PERILAKU HARIAN PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostis) SAAT MUSIM BERBIAK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT, JAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN DAN KURVA PERTUMBUHAN ANAKAN

HUTAN MANGROVE DESA TANJUNG REJO, KECAMATAN PERCUT SEI TUAN, KABUPATEN DELI SERDANG, SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH

STUD1 POPULASI PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostris) DAN BURUNG-BURUNG AIR LAINNYA DI T A M BURUNG KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata kunci : kuntul kecil, pulau serangan, aktivitas harian, habitat, Bali

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

Kata kunci : Burung, Pulau Serangan, habitat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

PERILAKU HARIAN SIAMANG (Symphalangus syndactylus) di BALI ZOO PARK, DESA BATUAN, GIANYAR, BALI

ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA. Oleh: Onrizal

Peranan Jenis-Jenis Tumbuhan Mangrove Terhadap Keberadaan Jenis-Jenis Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Jakarta

KEANEKARAGAMAN BURUNG DI DESA TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA SKRIPSI SITI RAHMADANI

PENGARUH VEGETASI MANGROVE TERHADAP KEBERADAAN DAN KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG AIR DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

BAB I PENGANTAR. dan bentuk rangka yang memungkinkan untuk terbang (Harrison dan Greensmith,

7. PEMBAHASAN UMUM. Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sep Okt Nop Des. Gambar 21 Ukuran testis walet linchi selama 12 bulan

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

PERENCANAAN INTERPRETASI DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA. Oleh : Andi Nur Gustiana Syam E

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

PERILAKU SELAMA PERIODE PERKEMBANGBIAKAN PADA BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) RUMAHAN DI KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK ERHAM

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DAN KEARIFAN TRADISIONAL MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI DI PULAU RAMBUT KEPULAUAN SERIBU

PROSIDING KONFERENSI NASIONAL PENELITI & PEMERHATI BURUNG DI INDONESIA

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

Tugas Akhir. Kajian Bioekologi Famili Ardeidae di Wonorejo, Surabaya. Anindyah Tri A /

BAB III METODE PENELITIAN

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

PENUNTUN PRAKTIKUM ORNITHOLOGI DISUSUN OLEH: DR. ERNI JUMILAWATY, M.SI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN DAN MANFAAT EKOLOGI TANAMAN

MODE LOKOMOSI PADA ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linn.) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, JAKARTA MUSHLIHATUN BAROYA

PERILAKU HARIAN ANAK GAJAH SUMATERA (Elephas maximus sumateranus) DI PUSAT KONSERVASI GAJAH TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS LAMPUNG

MUSIM BERBIAK, PERTUMBUHAN ANAKAN DAN KESUKSESAN PERKEMBANGBIAKAN BANGAU BLUWOK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

V PEMBAHASAN UMUM Kesesuaian Habitat Burung Air

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

AKTIVITAS POLA MAKAN DAN PEMILIHAN PAKAN PADA LUTUNG KELABU BETINA

PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR TAHUN 2005 TENTANG

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

ASPEK KEHl DUPAM DAN BlQLOGI REPRODUKSI

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian dan siklus PTK sebagai berikut : Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Untuk pelajaran IPA sebagai

PEMILIHAN PAKAN DAN AKTIVITAS MAKAN OWA JAWA (Hylobates moloch) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN PUSAT PENYELAMATAN SATWA, GADOG - CIAWI

PERILAKU ANAK ORANGUTAN (Pongo pygmaeus pygmaeus) DI PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, TAMAN MARGASATWA RAGUNAN DAN TAMAN SAFARI INDONESIA

METODE PENELITIAN. Penelitian keberadaan rangkong ini dilaksanakan di Gunung Betung Taman Hutan

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BAB III MATERI DAN METODE. berbeda terhadap tingkah laku burung puyuh petelur, dilaksanakan pada bulan

INVENTARISASI JENIS BURUNG PADA KOMPOSISI TINGKAT SEMAI, PANCANG DAN POHON DI HUTAN MANGROVE PULAU SEMBILAN

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia (Sujatnika, Jepson, Soeharto, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). terluas di Asia (Howe, Claridge, Hughes, dan Zuwendra, 1991).

