ANALISIS DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS PERILAKU STRUKTUR PELAT DATAR ( FLAT PLATE ) SEBAGAI STRUKTUR RANGKA TAHAN GEMPA TUGAS AKHIR

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

T I N J A U A N P U S T A K A

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

Kajian Perilaku Struktur Portal Beton Bertulang Tipe SRPMK dan Tipe SRPMM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN LITERATUR DAN DASAR TEORI

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

adalah momen pada muka joint, yang berhubungan dengan kuat lentur nominal balok pada hubungan balok. Kolom tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRESENTASI TUGAS AKHIR

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Studi Assessment Kerentanan Gedung Beton Bertulang Terhadap Beban Gempa Dengan Menggunakan Metode Pushover Analysis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

STUDI KINERJA SENDI PLASTIS PADA GEDUNG DAKTAIL PARSIAL DENGAN ANALISIS BEBAN DORONG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gempa merupakan fenomena alam yang harus diterima sebagai fact of life.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. gawang apabila tanpa dinding (tanpa strut) dengan menggunakan dinding (dengan

EVALUASI KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SNI PADA STRUKTUR DENGAN GEMPA DOMINAN

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH DOMINASI BEBAN GRAVITASI TERHADAP KONSEP STRONG COLUMN WEAK BEAM PADA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI KOMPARATIF PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM RANGKA GEDUNG BERDASARKAN TATA CARA ASCE 7-05 DAN SNI

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KRITISI DESAIN PSEUDO ELASTIS PADA BANGUNAN BERATURAN 6- DAN 10- LANTAI DENGAN DENAH PERSEGI DI WILAYAH 6 PETA GEMPA INDONESIA

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

ANALISIS PERILAKU DAN KINERJA RANGKA BETON BERTULANG DENGAN DAN TANPA BREISING KABEL CFC

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

KAJIAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK DAN KONSENTRIK (215S)

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

PERENCANAAN GEDUNG YANG MEMPUNYAI KOLOM MIRING DENGAN PUSHOVER ANALYSIS

BAB III METODE ANALISA STATIK NON LINIER

EFISIENSI DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BREISING KONSENTRIK TIPE X-2 LANTAI

ANALISIS KINERJA BANGUNAN BETON BERTULANG DENGAN LAYOUT BERBENTUK YANG MENGALAMI BEBAN GEMPA TERHADAP EFEK SOFT-STOREY SKRIPSI

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN DAN KEKUATAN PADA SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBKK

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pengujian Tahan Gempa Sistem Struktur Beton Pracetak

BAB IV PEMODELAN STRUKTUR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beban, saat dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur saat

Home LOGO. 1. Latar Belakang. 2. Batasan Masalah. 3. Metodologi. 4. Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Keandalan Struktur Gedung Tinggi Tidak Beraturan Menggunakan Pushover Analysis

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SESUAI SNI DITINJAU DARI KETENTUAN SENGKANG MINIMUM KOLOM

MODIFIKASI PERENCANAAN UPPER STRUKTUR SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN MENENGAH PADA GEDUNG PERKANTORAN DAN PERDAGANGAN JL. KERTAJAYA INDAH TIMUR SURABAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik yang sering disebut juga Ring of Fire, karena sering

KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SESUAI SNI DITINJAU DARI KETENTUAN SENGKANG MINIMUM KOLOM

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

KATA KUNCI: sistem rangka baja dan beton komposit, struktur komposit.

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN KEKAKUAN DAN KEKUATAN SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBE BENTUK DIAGONAL MENURUT SNI 1726:2012 PASAL

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN

PERENCANAAN GEDUNG PERPUSTAKAAN KOTA 4 LANTAI DENGAN PRINSIP DAKTAIL PARSIAL DI SURAKARTA (+BASEMENT 1 LANTAI)

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Stuktur dengan Vertical Set-Back

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, yaitu gempa Aceh disertai tsunami tahun 2004, gempa Nias tahun. gempa di Indonesia menjadi sangatlah penting.

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN PUSHOVER ANALYSIS

EVALUASI KINERJA STRUKTUR BETON TAHAN GEMPA DENGAN ANALISIS PUSHOVER MENGGUNAKAN SOFTWARE SAP Skripsi. Sumarwan I

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Wilayah Gempa... 6

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

BAB V PENUTUP. Pada tabel tersebut dengan nilai N = 27,9 maka jenis tanah termasuk tanah sedang.

