi cacing tanah terjadi pada pengamatan 11 BST dibandingkan bulan pengamatan lainnya, hal ini disebabkan oleh pada pengamatan 11 BST kondisi tanaman sudah cukup tinggi yang menyebabkan kelembapan tanah pada lahan tersebut lebih terjaga dan mendukung untuk kehidupan cacing tanah, selain itu selang waktu aplikasi herbisida dengan pengamatan adalah 5 bulan sehingga gulma lebih banyak tumbuh dan sumber makanan cacing tanah pun lebih melimpah. Hasil uji BNT taraf 5% (Tabel 2) pada pengamatan 0 BST menunjukkan bahwa lahan yang pengendalian gulma nya menggunakan herbisida memiliki populasi cacing tanah lebih rendah dibandingkan lahan tanpa aplikasi herbisida. Hal ini disebabkan oleh pengamatan jumlah cacing tanah pada 0 BST dilakukan hanya 1 bulan setelah aplikasi herbisida, sedangkan pengamatan selanjutnya dilakukan dengan selang waktu 3-5 bulan setelah aplikasi. Dengan waktu 1 bulan diduga bahan aktif herbisida yang bersifat racun masih teresidu dalam jumlah yang banyak pada gulma yang merupakan sumber makanan bagi cacing tanah. Menurut Madani, dkk. (2013), bahan aktif glifosat yang teresidu pada pakan cacing kemudian dimakan oleh cacing tanah dapat berpengaruh terhadap perkembangbiakan cacing tanah karena bahan aktif tersebut bersifat toksin terhadap kokon yang menyebabkan kematian embrio. Hasil analsis statistik menunjukkan bahwa sistem olah tanah dan aplikasi herbisida tidak berpengaruh nyata terhadap biomassa cacing tanah. Berdasarkan Gambar 1 (b), menunjukkan bahwa biomassa cacing tanah pada pengamatan 0 BST lebih tinggi pada petakan lahan T 2 dibandingkan T 1, namun pada pengamatan selanjutnya Gambar 1. (a) Populasi cacing tanah ; (b) Biomassa cacing tanah; T 1 ( ) = olah tanah minimum + tanpa aplikasi herbisida ; T 1 ( ) = olah tanah minimum + aplikasi herbisida; T 2 ( ) = olah tanah intensif + tanpa aplikasi herbisida; T 2 ( ) = olah tanah intensif + aplikasi herbisida; BST = bulan stetelah tanam; Tongkat pada grafik batang menunjukkan standar error.

Sari et al.: Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Aplikasi Herbisida 425 biomassa cacing tanah T 1 meningkat sedangkan pada petakan lahan T 2 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan tanah pada lahan OTM lebih kaya bahan organik yang merupakan sumber makanan bagi cacing tanah dibandingkan lahan OTI. Bahan organik pada lahan OTM berasal dari serasah sisa tanaman jagung dan serasah gulma, sedangkan pada lahan OTI gulma dan serasah sisa tanaman jagung dibersihkan dari lahan. Menurut Rukmana (1999), tanah yang kaya bahan organik akan banyak dihuni oleh biota tanah, salah satunya yaitu cacing tanah. Hasil pengamatan populasi cacing tanah per lapisan dan biomassa cacing tanah per lapisan menunjukkan bahwa baik populasi maupun biomassa cacing tanah lebih tinggi pada lapisan tanah teratas yaitu Tabel 2. Pengaruh aplikasi herbisida terhadap populasi cacing tanah pada pengamatan 0 BST. Perlakuan Populasi (ekor m -2 ) Tanpa Herbisida ( ) Aplikasi Herbisida ( ) BNT 0,05 86 a 33 b 37 a kedalaman 0 10 cm. Hal ini disebabkan oleh lapisan tanah teratas merupakan lapisan tanah yang kaya akan bahan organik, sehingga banyak cacing tanah pada lapisan tersebut. Menurut Sugiyarto (2007), bahan organik tanaman merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya populasi makrofauna tanah. Faktor lain yang berpengaruh terhadap populasi maupun biomassa cacing tanah yaitu perubahan lingkungan seperti C-organik tanah, ph tanah, suhu tanah, dan kadar air tanah. ringkasan hasil uji korelasi (Tabel 3) menunjukkan bahwa kadar air tanah berpengaruh terhadap populasi cacing tanah pada pengamatan 6 BST dan berpengaruh terhadap bomassa cacing tanah pada pengamatan 11 BST. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kadar air tanah berkorelasi positif terhadap populasi cacing tanah pengamatan 6 BST, namun berkorelasi negatif terhadap biomassa cacing tanah pengamatan 11 BST. Cacing tanah sangat sensitif dengan kelembapan tanah, karena kelembapan sangat dibutuhkan oleh cacing tanah untuk menjaga kulitnya agar dapat berfungsi normal yaitu untuk berespirasi. Berat tubuh cacing tanah terdiri dari 75-90 % air, sehingga kelembapan tempat hidupnya sangat penting, kisaran kelembapan optimum bagi cacing tanah yaitu Tabel 3. Ringkasan hasil uji korelasi populasi cacing tanah (ekor m -2 ) dan biomassa cacing tanah (g m -2 ) dengan sifat kimia tanah pada lahan pertanaman ubi kayu. Variabel Jumlah cacing tanah Koefisien korelasi (r) Biomassa cacing tanah Analisis tanah 0 BST C-organik 0,39 tn 0,49 tn ph tanah 0,21 tn 0,51 tn Kadar air Tanah 0,18 tn 0,31 tn Suhu tanah 0,36 tn 0,01 tn Analisis tanah 3 BST C-organik 0,25 tn 0,03 tn ph tanah 0,19 tn 0,21 tn Kadar air Tanah 0,46 tn -0,15 tn Suhu tanah -0,29 tn 0,01 tn Analisis tanah 6 BST C-organik 0,02 tn 0,26 tn ph tanah 0,37 tn 0,24 tn Kadar air Tanah 0,79 * 0,41 tn Suhu tanah 0,51 * 0,41 tn Analisis tanah 11 BST C-organik 0.31 tn 0,16 tn ph tanah 0,28 tn 0,49 tn Kadar air Tanah -0,03 tn -0,64 * Suhu tanah -0,31 tn -0,21 tn

