BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nadia Aulia Nadhirah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Dasar dari konsep diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun

BAB I PENDAHULUAN. ke arah positif maupun negatif, maka intervensi edukatif dalam bentuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pada masa remaja, seorang individu banyak mengalami perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. baik secara fisik maupun psikis. Menurut Paul dan White (dalam Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

EFEKTIVITAS TEKNIK PERMAINAN UNTUK MENINGKATKAN PENERIMAAN DIRI (SELF-ACCEPTANCE) SISWA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. Individu disadari atau tidak harus menjalani tuntutan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

I. PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam konteks ini, tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. positif dan dampak negatif dalam kehidupan kita. Berbagai macam orang dari

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bentuk tubuhnya jauh dari ideal.masyarakat berpikir orang yang cantik

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Syabibah Nurul Amalina, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. bahkan sampai jam enam sore jika ada kegiatan ekstrakulikuler di sekolah.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aisha Nadya, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tak kunjung mampu dipecahkan sehingga mengganggu aktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. paling sering disorot oleh masyarakat. Peran masyarakat dan media membawa

BAB I PENDAHULUAN. bertambah tuntutan yang harus dihadapi, hal ini membuat remaja rentan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman saat ini telah banyak mempengaruhi seseorang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2016 MOTIVASI KETERLIBATAN SISWA DALAM MENGIKUTI KEGIATAN EKSTRAKURIKULER OLAHRAGA DI SMA LABORATORIUM PERCONTOHAN UPI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan Antara..., Gita Handayani Ermanza, F.PSI UI, 20081

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu mempunyai kepribadian yang berbeda-beda. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai Hubungan Interaksi Kelompok Teman

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. Ketika memulai relasi pertemanan, orang lain akan menilai individu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara psikologis masa remaja dikatakan sudah mencapai masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diet merupakan hal yang tidak asing lagi bagi remaja di era moderen seperti saat ini.

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. antara manusia yang satu dengan yang lainnya. perkembangan yang terjadi pada remaja laki-laki meliputi tumbuhnya rambut,kulit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nurul Fahmi,2014 EFEKTIVITAS PERMAINAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN PENYESUAIAN SOSIAL SISWA

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja pun kehidupan untuk berkumpul bersama teman-teman tidak lepas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mutia Faulia, 2014

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA yang sedang berada pada masa remaja tidak lepas dari berbagai permasalahan. Seringkali permasalahan tersebut menjadi permasalahan yang biasa dan dianggap wajar terjadi di sekolah. Salah satu permasalahan yang sering dialami siswa adalah mengenai pandangan yang negatif terhadap diri sendiri baik fisik maupun psikis. Secara umum ciri remaja pada umumnya dapat digambarkan dalam perkembangan fisik, psikis, dan sosial. Perkembangan fisik pada remaja ditandai dengan dua ciri yaitu ciri primer dan sekunder. Idealnya, remaja harus dapat menerima perubahan fisiknya serta percaya diri dengan bentuk tubuhnya. Namun pada kenyataannya, pertumbuhan fisik pada remaja tidak semuanya membuat lebih baik dan merasa nyaman, akan tapi sebaliknya banyak remaja yang merasa kurang percaya diri dengan perubahan fisiknya. Solihah (2007: 144), menyatakan bahwa permasalahan yang paling banyak dikonsultasikan remaja pada MCR (Mitra Citra Remaja) PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) Jawa Barat saat masa pubertas, yaitu permasalahan yang berkaitan dengan fisik 27,9%, dampak perubahan fisik 27%, kekhawatiran pada masa puber 16%, pubertas sebagai awal masa remaja 10,1%, dan keadaan emosi 7,6%. Fenomena citra diri yang terjadi pada remaja khususnya di SMA Laboratorium Percontohan UPI, yaitu pada remaja perempuan ditemukan beberapa siswi yang kurang percaya diri dengan penampilannya sehingga membuat remaja tersebut kurang bisa bersosialisasi dengan teman sebaya lainnya, masalah penampilan diri yang dimaksud adalah kurang nyaman dengan tubuh yang hampir mendekati obesitas, adanya jerawat yang berlebihan di bagian wajah, dan pertumbuhan tinggi badan yang lebih lambat atau lebih cepat dibanding teman

