ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB III METODE PENELITIAN. hingga bulan Desember Tempat pelaksanaan penelitian ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

I. PENDAHULUAN. bidang kesehatan bahan ini biasa diimplankan di dalam tubuh manusia untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

I. PENDAHULUAN. fosfat dan kalsium hidroksida (Narasaruju and Phebe, 1996) dan biasa dikenal

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan informasi dari dalam Laurencin and Nair,

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

I. PENDAHULUAN. tulang dan gigi diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan sel-sel yang akan

BAB I PENDAHULUAN. (penyakit pada tulang dan jaringan otot) yang tidak menular dan menjadi penyebab

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan dinamis (Kalfas, 2001; Filho

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PENGUJIAN SEM DAN EDX HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN 0

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH KONSENTRASI Ca 2+ DAN (PO4) 3- PADA PEMBENTUKAN HIDROKSIAPATIT DI DALAM MATRIKS SELULOSA BAKTERIAL

SINTESIS DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT APATIT-KITOSAN DENGAN METODE IN-SITU DAN EX-SITU ASTRI LESTARI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sintesis Nano-Komposit Hidroksiapatit/Kitosan (nha/cs)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sedang dikembangkan saat ini adalah komposit kolagen hidroksiapatit.

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

Sintesa dan Studi XRD serta Densitas Serbuk Hidroksiapatit dari Gipsum Alam Cikalong dengan 0,5 Molar Diamonium Hidrogen Fosfat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan masyarakat akan bahan rehabilitasi. cukup besar, sehingga berbagai upaya dikembangkan untuk mencari

PROSES SINTESA DAN PENGUJIAN XRD HIDROKSIAPATIT DARI GIPSUM ALAM CIKALONG DENGAN BEJANA TEKAN

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Tanpa tulang tubuh tidak bisa berdiri tegak. Sel tulang alami pada tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

Keywords: Blood cockle shell, characterization, hydroxyapatite, hydrothermal.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

CANGKANG TELUR AYAM RAS DENGAN VARIASI KOMPOSISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP POROSITAS, KEKERASAN, MIKROSTRUKTUR, DAN KONDUKTIVITAS LISTRIKNYA

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis

BAB II TEORI DASAR. 1. Hydroxyapatite

STUDI XRD PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DENGAN CARA HIDROTERMAL STOIKIOMETRI DAN SINTERING 1400 C

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. organik dan anorganik terutama garam-garam kalsium seperti kalsium fosfat dan

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

Proses Sintesa dan Pengujian XRD. dengan Proses Terbuka

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan luka pada soket gigi dan tulang alveolar. Proses penyembuhan tulang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. Teknologi Universitas Airlangga, Bank Jaringan Rumah Sakit dr. Soetomo

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut meliputi pembersihan defek tulang dengan kuretase, bone grafting, dan

Biokeramik pada Dental Implant

Sintesis dan Karakterisasi Bone Graft dari Komposit Hidroksiapatit/Kolagen/Kitosan (HA/Coll/Chi) dengan Metode Ex-Situ sebagai Kandidat Implan Tulang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III. (HCl), 40 gram NaOH, asam fosfat, 1M NH 4 OH, 5% asam asetat (CH 3 COOH),

Bab III Metodologi Penelitian

KAJIAN KOMPOSISI HIDROKSIAPATIT YANG DISINTESIS DENGAN METODE HIDROTERMAL NURUL YULIS FA IDA

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI β-tricalcium PHOSPHATE DARI CANGKANG TELUR AYAM DENGAN VARIASI SUHU SINTERING

PENGOLAHAN DAN KARAKTERISASI SERBUK HIDROSIAPATIT DARI LIMBAH TULANG SAPI UNTUK BAHAN GIGI PENGGANTI

Konversi Kulit Kerang Darah (Anadara granosa) Menjadi Serbuk Hidroksiapatit

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. mulut khususnya dalam perawatan konservasi gigi. Pada saat ini perawatan lebih

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat terutama pada bidang kedokteran gigi. Cara pengobatan dengan. untuk memungkinkan aplikasi yang lebih aman dan efektif.

