BAB I PENDAHULUAN. tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pesatnya perkembangan televisi sebagai bagian hidup yang tak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Media televisi merupakan media massa yang sering digunakan sebagai media

BAB I PENDAHULUAN. program hiburan mendapat posisi yang digemari dalam khalayak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB V PENUTUP. mucul dalam tayangan acara Wisata Malam, yaitu kode Appearance

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdahulu ini mengemukakan hasil penelitian lain yang relevan dalam pendekatan

KOMODIFIKASI KEMISKINAN DALAM ACARA TELEVISI

REPRESENTASI PEREMPUAN DEWASA YANG TERBELENGGU DALAM TAYANGAN IKLAN TELEVISI

BAB II KERANGKA TEORI

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan sidang. kesempatan kepada peneliti untuk melaksanakan sidang.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB I PENDAHULUAN. film memiliki realitas tersendiri yang memiliki dampak yang dapat membuat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri media di era globalisasi saat ini dirasakan semakin pesat

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan simbol-simbol, kode-kode dalam pesan dilakukan pemilihan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan mahkluk hidup yang tidak dapat hidup tanpa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Wacana Iklan dalam Semiotika

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah melakukan analisis terhadap film Air Terjun Pengantin

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II KAJIAN TEORI Film

BAB IV ANALISIS DATA. Dalam tahap ini, peneliti mulai menerapkan proses representasi yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. (komunikator) mampu membuat pemakna pesan berpola tingkah dan berpikir seperti

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Film sebagai salah satu atribut media massa dan menjadi sarana

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat

BAB IV ANALISIS DATA

BAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas

Pekanbaru, Juni 2017 Penulis, Yasir

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. ( Pada zaman orde baru pemerintah melarang

BAB I PENDAHULUAN. Tentunya kemajuan teknologi juga tak terhapuskan oleh berkembangnya jiwa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan merupakan jenis penelitian deskriptif, dimana

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. semiotika John Fiske karena dirasakan cocok dengan apa yang akan peneliti teliti.

KOMODIFIKASI BUDAYA LOKAL DALAM IKLAN: ANALISIS SEMIOTIK PADA IKLAN KUKU BIMA ENERGI VERSI TARI SAJOJO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. jenis kelamin, pendidikan, maupun status sosial seseorang. Untuk mendukung

BAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan ribuan warga miskin berjuang hidup ditengah kemegahan ibukota. tempat strategis untuk bisa menemukan mereka.

BAB 1 PENDAHULUAN. waktunya untuk menonton acara yang beragam ditelevisi. Televisi sebagai media

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Khalayak pada zaman modern ini mendapat informasi dan hiburan di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Paradigma didefinisikan bermacam-macam, tergantung pada sudut

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

GAMBARAN MASYARAKAT KELAS SOSIAL BAWAH PADA VIDEO KLIP GRUP BAND D BAGINDAS YANG BERJUDUL C.I.N.T.A, EMPAT MATA, DAN APA YANG TERJADI

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang mendasar dari suatu kelompok saintis (Ilmuan) yang menganut suatu pandangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. lagi pendekatan yang mencoba berebut nafas yaitu pendekatan Post

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Penelitian. Pada hakikatnya manusia membutuhkan sebuah media massa untuk

2016 REPRESENTASI SENSUALITAS PEREMPUAN DALAM IKLAN

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan khalayak luas yang biasanya menggunakan teknologi media massa. setiap pagi jutaan masyarakat mengakses media massa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan karya seni kreatif yang menjadikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. proses dimana komunikasi tersebut dicari, digunakan, dan dikonsumsi oleh. audiens, pusat dari komunikasi massa adalah media.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. seolah-olah hasrat mengkonsumsi lebih diutamakan. Perilaku. kehidupan dalam tatanan sosial masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembanganmasyarakat perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman ini manusia sangat bergantung dengan media massa. Semua

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kodrat manusia menjadi tua seolah bisa dihindari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. komunikasi yang terjadi antarmanusia. Menurut Moloeng paradigma merupakan pola

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh informasi dan pengetahuan serta wadah untuk menyalurkan ide,

BAB I PENDAHULUAN. Menjelang pemilihan presiden yang digelar pada 9 Juli 2014, para kandidat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Universitas Sumatera Utara