2 sebaya lainnya. Pada siswa laki-laki ditemukan fenomena yang membandingbandingkan tinggi badan dengan hubungan dengan lawan jenisnya, sehingga siswa beranggapan bahwa jika laki-laki mempunyai tinggi badan yang lebih tinggi dibanding yang lainnya mereka mempunyai kesempatan yang lebih untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenisnya. Usia remaja adalah usia dimana individu sedang mencari jati diri. Dalam mencari jati diri tersebut tidak jarang remaja mencoba mengidentifikasi dirinya melalui model dari orang lain, tokoh panutan, atau imajinasinya. Melalui cara pandang terhadap diri sendiri (konsep diri) itulah remaja bersikap dan berperilaku, mulai cara berbicara, berdandan, bersikap, berperilaku serta bergaul. Jika konsep diri remaja negatif maka remaja tersebut akan banyak melakukan tindakantindakan yang tidak saja merugikan orang lain tapi juga merugikan diri sendiri. Demikian juga sebaliknya, konsep diri ini dapat meningkatkan harga diri. Dari perasaan berharga itu, remaja dapat membangun citra dirinya. Burn (1993:37) menyebutkan terdapat dua unsur dasar dari konsep diri, yaitu pengetahuan diri (citra diri) dan evaluasi diri (perasaan harga diri). Pengetahuan diri dan evaluasi diri dipelajari melalui pengalaman masa lalu terutama dari interaksi sosial dengan orang-orang yang terpandang. Citra diri merupakan salah satu unsur penting untuk menunjukan siapa diri kita sebenarnya. Citra diri seseorang terbentuk dari perjalanan pengalaman masa lalu, keberhasilan dan kegagalan, pengetahuan yang dimilikinya, dan bagaimana orang lain telah menilainya secara obyektif. Kita sering melihat diri kita seperti orang lain melihat kita. Citra Diri adalah apa yang anda percayai tentang diri anda. Citra Diri yang salah adalah penampilan yang didasari oleh apa yang dikatakan orang lain. Gunawan (2004) menyebutkan konsep diri terdiri dari tiga komponen yaitu diri ideal (ideal self), citra diri (self Image), dan harga diri (self esteem). Diri ideal adalah siapa diri kita di masa depan. Diri ideal adalah pribadi sukses kita. Orang yang kita ingin menjadi. Citra diri adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri saat ini. Ini adalah gambaran mental mengenai diri kita di masa sekarang.

3 Sedangkan harga diri merupakan komponen yang bersifat emosional dalam menentukan sikap dan kepribadian kita. Gleeson, K. dan Frith, H. (2006:81), menyebutkan citra diri adalah apa yang dipercayai individu tentang dirinya. Dalam membangun sebuah pencitraan diri bermula dari yang disebut konsep. Hurlock mengemukakan Konsep yang perlu dipahami adalah konsep diri. Hurlock (1993), menerangkan konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. Hari, K. (2012), menegaskan bahwa citra diri dibangun dari reputasi kualitas perilaku keseharian seperti ucapan, tindakan dan hasil karya yang dapat membangun kesan positif dari orang lain. Gleeson, K. dan Frith, H. (2006:87), menerangkan dalam psikologi populer, dengan mencintai diri sendiri artinya individu memiliki citra diri yang positif. Citra diri positif remaja dapat meningkatkan rasa percaya diri dan hasrat untuk berprestasi. Remaja hendaknya meningkatkan rasa percaya dirinya dengan cara meningkatkan semangat belajar, kemampuan mengasah ketrampilan, kecakapan berorganisasi, serta kemampuan beradaptasi. Penelitian sebelumnya di Amerika telah memperoleh sebuah temuan dalam kaitannya dengan perbedaan gender dan faktor-faktor lain yang membentuk citra diri ideal. Seperti yang diharapkan oleh peneliti, hasilnya adalah perempuan menginginkan tubuh yang lebih kecil dari ukuran mereka saat ini, sedangkan menurut Stanford, J. N. & Mccabe, M. P. (2002: 681), menerangkan bahwa lakilaki terbagi antara menginginkan tubuh yang lebih kecil dan lebih besar. Secara khusus, anak laki-laki yang puas dengan tubuh mereka menunjukkan bahwa mereka memiliki kejelasan tentang apa yang mereka inginkan secara seksual dan nyaman berkomunikasi dengan teman yang mereka inginkan. Sebaliknya Schooler, D., dkk. (2008:229), menerangkan bahwa anak laki-laki dengan kepuasan tubuh yang rendah sering tidak jelas tentang pilihan seksual mereka dan menolak berbicara tentang seksualitas dengan temannya. Hasil observasi dan wawancara dengan guru BK dan beberapa siswa selama bulan februari-mei 2013 di SMA Laboratorium Percontohan UPI, terdapat beberapa kasus yang berterkait dengan citra diri siswa diantaranya adalah lebih