PROSES SINTESA HIDROKSIAPATIT DARI CUTTLEFISH LAUT JAWA (KENDAL) DENGAN BEJANA TEKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

Pengaruh Variasi HA-TCP (Hydroxy Apatit-Tricalcium Pospat) Terhadap Biokomposit (HA:TCP)-Gelatin-CMC Sebagai Injectable Bone Subtitute (IBS)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PEMBUATAN KOMPOSIT POLIMER-KALSIUM FOSFAT KARBONAT: SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOMIK, ULTRAVIOLET DAN FOURIER TRANSFORM INFRARED TAOFIK JASA LESMANA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

Studi Kualitas Diamonium Hidrogen Fosfat Brataco Dengan Pengujian XRD dan AAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lembab karena sejatinya kulit normal manusia adalah dalam suasana moist atau

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memunculkan penemuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan dampak pada lingkungan ketika sudah tidak terpakai.

Pengaruh Sintering dan Penambahan Senyawa Karbonat pada Sintesis Senyawa Kalsium Fosfat

I. PENDAHULUAN. Perkembangan industri tekstil dan industri lainnya di Indonesia menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

SPEKTROSKOPI INFRAMERAH, SERAPAN ATOMIK, SERAPAN SINAR TAMPAK DAN ULTRAVIOLET HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR FIFIA ZULTI

TESIS. Sintesis komposit..., Farah Nurlidar, FMIPA UI, 2012

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma baik total maupun sebagian (Smeltzer dan Bare, 2006). Tanda dan gejala dari patah tulang yaitu deformitas, bengkak, nyeri, fungsiolesa (kehilangan fungsi), mobilitas abnormal dan perubahan pada neurovaskuler (Black dan Hawks, 2009). Kejadian patah tulang secara keseluruhan terjadi sekitar 11,3% dalam 1.000 kejadian per tahun, dimana 11,67% dalam 1.000 kejadian per tahun terjadi pada laki-laki, sedangkan pada perempuan terjadi sekitar 10,65% dalam 1.000 kejadian per tahun (Bucholz et al., 2006). Di Indonesia, sekitar 6 juta orang mengalami cedera yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas dan juga menewaskan hampir 1,3 juta orang di seluruh dunia (Depkes, 2007; WHO, 2011). Berdasarkan laporan kepolisian, kecelakaan di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,72% dari 57.726 kejadian pada tahun 2009 menjadi 61.606 kejadian pada tahun 2010 atau terjadi 168 kejadian setiap harinya dan 43,15% meninggal dunia (WHO, 2011). Dari sekian kejadian fraktur di Indonesia 46,2% kejadian merupakan fraktur pada ekstremitas bawah, kemudian didapatkan 25% penderita fraktur mengalami kematian, 45% mengalami cacat fisik, 15% mengalami tekanan psikologis dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik (Depkes, 2007). 1

2 Penanganan patah tulang yaitu dengan cara rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan) dan rehabilitasi (Helmi, Z.N., 2011; Bucholz et al., 2006). Prinsip penanganan patah tulang adalah mengembalikan posisi tulang yang patah ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi tersebut selama proses penyembuhan tulang (imobilisasi) (Salter, R.B., 1999). Pada proses reposisi dengan menggunakan metode Minimal Invasive Plate Osteosynthesis (MIPO) digunakan alat bantu yaitu fiksasi interna, terdapat dua prinsip dalam pemasangan fiksasi ini yaitu untuk mengembalikan tulang yang patah ke tempat semula dan juga untuk mendukung penyembuhan tulang dengan stabilisasi yang rigid yaitu berupa kompresi. Kompresi ini berguna untuk membantu dalam proses penyembuhan tulang (bone healing) secara primer dimana nantinya akan terbentuk osteon (jaringan tulang keras) akibat kompresi antara permukaan fragmen tulang. Fiksasi interna (implan) yang biasa digunakan yaitu screw, dan plate, untuk mencegah terjadi komplikasi akibat jenis material yang digunakan pada screw dan plate digunakanlah implan berupa bone graft (Djoko, S.I., 2008). Penggunaan graft tulang di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun baik dalam bidang orthopaedi maupun periodontal. Graft berguna sebagai pengganti tulang yang rusak, terdapat tiga jenis yaitu autograft, allograft, dan xenograft. Autograft merupakan graft tulang yang berasal dari pasien tersebut sendiri, allograft merupakan graft yang berasal dari orang lain baik hidup maupun jenazah, xenograft merupakan graft yang berasal dari hewan. Kekurangan dari autograft adalah terbatas, baik dari jumlah pendonor maupun tulang itu sendiri.