BAB 1 PENDAHULUAN. gempa di kepulauan Alor (11 November, skala 7,5), gempa Aceh (26 Desember, skala

STUDI PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG TERHADAP KINERJA BATAS AKIBAT PENGARUH TINGGI BANGUNAN DAN DIMENSI KOLOM BERDASARKAN SNI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Tahan Gempa

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Umum Pada bab ini akan dilakukan analisis terhadap model yang telah dibuat pada bab sebelumnya. Ada beberapa hal yang akan dianalisis dan dibahas kali ini. Secara umum analisis yang dilakukan adalah evaluasi kinerja struktur dan bagaimana mekanisme keruntuhannya. Analisis lebih lanjut, dilakukan peninjauan pengaruh Lebar efektif terhadap pembebanan yang sama, dan melihat perilaku struktur yang sama terhadap zona yang yang berbeda serta bagaimana pengaruhnya terhadap struktur apabila pemikul momen dikurangi kapasitasnya hingga pada kolom saja. Hasil output dari analisis ini dilakukan dengan statik analisis linier dengan bantuan perangkat lunak SAP 2000. 4.2 Evaluasi Kinerja Struktur Kinerja struktur yang akan dianlisis adalah meliputi evaluasi titik kinerja struktur dan hubungan antara beban dan simpangan ketika terjadi gempa. Titik kinerja struktur adalah pertemuan dari spectra kapasitas dengan demand yang menunjukkan performance struktur dalam mengatasi gempa. Sedangkan hubungan beban dan simpangan dievaluasi untuk melihat perilaku struktur ketika mendekati kapasitas maksimum dan terbentuk mekanisme keruntuhan. 4.2.1 Titik Kinerja Struktur Titik kinerja struktur adalah suatu titik temu antara kurva kapasitas dari struktur dengan kebutuhan respon spektra dimana titik ini menggambarkan kinerja sebuah struktur terhadap beban beban yang diterima. Dengan analisis statik non linier melalui analisis pushover melalui perangkat lunak SAP 2000, akan dapat diketahui titik kinerja dari struktur tersebut. IV 1

Berikut ini adalah titik kinerja dari struktur hasil output dari SAP 2000. Gambar 4.1 : Titik Kinerja Struktur Hasil tersebut dapat juga disajikan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 4.1 : Kinerja Struktur Step SdCapacity SaCapacity SdDemand SaDemand Teff Tsecant Beff Ductility Alpha ModFact mm mm 0 0.000 0.000 239.835 0.259 1.931 1.931 0.050 1.000 0.000 1.000 1 77.025 0.083 239.835 0.259 1.931 1.931 0.050 1.000 0.000 1.000 2 131.751 0.115 233.032 0.204 2.100 2.147 0.071 1.710 0.540 0.957 3 139.630 0.118 230.480 0.194 2.113 2.185 0.072 1.741 0.486 0.935 4 220.236 0.132 226.752 0.136 2.420 2.591 0.108 2.296 0.212 0.872 5 394.714 0.152 283.407 0.109 3.329 3.234 0.192 3.758 0.123 1.060 6 446.855 0.157 257.172 0.090 3.271 3.386 0.200 4.184 0.113 0.933 7 638.183 0.157 250.225 0.062 3.538 4.045 0.204 5.246 0.046 0.765 8 843.684 0.160 265.710 0.050 3.894 4.609 0.204 6.659 0.030 0.714 9 1145.453 0.165 290.183 0.042 4.362 5.289 0.205 8.818 0.022 0.680 10 1303.356 0.167 300.916 0.039 4.561 5.600 0.203 9.948 0.020 0.663 11 1459.064 0.170 310.500 0.036 4.735 5.883 0.200 11.066 0.019 0.648 12 1470.328 0.148 326.951 0.033 4.519 6.314 0.203 9.694 0.011 0.640 13 1473.733 0.149 327.149 0.033 4.525 6.317 0.203 9.731 0.010 0.640 14 1475.288 0.145 331.119 0.033 4.491 6.399 0.204 9.534 0.015 0.640 15 1490.190 0.146 331.713 0.033 4.521 6.405 0.203 9.709 0.014 0.640 16 1491.672 0.143 335.562 0.032 4.490 6.485 0.204 9.528 0.018 0.640 17 1493.318 0.139 339.675 0.032 4.459 6.569 0.204 9.352 0.023 0.640 18 1501.987 0.140 339.695 0.032 4.480 6.566 0.204 9.467 0.021 0.640 19 1531.530 0.141 342.488 0.032 4.525 6.613 0.203 9.730 0.020 0.640 20 1566.135 0.098 413.978 0.026 4.215 8.031 0.206 8.070 0.075 0.640 IV 2

