BAB II STUDI PUSTAKA. Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diketahui gambaran perencanaan struktur gedung. dengan sistem struktural yang akan digunakan.

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

3. BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah daerah rawan gempa, untuk mengurangi resiko korban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

T I N J A U A N P U S T A K A

BAB III LANDASAN TEORI

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. itu sendiri adalah beban-beban baik secara langsung maupun tidak langsung yang. yang tak terpisahkan dari gedung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Iswandi Imran (2014) konsep dasar perencanaan struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

03. Semua komponen struktur diproporsikan untuk mendapatkan kekuatan yang. seimbang yang menggunakan unsur faktor beban dan faktor reduksi.

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa. Hal ini dapat dilihat pada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Analisis Perencanaan Terhadap Gempa (SNI ) Faktor Keutamaan dan Kategori Resiko Struktur Bangunan

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

BAB I PENDAHULUAN Konsep Perencanaan Struktur Beton Suatu struktur atau elemen struktur harus memenuhi dua kriteria yaitu : Kuat ( Strength )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Peraturan Gempa Indonesia SNI

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

PENGARUH DINDING GESER TERHADAP PERENCANAAN KOLOM DAN BALOK BANGUNAN GEDUNG BETON BERTULANG

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG APARTEMEN TRILIUM DENGAN METODE PRACETAK (PRECAST) PADA BALOK DAN PELAT MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA GEDUNG (BUILDING

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

8/22/2016. : S-2 : Earthquake Engineering, GRIPS-Tokyo

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.1 Denah Lantai Dua Existing Arsitektur II-3. Tegangan dan Gaya pada Balok dengan Tulangan Tarik

PERANCANGAN STRUKTUR TAHAN GEMPA

Pedoman Pengerjaan PERANCANGAN STRUKTUR BETON

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

MODIFIKASI PERENCANAAN MENGGUNAKAN SISTEM RANGKA BRESING KONSENTRIS KHUSUS PADA GEDUNG APARTEMEN METROPOLIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II STUDI PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi dari buku-buku dan peraturan-peraturan standar yang berlaku serta dari data-data yang di dapatkan sehingga dapat diketahui gambaran perencanaan struktur gedung. Perencanaan struktur merupakan tahap yang penting dalam sebuah proyek sebelum berlanjut ke tahap pelaksanaan. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur gedung perlu dilakukan studi pustaka untuk mengetahui dasar-dasar teori dari tahap perencanaan struktur dan hubungan antara susunan fungsional gedung dengan sistem struktural yang akan digunakan. Bab ini akan menjelaskan tentang mengenai konsep pemilihan sistem struktur dan konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa yang telah disesuaikan dengan syarat-syarat dasar perencanaan suatu gedung bertingkat yang berlaku di Indonesia seperti Standar Nasional Indonesia (SNI), sehingga diharapkan hasil yang akan diperoleh nantinya tidak akan menimbulkan kegagalan struktur. Pada perencanaan struktur gedung ini digunakan balok dan kolom sebagai elemenelemen utama struktur. Balok dan kolom merupakan struktur yang dibentuk dengan cara meletakan elemen kaku horisontal diatas elemen kaku vertikal. Secara umum jenis-jenis material yang diganakan untuk membuat elemen-elemen struktur yang II-1

biasa digunakan untuk bangunan gedung adalah struktur baja (steel structure), struktur komposit (composite structure), struktur kayu (wooden stucture), struktur beton bertulang cor di tempat (cast in situ reinforced concrete structure), struktur beton pracetak (precast concrete structure), dan struktur beton prategang (prestressed concrete structure). 2.2 Tinjauan Umum Struktur Gedung Bertingkat Gedung bertingkat adalah bangunan dengan lantai lebih dari satu lantai secara vertikal. Gedung betingkat dibangun karena keterbatasan lahan pada daerah perkotaan yag mahal. Gedung bertingkat dikelompokan menjadi: 1. Gedung bertingkat rendah (low rise building) yaitu gedung dengan ketinggian dengan jumlah lantai 2-4 lantai 2. Gedung bertingkat menengah (middle rise building) yaitu gedung dengan ketinggian 15 40 m atau dengan jumlah lantai 5 10 lantai 3. Gedung bertingkat tinggi (high rise building) yaitu gedung dengan ketin atau dengan jumlah lantai 10 40 lantai 4. Gedung pencakar langit (sky scrapper) dengan ketinggian lebih dari 40 lantai. 2.3 Filosofi Gempa Budiono (2012), filosofi ataupun konsep dasar perencanaan bangunan tahan gempa adalah: II-2