Strategi Pelaksanaan untuk Kemitraan Jalur Terbang Asia Timur Australasia:

I. PENDAHULUAN. Burung merupakan salah satu jenis satwa liar yang banyak dimanfaatkan oleh

BAB II LANGKAH PERTAMA KE NIAS

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

Disusun oleh Malang Eyes Lapwing, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang

by: Dwi Pitriani 1), Muhammad Fauzi 2), Eni Sumiarsih 2) Abstract

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu

SKRIPSI. Oleh Moh Galang Eko Wibowo

3. METODOLOGI PENELITIAN. Rajawali Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah.

BAB III METODE PENELITIAN

Matahari dan Kehidupan Kita

Pengaruh Fluktuasi Suhu Air Terhadap Daya Tetas Telur dan Kelulushidupan Larva Gurami (Osphronemus goramy)

PERILAKU DAN PAKAN LUTUNG KELABU (Trachypithecus cristatus, Raffles 1812) DI HUTAN MANGROVE KECAMATAN GEBANG KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk

PELESTARIAN BAB. Tujuan Pembelajaran:

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

MODEL LOGISTIK UNTUK SATU SPESIES

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

POLA PENGGUNAAN RUANG OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

PEMERINTAH KOTA PADANG

Momoa. Hans Post Kees Heij Lies van der Mijn. PT Penerbit IPB Press Kampus IPB Taman Kencana Bogor. Cetakan Pertama: November 2012

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakteristik Iklim dan Cuaca Pesisir Selatan

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

KOMUNITAS BURUNG DI BAWAH TAJUK: PENGARUH MODIFIKASI BENTANG ALAM DAN STRUKTUR VEGETASI IMANUDDIN

BAB V KESIMPULAN UMUM

Transkripsi:

20 Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2006, hlm. 20 23 Vol. 1, No. 1 ISSN 1907-5537 PERILAKU HARIAN PECUK HITAM (Phalacrocorax sulcirostis) SAAT MUSIM BERBIAK DI SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT, JAKARTA Erni Jumilawaty Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan. Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan 20155 Abstract Black Cormorants (Phalacrocorax sulcirostis) Daily Behavior ofreeding Season in Pulau Rambut Wildlife Sanctuary, Jakarta was observed during February June 2001. There were 10 pair cormorant selected for study daily behavior in theirs nest, that is nest construction, take care of child, body maintenance, locomotion and social behavior. The nests were marked with textile band. 265 hours were spent to study behavior. Body maintenance (2709 point), locomotion (1430 point), take care of child (1352 point) and social interaction (1307 point) were in the greatest quantities and turn over brood (53 point) were smaller quantities than the others behavior. Nest contruction and take care of child were done by two parents. Nest contruction were spent 7-12 days. Turn over ensued to three time in 11 hour i.e 09.00 10.00 AM, 12.00 13.00 PM dan 16.00 17.00 PM child of cormorant were eaten four time in 11 hour i.e 06.00-07.00 AM, 09.00 10.00 AM, 13.00 14.00 PM and 16.00 17.00 PM. Keywords: cormorant, daily behavior, breeding season, Pulau Rambut Wildlife PENDAHULUAN Setiap organisme memiliki kemampuan untuk hidup, tumbuh, dan berkembang biak pada habitat yang sesuai dengannya. Salah satu cara untuk mempertahankan hidupnya adalah dengan mempertahankan perilaku keseharian pada saat musim berbiak. Faktor yang sangat menentukan perilaku ini di antaranya habitat tempat tinggalnya meliputi keamanan dan ketersediaan sumber daya hayati yang dapat mendukung kelestariannya terutama pada saat berbiak, di mana organisme membutuhkan keamanan dan ketersediaan makanan lebih baik dibandingkan pada saat tidak memasuki musim berbiak. Perilaku harian organisme merupakan faktor yang berasal dari hewan itu sendiri. Setiap hewan memiliki karakter perilaku harian yang berbeda sesuai anatomi dan morfologi tubuh yang dimilikinya. Seperti halnya pada burung air, jenis perilaku harian yang kelihatan pada saat musim berbiak tiba akan berbeda dengan jenis perilaku yang tampak pada jenis burung lainnya. Suaka Margasatwa Pulau Rambut (106 31 30 E, 5 57 S) merupakan sebuah pulau kecil dan masih merupakan bagian dari Kepulauan Seribu. Pulau ini merupakan habitat burung air terbesar di Jawa Barat dan telah ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa pada tahun 1999 melalui SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 275/kpts-II/1999. Pulau Rambut dihuni 14 jenis burung-burung air yaitu: 2 jenis cangak, 3 jenis kuntul, roko-roko, pelatuk besi, bangau bluwok, pecuk ular, 3 jenis pecuk, 2 jenis kowak ( Mardiastuti, 1992; Mahmud, 1991). Burung-burung ini memiliki musim berbiak yang hampir bersamaan pada setiap tahunnya sehingga merupakan pemandangan yang sangat menarik untuk mengamati perilaku harian dari burung-burung tersebut pada saat musim berbiak tiba. Studi ini bertujuan untuk mengetahui perilaku harian burung pecuk pada saat musim berbiak tiba meliputi perilaku membuat sarang, mengasuh anakan, dan perilaku lainnya yang dilakukan pada saat musim berbiak. BAHAN DAN METODE Studi ini dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2001 bertepatan dengan musim biak 2001 di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, dengan mengambil 10 pasang pecuk yang sedang berbiak. Pohon tempat bersarang ditandai dengan pita dan diberi nomor. Studi dilakukan dari sebuah pohon dengan bantuan teropong binokuler mulai jam 06.00-17.00 WIB dengan menggunakan metode scan sampling. Perilaku yang diamati meliputi: mengeram, membuat sarang, perawatan diri, memberi makan, agonistik, melompat, dan