Titik kinerja struktur ditunjukkan dengan perpotongan antara garis hijau ( kurva kapasitas ) dengan garis kuning ( kebutuhan respon spektra ). Berikut ini adalah rangkuman dari hasil titik kinerja struktur Tabel 4.2 : Rangkuman Hasil Titik Kinerja Struktur No Parameter Nilai 1 V ( N ) 824.980,9 2 D ( mm ) 290,511 3 Sa ( /g ) 0,133 4 Sd ( mm ) 229,885 Untuk menentukan tingkat kinerja struktur dapat dilihat terhadap ketergantungan dengan parameter batasan deformasi. Dari hasil titik kinerja struktur tersebut, maka akan dapat ditentukan level kinerja tersebut ( FEMA 440 ) dengan persamaan : Batas yang diperoleh adalah : X =,. = 0,0083 Dari hasil tersebut maka level kinerja struktur berada pada lever Immediate Occupancy ( IO ) yang mana segera dapat dipakai. Tabel 4.3 : Performance Level Δ roof ( m ) H (m) Δ roof (m) / H (m) Performance Level 0,291 35 0.0083 Immediate Occupancy Hasil perbandingan batasan deformasi, dapat disimpulkan bahwa level performa struktur masih jauh dari batas aman yang disyaratkan ( FEMA 440 ). Level performa struktur berada pada batas Immediate Occupancy yang mana struktur berada pada level segera dapat dipergunakan kembali. IV 3

4.2.2 Hubungan Gaya dan Simpangan Analisis statik nonlinier dan analisis pushover yang dilakukan dengan bantuan program SAP 2000 terhadap model yang telah dibuat akan menghasilkan hubungan gaya dengan simpangan. Hubungan ini disajikan dalam bentuk kurva, yang mana tergantung pada kekuatan, kekauan, daktilitas dan urutan keruntuhan struktur. Hasil analisis disajikan dalam bentuk kurva pushover yang mampu menggambarkan perilaku struktur apabila dibebani oleh suatu beban gempa dengan ground motion tertentu, bahkan setelah struktur melewati batas elastiknya. Berikut adalah kurva hubungan gaya dengan simpangan dari model struktur rangka yang telah dibuat : 1200000 Kurva Pushover Base Shear ( N ) 1000000 800000 600000 400000 200000 Kapasitas 0 0 500 1000 1500 2000 2500 Displacement ( mm ) Gambar 4.2 : Kurva Pushover Kurva di atas adalah menunjukkan kapasitas dari struktur yang telah didesain sebelumnya. Kurva tersebut menunjukkan hubungan antara besarnya Gaya geser dasar ( base shear ) dengan simpangan masing- masing dari perubahan Gaya geser dasar tersebut. Dapat dilihat perubahan dari kondisi elastik hingga kondisi pasca elastiknya. Dari gambar di atas dapat menunjukkan daktilitas dari struktur tersebut. Setiap titik ( node ) yang ada menunjukkan tahap terbentuknya sendi plastis dan IV 4