a. Bila gempa ringan, bangunan gedung tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding, genting dan langit-langit, kaca pecah maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok, pondasi). b. Bila gempa sedang, bangunan gedung boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturnya akan tetapi tidak boleh mengalami kerusakan pada komponen strukturnya. c. Bila gempa besar, bangunan gedung boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-strukturnya maupun pada komponen strukturnya, akan tetapi penghuni bangunan tersebut bisa menyelamatkan jiwanya, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni untuk keluar atau mengungsi ketempat yang aman. 2.4 Konsep Desain / Perencanaan Struktur Tahan Gempa. 2.4.1 Resiko Terjadinya Gempa Berdasarkan akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh bencana gempa di Indonesia, maka perlu adanya upaya-upaya untuk menekan bahaya bencana yang diakibatkan oleh gempa. Aspek rekayasa gempa sangat perlu diterapkan pada rekayasa struktur, agar bangunan mempunyai ketahanan yang baik terhadap pengaruh gempa. Konsep keamanan dari suatu struktur terhadap pengaruh gempa, harus dikaitkan dengan risiko atau peluang terjadinya (incidence risk) gempa tersebut selama umur rencana (design life time) dari struktur bangunan yang ditinjau. Karena gempa II-3

merupakan peristiwa probabilistik, maka gempa dengan kekuatan atau intensitas tertentu, mempunyai periode ulang (return period) yang tertentu pula. Dengan demikian, jika risiko terjadinya suatu gempa selama umur rencana bangunan sudah tertentu, maka periode ulang dari gempa tersebut sudah tertentu pula. Dalam standar gempa yang baru dicantumkan bahwa, untuk perencanaan struktur bangunan terhadap pengaruh gempa digunakan Gempa Rencana. Gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. 2.4.2 Faktor Keutamaan dan Kategori Risiko Struktur Bangunan Untuk berbagai katagori gedung bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan struktur gedung selama umur gedung yang diharapkan. Pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan (I). Tabel 2.1 Kategori Resiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa KATEGORI JENIS PEMANFAATAN RESIKO Gedung dan non-gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain : - Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, perikanan. II-4

- Fasilitas sementara. I - Gedung penyimpanan. - Rumah jaga dan struktur kecil lainnya. Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katagori resiko I,III,IV termasuk, tapi tidak dibatasi untuk : - Perumahan - Rumah toko/ Rumah kantor - Pasar - Gedung perkantoran - Gedung apartemen/rumah susun - Pusat perbelanjaan/ mall - Bangunan industry - Fasilitas manufaktur II - Pabrik Gedung dan non-gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain : - Bioskop - Gedung pertemuan - Stadion - Fasilitas penitipan anak - Penjara II-5

- Bangunan untuk orang jompo - Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki UGD Gedung dan non-gedung, tidak termasuk kedalam resiko IV, III yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan atau gangguan masal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi gangguan termasuk, tapi tidak dibatasi untuk : - Pusat pembangkit listrik biasa - Fasilitas penanganan air - Fasilitas penanganan limbah - Pusat telekomunikasi Gedung dan non gedung, yang tidak termasuk dalam katagori IV ( termasuk tapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses penanganan penyimpangan, penggunaan atau tempat penyimpanan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak), yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahanya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. IV Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk : II-6

- Bangunan-bangunan monumental - Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan - Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat - Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, kantor polisi, IV serta garasi kendaraan darurat - Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angina badai dan tempat perlindungan lainnya. - Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat oprasi, dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat - Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat kendaraan darurat - Struktur tambahan ( termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingan, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran, atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau peralatan pemadam kebakaran ) yang diisyaratkan beroprasi pada saat keadaan darurat - Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang IV masuk kedalam katagori resiko IV II-7

