BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan manusia yang lain. Dalam tumbuh dan kembangnya, manusia membutuhkan kehadiran orang lain tidak sekedar secara fisik namun juga membutuhkan kehadiran orang lain secara emosional. Apabila kebutuhan akan hubungan dengan orang lain ini tidak terpenuhi, maka dapat menimbulkan kesenjangan antara hubungan yang diharapkan dan hubungan yang sebenarnya terjadi. Kesenjangan kebutuhan akan hubungan dengan orang lain ini akan dapat menimbulkan emosi-emosi negatif, salah satunya adalah perasaan kesepian (Peplau dan Perlman, 1982). Rokach (2004) mengatakan kesepian merupakan keinginan yang menyakitkan dan menyiksa untuk terhubung dengan orang lain, untuk diterima, dan dihargai. Kesepian merupakan pengalaman yang sangat subjektif dan bersifat individual (Killen, 1998). Kesepian yang dirasakan oleh setiap orang berbeda-beda, tergantung pada situasi yang mereka lalui atau hadapi. Heinrich dan Gullone (2006) mengatakan bahwa kesepian yang dirasakan oleh seorang anak yang baru saja kehilangan ibunya berbeda dengan kesepian yang dirasakan oleh anak yang tidak mempunyai teman bermain. Perbedaan kesepian juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Rokach (2004) yang menemukan bahwa 750 surat yang ditulis oleh responden penelitiannya berasal dari orangorang yang berbeda dalam kelompok usia, status perkawinan, latar belakang pendidikan, pekerjaan, dan ras. Lebih lanjut, Rokach (2004) juga menemukan beberapa kesamaan yang muncul di dalam surat-surat tersebut, yaitu: 1
1. Kesepian merupakan fenomena universal dan umum terjadi pada setiap orang. 2. Meskipun merupakan peristiwa yang umum terjadi, tetapi kesepian juga merupakan pengalaman yang bersifat subjektif dan terjadi bervariasi pada setiap orang, dalam berbagai kondisi, dengan banyak penyebab, hasil, dan konsekuensi yang tidak terhingga. 3. Kesepian merupakan pengalaman yang kompleks dan beragam, juga sangat menyakitkan, sangat menyedihkan, dan bersifat individual (Moustakas, 1961; Rokach, 1988b; Rokach & Brock, 1997). Kesepian merupakan fenomena universal dan umum, namun perasaan kesepian seringkali tidak disadari apabila sedang dirasakan oleh kebanyakan orang, sekalipun disadari tetapi biasanya tidak langsung diakui. Alasan seseorang tidak menyadari atau tidak ingin mengakui jika merasa kesepian menurut Killen (1998) dikarenakan kesepian masih sangat tabu untuk dibicarakan, juga memalukan untuk diakui apabila seseorang pernah atau sedang merasa kesepian. Bukan hanya merasa malu, seseorang juga merasa takut sebab mengakui kesepian dapat membuat orang merasa tersiksa. Ada anggapan yang melekat di masyarakat bahwa orang yang kesepian mengalami kegagalan dan ketidakmampuan (Rokach, 2004), sehingga lebih memilih untuk tidak membicarakan tentang perasaan yang dialami (Killen (1998). Borys dan Perlman (1985) mengemukakan bahwa dalam salah satu penelitian yang dilakukan terhadap mahasiswa, laki-laki biasanya lebih kesepian daripada perempuan, tetapi juga sekaligus lebih memungkinkan untuk mengalami evaluasi diri yang negatif dan konsekuensi sosial apabila mengakui merasa kesepian. Memendam perasaan kesepian secara perlahan dapat menghambat aktivitas individu serta dapat mengancam keselamatan. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ernst dan Cacioppo (1999), kesepian merupakan situasi psikologis yang tidak menyenangkan dan