4 dari 12 orang siswi yang mengeluhkan tentang berat badannya, yaitu kurang percaya diri dengan ukuran paha dan lengan yang terlalu besar, serta perut yang agak melebar. Beberapa siswa juga ada yang mengeluhkan tentang wajah dan tinggi badan, diantaranya merasa tidak percaya diri dengan wajah yang kurang cantik atau wajah berjerawat dan tubuh yang terlalu tinggi. Kemudian pada anak laki-laki ditemukan adanya persaingan pada tinggi badan yang kemudian memberikan citra diri positif pada siswa laki-laki yang memiliki tinggi badan ideal atau lebih dari ukuran rata-rata. Diperkuat dengan pernyataan dosen S2 dari Psikologi Universitas Padjajaran Iis Saodah. yang sedang melakukan penelitian tentang pengaruh pangan terhadap pertumbuhan fisik siswa SMA, menyebutkan bahwa terdapat beberapa siswa kelas X dan XI yang memiliki masalah dengan penampilannya. Remaja dengan tubuh yang berukuran lebih besar dari temantemannya mengalami ejekan dan pengecualian berdasarkan karakteristik negatif dari penghargaan tubuh mereka. Pengalaman tersebut dapat memiliki konsekuensi negatif bagi citra diri seseorang dan evaluasi dirinya. Vilhjalmsson, R. Kristjansdottir, G. & Ward, D. S. (2012: 371), menyebutkan bahwa perempuan memiliki citra diri yang lebih rendah daripada anak laki-laki. Faktor kegemukan dan berat badan adalah yang berhubungan dengan citra diri yang rendah di antara kedua jenis kelamin. Perawakan pendek merupakan hal yang negatif terkait dengan citra diri di kalangan anak laki-laki, sedangkan berat badan secara positif berhubungan dengan citra diri di kalangan anak perempuan. Remaja yang memiliki citra diri yang negatif sangat memerlukan bantuan dari pihak lain terutama orang terdekatnya dan dalam lingkungan sekolah adalah dengan bantuan teman sebaya dan guru BK. Stewart, T. M. (2004:786), memaparkan bahwa untuk perlakuan kepada individu yang memiliki citra diri yang negatif harus beragam dan harus diarahkan pada penyembuhan individu secara menyeluruh, pikiran, jiwa, tubuh, dan puncak tertinggi dengan penerimaan dan kasih sayang untuk diri sendiri. Pendekatan ini mendorong gagasan bahwa proses penyembuhan harus menjadi salah satu pengamatan, nonjudgment, netralitas, dan penerimaan. Untuk tujuan ini, layanan bimbingan dan konseling