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan Gempa Kategori RisikoBangunan Faktor keutamaan Gempa ( ) I atau II 1,00 III 1,25 IV 1,50 2.4.3 Prinsip-Prinsip Utama Konstruksi Tahan Gempa 1. Denah yang sederhana dan simetris Penyelidikan kerusakan akibat gempa menunjukkan pentingnya denah bangunan yang sederhana dan elemen-elemen struktur penahan gaya horisontal yang simetris. Struktur seperti ini dapat menahan gaya gempa Iebih baik karena kurangnya efek torsi dan kekekuatannya yang lebih merata. 2. Bahan bangunan harus seringan mungkin Seringkali, oleh karena ketersedianya bahan bangunan tertentu. seringkali menggunakan bahan bangunan yang berat, tapi jika mungkin sebaiknya dipakai bahan bangunan yang ringan. Hal ini dikarenakan besarnya beban inersia gempa adalah sebanding dengan berat bahan bangunan. 3. Perlunya sistim konstruksi penahan beban yang memadai Supaya suatu bangunan dapat menahan gempa, gaya inersia gempa harus dapat disalurkan dari tiap-tiap elemen struktur kepada struktur utama gaya II-8

honisontal yang kemudian memindahkan gaya-gaya ini ke pondasi dan ke tanah. Sangat penting bahwa struktur utama penahan gaya horizontal itu bersifat daktail. Karena jika kekuatan elastis dilampaui keruntuhan getas yang tiba-tiba tidak akan terjadi, tetapi pada beberapa tempat tertentu akan terjadi leleh terlebih dulu. Tiap-tiap bangunan harus mempunyai jalur lintasan gaya ( cara dimana gaya-gaya tersebut dialirkan ) yang cukup untuk dapat menahan gaya gempa horisosontal. Konsep desain tahan gempa yang umum digunakan adalah konsep capacity design. Konsep ini merupakan konsep desain yang memperhitungkan distribusi momen ketika ada bagian dari struktur yang sudah mengalami leleh sehingga pada struktur akan terbentuk sendi plastis yang menyebabkan terjadinya mekanisme keruntuhan plastis. Filosofi dasar dari perencanaan struktur bangunan tahan gempa adalah terdapatnya komponen struktur yang diperbolehkan untuk mengalami kelelehan. Salah satu aspek penting dalam merekayasa bangunan tahan gempa adalah daktilitas. Daktilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk berdeformasi secara plastik. Sebaliknya, kegetasan adalah kualitas bahan yang menyebabkan keretakan tanpa mengalami deformasi plastik. Dalam perspektif tersebut, baja struktur adalah material yang paling daktail yang secara luas digunakan dalam rekayasa material. Pada konsep perencanaan struktur bangunan tahan gempa harus diperhitungkan kemampuannya dalam memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, di antaranya adalah beban gravitasi dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati II-9

struktur dan beban hidup, sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Tujuan desain bangunan tahan gempa adalah untuk mencegah terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan korban jiwa. Untuk mencapai kriteria tersebut, perencanaan bangunan struktur tahan gempa harus dapat memperhitungkan dampak dari gaya lateral yang bersifat siklis (bolak-balik) yang dialami oleh struktur selama terjadinya gempa bumi. Untuk memikul gaya lateral yang dialami oleh bangunan, struktur harus dapat memiliki daktilitas yang memadai di daerah joint atau elemen struktur tahan gempa seperti bresing, link, atau dinding geser. Perencanaan struktur dapat direncanakan dengan mengetahui skenario keruntuhan dari struktur tersebut dalam menahan beban maksimum yang bekerja. Pelaksanaan konsep desain kapasitas struktur adalah memperkirakan urutan kejadian dari kegagalan suatu struktur berdasarkan beban maksimum yang dialami struktur. Sehingga kita merencanakan bangunan dengan elemen-elemen struktur tidak dibuat sama kuat terhadap gaya yang direncanakan, tetapi ada elemen-elemen struktur atau titik pada struktur yang dibuat lebih lemah dibandingkan dengan yang lain dengan harapan di elemen atau titik itulah kegagalan struktur terjadi pada saat beban gempa maksimum bekerja. 2.4.4 Sistem Struktur Sistem struktur bangunan gedung ada dua, yaitu sistem rangka penahan momen dan sistem rangka dengan diafragma vertikal. II-10

