PERTUMBUHAN DAN HASIL BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA LAHAN KERING PODZOLIK MERAH KUNING DI KABUPATEN KONAWE SELATAN Cipto Nugroho dan Sarjoni Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara Jl. Prof. M. Yamin No.89 Puuwatu, Kendari *ciptonugroho@gmail.com ABSTRAK Potensi lahan kering masih luas untuk pengembangan kedelai, termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas lahan kering di Sulawesi Tenggara 500.851 hektar dan 16,4% diantaranya terdapat di Kabupaten Konawe Selatan yang didominasi jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK). Untuk meningkatkan produktivitas kedelai di lahan kering PMK dapat dilakukan antara lain dengan introduksi varietas yang adaptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai pada lahan kering PMK di Kabupaten Konawe Selatan. Pengkajian dilaksanakan di Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada bulan Juni-September 2012. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri dari enam varietas kedelai yaitu Detam 2, Detam 1, Kaba, Tanggamus, Grobogan, dan Argomulyo. Pengkajian melibatkan partisipasi petani melalui introduksi teknologi spesifik lokasi. Hasil kajian menunjukkan varietas Grobogan dan Argomulyo dapat beradaptasi dengan baik di lahan kering PMK tercekam kekeringan. Produktivitas yang dicapai varietas Grobogan adalah 1.293 kg/ha, lebih tinggi dari rata-rata kedelai di Konawe Selatan yang hanya 1.051 kg/ha. Kata kunci: kedelai, tanah PMK, adaptasi ABSTRACT Growth and yield of soybean varieties in red yellow podzolic of South Konawe. Soybean needs in Indonesia is increasing while domestic production has not sufficient. Potential dry land in Indonesia is still widely for the development of soybean, for example in Southeast Sulawesi. Dry land in Southeast Sulawesi reached 500,851 hectares and 16.4% of them in Konawe Selatan predominantly red-yellow podzolic soil type. Therefore, to increase soybean productivity in dryland is the introduction of adaptive varieties. This study aims to determine the response of the growth and production of several varieties of soybean in dryland red-yellow podzolic. The assessment conducted in the District Kolono, Konawe Selatan, Southeast Sulawesi from June - September 2012. Asessment using a randomized block design with four replications. The treatment used consists of six varieties of soybean that is Detam 2, Detam 1, Kaba, Tanggamus, Grobogan, and Argomulyo. Activities conducted with the participation of farmers through the introduction of specific technologies. The result showed that Grobogan and Argomulyo varieties well adapted in dryland red yellow podzolic with drought stress conditions. Productivity achieved Grobogan varieties is 1,293 kg/ha higher than the productivity achieved regional Konawe Selatan ie 1.051 kg/ha. Keywords: soybean, red yellow podzolik, adaptation PENDAHULUAN Potensi lahan kering masih cukup luas sebagai wilayah pengembangan pertanian, khususnya untuk perluasan areal kedelai, termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas lahan kering di Sulawesi Tenggara mencapai 500.851 hektar dan 16,4% di antaranya terdapat di Kabupaten Konawe Selatan (BPS Sultra 2012). Lahan kering tersebut didominasi oleh tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) dengan karakteristik tanah masam hingga Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 67
sangat masam, kandungan bahan organik rendah, dan lapisan bawah horizon memiliki tekstur liat sehingga permeabilitas rendah. Luas panen kedelai di Sulawesi Tenggara meningkat 118,5% pada tahun 2011 dibanding tahun 2010, sehingga produksi meningkat dari 3.203 ton pada tahun 2010 menjadi 6.113 ton pada tahun 2011. Namun produktivitas kedelai mengalami penurunan dari 1,2 t/ha pada tahun 2010 menjadi 1,05 t/ha pada tahun 2011. Produktivitas kedelai di Sulawesi Tenggara lebih rendah dibanding produktivitas nasional pada tahun 2011 (BPS Sultra 2012). Oleh karena itu, dengan potensi lahan yang masih luas dan produktivitas yang masih rendah maka Sulawesi Tenggara berpotensi besar sebagai wilayah pengembangan kedelai. Budidaya kedelai di lahan kering mulai berkembang di Konawe Selatan sebagai alternatif budidaya di lahan sawah setelah padi. Menurut Sudaryono (2002), produktivitas kedelai di lahan kering di tingkat petani berkisar antara 0,7 1,0 t/ha. Dewasa ini perubahan iklim menjadi kendala dalam peningkatan produksi kedelai, tidak terkecuali di Kabupaten Konawe Selatan. Dampak yang paling dirasakan adalah pergeseran musim dan kekeringan. Fenomena tersebut menuntut teknologi mitigasi perubahan iklim. Salah satunya adalah merakit varietas unggul kedelai yang adaptif terhadap perubahan iklim. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas kedelai di lahan kering PMK diperlukan varietas yang adaptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai pada lahan kering PMK di Kabupaten Konawe Selatan. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di lahan kering Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Berdasarkan zona agroekologi Sulawesi Tenggara maka wilayah kajian memiliki tanah jenis PMK dengan ph tanah agak rendah (5,9). Pengkajian dilaksanakan pada bulan Juni September 2012, menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan. Perlakuan terdiri atas enam varietas kedelai yaitu Detam 2, Detam 1, Kaba, Tanggamus, Grobogan, dan Argomulyo. Ukuran petak setiap perlakuan adalah 5 m x 10 m. Pengkajian melibatkan partisipasi petani melalui introduksi teknologi spesifik lokasi, di antaranya. 1. Pengolahan tanah secara sempurna 2. Introduksi varietas Detam 2, Detam 1, Kaba, Tanggamus, Grobogan, dan Argomulyo. 3. Jumlah benih 35 40 kg/ha 4. Tanam dengan cara tugal 5. Jumlah benih dua biji per lubang tanam 6. Jarak tanam 40 cm x 15 cm 7. Dosis pupuk NPK 200 kg/ha 8. Pengendalian gulma secara terpadu 9. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu 10. Panen tepat waktu Parameter pengamatan meliputi data pertumbuhan yang terdiri atas tinggi tanaman pada saat panen, jumlah cabang, jumlah polong/rumpun, jumlah polong hampa/rumpun, bobot 100 biji, dan hasil biji. 68 Nugroho dan Sarjoni: Hasil varietas kedelai di lahan kering PMK di Konawe Selatan
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lokasi Kajian Kabupaten Konawe Selatan merupakan daerah pengembangan kedelai di Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Konawe Selatan 451.420 ha atau 11,8% dari luas daratan Sulawesi Tenggara. Pengembangan kedelai di Konawe Selatan melalui dua pendekatan, yaitu budidaya di lahan sawah setelah padi (dominan) dan budidaya di lahan kering (dalam tahap perkembangan. Jenis tanah didominasi oleh PMK (62,8%). Musim hujan terjadi selama periode November Maret. Pada bulan April curah hujan kadang-kadang tidak menentu, dapat berlebih dan dapat juga berkurang. Pada bulan Mei Agustus curah hujan berkurang. Musim kemarau terjadi pada bulan Agustus Oktober. Kecamatan Kolono merupakan wilayah pengembangan kedelai di Konawe Selatan. Pada tahun 2012, alokasi kegiatan SL-PTT Kedelai Dinas Pertanian dan Peternakan Konawe Selatan seluas 1000 ha dan 203 ha diantaranya terdapat di Kecamatan Kolono. Agroekosistem lokasi kajian merupakan lahan kering. Pengairan tanaman bergantung pada curah hujan. Anomali iklim yang menyebabkan curah hujan tidak menentu menyebabkan kondisi lahan pengkajian mengalami kekeringan. Data curah hujan di lokasi pengkajian diambil dari titik terdekat, yaitu Stasiun Klimatologi Asole, Kabupaten Konawe Selatan (Tabel 1). Tabel 1. Curah hujan (mm) di Kec. Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, tahun 2012. Bulan Tahun 2012 (mm) Mei 0,0 Juni 25,7 Juli 0,0 Agustus 25,5 September 25,5 Oktober 25,9 November 25,5 Desember 94,5 Sumber: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara, Stasiun Klimatologi Asole, Kabupaten Konawe Selatan. Hasil analisis tanah menunjukkan ph 5,8 dengan sifat agak masam. Kondisi tanah demikian cukup baik untuk pertumbuhan kedelai. Menurut Suprapto (2001), kedelai dapat tumbuh pada tanah agak masam dengan ph 5,8 7,0. Jika tanah bersifat masam, kedelai tidak dapat tumbuh dengan optimal. Selain itu, menurut Salisbury dan Ross (1995), tanah masam mengandung konsentrasi Al yang tinggi sehingga dapat meracuni metabolisme tanaman secara langsung dan juga mempengaruhi ketersediaan hara P di tanah. Masalah lain pada tanah masam, khususnya jenis PMK, adalah kandungan Fe yang berlebihan sehingga dapat meracuni tanaman (Notohadiprawiro 1986). Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pertumbuhan tanaman beberapa varietas kedelai tidak menunjukkan perbedaan nyata (Tabel 2). Tinggi tanaman maksimal ditunjukkan oleh varietas Detam-2 (58 cm) dan tinggi tanaman minimal ditunjukkan oleh varietas Grobogan (40 cm). Jika dibandingkan dengan deskripsi varietas kedelai (Balitkabi 2008) maka pertumbuhan varietas Grobogan, Tanggamus, Kaba, dan Detam-1 kurang Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 69