kemiringan relatif dari satu titik ke titik berikutnya menunjukkan kekakuan struktur tersebut. Semakin landai berarti kekakuan struktur pun semakin berkurang. Dan semakin banyak titik tebentuk atau semakin besar perpindahan, berarti struktur semakin daktail. Dari hasil kurva pushover tersebut ada beberapa parameter hubungan gaya dan simpangan yang dapat dianalisis sebagai berikut : Tabel 4.4 : Hubungan Gaya dengan Simpangan Vn gaya geser nominal (desain) 456,92 KN Vy gaya geser pada leleh pertama 836,90 KN Vm gaya geser maksimum 1114,38 KN Ve gaya geser elastik 9406,83 KN δn perpindahan pada V = Vn 89,32 mm δy perpindahan pada leleh pertama 278,54 mm δm perpindahan maksimum 1838,84 mm f1 kuat lebih desain 1,83 f2 kuat cabang bahan 1,33 f kuat cabang struktur 2,44 R faktor reduksi beban gempa 12,09 μ faktor daktilitas struktur gedung 6,60 Nilai R yang diperoleh pada saat kapasitas tercapai untuk pembebanan lateral berdasarkan SNI-03-1726-2002, ternyata berada di bawah nilai R yang diinput pada saat mendefenisikan beban gempa. Untuk zona 5 parameter yang digunakan adalah μ = 5,3 dengan nilai R = 8,5. Nilai daktilitas yang didapat ternyata melebihi faktor daktilitas maksimum, yang direncanakan di awal. Hal ini menunjukkan bahwa struktur yang didesain sangat daktail, bahkan melebihi hingga daktilitas maksimum yang ditetapkan dalam batasan SNI. 4.3 Mekanisme Keruntuhan Perilaku struktur terhadap beban gempa yang diharapkan terjadi pada struktur adalah mengikuti peraturan SRPMK, yang mana terjadinya sendi platis pada balok terlebih dahulu sebelum terjadi pada kolom atau disebut juga strong column weak beam. Ketika sendi-sendi plastis yang mengikuti prinsip strong column weak beam tersebut sudah terjadi di seluruh struktur maka pada saat tertentu akan terbentuk mekanisme keruntuhan yang menyebabkan struktur tersebut menjadi kolaps. Mekanisme IV 5

keruntuhan seperti ini merupakan mekanisme keruntuhan daktail yang diharapkan terjadi pada struktur SRPMK. Mekanisme keruntuhan yang sebisa mungkin dihindari, khususnya dalam perencanaan struktur SRPMK adalah soft story mechanism yaitu mekanisme keruntuhan dimana struktur akan kolaps akibat terbentuknya sendi plastis pada kedua ujung kolom-kolom dalam satu lantai yang sama. Agar mekanisme yang terjadi adalah strong column weak beam maka diharapkan sendi plastis terjadi pada kolom dengan jumlah seminimal mungkin. Sebenarnya proses terjadinya sendi plastis sangat memungkinkan terjadi pada kolom namun tingkat kerusakan sendi plastis pada kolom haruslah lebih kecil dibandingkan tingkat kerusakan yang terjadi pada balok-balok sebelahnya sehingga mekanisme keruntuhan seperti ini tetaplah strong column weak beam. Dalam program SAP 2000 dapat memberikan informasi jenis-jenis mekanisme keruntuhan tersebut. Dengan menampilkan bentuk deformasi struktur pada saat dilakukan analisis pushover dapat diketahui urutan terbentuknya sendi plastis pada balok dan kolom. Jumlah langkah atau step untuk setiap perubahan mekanisme keruntuhan ditentukan secara otomatis oleh program SAP 2000, dimana perpindahan step akan terjadi ketika cukup banyak terbentuk sendi plastis pada struktur sehingga mengalami penurunan kapasitas secara signifikan. Berikut ini adalah tahap perubahan terjadinya sendi plastis pertama hingga terbentuk sejumlah sendi plastis yang membuat struktur menjadi runtuh. Warna-warna pada gambar menunjukkan tingkat kerusakan akibat dari terjadinya sendi plastis tersebut. IV 6

Sendi plastis pada performance point : Gambar 4.3 : Sendi Plastis pada Performance Point Gambar di atas menunjukkan struktur berada pada kondisi performance point. Sejumlah sendi plastis terbentuk pada step ke 4 dari hasil analisis pushover. Sendi plastis diawali dengan terjadinya pada balok terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan struktur bekerja dengan performa strong column weak beam. Karena walaupun terjadi beberapa sendi plastis di bagian balok di beberapa lantai, tapi kriteria sendi plastis tersebut masih berada di bawah kriteria sendi plastis pada kondisi aman (life safety). Kriteria sendi plastis yang terjadi saat performance point adalah Immediate Occupancy, yang mana struktur masih dapat dipergunakan lagi. Hasil titik performance point nya dapat disajikan dalam kurva sebagai berikut : IV 7