5 sangatlah sesuai sebagai upaya untuk meningkatkan citra diri siswa yang negatif. Layanan bimbingan dan konseling yang akan dilaksanakan yaitu dengan mengembangkan konseptualisasi pengembangan citra diri dari perspektif sadar, dimana kesadaran berfungsi sebagai fondasi. Komponen inti dari pengembangan citra diri yaitu kognitif, persepsi, perilaku, dan emosional. Layanan bimbingan dan konseling diharapkan dapat membantu siswa dalam mengembangkan citra dirinya agar bisa mengembangkan potensi yang ada dalam diri siswa tersebut secara optimal. Nurihsan (2005:10), menerangkan bahwa strategi layanan bimbingan dan konseling dapat berupa bimbingan klasikal, konseling teman sebaya, konseling individual, konsultasi, konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran remedial. Sejatinya, citra diri siswa yang negatif dapat diatasi melalui konseling kelompok dengan teman sebayanya (peer guidance) sebab siswa lebih banyak melakukan kegiatan di sekolah, mengikuti ekstra kurikuler dan bermain dengan teman sebayanya. Sedangkan (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia dan Olds. (2001), menyatakan bahwa kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya. Kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, makanan yang mahal, dan film yang bagus yang dikenal dengan 4F (Food, Fun, Fashion, Film) yang menjadi konstruk citra diri remaja. Pada usia remaja, individu mengalami proses sosialisasi dimana remaja memiliki kebutuhan untuk mencari kelompok yang sesuai dengan keinginannya, mampu berinteraksi satu sama lain dan merasa diterima dalam kelompok. Teman sebaya merupakan sumber status, persahabatan, dan rasa saling memiliki yang penting dalam situasi sekolah. Santrock (2007: 270), dalam bukunya menuliskan kelompok teman sebaya merupakan komunitas belajar dimana peran-peran sosial dan standar yang berkaitan dengan kerja dan prestasi dibentuk. Di sekolah, remaja biasanya menghabiskan waktu bersama-sama paling sedikit selama tujuh jam setiap

6 harinya. Sekolah juga menyediakan ruang bagi banyak aktivitas remaja sepulang sekolah maupun di akhir pekan. Oleh karena itu konseling kelompok adalah strategi yang sesuai untuk membantu siswa dalam mengembankan citra dirinya dengan bantuan dari ahli dan teman-temannya. Konseling kelompok merupakan hubungan antar pribadi yang menekankan pada proses berpikir secara sadar, perasaan-perasaan, dan perilakuperilaku anggota untuk meningkatkan kesadaran dan pertumbuhan dan perkembangan individu yang sehat. Melalui konseling kelompok individu menjadi sadar akan kelemahan dan kelebihan dirinya, mengenali keterampilan, keahlian dan pengetahuan serta menghargai nilai dan tindakannya sesuai dengan tugas perkembangan. Remaja yang pada umumnya lebih senang menghabiskan waktu bersama teman-temannya baik untuk belajar atau bermain. Remaja belajar bagaimana cara membuat keputusan yang baik, belajar dari pengalaman di luar dirinya dan mempunyai citra diri yang positif mengenai dirinya untuk mencapai aktualisasi diri. Melalui layanan konseling kelompok diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk berinteraksi antar pribadi yang khas yang tidak mungkin terjadi pada layanan konseling individual. Layanan konseling kelompok merupkan salah satu layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Layanan konseling kelompok merupakan upaya bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Glasser (Corey: 363), menyebutkan bahwa konseling realitas adalah konseling jangka pendek yang berfokus pada saat sekarang, menekan kekuatan pribadi, dan pada dasarnya merupakan jalan dimana konseli bisa belajar tingkah laku yang lebih realistik untuk bisa mencapai keberhasilan yang diharapkan. Glasser (Corey: 364), konseling realitas berlandaskan premis bahwa ada satu kebutuhan psikologis tunggal yang hadir sepanjang hidup, yaitu kebutuhan akan identitas untuk merasakan keuinikan, keterpisahan, dan kesendirian. Kebutuhan akan identitas dari inidvidu yang memiliki citra diri negatif menyebabkan dinamika tingkah laku yang dipandang secara universal pada semua kebudayaan.