Sistem struktur yang berbentuk rangka penahan momen (moment-resisting frame), merupakan sistem struktur yang paling banyak digunakan. Pada struktur portal beton bertulang, sistem Rangka Penahan Momen dapat berbentuk struktur portal yang dicor di tempat (cast-in-place frame), atau struktur portal yang disusun oleh elemen-elemen pracetak (precast frame). Sistem struktur portal beton yang dicor ditempat, dapat berbentuk : sistem portal yang tersusun oleh elemen balok (beam) dan elemen kolom (column), sistem portal yang tersusun oleh elemen pelat (flat slab) dan elemen kolom, dan sistem portal yang tersusun oleh elemen pelat dan dinding pemikul beban (load bearing wall). Pada struktur portal yang dicor ditempat, tidak diperlukan adanya sambungan khusus dari elemen-elemen struktur. Sambungan elemen pada umumnya bersifat kaku dan monolit. Pada struktur portal dengan elemen-elemen pracetak, umumnya digunakan pengelasan untuk membuat sambungan antar elemen. Untuk menjamin keruntuhan yang bersifat daktail dari struktur akibat pembebanan yang berulang, dianjurkan untuk merancang bagian sambungan (joint) lebih kuat dari elemen-elemen yang disambung. Beberapa sistem struktur dasar yang ditetetapkan dalam peraturan perancangan gempa ( SNI 1726-2012 ),yaitu : 1. Sistem Dinding Penumpu ( Pasal 3.48 ). System struktur yang tidak memiliki ruang rangka pemikul beban gravitasi secara lengkap, yang beban gravitasinya dipikul oleh dinding penumpu dan system bresing, sedangkan gaya lateral akibat gaya gempa dipikul oleh dinding geser atau rangka bresing. II-11

2. Sistem Rangka Gedung ( Pasal 3.52 ). Sistem struktur dengan rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan gaya lateral yang disebabkan oleh gempa dipikul oleh dinding geser atau rangka bresing. 3. Sistem Rangka Pemikul Momen ( Pasal 3.53) System struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur. Sistem ini terbagi menjadi 3, yaitu SRPMK( system rangka pemikul momen khusus ), SRPMM( system ragka pemikul momen menengah ),SRPMB( system rangka pemikul momen biasa ). 4. Sistem Ganda ( Pasal 3.49 ) System struktur dengan rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh system rangka pemikul momen dan dinding geser. 2.4.5 Wilayah Gempa Parameter percepatan gempa yang digunakan adalah percepatan batuan dasar pada periode pendek (S s ) pada 0,2 detik dan percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik ( ) dalam probabilitas 2% dalam 50 tahun (gempa 2500 tahun ). Penggunaan percepatan 0,2 detik dan 1 detik dikarenakan pada interval 0,2 detik dan 1 detik II-12

mengandung gempa energi gempa terbesar. Nilai kedua parameter ini didapat dari gambar 1 dan gambar 2. Gambar 2.1 Peta Wilayah Gempa Berdasarkan Parameter Ss Gambar 2.2 Peta Wilayah Gempa Berdasarkan Parameter S 1 II-13

2.4.6 Pengaruh Gempa Vertikal Pengaruh gempa vertical merupakan opsional untuk dilakukan analisa akibat pengaruh gempa vertical pada struktur gudang, maka pada perencanaan struktur harus memperhitungkan pengaruh dari gempa vertical. Faktor respon gempa vertikal harus dihitung berdasarkan persamaan seperti di bawah ini : RSNI 03-1726-2012 EV = 0,2 SDSD dimana : SDS = Parameter spektrum respon desain pada periode pendek (Ss). D = Pengaruh beban mati. 2.4.7 Pengaruh Gempa Horisontal Faktor respon gempa horizontal harus dihitung berdasarkan persamaan seperti di bawah ini : E h = ρq E Keterangan : Q E = Pengaruh gaya gempa horisontal dari V dan F p, pengaruh tersebut harus dihasilkan dari penerapan gaya horisontal secara serentak dalam dua arah tegak lurus satu sama lain. ρ = Faktor redundansi 2.4.8 Periode Alami Struktur Penentuan periode alami struktur ditentukan dalam rumus dibawah ini : II-14

