BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ).

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGENALAN AKSARA JAWAMENGGUNAKAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing. Tugas Ujian Sarjana

BAB 2 LANDASAN TEORI

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

OPTICAL CHARACTER RECOGNIZATION (OCR)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul. Lembar Pengesahan Pembimbing. Lembar Pengesahan Penguji. Halaman Persembahan. Halaman Motto. Kata Pengantar.

Gambar 2.1 Neuron biologi manusia (Medsker & Liebowitz, 1994)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB 2 LANDASAN TEORI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Jaringan Syaraf Tiruan

BAB II LANDASAN TEORI

APLIKASI PENGENALAN POLA DAUN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF LEARNING VECTOR QUANTIFICATION UNTUK PENENTUAN TANAMAN OBAT

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

BAB II LANDASAN TEORI

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

Perbandingan Antara Metode Kohonen Neural Network dengan Metode Learning Vector Quantization Pada Pengenalan Pola Tandatangan

Architecture Net, Simple Neural Net

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014 di

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB II LANDASAN TEORI

Pengenalan Bentuk Wajah Manusia Pada Citra Menggunakan Metode Fisherface

Klasifikasi Pola Huruf Vokal dengan Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN PADA PENGENALAN POLA TULISAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI PENGENALAN PLAT NOMOR KENDARAAN BERMOTOR MENGGUNAKAN METODE LEARNING VECTOR QUANTIZATION

SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGENALAN HURUF DAN ANGKA PADA CITRA BITMAP DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE PROPAGASI BALIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Operasional Indikator Pemerataan Pendidikan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

DOKUMENTASI ULANG NASKAH BRAILLE MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIMULASI PENGENALAN TULISAN MENGGUNAKAN LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION )

BAB 2 LANDASAN TEORI

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

BAB II LANDASAN TEORI

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan deteksi penyakit pada daun rose dengan menggunakan metode ANN.

TINJAUAN PUSTAKA ,...(1)

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

BAB II LANDASAN TEORI

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

Jaringan Syaraf Tiruan

MODEL N EURON NEURON DAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu obyek. Pola sendiri adalah suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasikan serta diberi nama. Pola bisa merupakan kumpulan hasil atau pemantauan dan bisa dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks (Putra, 2010). Pengenalan pola mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh komputer. Tujuan pengelompokan ini adalah untuk mengenali suatu objek dalam citra. Manusia bisa mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasikan objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainya. Kemampuan visual manusia inilah yang dicoba ditiru oleh mesin atau dalam hal ini adalah komputer. Komputer menerima input berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut dan memberikan output berupa deskripsi objek di dalam citra. Gambar 2.1 menunjukkan diagram kotak sederhana dari proses pengenalan pola. Citra Pengenalan Pola Deskripsi Objek Gambar 2.1 Diagram Sederhana Proses Pengenalan Pola Sebuah citra objek yang akan dikenali oleh jaringan syaraf tiruan tidak begitu saja dimasukkan menjadi input sebuah jaringan syaraf tiruan, karena masih berupa data

mentah dan belum sesuai dengan kriteria masukan untuk jaringan syaraf tiruan. Citra objek tersebut harus diproses terlebih dahulu, tujuannya untuk membantu kemampuan jaringan dalam mengkomputasikan informasi dari citra objek tersebut (Siregar, 2013). 2.2. Wajah Wajah atau muka adalah bagian depan dari kepala manusia meliputi wilayah dari dahi hingga dagu, termasuk alis, mata, hidung, pipi, mulut, bibir, gigi, kulit, dan dagu. Wajah terutama digunakan untuk ekspresi wajah, penampilan, serta identitas. Tidak ada satu wajah pun yang serupa mutlak, bahkan pada manusia kembar identik sekalipun. Oleh sebab itu dengan melihat wajah, kita dapat mengenali atau mengidentifikasi seseorang dengan lebih mudah. 2.3. Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dan suatu obyek (Sutoyo, dkk. 2009). Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan. Dalam dunia sehari-hari dapat banyak dijumpai berbagai macam bentuk citra, baik itu citra analog ataupun citra digital. Citra analog yaitu seperti foto yang tercetak di kertas foto, gambar sebuah lukisan di kanvas atau ketas, dan lain sebagainya. Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti gambar pada monitor televisi, foto sinar-x, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemnadangan alam, hasil CT scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung. Sedangkan Citra Digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer yang memiliki jenis dan ukuran file dari citra tersebut. Citra digital merupakan citra yang tersusun dalam bentuk raster (grid / kisi). Setiap kotak (tile) yang terbentuk disebut piksel dan memiliki koordinat (x,y). Sumbu x (horizontal) : kolom (column), sumbu y (vertikal) : baris (row,line). Setiap piksel memiliki nilai