ANALISIS WACANA KRITIS TENTANG PEMBERITAAN SUPORTER PERSIB DAN PERSIJA DALAM MEDIA PIKIRAN RAKYAT ONLINE DAN RAKYAT MERDEKA ONLINE

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB I PENDAHULUAN. bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, seni, lukisan, dan

Pengaruh Tayangan Sinetron Ftv Bagi Perkembangan Psikis Remaja Indonesia Saat Ini

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. 1. Program Acara Dua Dunia Trans 7 Perspektif Ekonomi Media

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pandangan konstruktivis memelihat realitas sebagai hasil konstruksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Informasi menjadi salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, tak

Semiotika, Tanda dan Makna

BAB I PENDAHULUAN. calon konsumen membeli atau menggunakan suatu produk atau jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. TVRI. Siaran perdananya menayangkan upacara peringatan Hari Kemerdekaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Film adalah gambar hidup, juga sering disebut movie (semula pelesetan

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

dalam arti penelitian merupakan saran untuk pengembangan ilmu ilmu yang mempelajari metode-metode penelitian 49. Metodologi berasal

dikomunikasikan dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. sangat mendasar dan vital dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dikatakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB VI PENUTUP. ditemukannya teknologi pencitraan tiga dimensi. Video game memiliki efek

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan sebagai konsumsi sehari hari seperti makanan.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Kemiskinan merupakan suatu fenomena sosial yang sudah sangat melekat di Indonesia. Hal itu disebabkan Indonesia sebagai negara berkembang masih belum bisa mengatasi ketimpangan dalam distribusi pendapatan yang menjadi penyebab utama kemiskinan. Di Indonesia, kemiskinan bisa ditemui di manamana, bahkan kemiskinan kini sudah menjadi suatu lahan bisnis yang menjanjikan. Saat ini kemiskinan tak lagi sekedar objek belas kasihan, namun berkembang menjadi suatu yang lebih luas lagi, seperti objek wisata, objek tontonan dan lain lain. Kini terdapat jasa tour di beberapa kota yang mengajak para wisatawan untuk melihat kemiskinan, seperti salah satunya Jakarta Hidden Tour yang mengajak para wisatawan pergi ke daerah kumuh di Jakarta dan memperlihatkan bagaimana kehidupan rakyat miskin yang bermukim disana. Bisnis kemiskinan memang menjanjikan, namun disisi lain juga mengundang banyak kontroversi. Tak sedikit orang yang merasa keberatan dengan adanya hal semacam ini, mereka menganggap hal ini dapat mempertaruhkan harga diri bangsa karena mempertontonkan kemiskinan pada turis bangsa lain. Namun di lain pihak, masyarakat sekitar yang tinggal di kawasan kumuh yang menjadi tujuan wisata justru merasa senang karena 1

2 kehidupan ekonomi mereka terbantu dengan banyaknya wisatawan yang memberikan bantuan kepada mereka. Selain objek wisata, kini kemiskinan juga menjadi suatu objek tontonan populer di televisi. Saat ini, media tidak hanya menyuguhkan berita-berita mengenai kemiskinan saja, tapi juga menjadikan kemiskinan tokoh utama dalam beberapa program favorit di televisi, sebagaimana yang sering kita lihat di acara-acara televisi berformat semi-dokumenter, reality show dan acara sejenisnya. Acara Orang Pinggiran yang ditayangkan di Trans7 merupakan salah satu acara televisi yang di dalamnya berisi tayangan semi-dokumenter yang mengangkat kisah-kisah kemiskinan dengan tokoh yang berbeda-beda setiap harinya. Acara ini termasuk acara yang populer, karena di empat tahun penayangannya masih mampu menarik perhatian para banyak penonton. Jika dilihat sekilas, program ini sangat bermanfaat karena dapat membuat penontonnya bersikap mawas diri. Di saat orang-orang berpikir bagaimana membuat suatu rumah yang besar, membeli kendaraan baru dan memperkaya diri, acara ini menyadarkan kita, bahwa masih banyak orang-orang mengalami keadaan jauh lebih sulit daripada kita, mereka masih bisa sabar dan mempunyai semangat yang tinggi untuk tetap menjalani kehidupannya. Program ini menarik karena bisa membuat kita lebih bersyukur pada Tuhan, karena banyak orangorang diluar sana yang nasibnya tidak sebaik kita. Selain itu, program ini juga bisa menjadi acuan bagi pemerintah agar bisa lebih memperhatikan rakyat-rakyat kecil, sesuai dengan Pasal 34 UUD 1945:

3 Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Dengan adanya program ini, diharapkan pemerintah agar lebih giat lagi dalam mengatasi kemiskinan yang ada di Indonesia. Namun jika kita melihat dari sisi lain, maka kita akan melihat adanya suatu proses komodifikasi dalam program ini. Memang pada dasarnya, acara ini bersifat positif, tapi ketika acara ini sudah bersinggungan dengan rating, lalu dikaitkan dengan iklan-iklan yang masuk, maka secara tidak langsung terjadi suatu proses komodifikasi yang dilakukan oleh pihak media. Terdapat beberapa alasan mengapa peneliti memilih program ini sebagai objek penelitian, diantaranya adalah karena program ini merupakan salah satu program mengenai kemiskinan yang mempunyai jam tayang cukup panjang, program ini juga mempunyai banyak penggemar, karena di empat tahun penayangannya rating program ini masih tetap terjaga. Selain itu, dalam program ini terdapat dua pemahaman, yaitu yang sejalan dengan media, dan juga yang berlawanan dengan media. Dalam acara ini, terdapat scene-scene yang bisa dimaknai sebagai eksploitasi dan komodifikasi atas kemiskinan yang diangkat ceritanya. Menurut Mosco, komodifikasi berhubungan dengan bagaimana proses transformasi suatu barang atau jasa menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai tukar. Acara Orang Pinggiran memang tidak dapat diukur seperti halnya barang bergerak dalam ukuran-ukuran ekonomi konvensional, namun tetap saja acara ini bisa menjadi suatu barang dagangan yang dapat dipertukarkan dan mempunyai nilai.

4 Seperti yang kita ketahui, televisi sebagai industri, selalu memperhatikan apa yang sedang ditayangkannya, dan menghitungnya dengan kalkulasi ekonomi, yang ujung-ujungnya berujung pada hasil. Media dengan segala kekuatan yang dimilikinya, saat melihat sesuatu yang dinilai dapat menguntungkan, maka akan dianggap layak menjadi komoditas. Acara semi-dokumenter Orang Pinggiran dapat dinyatakan sebagai bentuk komodifikasi kemiskinan, dengan memperlihatkan tanda-tanda kemiskinan, merepresentasikan ketidakberuntungan orang lain, dan memanfaat kemiskinan orang lain untuk suatu kepentingan tertentu. Kisah keluarga miskin yang ditayangkan dalam acara ini ditransformasi menjadi suatu komoditas, yang di dalamnya sudah melewati proses editing dan campur tangan pihak media, sehingga diramu dengan penambahan-penambahan tertentu agar alur cerita menjadi lebih sendu dan menarik perhatian penonton. Hal ini sejalan dengan pernyataan Supelli (dalam Sobur, 2013:105) bahwa pada praktiknya, apa yang disebut sebagai kebenaran ini sangat ditentukan oleh jalinan banyak kepentingan. Atas nama kebenaran milik perusahaan itulah realitas yang ditampilkan oleh media bukan sekadar realitas tertunda, namun juga realitas tersunting. Program Orang Pinggiran menjadikan kemiskinan sebagai tontonan yang seakan layak untuk dikonsumsi masyarakat luas. Keluhan dan tangisan yang ditampilkan dalam program ini dianggap sebagai suatu bisnis yang menguntungkan bagi para pemilik media, baik keuntungan berupa rating yang tinggi, maupun iklan-iklan yang masuk.