RSNI 03-1726-2012 Ada dua batas untuk periode bangunan, yaitu nilai minimum periode bangunan (Ta min) dan nilai maksimum periode bangunan (Ta maxs), yaitu : x Ta min = Cr h n Ta maxs = Cu Ta min di mana: Ha = tinggi struktur dari dasar sampai ke tingkat paling atas. Cr = 0,0466 (dari Tabel koefisien parameter periode pendekatan). Cu = 1,4 (dari Tabel koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung). x = 0,9 (dari Tabel koefisien parameter periode pendekatan). 2.4.9 Gaya Geser Seismik Penentuan gaya geser seismik : RSNI 03-1726-2012 V = Cs Wt dimana : Cs = koefisien respons seismik Wt = berat total gedung 2.4.10 Perhitungan Koefisien Respons Seismik Koefisien respons seismik C s, harus ditentukan dengan persamaan : II-15

Cs = SDS ( R Ie ) Keterangan : S DS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek R I e = Faktor modifikasi respons = Faktor keutamaan Gempa 2.5 Pembebanan. Beban yang akan ditanggung oleh suatu struktur atau elemen struktur tidak selalu dapat diramalkan sebelumnya. Meski beban-beban tersebut telah diketahui dengan baik pada salah satu lokasi struktur tertentu, distribusi dari elemen yang satu ke elemen yang lainpada keseluruhan struktur masih memerlukan asumsi dan pendekatan. Jenis beban yang biasa digunakan dalam bangunan gedung meliputi : a. Beban Dinamis ( Lateral ) 1. Beban Angin Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan permukaan struktur dan perbedaan tekanan dibagian depan dan belakang struktur. Beban angin tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap struktur dibandingkan dengan beban yang lain. 2. Beban Gempa Beban gempa adalah semua beban statis ekuivalen yang bekerja pada gedung atau bagian dari gedung yang merupakan pengaruh dari gerakan tanah akibat II-16

beban tersebut. Besarnya simpangan horizontal ( drift ) bergantung pada kemampuan struktur dalam menahan gaya gempa yang terjadi, Apakah struktur memiliki kekakuan yang besar untuk melawan gaya gempa maka struktur akan mengalami simpangan horizontal yang lebih kecil dibandingkan dengan struktur yang tidak memiliki kekakuan yang cukup besar. b. Beban Statis ( Gravitasi ) 1. Beban Hidup Beban hidup ( Live Load ) adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni bangunan gedung atau sturktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi dan beban lingkugan seperti beban angin beban hujan beban gempa beban banjir dan beban mati. 2. Beban Mati Beban mati ( Dead Load ) adalah berat dari semua bagian gedung yang bersifat tetap. Beban mati terdiri dari dua jenis, yaitu berat struktur itu sendiri dan berat tambahan yang diletakkan pada struktur. Perhitungan besarnya beban mati suatu elemen dilakukan dengan meninjau berat satuan material tersebut berdasarkan volume elemen. 2.5.1 Kombinasi Pembebanan Menurut SNI 03-1726:2012 Pasal 4.2.2, ( Kombinasi beban untuk metode ultimit ) kombinasi pembebanan dalam penelitian ini yaitu : II-17