Vol. 1, 2006 terbang dengan mencocokkan gambar perilaku berdasarkan buku acuan menurut (Van Tets, 1965; M endall, 1936 dan Johnsgard, 1993). HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku harian pecuk yang diamati dalam penelitian ini meliputi: perilaku membuat sarang, perilaku mengeram dan perilaku mengasuh anak. Hasil pengamatan jumlah dan persentase lama aktivitas masing-masing dibagi menjadi tiga waktu yang diringkas pada Gambar 1, 2, dan 3 yaitu jam pengamatan 06.00-10.00 (pagi hari) WIB, 10.00-14.00 (siang hari) WIB dan 14.00-17.00 (sore hari) WIB. Gambar 1-3 terlihat 4 aktivitas yang paling sering dilakukan yaitu: perawatan diri, lokomosi, interaksi sosial, dan mengasuh anak. Persentase perilaku perawatan diri memiliki nilai tertinggi pada ketiga waktu pengamatan (pagi, siang, dan sore hari), diikuti dengan lokomosi, interaksi sosial dan mengasuh anakan (pagi dan siang), hal ini disebabkan ke 4 aktivitas ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Pada Gambar 1-3 dapat dilihat bahwa aktivitas perilaku paling banyak dilakukan pada jam 10.00-14.00 WIB dan terendah pada jam 14.00-17.00 WIB. Aktivitas mengeram, mengasuh anak dan membuat sarang paling tinggi terjadi pada jam 06.00-10.00 WIB. Data keseluruhan jumlah dan persentase perilaku diringkas pada Gambar 4 dan 5. Pada Gambar 4 dapat dilihat ada 3 aktivitas yang dilakukan dengan proporsi yang hampir sama yaitu perilaku perawatan tubuh, lokomosi, dan interaksi sosial. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Sarjono (1995) dan Fithri (1987) perilaku istirahat pecuk yang sedang berbiak lebih kecil dibandingkan dengan pecuk non berbiak, hal ini dikarenakan pecuk lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengeram, melindungi, dan mengasuh anakan. Untuk memberi makan anakan biasanya induk dapat berkali-kali datang dan pergi sampai anakan benar-benar memperoleh makanannya. Setiap memberi makan, induk datang 2-4 kali datang dan pergi. Seiring dengan bertambahnya usia anakan, aktivitas induk mencari makan juga akan bertambah selain itu bila anakan sudah hampir besar induk juga harus menambah ranting untuk sarang, sehingga lokomosi merupakan kegiatan yang senantiasa dilakukan, diiringi dengan aktivitas perawatan tubuh yang selalu mengikuti semua aktivitas lainnya. Dengan kata lain pecuk yang sedang berbiak lebih banyak melakukan aktivitas utama di antaranya perawatan tubuh, lokomosi, dan interaksi sosial, dibandingkan pecuk yang tidak J. Biologi Sumatera 21 dalam keadaan berbiak. Sedang waktu istirahat lebih rendah bila dibandingkan dengan pecuk yang tidak berbiak. Pada Gambar 4 terdapat variasi jam pertukaran pengeraman dan pemberian makan atau mengasuh anak, hal ini disebabkan data yang diperoleh selama pengamatan berasal dari 15 individu yang berbeda. Umumnya ke-15 individu ini memperlihatkan jam pertukaran yang hampir sama setiap hari, meskipun terjadi perbedaan hanya beberapa menit (10-15 menit dari jam pertukaran di hari sebelumnya). Pada Gambar 4 terlihat bahwa puncak perilaku mengeram terjadi dua kali yaitu pada jam 6.00-7.00 WIB dan antara jam 8.00-12.00 WIB. Yang dimaksud dengan mengeram ini meliputi mengeram dalam arti sebenarnya, dan duduk di dalam sarang untuk melindungi anakan. Hal ini diduga erat kaitannya dengan faktor suhu, di mana pada saat pagi hari (6.00-7.00 WIB) induk melindungi telur dan anakan dari udara yang lembab (menghangatkan) dan pada saat menjelang siang di mana suhu udara mulai naik dan sinar matahari mulai meningkat maka induk akan melindungi anakan dan telur dari sinar matahari. Kenyataannya, sulit untuk mengetahui apakah anakan sudah menetas atau belum karena anakan tidak mengeluarkan suara. Kesulitan membedakan ini terutama pada saat pengamatan perilaku mengasuh anakan dan mengeram, karena pohon sarang tidak di panjat seperti pemeriksaan harian telur. Baru setelah anakan berumur seminggu terlihat mulai menggerakgerakkan kepalanya. Untuk mengetahui apakah anakan sudah menetas dapat dilakukan dengan cara: 1) melihat cangkang yang terdapat di sekitar pohon yang diamati, 2) mendengarkan suara anakan, 3) mengamati bila induk sering berdiri dan jarang terlihat mengeram serta seperti menarik sesuatu dari dalam sarang (selain ranting). Hal kedua dapat dilakukan bila pengamatan dilakukan dekat dengan objek. Berdasarkan pembagian waktu pengamatan pagi, siang, dan sore (Gambar 1-3) dapat dilihat bahwa aktivitas paling tinggi pecuk pada saat bersarang terjadi pada saat siang hari, aktivitas paling rendah terjadi pada saat sore hari di mana pecuk sudah kembali ke sarang setelah lelah melakukan aktivitas pada saat siang dan pagi hari. Pada pagi hari pecuk lebih banyak menghabiskan waktunya untuk merawat dan melindungi anakan. Pecuk yang mengeram lebih banyak melakukan beberapa aktivitas dibandingkan dengan yang mengasuh anakan. Dari semua aktivitas selama mengeram yang paling sering