(value atau number) yang menunjukkan intensitas keabuan pada piksel tersebut. Derajat keabuan merepresentasikan grey level atau kode warna (Ainun, 2014). 2.4 Deteksi Tepi Tepi citra adalah pertemuan antara bagian objek dan bagian latar belakang. Dalam pengolahan citra, tepi objek ditandai oleh titik yang nilai keabuannya memiliki perbedaan yang cukup besar dengan titik yang ada di sebelahnya. Deteksi tepi adalah proses untuk menemukan perubahan intensitas yang berbeda nyata dalam sebuah bidang citra (Sutoyo, dkk. 2009), setelah dilakukan deteksi tepi akan dihasilkan citra biner. Citra biner merupakan citra yang hanya memiliki dua nilai yaitu hitam dan putih atau dalam bentuk nilai yaitu 0 dan 1. Tepi dari suatu citra mengandung informasi penting dari citra bersangkutan. Tepian citra dapat mempresentasikan objek-objek yang terkandung dalam citra tersebut, bentuk, dan ukurannya serta terkadang juga informasi tentang teksturnya (Putra, 2010). Deteksi tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra. Deteksi tepi pada suatu citra memiliki tujuan sebagai berikut (Yunus, 2012) : 1. Menandai bagian yang menjadi detail citra. 2. Memperbaiki detail citra yang kabur karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra. 2.4.1 Operator Robert Operator Robert merupakan suatu teknik deteksi tepi sederhana dan memiliki tingkat komputasi yang cepat dan umumnya digunakan untuk citra grayscale (Putra, 2010). Selain itu algoritma Robert ini juga disebut sebagai operator silang yang menggunakan kernel ukuran 2x2 piksel, sehingga tepi yang dihasilkan berada pada tepi atas atau bawah.

Operator Robert mengambil arah diagonal untuk penentuan arah perhitungan nilai gradientnya, dimana gradient dari arah-x dan arah-y dihitung dengan rumus (Yunus, 2012): Gambar 2.2 Operator Silang Dalam bentuk mask konvolusi, operator Robert adalah : Kedua matriks diatas dapat diterapkan pada citra secara terpisah, baik untuk mendapatkan tepian horizontal maupun tepian vertikal. Contoh deteksi tepi robert : (a) Citra asli (b) Citra hasil deteksi tepi robert Gambar 2.3. Contoh Deteksi Tepi Robert

2.5. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau disingkat JST, adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi diilhami dari pengetahuan tentang sel saraf biologis di dalam otak, yang merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba menstimulasi proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Kemampuan yang dimiliki JST dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau operasi dari beberapa contoh atau input yang dimasukkan dan membuat prediksi tentang kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input yang disimpan kepadanya (Hermawan, 2006). Jaringan saraf tiruan disusun dengan asumsi yang sama seperti jaringan saraf biologis sebagai berikut (Siang, 2009) : 1. Pengolahan informasi terjadi pada elemen-elemen pemrosesan (neuron-neuron). 2. Sinyal antara dua buah neuron diteruskan melalui link-link koneksi. 3. Setiap link koneksi memiliki bobot terasosiasi. 4. Setiap neuron menerapkan sebuah fungsi aktivasi terhadap input jaringan (jumlah sinyal input berbobot). Tujuannya adalah untuk menentukan sinyal output. x1 w1 x2 w2 Ʃ Fungsi Aktivasi Y x3 w3 Gambar 2.4. Diagram Neuron Jaringan Syaraf Tiruan Keterangan :,,..., : data masukkan,,..., : bobot atau sinapsis Ʃ : penjumlah (menjumlahkan semua data masukan) y : data keluaran