Tabel 2.3 kombinasi Beban SNI 03-1726-2012 NO BEBAN KOMBINASI BEBAN 1 D U = 1,4 D 2 D.L.R U = 1,2D + 1,6L + 0,5 (L atau R) 3 D.Lc.R.L U = 1,2D + 1,6(Lc atau R )+( L atau 05R) 4 D.W.L.Lc.R U = 1,2D + 1,0W + L +0,5 (Lc atau R) 5 D.E.L U = 1,2D + 1,0E + L 6 D.W U = 0,9D + 1,0W 7 D.E U = 0,9D + 1,0E Dimana : U = Beban Ultimate D = Beban mati L = Beban hidup W = Beban angin E = Beban gempa R = Beban air hujan Lc = Beban hidup pada atap 2.6 Kinerja Struktur 2.6.1 Kinerja Batas Ultimit Kinerja batas ultimit harus dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa tingkat teratas, yaitu berdasarkan : δx = Cd δxe Ie II-18

di mana : Cd = faktor pembesaran defleksi. δxe= defleksi pada lokasi yang disyaratkan dan ditentukan sesuai dengan analisis elastis. Ie = faktor keutamaan berdasarkan kategori resiko. Untuk memenuhi syarat kinerja batas ultimit, simpangan antarlantai tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat 2.7 Komponen Struktur 2.7.1. Kolom 2.7.1.2. Prinsip Desain Kolom Elemen struktur kolom yang mempunyai nilai perbandingan antara panjang dan dimensi penampang melintangnya relatif kecil disebut kolom pendek. Kapasitas pikul-beban kolom pendek tidak tergantung pada panjang kolom dan bila mengalami beban berlebihan, maka kolom pendek pada umumnya akan gagal karena hancurnya material. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban batas tergantung pada kekuatan material yang digunakan. Semakin panjang suatu elemen tekan, proporsi relatif elemen akan berubah hingga mencapai keadaan yang disebut elemen langsing. Perilaku elemen langsing sangat berbeda dengan elemen tekan pendek. Perilaku elemen tekan panjang terhadap beban tekan adalah apabila bebannya kecil, elemen masih dapat mempertahankan bentuk liniernya, begitu pula apabila bebannya bertambah. Pada saat beban mencapai nilai tertentu, elemen tersebut tiba-tiba tidak stabil, dan berubah bentuk menjadi seperti tergambar. Hal inilah yang dibuat II-19

fenomena tekuk (buckling) apabila suatu elemen struktur (dalam hal ini adalah kolom) telah menekuk, maka kolom tersebut tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menerima beban tambahan. Sedikit saja penambahan beban akan menyebabkan elemen struktur tersebut runtuh. Dengan demikian, kapasitas pikul-beban untuk elemen struktur kolom itu adalah besar beban yang menyebabkan kolom tersebut mengalami tekuk awal. Struktur yang sudah mengalami tekuk tidak mempunyai S kekakukan kecil lebih mudah mengalami tekuk dibandingkan dengan yang mempunyai kekakuan besar. Semakin panjang suatu elemen struktur, semakin kecil kekakuannya. 2.7.1.3. Detailing kolom 1. Ukuran Penampang Kolom Untuk kolom yang memikul gempa, ukuran kolom yang terkecil tidak boleh kurang dari 300 mm. Perbandingan dimensi kolom yang terkecil terhadap arah tegak lurusnya tidak boleh kurang dari 0.4. 2.7.1.4. Syarat-Syarat Kolom Beton Bertulang Syarat syarat Kolom Beton Bertulang berdasarkan Peraturan Beton Bertulang Indonesia, SNI 03-2847-2013 ( Pasal 8.10 ), yaitu : 1. Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang memberikan rasio momen maksimum terhadap beban aksial harus juga ditinjau. II-20

2. Pada rangka atau konstruksi menerus, pertimbangan harus diberikan pada pengaruh beban lantai atau atap tak seimbang pada baik kolom eksterior dan interior dan dari pembebanan eksentris akibat penyebab lainnya. 3. Dalam menghitung momen beban gravitasi pada kolom, diizinkan untuk mengasumsikan ujung jauh kolom yang dibangun menyatu dengan struktur sebagai terjepit. 4. Tahanan terhadap momen pada setiap tingkat lantai atau atap harus disediakan dengan mendistribusikan momen di antara kolom-kolom langsung di atas dan di bawah lantai ditetapkan dalam proporsi terhadap kekakuan kolom relatif dan kondisi kekangan. 2.7.1.5 Tulangan Memanjang Luas tulangan memanjang, A st tidak boleh kurang dari 0,01 A g atau lebih dari 0,06 A g. Pada kolom dengan sengkang tertutup bulat, jumlah batang tulangan longitudinal minimum harus 6. 2.6.1.6 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom Pada kedua ujung kolom, sengkang harus disediakan dengan spasi s o, sepanjang panjang l o diukur dari muka joint. Spasi s o tidak boleh melebihi: a) 6 x diameter batang tulangan longitudinal terkecil II-21