Base Shear ( N ) 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 Kurva Pushover 0 500 1000 1500 2000 2500 Displacement ( mm ) Kapasitas Performance Point Gambar 4.4 : Titik Performance Point Pada Kurva Pushover Setelah struktur didorong hingga mencapai kapasitas maksimumnya, terdapat banyak perubahan sendi plastis yang terjadi pada elemen struktur. Sendi plastis pada kondisi maksimum : Gambar 4.5 : Sendi Plastis pada Tahap Maksimum IV 8

Gambar di atas adalah merupakan tahap akhir dari keseluruhan terbentuknya sendi plastis yang membuat struktur menjadi runtuh. Dari analisis pushover struktur mengalami keruntuhan pada step yang ke 11. Pada kondisi maksimumnya terlihat bahwa pada beberapa kolom megalami terbentuknya sendi plastis, akan tetapi kondisi plastisnya masih lebih kecil jika dibanding dengan kondisi plastis yang ada pada bagian balok didekatnya. Hal ini juga masih dapat dianggap kalo struktur tersebut masih memenuhi konsep strong column weak beam. Dari gambar tersebut juga tidak terjadi mekanisme keruntuhan soft story yang memang sangat tidak diinginkan untuk terjadi. Dari pernyataan di atas dapat ditarik beberapa analisis antara lain sebagai berikut : 1. Mengenai daktilitas struktur, struktur yang didesain sangat daktail, hal ini dapat dilihat dari banyaknya step perubahan sendi plastis tersebut. Semakin banyak step tersebut maka, perubahan sendi plastis pun akan semakin banyak dan menjadikan struktur akan semakin daktail. Karena hasil daktilitas yang didapat lebih besar dari yang direncanakan maka daktilitas yang dipakai adalah batasan nilai daktilitas maksimum dari struktur yang disyaratkan dalam SNI. 2. Dapat dilihat pada rangka ekivalen tersebut bahwa baik pada portal interior maupun eksterior, sendi plastis pertama kali muncul di bagian balok dan kemudian terjadi pada bagian kolom. Hal ini menunjukkan bahwa struktur memang telah memenuhi konsep strong column weak beam. 3. Untuk kolom pada lantai 1 yang merupakan kolom terbawah sangat wajar mengalami sendi plastis pada ujung bawahnya. Memang ada beberapa sendi plastis yang terjadi pada kolom, namun tidak ada kolom yang mengalami sendi plastis di kedua ujungnya sehingga hal ini tidak akan menimbulkan terjadinya keruntuhan soft story. Dari analisis tersebut dapat kita diketahui bahwa struktur telah berperilaku strong column weak beam dan memiliki mekanisme keruntuhan yang memenuhi syarat. 4. Untuk struktur pada kondisi performance point, jumlah sendi plastis telah bertambah dan terdapat pada bagian balok. Baik untuk portal eksterior dan portal interior jumlah sendi plastis relatif tidak jauh berbeda. Secara umum tingkat kerusakan pada struktur ini masih dapat diterima. Dan mekanisme keruntuhan yang terjadi juga sesuai dengan yang diharapkan. IV 9

5. Untuk kondisi mekanisme keruntuhan pada saat struktur mencapai kondisi maksimumnya, tingkat kerusakan yang sangat parah dapat dilihat pada bagian interior struktur dan pada bagian eksterior struktur, yang dalam hal ini dapat kita analisis bahwa memang tipe keruntuhan yang sedang terjadi adalah tipe keruntuhan yang sudah di atas life safety dan tak dapat dipakai lagi. 4.4 Kondisi Struktur di Wilayah Gempa yang Berbeda Pada awalnya Tugas Akhir ini hanya melakukan pengkajian terhadap wilyah gempa 5. Tapi pada kesempatan ini akan ditinjau juga mengenai perbandingan terhadap, zona gempa yang lebih tinggi. Pada kasus sebelumnya yang telah dibahas struktur didesain pada zona Gempa 5 yang mana V desain yang digunakan gaya geser yang masih pada kondisi elastik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar kurva sebagai berikut : 1200000 Kurva Pushover Base Shear ( N ) 1000000 800000 600000 400000 200000 Kapasitas Performance Point Zona 5 0 0 500 1000 1500 2000 2500 Displacement ( mm ) Gambar 4.6 : V Shear Zona 5 Dari gambar dapat dilihat besarnya displacement maksimum pada saat desain adalah 89,32 mm dengan V sebesar 456.921,9 KN. Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk struktur flat plate yang didesain sebenarnya masih pada kondisi aman ( elastik ) terhadap lentur jika struktur berada pada kondisi di wilayah Gempa 5. IV 10