22 Jurnal Biologi Sumatera, Januari 2006, hlm. 20 23 ISSN 1907-5537 Vol. 1, No. 1 dilakukan oleh pecuk adalah berputar, berdiri, menelisik. Sedangkan pointing, gaving paling sering dilakukan pada saat banyak gangguan dan saat udara panas bersamaan dengan kegiatan cooling dan panting. Semua jenis kegiatan dan gerakan yang dilakukan oleh pecuk selama umum dilakukan pada saat siang hari. Nest pengamatan dicocokkan dengan hasil worring umumnya dilakukan pada saat siang hari pengamatan van Tets (1965). Gambar 1. Persentase perilaku pecuk pada jam 06.00-10.00 (pagi hari) WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 2001 Gambar 2. Persentase perilaku pecuk pada jam 10.00-14.00 (siang hari) WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 2001

Vol. 1, 2006 J. Biologi Sumatera 23 Gambar 3. Persentase pecuk pada jam 14.00-17.00 (sore hari) WIB di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, 2001 Gambar 4. Histogram jumlah perilaku pecuk pada setiap jam pengmatan Gambar 5. Histogram perbedaan tiga aktivitas utama pecuk di tiga lokasi tanpa membedakan waktu pengamatan

24 JUMILAWATY J. Biologi Sumatera DAFTAR PUSTAKA Altmann J. 1974. Observational Study of Behaviour: Sampling Method. Behaviour 49: 227-265. Faaborg J. 1988. Ornithology an Ecological Approach. New Jersey: Prentice Hall Fithri A. 1987. Studi Perilaku Makan Burung Pecuk Kecil (Phalacrocorax niger) Dan Pecuk Besar (P. sulcirostris). Skripsi Mahasiswa Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Kortlandt A. 1995. Patterns of Pair-Formation and Nest-Building in The European Cormorant Phalacrocorax carbo sinensis. Ardea 83: 11-25. Matthews CW & Fordham RA. 1995. Behaviour of The Little Pied Cormorant Phalacrocorax melanoleucos. Emu 96: 118-121. Sarjono AP. 1995. Ekologi Pecuk Hitam (Phalacrocorax sulcirostris Brandt, 1931) di Taman Burung Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Skripsi mahasiswa. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Sellers RM. 1995. Wing-Spreding Behaviour of Cormorant Phalacrocorax carbo. Ardea 83: 27-36. Van Tets GF. 1965. Comparative Study of Some Sosial Communication Patterns in The Pelecaniformes. Lawrence, Kansas: The Allen Press. Van Eerden MR & Voslamber B. 1995. Mass Fishing by Cormorants Phalacrocorax carbo at Lake Ijsselmeer, The Netherlands: a Recent and Succesfull adaptation to a Turbid Environment. Ardea 83: 199-212. Welty JC. 1982. The Life of Birds. New York: Senders College Publishing.