2.5.1 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan Pembagian arsitektur JST bisa dilihat dari kerangka kerja dan skema interkoneksi. Kerangka kerja JST bisa dilihat dari jumlah lapisan (layer) dan jumlah node pada setiap lapisan. Lapisan penyusun JST dapat dibagi menjadi tiga yaitu (Puspitaningrum, 2006) : 1. Lapisan Masukan (Input Layer) Node-node di dalam lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input menerima input dari dunia luar. Input yang dimasukkan merupakan penggambaran dari suatu masalah. 2. Lapisan Tersembunyi (Hidden Layer) Node-node di dalam lapisan tersembunyi disebut unit-unit tersembunyi. Output dari lapisan ini tidak secara langsung dapat diamati. Letaknya berada diantara lapisan masukan dan lapisan keluaran. Lapisan tersembunyi ini hanya dapat dilihat pada arsitektur jaringan berlapis banyak (Multi Layer Network). 3. Lapisan Keluaran (Output Layer) Node-node pada lapisan output disebut unit-unit output. Keluaran dari lapisan ini merupakan output jaringan saraf tiruan terhadap suatu masalah. Selanjutnya dalam JST setiap layer akan dihubungkan dengan layer-layer sebelum dan sesudahnya. 2.5.1.1 Single Layer Network Single layer network yang atau jaringan lapis tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi (Hermawan, 2006).

X1 X2 X3 Y1 Y2 Gambar 2.5. Single-Layer Network (Hermawan, 2006). Dapat dilihat bahwa dalam jaringan ini lapisan input memiliki 3 neuron aitu x1, x2, dan x3, sedangkan lapisan output memiliki 2 neuron yaitu y1 dan y2. Semua neuron di lapisan input saling berhubungan dengan semua lapisan ouput. 2.5.1.2 Multi Layer Network Multi layer network atau jaringan berlapis banyak merupakan suatu jaringan yang memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output yang sering disebut lapisan tersembunyi. Jaringan dengan banyak lapisan ini dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit daripada dengan jaringan lapisan tunggal meskipun proses pelatihan lebih kompleks dan lama (Hermawan, 2006). X1 X2 X3 Lapisan Input Z1 Z2 Lapisan Tersembunyi Y Lapisan Output Gambar 2.6. Multi Layer Network (Hermawan, 2006). 2.5.1.3 Reccurent Network Model jaringan recurrent mirip dengan jaringan layer tunggal ataupun ganda. Hanya saja, ada neuron output yang memberikan sinyal pada unit input (sering disebut feedback loop) (Siang, 2009).

2.5.2 Fungsi Aktivasi Dalam jaringan syaraf tiruan terdapat beberapa fungsi aktivasi yang berguna dalam proses pembelajaran. Berikut beberapa fungsi aktivasinya dalam jaringan syaraf tiruan (Siang, 2009) : 1. Fungsi threshold (batas ambang) a. Memiliki fungsi aktivasi yaitu : f(x) b. Tidak dapat menyelesaikan masalah yang tidak linier. 2. Fungsi aktivasi sigmoid merupakan fungsi aktivasi yang memiliki beberapa syarat yaitu : kontinu, terdiferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turun sehingga fungsi aktivasi ini sering sekali dipakai. Fungsi sigmoid memiliki 2 jenis yaitu fungsi aktivasi sigmoid biner yang memiliki range (0,1) dan fungsi aktivasi sigmoid bipolar yang memiliki range (-1,1). dengan turunan f (x) = f(x) (1-f(x)) 3. Fungsi Aktivasi Identitas f(x) = x Merupakan fungsi aktivasi yang sering dipakai apabila menginginkan output berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1] atau [-1,1]. 2.6 Jaringan Syaraf Tiruan Learning Vector Quantization (LVQ) LVQ merupakan jaringan lapisan tunggal (single-layer net) di mana lapisan masukan terkoneksi secara langsung dengan setiap neuron pada keluaran. LVQ terdiri dari lapisan input (input layer), lapisan kompetitif dan lapisan output (output layer). Lapisan input dihubungkan dengan lapisan kompetitif oleh bobot. Dalam lapisan kompetitif, proses pembelajaran dilakukan secara terawasi. Input akan bersaing untuk dapat masuk ke dalam suatu kelas. Hasil dari lapisan kompetitif ini berupa kelas, yang