3 Sedangkan allograft dan xenograft karena bukan berasal dari pasien tersebut kecenderungan menimbulkan reaksi autoimun saat ditransfer ke tubuh pasien lebih besar (Darmawan dan Yessi, 2008). Karena kendala-kendala tersebut maka munculah alternatif dalam mengganti bahan dari implan tersebut dengan bahan sintetik, tentunya implan yang dibuat harus menyerupai komposisi mineral tulang sebenarnya (Dahlan dan Dewi, 2013). Implan (graft) yang digunakan untuk mendukung penyembuhan tulang (bone healing) harus memiliki sifat tertentu, yaitu memiliki sifat seperti tulang manusia, mudah diperoleh, biokompatibel, bioaktif, dan non-toksik (Riyani, 2005). Hidroksiapatit (HA) merupakan matriks komponen mineral di dalam tulang, dengan rumus kimia Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 merupakan kalsium fosfat yang stabil dalam kondisi fisiologi normal. HA merupakan biokeramik yang memiliki sifat biokompatibel, bioaktif, osteokonduktif, non-toksik, dan non-inflamatori (Rozita et al, 2011). Namun ketika HA digunakan sendiri maka HA tidak memiliki kekuatan mekanik dan tidak tahan terhadap tekanan (Hutchens et al., 2004). Untuk itu diperlukan perpaduan bahan (komposit) yang mengandung HA agar nantinya kekuatan mekanik yang dihasilkan sama dengan tulang sebenarnya dan tahan terhadap tekanan, bahan yang dipilih untuk dikompositkan dengan HA dalam penelitian ini yaitu selulosa mikrobial. Selulosa merupakan komponen yang berlimpah terkandung pada sel tumbuhan. Selulosa dapat disintesis oleh berbagai macam organisme dari multiseluler dan uniseluler tumbuhan maupun bakteri. Ada beberapa bakteri yang diketahui dapat memproduksi selulosa, tetapi hanya bakteri gram negatif

4 Acetobacter xylinum yang dapat memproduksi selulosa dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selulosa yang diproduksi oleh bakteri disebut selulosa mikrobial atau bioselulosa (Darmawan, 2009). Kelebihan dari selulosa mikrobial ini adalah kemurnian senyawanya, karena jika kita mengambil selulosa dari tumbuhan, terdapat kandungan lignin dan hemiselulosa yang susah untuk dihilangkan. Selulosa mikrobial memiliki sifat biokompatibel dan biodegradabel untuk jaringan (Darmawan, 2009). Selulosa mikrobial juga memiliki aktivitas permukaan yang tinggi karena terdiri dari seratserat fibril, sehingga selulosa mikrobial dapat menjadi material yang baik jika digunakan sebagai matriks pada komposit (Yamane et al., 2004). Menurut Yamanaka et al.,(1989) selulosa mikrobial memiliki modulus young sebesar 16-18 GPa dan dapat ditingkatkan hingga 30 GPa dengan pemurnian lebih lanjut, sehingga selulosa mikrobial dapat digunakan sebagai matriks hidroksiapatit karena modulus Young tulang manusia berkisar antara 12-24 GPa (Yamanaka et al., 1989). Serat yang dihasilkan selulosa mikrobial berdiameter sekitar 100 nm dan dapat membentuk jaringan 3D dengan jelas. Sifat mekanik dari struktur ini bergantung pada jaringan yang dibentuk. Jaringan selulosa mikrobial dapat digunakan sebagai material yang mirip gel, hot-pressed sebagai lembaran kering atau freeze-dried. Sifat selulosa mikrobial yang biokompatibel membuat selulosa ini digunakan sebagai scaffold pada aplikasi teknik jaringan. Beberapa sifat yang harus dimiliki sebuah scaffold yaitu harus memiliki skala pori-pori yang sesuai untuk mendukung integrasi jaringan dan vaskularisasi, sifat kimia permukaan