Untuk wilayah gempa dengan percepatan yang lebih tinggi, dalam hal ini adalah Wilayah gempa 6 Indonesia. Struktur yang sama akan kita analisis terhadap kondisi tersebut. Ternyata dari hasil analisis dan perhitungan, struktur juga masih berada pada kondisi yang elastik, dengan V untuk desain yang lebih besar. Hasil perbandingan ternyata tidak jauh berbeda antara Zona Wilayah Gempa 5 dan Zona Wilayah Gempa 6, hal ini mungkin disebabkan dengan alasan bahwa disamakannya desain struktur untuk Zona 5 dan 6 dengan persyaratan tertentu. Seperti halnya untuk wilayah Gempa 1 dan 2 cukup dengan SRPMB, wilayah 3 dan 4 dengan SRPMM dan wilayah 5 dan 6 dengan SRPMK ( kasus yang dibahas ). Untuk perbandingan antara zona gempa 5 dan 6 dapat dilihat pada gambar sebagai berikut : 1,200,000 Kurva Pushover 1,000,000 Base Shear ( N ) 800,000 600,000 400,000 200,000 0 0 500 1000 1500 2000 Kapasitas Zona 5 Zona 6 Performance Point Displacement ( mm ) Gambar 4.7 : V Shear Zona 5 dan 6 Untuk desain pada Wilayah Gempa 6 displacement maksimum = 96,46 mm dengan V sebesar 493.475,7 N. Akan tetapi ketika terjadi sendi plastis yang pertama, maka akan terjadi transfer momen dari pelat ke kolom. Transfer momen ini dapat berupa geser dan juga lentur yang mempunyai jumlah, atau kapasitas yang telah dihitung sebelumnya. IV 11

Tabel 4.5 : Perbandingan Geser dengan Kapasitas Geser Kolom ( MPa ) Ф MPa 1-2 Interior 44,46 2,19 1-2 Eksterior 2,36 2,19 3-4 Interior 44,9 2,19 3-4 Eksterior 2,38 2,19 5-7 Interior 38,88 2,19 5-7 Eksterior 2,39 2,19 8-10 Interior 22,69 2,19 8-10 Eksterior 1,82 2,19 Tabel di atas adalah geser yang terjadi pada saat terjadi sendi plastis yang pertama. Jika kita lihat untuk kondisi lentur struktur masih sanggup untuk berdeformasi. Sedangkan jika dilihat nilai kapasitas geser dengan geser yang terjadi, nilai geser tersebut melebihi nilai kapasitas maksimum geser dari pelat tersebut. Dapat dikatakan bahwa, kegagalan geser sebenarnya telah terjadi hampir di seluruh elemen pelat baik interior maupun eksterior sebelum kegagalan lentur terjadi. Hal ini mengindikasikan bahwa memang struktur flat plate sangat lemah terhadap geser dan gaya geser tersebut sangat besar yang ditimbulkan oleh beban lateral yang terjadi, seperti halnya gempa. Apalagi jika dilakukan terhadap zona gempa yang lebih tinggi maka akan sangat beresiko, karena gaya geser yang timbul akan lebih besar. 4.5 Analisis Terhadap Elemen Pemikul Momen Pada kesempatan ini akan dilakukan peninjauan lebih lanjut terhadap, elemen pemikul momen yang ada. Pada peraturan Struktur Rangka Pemikul Momen elemen elemen yang berfungsi sebagai pemikul momen adalah kolom, balok dan joint. Di sini akan dicoba melihat perilaku struktur apabila elemen pemikul momen yang digunakan, dikurangi kapasitasnya dan hingga elemen pemikul hanya cuma kolom saja. Yang pertama akan diawali melihat perilaku struktur apabila kapasitas dari pelat dikurangi, hingga melihat perubahan sampai di kapasitas berapa Gaya geser maksimum dari zona gempa terhadap kondisi perilaku struktur pada zona gempa tersebut. Berikut ini akan disajikan hasil analisis pushover terhadap elemen pelat dengan pengurangan kapasitas untuk pemikul momennya. IV 12