b) 1/4 dimensi penampang kolom terkecil c) Nilai so tidak boleh melebihi 150mm dan tidak perlu diambil kurang dari 100mm Panjang l o tidak boleh kurang dari : a) 1/6 bentang bersih kolom b) Tinggi komponen struktur pada muka joint atau pada penampang dimana pelelehan lentur terjadi c) 450 mm 2.7.2 Balok Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat horizontal bangunan akan beban-beban. Persyaratan balok menurut SNI 2847:2013 ( pasal 8.12 )sebagai berikut : a. Pada konstruksi balok, sayap dan badan balok harus dibangun menyatu atau bila tidak harus di lekatkan bersama secara efektif. b. Lebar slab efektif sebagai sayap balok T tidak boleh melebihi seperempat panjang bentang balok, dan lebar efektif sayap yang menggantung pada masing-masing sisi badan balok tidak boleh melebihi : Delapan kali tebal slab; dan Setengah jarak bersih ke badan di sebelahnya. II-22

c. Untuk balok dengan slab pada satu sisi saja, lebar sayap efektif yang menggantung tidak boleh melebihi : Seperduabelas panjang bentang balok; Enam kali tebal slab; dan Setengah jarak bersih ke badan di sebelahnya. d. Balok yang terpisah, dimana bentuk T digunakan untuk memberikan sayap untuk luasan tekan tambahan, harus mempunyai ketebalan sayap tidak kurang dari setengah lebar badan dan lebar efektif sayap tidak lebih dari empat kali lebar badan. e. Bila tulangan lentur utama pada slab yang dianggap sebagai sayap balok T ( tidak termasuk konstruksi balok rusuk ) pararel dengan balok, tulangan tegak lurus terhadap balok harus disediakan pada sisi teratas slab sesuai dengan berikut ini. f. Tulangan transversal harus didesain untuk memikul beban terfaktor pada lebar slab yang menggantung yang diasumsikan bekerja sebagai kantilever. Untuk balok yang terpisah, seluruh lebar sayap yang menggantung harus diperhitungkan. Untuk balok T lainnya, hanya lebar efektif slab yang menggantung perlu diperhitungkan. g. Tulangan transversal harus dispasikan tidak lebih jauh dari lima kali tebal slab, atau juga tidak melebihi 450mm. 2.7.2.1. Penentuan Dimensi Balok II-23

1. Tebal minimum balok. 2.7.3. Pelat. 2.7.3.1. Syarat Desain Plat Pada SNI-03-2847-2013 ( Pasal 9.5 ) penentuan desain plat sebagai berikut : 1. Untuk pelat tanpa balok interior yang membentang diantara tumpuan dan mempunyai rasio bentang panjang terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari 2, tebal minimumnya harus memenuhi ketentuan Tabel 2.4 dan tidak boleh kurang dari nilai berikut : Tanpa panel drop ( drop panels )..125mm Dengan panel drop ( drop panels ).100mm 2. Untuk pelat dengan balok yang membentang diantara tumpuan pada semua sisinya, tebal minimum h harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : Untuk α tm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus menggunakan syarat nomor 1. Untuk α tm yang lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0, h tidak boleh kurang dari h = fy ln ( 0, 8 + 1400 36 + 5β (αtm 0. 2) II-24

dan tidak boleh kurang dari 125mm; Untuk α tm lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari : h = fy ln ( 0, 8 + 1400 36 + 9β dan tidak boleh kurang dari 90mm; Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai rasio kekakuan α f tidak kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif ketebalan minimum yang di tentukan dalam persamaan diatas harus dinaikan paling tidak 10 persen pada panel dengan tepi yang tidak menerus. II-25