kemudian akan dihubungkan dengan lapisan output. Jika jarak dua vektor masukan mendekati sama, maka lapisan kompetitif akan meletakkan kedua vektor masukan tersebut ke dalam kelas yang sama (Hidayati & Warsito, 2010). Metode LVQ akan melakukan pengenalan terlebih dahulu terhadap pola masukan yang harus disajikan dalam bentuk vektor agar dapat dicari kelasnya. Karena setiap neuron keluaran menyatakan kelas atau kategori tertentu, maka pola masukan dapat dikenali kelasnya berdasarkan neuron keluaran yang diperoleh. Metode LVQ mengenali pola masukan berdasarkan pada kedekatan jarak antara dua vektor yaitu vektor dari unit/neuron masukan dengan vektor bobot. Pengenalan dalam metode LVQ ini terdapat dua proses, yaitu proses pembelajaran dan proses pengujian. 2.6.1 Algoritma Pelatihan Algoritma pelatihan untuk jaringan LVQ antara lain adalah sebagai berikut (Agustina,dkk, 2010) : 0. Tetapkan : a. Bobot awal variable input ke-j menuju ke kelas (cluster) ke-i:, dengan i = 1,2,.,k ; dan j = 1,2,,m b. Maksimum epoch: MaxEpoch c. Parameter learning rate: α d. Pengurangan learning rate: Dec α e. Minimal learning rate yang diperbolehkan: Min α 1. Masukkan : a. Data input: ; Dengan i = 1,2,.,n ; dan j = 1,2,.,m b. Target berupa kelas: Tk; Dengan k = 1,2,., n 2. Tetapkan kondisi awal; epoh=0; 3. Kerjakan jika (epoch MaxEpoch) dan (α Minα) a. Epoch = epoch+1; b. Kerjakan untuk i =1 sampai n i. Tentukan j sedemikian hingga - minimum; ii. Perbaiki dengan ketentuan :

Jika T = maka = + α ( - ) Jika T maka = - α ( - ) c. Kurangi nilai α Pengurangan α bisa dilakukan dengan : α = α Dec α; atau dengan cara α = α*dec α. Keterangan : = vektor pelatihan ( T = kelas atau target yang benar untuk vektor pelatihan = vektor bobot untuk unit output j ( = kelas yang direpresentasikan oleh unit output j - = jarak antara vektor input (bobot) dan unit output j 2.6.2 Arsitektur Jaringan LVQ xx 1 --w21 w11 xx 2 --w22 -----w12 xx - ww 1 y_in1 FF 1 y1 w13 xx 3 xx 4 xx 5 --w14 --w15 w23 w24 w25 ---------------------w16 xx - ww 2 y_in2 FF 2 y2 xx 6 w26 Gambar 2.7. Arsitektur JST LVQ (Hidayati & Warsito, 2010) Gambar 2.7 memperlihatkan bahwa yang bertindak sebagai dendrit atau data masukan adalah -, yang bertindak sebagai sinapsis atau bobot adalah -, sedangkan soma atau badan sel dari jaringan ini adalah perhitungan - dan yang bertindak sebagai akson atau data keluaran adalah y.

Berdasarkan gambar, tampak bahwa dalam LVQ terdapat dua vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron masukan dengan neuron keluaran sehingga dapat dikatakan bahwa setiap neuron keluaran pada LVQ berhubungan dengan sebuah vektor bobot. Untuk melakukan proses pengenalan dan pembelajaran, LVQ menggunakan operasi-operasi vektor. Pola-pola akan disajikan dalam bentuk vektor. Pemrosesan yang terjadi pada setiap neuron adalah mencari jarak antara suatu vektor input ke bobot yang bersangkutan ( dan ). Dalam hal ini adalah vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron pada lapisan input ke neuron pertama pada lapisan output, sedangkan adalah vektor bobot yang menghubungkan setiap neuron pada lapisan input ke neuron kedua pada lapisan output.