5 yang tepat untuk mendukung attachment (pelekatan) sel, diferensiasi dan proliferasi, sifat mekanik yang adekuat (tidak lebih dan tidak kurang) dan harus dibuat dari bahan yang kemampuan biodegradasi dan bioresorbsinya dapat dikontrol sehingga nantinya jaringan tulang dapat menggantikan scaffold tersebut (Fernando et al., 2012). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Windarti et al., (2006) telah dilakukan pembuatan hidroksiapatit di dalam matriks selulosa bakteri dengan memvariasikan konsentrasi ion Ca 2+ dan PO 3-4 dari sumber CaCl 2 dan KH 2 PO 4 sebesar 25:125mM, 50:100mM, 75:75mM, dan 100:50mM dimana didapatkan hasil rasio Ca/P pada kisaran 0,04-0,05 yang mana besar rasio Ca/P ini masih belum memenuhi standart. Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Yin et al., (2011) dilakukan pembuatan komposit antara selulosa mikrobial dengan hidroksiapatit menggunakan metode biomimetik dengan merendam komposit selulosa mikrobial dan HA ke dalam Poly(Vynil Pyrrolidine) (PVP) selama 2 hari dan CaCl 2 selama 3 hari lalu ke dalam Simulated Body Fluid (SBF) selama 5 hari dan 7 hari untuk menginduksi pembentukan kristal apatit. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa komposit selulosa mikrobial-hidroksiapatit yang direndam dalam PVP mengandung lebih banyak kristal apatit, oleh karena itu PVP diindikasi memiliki kemampuan untuk mendorong nukleasi apatit dan meningkatkan taraf mineralisasi. Selain itu didapatkan pula bahwa hasil Ca/P yang terbaik sebesar 1,59 pada komposit selulosa mikrobial-ha-pvp, tetapi hasil ini masil belum mendekati standart dari tulang sebenarnya, karena menurut

6 literatur kandungan ideal pada hidroksiapatit yaitu 39,9% Ca, 18,5% P dan 3,38% OH dengan rasio Ca/P sebesar 1,67 (Chang, 1992). Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi pada pembuatan komposit selulosa mikrobial-ha-pvp dengan merendam pelikel selulosa mikrobial-pvp ke dalam CaCl 2 dan KH 2 PO 4, perendaman dalam CaCl 2 dan KH 2 PO 4 dilakukan untuk membentuk kristal hidroksiapatit pada pelikel. Dipilih CaCl 2 dan KH 2 PO 4 sebagai sumber kalsium dan fosfat pada hidroksiapatit dikarenakan waktu yang diperlukan hidroksiapatit untuk tersimpan dalam selulosa mikrobial lebih singkat yaitu masing-masing hanya diperlukan perendaman selama 18 jam (Windarti et al., 2006). Berdasarkan penelitian Windarti et al., (2006) yang mana dalam penelitian tersebut hasil rasio Ca/P pada komposit selulosa mikrobial-ha masih belum memenuhi standart, maka untuk mendapatkan rasio Ca/P yang sesuai dengan standart dalam penelitian ini dilakukan variasi pada konsentrasi Ca 2+ dan (PO 4 ) 3- (sesuai dengan penelitian Windarti et al., 2006) dimana diharapkan bahwa kristal apatit yang terbentuk menjadi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi Ca 2+ dan (PO 4 ) 3- selama perendaman. Dengan adanya PVP diharapkan juga dapat mempengaruhi pembentukan kristal apatit karena dalam penelitian Yin et al., (2011) diindikasi bahwa PVP dapat mendorong nukleasi kristal apatit. Komposit selulosa mikrobial dan HA yang terbentuk selanjutnya dibentuk menjadi scaffold menggunakan metode freeze dried dan kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui karakteristik scaffold yang akan diaplikasikan untuk bone healing melalui beberapa uji, yaitu uji gugus fungsi menggunakan Fourier