5 Acara televisi berformat semi-dokumenter seperti Orang Pinggiran, bisa dibilang tidak membutuhkan biaya besar dalam proses produksi, hal tersebut terlihat format acara yang dikemas semi-dokumenter sehingga tidak akan menelan biaya produksi banyak. Dengan begini, pihak media bisa menekan biaya produksi dengan serendah-rendah, berbanding terbalik dengan keuntungan yang didapat. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikatakan Karl Marx, yaitu tendensi konstan kapitalis adalah untuk memaksa ongkos kerja kembali ke angka nol Tanda-tanda kemiskinan yang terdapat dalam acara Orang Pinggiran di sudut pandang kapitalis adalah sebuah komoditas yang sangat menggiurkan. Kaum kapitalis kini menjadikan tanda-tanda sebagai pacuan komoditas. Hal tersebut sejalan dengan Baudrillard yang berpendapat: (1) It is because the logic of the commodity and of political economy is at the very heart of the sign, in the abstract equation of signifier and signified, in the differential combinatory of signs, signs can function as exchange value (the discourse of communication) and as use value (rational decoding and distinctive social use) (2) It is because the structure of the sign is at the very heard of the commodity form. that the commodity can take on, immediately, the effect of signification-not because its very form establishes it as a total medium, as a system of communication administering all social exchange (Totona, 2010). Televisi sebagai media paling mudah diakses, dijadikan sebuah alat untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Karena bagaimanapun juga, televisi adalah suatu industri, dimana industri selalu berkaitan erat dengan ekonomi, maka segala produk yang dihasilkannya selalu mengandung unsur komersial di dalamnya.

6 Pada dasarnya, idealisme yang telah disiapkan masing-masing pemilik media yaitu mendidik dan mencerdaskan anak bangsa sudah diperhatikan, tapi yang bisa dilihat di sini adalah, bagaimana isi tayangan tersebut bisa tetap berlandaskan pada suatu idealisme tanpa mengurangi sisi komersialnya. 1.2 Fokus Penelitian dan Pertanyaan Penelitian 1.2.1 Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, peneliti akan memfokuskan penelitian ini pada Bagaimana proses komodifikasi kemiskinan acara Orang Pinggiran yang ditayangkan di Trans7. 1.2.2 Pertanyaan Penlitian 1. Bagaimana realitas kemiskinan pada proses komodifikasi acara Orang Pinggiran di Trans7? 2. Bagaimana representasi kemiskinan pada proses komodifikasi acara Orang Pinggiran di Trans7? 3. Bagaimana ideologi kemiskinan yang terbentuk pada proses komodifikasi acara Orang Pinggiran di Trans7? 1.3 Tujuan Penelitian Dalam membuat penelitian ini, penulis mempunyai beberapa tujuan di antaranya: 1. Untuk mengetahui realitas kemiskinan pada proses komodifikasi acara Orang Pinggiran di Trans 7

7 2. Untuk mengetahui representasi kemiskinan pada proses komodifikasi acara Orang Pinggiran di Trans 7 3. Untuk mengetahui ideologi kemiskinan yang terbentuk pada proses komodifikasi acara televisi Orang Pinggiran di Trans 7 1.4 Kegunaan Penelitian a. Akademis Penelitian ini berusaha melihat bentuk-bentuk komodifikasi kemiskinan dalam praktek media dengan metode analisis semiotika pada program Orang Pinggiran di Trans 7. Tinjauan komodifikasi kemiskinan pada tayangan ini menggunakan pendekatan teori-teori yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran, terutama untuk lingkungan Ilmu Komunikasi. b. Praktis Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan informasi bagi beberapa pihak, terutama pihak pembuat acara televisi agar dapat membuat acara yang lebih kreatif tanpa merugikan salah satu pihak. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga dapat memberikan informasi dan menyadarkan khalayak penonton agar lebih kritis dalam menerima produk-produk yang ditawarkan media.

8 1.5 Setting Penelitian Agar tidak terjadi sebuah pembahasan yang diluar konsep, meneliti membuat ruang lingkup penelitian, diantaranya: Tempat Penelitian : Acara Televisi Orang Pinggiran Trans7 Waktu Penelitian : Oktober 2013 Fokus Penelitian : Menjelaskan proses komodifikasi dalam tayangan Orang Pinggiran Tahapan : Memilih permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini Membuat rencana penelitian Mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam menganalisis topik yang akan diteliti Mereduksi data-data yang sudah terkumpul Penarikan kesimpulan Melakukan penulisan laporan penelitian. Peneliti menyajikannya menjadi tiga bagian, yaitu pengantar, hasil penelitian, dan simpulan.