dapat mempengaruhi posisi dalam kesejahteraan psikologis, emosional, dan karakter fisiologis seseorang. Seseorang yang memendam rasa kesepian dapat menjadi pecandu alkohol, bunuh diri, dan menderita sakit secara fisik (Peplau dan Perlman, 1982). Penelitian bahkan membuktikan bahwa kesepian dapat menjadi penyebab kematian. Berikut merupakan kutipan artikel berita yang menunjukan bahwa kesepian dapat menjadi salah satu penyebab kematian: Merasakan sangat kesepian ternyata memiliki dampak yang lebih berbahaya dibandingkan obesitas. Orang yang sakit saat merasa kesepian pun akan lebih sulit diobati ketimbang orang yang sakit yang hidup bersama keluarga. Sebuah penelitian menunjukkan 14 Persen kematian disebabkan rasa sangat kesepian. Persentase ini lebih buruk dibandingkan jumlah kematian yang diakibatkan obesitas. Merasa kesepian bahkan mengancam kesejahteraan orang. (Tempo edisi 17 Februari 2014). Kutipan artikel berita tersebut menunjukan bahwa kesepian dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat berbahaya, apalagi ketika sedang sakit dan tidak ada orang lain yang menunjukkan perhatian. Perasaan kesepian muncul bukan hanya ketika seseorang tidak memiliki hubungan dengan orang lain. Terdapat anggapan bahwa ketika seseorang tergabung dalam satu kelompok tertentu, orang tersebut akan merasa menjadi bagian dari kelompok tersebut. Hanya saja, menjadi bagian dari suatu kelompok belum tentu membuat seseorang memperoleh penerimaan seperti yang diharapkan. Jika orang tersebut merasa tidak terhubung dengan anggota lainnya, tidak dapat membangun hubungan dekat dengan anggota kelompok, maka bukan hanya perasaan kesepian yang akan dirasakan, namun juga keraguan terhadap diri sendiri, kemarahan, dan rasa malu (Rokach; dalam Rokach, 2004). Rokach (2004) juga berpendapat bahwa merasa kesepian di tengah keramaian jauh lebih buruk daripada merasa kesepian ketika seorang diri. Berada seorang diri bisa jadi sangat menyakitkan, seseorang dapat merasa sangat kesepian. Untuk menghindari berbagai dampak negatif dari kesepian, salah satu hal penting yang dapat dilakukan adalah memberi atau menerima dukungan sosial sehingga
seseorang terhindar dari rasa kesepian. Dukungan sosial dalam hal ini merupakan interaksi antar manusia yang melibatkan rasa sosial, emosional, instrumental, maupun pertukaran sumber daya yang sifatnya dapat memberikan rasa senang (Bernal, Molina, dan Rio, 2003). Dukungan sosial tersebut akan memberikan dampak positif bagi individu yang merasa kesepian. Hal ini dikarenakan dukungan sosial melibatkan proses pertukaran sumber daya dengan dampak positifnya bagi orang-orang yang berada di bawah tekanan (Isnawati dan Suhariadi, 2013). Mahasiswa dapat dikategorikan dalam kelompok orang-orang yang berada di bawah tekanan. Pengertian mahasiswa adalah pelajar yang menuntut ilmu di suatu perguruan tinggi. Berbeda dengan sekolah, di perguruan tinggi seorang pelajar dituntut untuk memilih jurusan yang sesuai dengan minat atau bakatnya, yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang diinginkan nantinya. Sebagai mahasiswa, ada kewajiban-kewajiban yang harus dijalankan dan dipenuhi seperti mengikuti perkuliahan dengan tugas kuliah yang segudang dan kegiatan- kegiatan akademik atau non-akademik lainnya. Mahasiwa dituntut untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab, dapat membagi waktu agar dapat memenuhi kewajiban-kewajiban tersebut. Mahasiswa dilihat dari rentang usia berkisar antara 18-23 tahun, bisa lebih atau kurang. Pada usia ini, seseorang sudah dianggap dewasa dan tidak lagi terikat secara hukum kepada orang tua. Oleh sebab itu, banyak yang memilih untuk menuntut ilmu jauh dari orang tua. Sebagaimana diketahui bahwa Yogyakarta merupakan salah satu kota favorit untuk tujuan menuntut ilmu. Salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia pun berada di Yogyakarta, sehingga tidak mengherankan jika mahasiswa yang berada di kota ini berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. Bagi mahasiswa yang berasal dari luar Provinsi Yogyakarta, menuntut ilmu di kota ini merupakan suatu pendekatan untuk sesuatu yang baru. Lingkungan yang baru, masyarakat yang baru, teman-teman yang baru, serta