7 Transform Infra red (FTIR) untuk mengetahui gugus fungsi penyusun pada scaffold, uji untuk mengetahui morfologi, ukuran pori dan identifikasi unsur pada komposit yang terbentuk menggunakan alat Scanning Electron Microscope (SEM) Energy Dispersive X-ray (EDX), uji degradasi menggunakan Simulated Body Fluid (SBF) untuk mengetahui kemampuan scaffold untuk terdegradasi dalam tubuh, uji porositas menggunakan metode liquid displacement untuk mengetahui presentase porous yang terkandung pada scaffold. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pemaparan pada latar belakang, penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi Ca 2+ dan (PO 4 ) 3- dengan penambahan Poly(Vynil Pyrrolidine) (PVP) pada scaffold komposit selulosa mikrobial-hidroksiapatit? 2. Bagaimana hasil terbaik dari variasi konsentrasi Ca 2+ dan (PO 4 ) 3- yang dilakukan dalam scaffold komposit selulosa mikrobial-hidroksiapatit? 1.3 Batasan Masalah Pembatasan masalah diperlukan untuk menghindari penelitian yang melebar dan tidak fokus. Penulis mengambil batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

8 1. Selulosa mikrobial yang digunakan merupakan hasil sintesis sendiri menggunakan bakteri Acetobacter xylinum sedangkan bahan lainnya menggunakan produk komersial. 2. Komposit selulosa mikrobial-hidroksiapatit disintesis menggunakan metode biomimetik, dimana pelikel selulosa mikrobial yang terbentuk direndam dalam 0,05 gram PVP yang dilarutkan dalam 200 ml air, perendaman ini dilakukan selama 7 hari. Kemudian selulosa mikrobial yang telah direndam pada PVP direndam kembali ke dalam CaCl 2 dan KH 2 PO 4 masing-masing selama 18 jam dengan variasi perbandingan konsentrasi (mm) antara Ca 2+ dan (PO 4 ) 3-, yaitu 25:125, 50:100, 75:75, 100:50 sesuai dengan penelitian Windarti et al., (2006). 3. Karakterisasi yang digunakan yaitu uji gugus fungsi menggunakan Fourier Transform Infra Red (FTIR), uji morfologi dan identifikasi unsur menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)-Energy Dispersive X-ray (EDX), uji biodegradasi, dan uji porositas. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi Ca 2+ dan (PO 4 ) 3- dengan penambahan Poly(Vynil Pyrrolidine) (PVP) pada scaffold selulosa mikrobial-hidroksiapatit. 2. Mengetahui hasil terbaik dari variasi konsentrasi Ca 2+ dan (PO 4 ) 3- yang dilakukan pada scaffold komposit selulosa mikrobial-hidroksiapatit.

9 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya: 1. Mendapatkan komposisi yang tepat untuk scaffold selulosa mikrobialhidroksiapatit agar nantinya dapat benar-benar diaplikasikan secara klinis. 2. Menjadi acuan dan referensi dalam pembuatan serta pengembangan scaffold selulosa mikrobial yang dapat diaplikasikan sebagai scaffold dalam usaha mempercepat bone healing. 3. Dapat menyumbangkan penelitian tentang ilmu biomaterial di Indonesia sehingga nantinya bidang biomaterial dapat berkembang lebih baik di Indonesia.