9 1.6 Kerangka Pemikiran Acara Orang Pinggiran Komodifikasi Semiotika Kode-kode Televisi John Fiske Level Realitas Level Representasi Level Ideologi Ekonomi Politik Media Komodifikasi Kemiskinan dalam Acara Televisi Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Sumber : Peneliti, 2014 Acara Orang Pinggiran adalah program acara semi dokumenter yang mengulas perjuangan masyarakat Indonesia yang hidup serba kekurangan untuk bisa tetap bertahan hidup meskipun kehidupannya terus tergerus oleh perkembangan zaman. Kesabaran dan semangat si tokoh utama dalam mengatasi berbagai halangan dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup meskipun dengan segala

10 keterbatasan yang mereka punya menjadi daya tarik utama dalam acara ini, karena dinilai mampu memotivasi dan menginspirasi penontonnnya. Acara ini mampu menyentuh sisi humanis dan sosial para penontonnya, sehingga penonton seakan terbawa larut dalam alur cerita yang diangkat oleh acara ini. Jika dilihat sekilas, acara ini berhasil memberikan efek positif bagi para penikmatnya karena berhasil menggugah jiwa sosial dan membuat penontonnya lebih bersyukur. Namun disisi lain, peneliti berpendapat bahwa dalam acara ini terdapat adegan-adegan yang dapat dimaknai sebagai eksploitasi dan komodifikasi kemiskinan. Komodifikasi menurut Mosco dalam bukunya yang berjudul The Political Economy of Communication, merupakan sebuah proses transformasi hal yang bernilai untuk dijadikan produk yang dapat dijual. Komodifikasi mendeskripsikan cara kapitalisme melancarkan tujuannya dengan mengakumulasi kapital atau menyadari transformasi nilai guna menjadi nilai tukar. Komoditas dan komodifikasi adalah dua hal yang memiliki hubungan objek dan proses, dan menjadi salah satu indikator kapitalisme global yang kini tengah terjadi. Dalam ekonomi politik media komodifikasi adalah salah satu bentuk penguasaan media selain strukturasi dan spasialisasi. Dalam acara Orang Pinggiran, kemiskinan seolah dilihat sebagai suatu komoditas yang menggiurkan. Dengan memperlihatkan tanda-tanda kemiskinan, merepresentasikan ketidakberuntungan orang lain, dan memanfaat kemiskinan orang lain, para pihak tertentu mendapatkan banyak keuntungan, baik itu berupa rating yang tinggi, iklan-iklan yang masuk dan lain-lain.

11 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komodifikasi kemiskinan yang terdapat dalam acara Orang Pinggiran Trans7. Untuk melihat tanda-tanda dan proses komodifikasi dalam acara ini, peneliti menggunakan pendekatan semiotika dibantu dengan teori ekonomi politik media. Komodifikasi merupakan salah satu entry process untuk memahami bagaimana fenomena media yang ada dimaknai dari perspektif ekonomi politik kritis. Semiotika adalah suatu ilmu atau metodologi analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). (Sobur, 2013:15) Peneliti menggunakan model analisis semiotika dari John Fiske karena menurut peneliti model ini mampu menjawab pertanyaan penelitian yang sudah ditetapkan sebelumnya. Menurut John Fiske (Fiske, 2007) saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang dihadapi oleh wartawan, diantaranya level realitas, representasi dan ideologi. Pada level pertama, adalah peristiwa yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Dalam bahasa gambar (terutama televisi) ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi. Di sini, realitas selalu siap ditandakan, ketika kita menganggap dan mengkonstruksi peristiwa tersebut sebagai sebuah realitas.

12 Pada level kedua, ketika kita memandang sesuatu sebagai realitas, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana realitas itu digambarkan. Dalam bahasa gambar/televisi, alat itu berupa kamera, pencahayaan, editing, atau musik. Pemakaian kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu, misalnya, membawa makna tertentu ketika diterima khalayak. Pada level ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisisr ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi sosial seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan yang ada dalam masyarakat (patriarki, matrealisme, kapitalisme, dan sebagainya). Fiske menambahkan, ketika kita melakukan representasi tidak bisa dihindari kemungkinan menggunakan ideologi tersebut.