7 Berdasarkan latar belakang di atas peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Laboratorium Percontohan UPI yang dituangkan dalam judul penelitian Layanan Konseling Kelompok Realitas untuk Mengembangkan Citra Diri Siswa. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka rumusan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana deskripsi citra diri siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Tahun ajaran 2013/2014? 2. Bagaimana Program Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA Laboraorium UPI Bandung? 3. Bagaimana rancangan program hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk mengembangkan citra diri siswa kelas X di SMA Laboratoruim Percontohan UPI Tahun Ajaran 2013/2014? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan data mengenai citra diri siswa sebagai dasar dalam merancang layanan konseling kelompok untuk mengembangkan citra diri siswa kelas X di SMA Laboratoruim Percontohan UPI Tahun ajaran 2013/2014. Dari tujuan umum tersebut, penulis menjabarkan tujuan khusus secara lebih spesifik yang bertujuan untuk menghasilkan: 1. Deskripsi citra diri siswa kelas X di SMA Laboratorium Percontohan UPI Tahun ajaran 2013/2014. 2. Program Bimbingan dan Konseling yang ada di SMA Laboraorium UPI Bandung. 3. Rancangan program hipotetik layanan konseling kelompok realitas untuk mengembangkan citra diri siswa kelas X di SMA Laboratoruim Percontohan UPI Tahun ajaran 2013/2014.

8 D. Manfaat Penelitian Setelah tujuan penelitian dapat tercapai, maka penelitian ini dapat memberikan maanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan bimbingan dan konseling, khususnya mengenai citra diri pada remaja dan konseling kelompok. 2. Secara Praktis Manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut : a. Bagi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi tambahan untuk membantu mahasiswa yang sedang melaksanakan studi dalam bidang kajian yang sesuai dengan tema dari penelitian ini. b. Bagi Konselor/Guru BK di SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu rujukan dalam mengembangkan program bimbingan dan konseling untuk mengembangkan citra diri siswa, sehingga hasil penelitian ini dapat dikembangkan kembali oleh konselor di lapangan dalam melakukan intervensi dalam berbagai setting pendidikan. c. Bagi Siswa SMA Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Mamahami perkembangan pribadi khususnya citra diri siswa dan mampu mengoptimalkan potensi yang ada dalam dirinya dengan bantuan layanan yang diberikan oleh konselor sekolah d. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil dari penelitian ini dapat mengetahui gambaran citra diri siswa di SMA Laboratorium Percontohan UPI dan dapat melengkapi serta melakukan proses penelitian sampai pada tahap eksperimen langsung. memberikan wawasan dan ilmu baru dalam pemahaman tentang bimbingan dan konseling dan bisa mengaplikasikan program yang telah dibuat dalam pembelajaran yang selanjutnya.

9 F. Metode Penelitian Penelitian mengunakan pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menggunakan pengolahan data hasil penelitian berupa angka-angka dan diproses menggunakan pengolahan data secara statistik. Metode yang digunakan dalam penelitian yaitu mengunakan metode desktiptif. Penggunaan metode deskriftif digunakan untuk memperoleh gambaran citra diri siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI berdasarkan datadata faktual. Produk akhir penelitian yaitu rancangan program layanan konseling kelompok realitas yang secara hipotetik efektif untuk mengembangkan citra diri siswa. Teknik pengumpulan data dalam penelitian dalah teknik non-tes dengan menggunakan angket yang digunakan untuk memperoleh gambaran citra diri siswa. Data yang diperoleh dari penelitian berupa angka-angka yang diperoleh dengan pemberian bobot skor pada tiap item pertanyaan instrument penelitian. Analisis data dilakukan setelah data terkumpul berdasarkan hasil penyebaran angket citra diri yang kemudian diolah menggunakan rumus-rumus statistika. Populasi penelitian adalah siswa kelas X SMA Laboratorium Percontohan UPI Tahun ajaran 2013-2014. Teknik penerikan sampel dilakukan secara random sampling, yang artinya pengembilan sampel dari setiap anggota populasi acak. G. Struktur Organisasi Skripsi Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Bab II, terdiri dari kajian pustaka, kerangka pemikiran dan hipotesis penelitian mengenai citra diri dan program bimbingan pribadi sosial, dan konseling realitas. Bab III, metode penelitian yang meliputi pendekatan dan metode penelitian, definisi operasional variabel, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.

10 Bab IV, merupakan hasil penelitian dan pembahasan yang menguraikan tentang pengolahan data serta pembahasan hasil pengolahan data. Bab V, terdiri dari kesimpulan, saran dan rekomendasi hasil penelitian kepada pihak-pihak yang terkait.