426 Jurnal Agrotek Tropika 3(3):422-426, 2015 15-50% (Rukmana, 1999). Bila kadar air tanah terlalu tinggi maka cacing tanah akan pergi untuk mencari tempat yang kelembapannya stabil sehingga kulitnya bisa berfungsi normal kembali. Suhu berpengaruh terhadap populasi cacing tanah pada pengamatan 6 BST dan berkorelasi positif. Cacing tanah merupakan biota tanah yang sangat sensitif terhadap suhu lingkungan, namun cacing tanah masih dapat mentolerir suhu diatas 30 o C bila didukung dengan kelembapan yang tinggi (Agustinus, 2009). Suhu yang terlalu rendah juga tidak disukai oleh cacing tanah, karena akan berdampak terhadap penetasan kokon cacing tanah. Hasil identifikasi cacing tanah dewasa yang dilakukan berdasarkan seta dan klitelum diperoleh bahwa cacing tanah yang terdapat pada lahan tersebut merupakan jenis cacing tanah dari dari famili Megascolecidae yaitu genus Pheretima. Cacing Pheretima tergolong epigeik yaitu hidup pada tumpukan bahan organik di permukaan tanah (Edwards dan Bohlen, 1996 dalam Qudratullah, dkk., 2013). Cacing Pheretima memiliki warna tubuh abu-abu gelap kebiruan, dengan panjang tubuh berkisar antara 10-15 cm, dengan jumlah segmen berkisar 92. Setiap segmen terdiri atas seta yang merupakan alat gerak, dan seta cacing jenis ini berkisar antara 50 sampai lebih dari 100 (Stephenson, 1930 dalam Shanty, 2006). KESIMPULAN Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem olah tanah minimum dan sistem olah tanah intensif tidak mempengaruhi populasi dan biomassa cacing tanah pada musim tanam ke-2. Aplikasi herbisida menurunkan populasi cacing tanah pada 1 bulan setelah aplikasi herbisida yaitu pengamatan sebelum tanam (0 BST) namun tidak berpengaruh terhadap populasi dan biomassa cacing tanah pada pengamatan 3 BST, 6 BST, dan 11 BST. Tidak terdapat interaksi antara sistem olah tanah dan aplikasi herbisida terhadap populasi dan biomassa cacing tanah. Populasi dan biomassa cacing tanah lebih tinggi pada tanah lapisan atas (0 10 cm) dibandingkan dengan tanah lapisan bawah. Kadar air tanah berpengaruh dan berkorelasi positif terhadap populasi cacing tanah, namun berkorelasi negatif terhadap biomassa cacing tanah. Hasil identifikasi cacing tanah ditemukan cacing tanah dari famili Megascolecidae yaitu genus Pheretima. DAFTAR PUSTAKA Agustinus, M. D. 2009. Tingkah Laku Cacing Tanah. www.kompas.com. Diakses pada tanggal: 3 Mei 2015. Ansyori. 2004. Potensi cacing tanah sebagai alternatif bio-indikator pertanian berkelanjutan. Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702). Institut Pertanian Bogor. Bogor. Emalinda, O., W. A. Prima, dan Agustian. 2003. Pengaruh herbisida glifosat terhadap pertumbuhan dan keragaman mikroorganisme dalam tanah serta pertumbuhan tanaman kedelai (Glicyne max. (L). Merr) pada Ultisol. Stigma. 11: 309-314. Madani, Ramadhan, dan Gustina. 2013. Pengaruh herbisida isopropilamina glifosat terhadap fekunditas dan viabilitas kokon cacing tanah Pontoscolex corethrurus Fr. Mull. Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi. 2: 175-182. Qudratullah, H., Tri R.S., dan Ari H.Y. 2013. Keanekaragaman cacing tanah (Oligochaeta) pada tiga tipe di kecamatan Pontianak Kota. Jurnal Protobiont. 2 : 56-62. Rukmana, R. 1999. Budidaya Cacing Tanah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hlm 28-29. Shanty. 2006. Beberapa aspek biologic cacing tanah Pheretima darnleiensis (Fletcher). Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sugiyarto, Manan E., Edwl M., Yogi S., Eko H., dan Lily A. 2007. Preferensi berbagai jenis makrofauna tanah terhadap sisa bahan organik tanaman pada intensitas cahaya berbeda. Jurnal Biodiversitas. 7: 96-100. Wardoyo, S.S. 2008. Aplikasi olah tanah konservasi dan pupuk N pada Entisol serta pengaruhnya terhadap serapan NPK tanaman jagung. Jurnal Agrin. 12 ; 227-236.