budaya yang baru. Sedangkan bagi mahasiswa pada umumnya, menuntut ilmu di perguruan tinggi memerlukan penyesuaian terhadap sistem yang baru karena berbeda dengan menuntut ilmu di sekolah. Kesulitan dalam menghadapi perubahan atas sesuatu yang baru ini dapat menjadi penyebab kesepian. SKP (mahasiswa angkatan 2014, asal Jakarta) mengatakan mengalami kesulitan menyesuaikan diri terhadap budaya masyarakat Yogyakarta yang ramah dan bertegur sapa, sedangkan SKP terbiasa bersikap cuek. Kesulitan menghadapi perubahan juga dialami oleh HK (mahasiswa angkatan 2009, asal Bengkulu). HK juga mengatakan mengalami kesulitan pada awal tinggal di Yogyakarta. Sebelumnya tinggal dengan nyaman di rumah bersama keluarga, kemudian harus menyesuaikan diri tinggal di kos bersama orang-orang yang belum dikenal. Meskipun sekarang HK sudah merasa nyaman tinggal di Yogyakarta, namun HK mengakui masih sering merasa homesick. Kesepian dapat terjadi ketika seseorang merasakan kerinduan terhadap seseorang, peristiwa, atau objek yang familiar (Lopata, 1969). Mahasiswa, berdasarkan rentang usia, juga termasuk dalam katagori remaja. Masa remaja bukan hanya merupakan masa untuk sosialisasi yang intens, namun bagi sebagian remaja, merupakan masa-masa kesepian (Jersield, 1965). Chen (1998) melakukan penelitian tentang penerimaan dan kesepian pada tiga tahap masa remaja yaitu: awal, tengah, dan akhir. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa hubungan antara rasa penerimaan terhadap teman sebaya dan kesepian berpengaruh konstan pada tiga tahap tersebut. Kesepian pada remaja muncul ketika tidak ada ikatan, kedekatan dengan teman sebaya. SKP (angkatan 2014, asal Jakarta) menambahkan, karena sikapnya yang cuek, sering dianggap sombong dan sulit berbaur. Padahal SKP mengakui tidak mempunyai niat sombong dan sangat ingin menjalin persahabatan. Pentingnya memiliki sahabat pada masa remaja berkaitan dengan upaya untuk menghindarkan seseorang dari perasaan kesepian, seperti kasus kesepian yang
disampaikan oleh EPG (angkatan 2009). EPG mengakui, meskipun menyedihkan, EPG lebih memilih menghabiskan waktu seorang diri di kamar daripada ke tempat ramai tanpa ditemani sahabat. Sahabat bagi remaja merupakan sumber dukungan sosial karena dapat memberikan rasa senang dan dukungan bagi remaja ketika remaja tersebut mengalami suatu permasalahan (Bunga Rampai, 2013). Salah satu keuntungan memiliki sahabat pada masa remaja adalah dapat membantu seseorang melarikan diri dari kesepian (Jersild, 1965). Khususnya bagi remaja yang berperan sebagai mahasiswa dan berasal dari luar Provinsi Yogyakarta, sahabat berperan juga untuk menghadapi lingkungan yang baru tersebut bersama-sama. Namun benarkah jika seseorang tidak mendapat dukungan sosial dari teman sebaya, orang tersebut akan merasakan kesepian? Atau apakah orang yang mendapat dukungan sosial dari teman sebaya memang akan terhindar dari perasaan kesepian? Lebih lanjut, apakah orang yang meninggalkan lingkungan lama dan pindah ke lingkungan baru akan merasa kesepian? Melihat kesepian dapat memberi dampak yang cukup buruk bagi kehidupan remaja khususnya pada mahasiswa, maka peneliti merasa tertarik untuk mengangkat topik: Hubungan antara Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Kesepian pada Mahasiswa Psikologi Universitas Gadjah Mada. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesepian pada mahasiswa Fakultas Psikologi Uniersitas Gadjah Mada.
C. Manfaat Penelitian Diharapkan hasil dari penelitian ini memiliki beberapa manfaat, antara lain ialah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian dan pengetahuan bagi perkembangan ilmu Psikologi, bidang Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan. Terutama berkaitan dengan dukungan sosial teman sebaya dan kesepian pada remaja. 2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi berbagai pihak yang berkepentingan mengenai hubungan sosial dan kesepian, seperti remaja, teman sebaya, orang tua dan doesn.