maksimal, sedangkan varietas Argomulyo dan Detam-2 menunjukkan pertumbuhan yang normal. Tinggi tanaman merupakan karakter penting yang menentukan jumlah cabang produktif. Menurut Somaatmaja (1985), tinggi tanaman ideal kedelai untuk wilayah tropis adalah 75 cm. Tinggi tanaman yang mendekati ideal akan membentuk percabangan optimal sesuai dengan sifat genotipenya. Hasil kajian juga menunjukkan varietas Argomulyo, Detam-2, dan Grobogan memiliki jumlah cabang relatif lebih banyak dibanding tiga varietas lainnya. Hal ini menunjukkan tingkat adaptasi varietas Argomulyo, Detam-2, dan Grobogan relatif lebih baik dibanding varietas Tanggamus, Kaba, dan Detam-1. Perbedaan tersebut merupakan bentuk adaptasi genotipe dengan faktor lingkungan. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah cabang beberapa varietas kedelai di Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, tahun 2012. Varietas Tinggi tanaman (cm) Jumlah cabang Grobogan 40,0 a 2,7 a Tanggamus 41,8 a 1,8 a Kaba 44,4 a 1,2 b Argomulyo 45,0 a 2,3 a Detam 1 50,0 a 1,7 ab Detam 2 58,0 a 2,4 a Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT Tabel 3. Rata-rata jumlah polong, jumlah polong hampa, persentase polong hampa, bobot 100 biji dan hasil beberapa varietas kedelai di Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan, tahun 2012. Varietas Jumlah polong/ rumpun (buah) Jumlah polong hampa/ rumpun (buah) Persentase polong hampa Bobot 100 biji (gram) Hasil biji (kg/ha) Grobogan 74,2 a 6,5 a 8,8 a 17,0 a 1293,0 a Tanggamus 63,1 a 5,3 a 8,4 a 10,9 b 633,7 ab Kaba 31,5 b 14,8 b 47,1 c 12,5 b 266,5 b Argomulyo 65,5 a 8,3 a 12,7 a 14,7 a 852,0 ab Detam 1 35,3 b 4,6 a 13,0 a 16,3 a 509,6 b Detam 2 64,4 a 13,0 a 20,2 b 14,1 a 756,7 ab Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji BNT Berdasarkan deskripsi varietas kedelai (Balitkabi 2008) diketahui varietas Grobogan memiliki adaptabilitas yang baik pada lingkungan tumbuh yang berbeda, varietas Tanggamus sesuai untuk lahan kering masam, dan varietas Detam-2 agak toleran kekeringan. Varietas Kaba sesuai untuk lahan sawah dan varietas Detam-1 peka terhadap kekeringan. Karakteristik tersebut mempengaruhi respon tanaman pada lokasi kajian (Tabel 3). Hasil kajian menunjukkan hasil tertinggi dicapai oleh varietas Grobogan (1.293 kg/ha) berbeda nyata dengan varietas lainnya. Hasil biji kedelai per hektar menggambarkan adaptabilitas varietas terhadap lingkungan lahan kering agak masam dengan cekaman kekeringan. Komponen hasil yang mempengaruhi antara lain jumlah polong dan bobot 100 biji. Varietas Grobogan menghasilkan jumlah polong terbanyak (74 polong/rumpun), namun tidak berbeda nyata dengan varietas Tanggamus, Argomulyo, dan Detam-2. Varietas yang 70 Nugroho dan Sarjoni: Hasil varietas kedelai di lahan kering PMK di Konawe Selatan
menghasilkan polong paling sedikit adalah Kaba (31 polong/rumpun). Persentase polong hampa tertinggi terdapat pada varietas Kaba (47 %), diikuti oleh varietas Detam-2 (20 %). Jumlah polong lebih banyak dipengaruhi oleh cekaman kekeringan, karena tidak terdapat serangan hama dan penyakit kedelai pada lokasi kegiatan. Varietas Grobogan menghasilkan bobot 100 biji tertinggi namun tidak berbeda nyata dengan varietas Argomulyo, Detam-1, dan Detam-2. Bobot 100 biji menggambarkan ukuran biji yang merupakan sifat genotipe suatu varietas. Namun ukuran biji sebenarnya merupakan interaksi tanaman dengan faktor lingkungan. Tanaman yang berdaya hasil tinggi dan sesuai dengan lahan kering masam memiliki bobot 12 g/100 g biji (Arsyad dkk 2007). Cekaman kekeringan menyebabkan pengisian polong kurang sempurna sehingga ukuran biji relatif lebih kecil. Suyamto (2002) menggolongkan ukuran biji kedelai ke dalam tiga kategori, yaitu biji kecil memiliki bobot 7,5 g/100 biji, biji sedang memiliki bobot 7,6 12,5 g/100 biji, dan biji besar memiliki bobot 12,5 g/100 biji. Hingga saat ini permintaan kedelai masih didominasi oleh ukuran biji besar, sehingga varietas dengan karakteristik biji besar dan adaptif pada lahan kering PMK (Grobogan dan Argomulyo) dapat menjadi alternatif untuk dikembangkan. Faktor lingkungan yang berpengaruh kuat terhadap pertumbuhan beberapa varietas kedelai di lokasi kajian adalah curah hujan. Budidaya kedelai di lahan kering sepenuhnya bergantung pada curah hujan. Pada saat pengkajian, curah hujan kurang memenuhi persyaratan tumbuh kedelai (Tabel 1) sehingga tanaman mengalami cekaman kekeringan yang mengakibatkan pertumbuhan tanaman dan jumlah cabang produktif kurang optimal. Selain itu, pada saat tanaman memasuki stadia generatif, cekaman kekeringan mempengaruhi fase pembungaan hingga pengisian polong. Pada saat tanaman memasuki fase berbunga (bulan Juli 2012), hujan tidak turun di lokasi kajian, sampai fase pengisian polong, sehingga tanaman tercekam kekeringan. Hujan mulai turun pada bulan Agustus 2012, pada saat tanaman kedelai memasuki fase pemasakan biji. Menurut Doorenbos dan Proit (1977) dalam Sumarno dkk (2007), tanaman kedelai selama hidupnya memerlukan air 450 850 mm atau 4,5 mm/hari. Oleh karena itu, kedelai yang berumur 75 90 hari memerlukan air 337,5 405 mm atau setara dengan curah hujan bulanan ±135 mm. Berdasarkan hasil kajian diketahui varietas berumur genjah (Grobogan) dan varietas Argomulyo lebih adaptif dan mampu mentoleransi cekaman kekeringan di lokasi kajian karena memiliki produktivitas yang relatif lebih tinggi dibanding varietas lainnya. KESIMPULAN Varietas Grobogan dan Argomulyo dapat beradaptasi dengan baik pada lahan kering PMK dengan kondisi cekaman kekeringan. Produktivitas varietas Grobogan adalah 1.293 kg/ha, lebih tinggi dari rata-rata hasil kedelai di Konawe Selatan yang hanya 1.051 kg/ha. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih sebesar-besarnya disampaikan kepada Bapak Abdul Rauf Sery yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data selama penelitian dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Deskripsi Varietas Unggul Kedelai 1918 2008. Balai Penelitian Kacangkacangan dan Umbi-umbian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 2013 71
Arsyad, D., H. Kuswantoro dan Purwantoro. 2007. Kesesuaian varietas kedelai di lahan kering masam Sumatera Selatan. Penelitian Pertanian 26 : 26 31. BPS Sultra. 2012. Sulawesi Tenggara dalam Angka 2012. BPS Sulawesi Tenggara. Notohadiprawiro, T. 1986. Ultisol, Fakta dan Implikasi Pertaniannya. Buletin Pusat Penelitian Marihat. No. 6. Repro: Jurusan Ilmu Tanah, Faperta, UGM (2006). Salisbury, FB. Dan CW. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Sel, Air, Larutan, dan Permukaan. Terjemahan Diah R. Lukman dan Sumaryono. ITB Press. Bandung. Somaatmaja, S. 1985. Peningkatan produksi kedelai melalui perakitan varietas Dalam S. Somaatmaja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung, Yuswadi (Eds). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Hlm. 243 261. Sudaryono. 2002. Sumber K alternatif dan peranan pupuk kandang pada tanaman kedelaidi lahan kering alfisol dan vertisol. Prosiding seminar hasil penelitian peningkatan produktivitas, kualitas, efisiensi, dan sistem produksi kacang-kacangan dan umbi-umbian menuju ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis. Pulitbang Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sumarno, Suyamto, A. Widjono, Hermanto, dan H. Kasim. 2007. Kedelai: Teknik produksi dan pengembangannya. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suyamto. 2002. Evaluasi beberapa karakter kualitatif dan kuantitatif plasma nutfah kedelai. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Peningkatan Produktivitas, Kualitas, Efisiensi, dan Sistem Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Menuju Ketahan Pangan dan Pengembangan Agribisnis. Puslitbang Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hlm 303 310. 72 Nugroho dan Sarjoni: Hasil varietas kedelai di lahan kering PMK di Konawe Selatan