1200000 Kurva Pushover 1000000 Base Shear ( N ) 800000 600000 400000 200000 0 0 500 1000 1500 2000 2500 Kapasitas Zona 5 Performance Point Kapasitas 50% P. Point 50% Kapasitas 75% P. Point 75% Displacement ( mm ) Gambar 4.8 : Iterasi Kapasitas Tulangn Dari kurva di atas apabila dilakukan pengurangan jumlah tulangan yang ada, maka akan sangat berpengaruh terhadap kapasitas dari struktur tersebut, juga sangat berpengaruh terhadap displacement maksimum dari struktur tersebut. Jika dilakukan pengurangan kapasitas tulangan lentur maka, struktur masih memiliki kekakuan yang sama, akan tetapi tidak memiliki kekuatan yang sama. Hal itu dapat dilihat dari kapasitas yang ada pada gambar di atas. Untuk perbandingan pengurangan kapasitas lentur, dengan kapasitas 75% dan 50% dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.6 : Kapasitas Geser untuk kondisi Pengurangan Kapasitas Lentur Kolom untuk 75 % ( MPa ) untuk 50 % ( MPa ) Ф MPa 1-2 Interior 28,98 12,67 2,19 1-2 Eksterior 1,54 0,67 2,19 3-4 Interior 29,29 12,8 2,19 3-4 Eksterior 1,55 0,68 2,19 5-7 Interior 25,34 11,08 2,19 5-7 Eksterior 1,56 0,68 2,19 8-10 Interior 14,79 6,45 2,19 8-10 Eksterior 1,19 0,52 2,19 IV 13

Tabel di atas menunjukkan indikasi kondisi dimana kegagalan elemen pelat terjadi. Jika dilihat hasil dari geser yang terjadi dibandingkan dengan kapasitas lentur yang ada. Maka dapat dikatakan untuk kondisi pengurangan kapasitas lentur baik 75% dan hingga 50%, kegagalan masih saja dapat dikatakan terjadi akibat kegegalan geser setelah sendi plastis pertama terjadi. Jika di lihat kegagalan geser itu terjadi di semua elemen pelat bagian interior, sedangkan bagian interior belum mengalami kegagalan. Dari hal itu juga, masih memperkuat pernyataan kalau emang struktur flat plate sangat lemah terhadap geser. Untuk melihat lebih lanjut, akan dilakukan analisis terhadap perilaku struktur struktur yang momennya, khususnya akibat beban lateral hanya dipikul oleh kolom saja. Hal ini sebenarnya merepresentasikan bahwa ketika tidak terjadi gempa elemen struktur pemikul momennya hanyalah kolom saja. Jadi dilakukan release momen hubungan antara balok dan kolom. Untuk melihat perbandingannya terhadap kapasitas maksimum tersebut, apabila semua elemen memikul momen dibandingkan dengan kolom saja, dapat dilihat pada kurva di bawah ini : 1200000 Kurva Pushover Base Shear ( N ) 1000000 800000 600000 400000 200000 Kapasitas Zona 5 Performance Point M Release 0 0 1000 2000 3000 4000 5000 Displacement ( mm ) Gambar 4.9 : Kolom Sebagai Pemikul Momen IV 14

Dapat dilihat bahwa elemen kolom saja sangat sulit untuk memikul beban gempa rencana yang ada. Dari kurva, dapat dilihat bahwa kapasitas dari kolom tersebut berada jauh di bawah beban gempa atau beban lateral yang ada. Untuk melihat perilaku sendi plastis tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 4.10 : Mekanisme Soft Story pada Kolom Dari analisis pushover tersebut juga dapat dilihat bahwa mekanisme soft story terjadi pada kolom paling dasar. Jadi sangat beresiko sekali apabila struktur kita desain dengan kolom saja sebagai pemikul momennya. Akan tetapi mungkin saja apabila kolom diperbesar dan jarak antar bentang diperpendek kapasitas kolom akan cukup untuk memikul momen, ini perlu peninjauan lebih lanjut dan tidak dibahas pada kesempatan ini. 4.6 Analisis Terhadap Lebar Elemen Pelat Pemikul Momen Pada kesempatan ini akan dilakukan pengaruh lebar efektif dari struktur ketika beban total pada struktur bekerja. dari hasil perhitungan sebelumnya didapat bahwa lebar efektif pelat ketika memikul beban lateral adalah berkisar antara 0,9 dari setengah IV 15

bentang kiri dan setengah bentang kanan untuk bagian tengah dari struktur. Disini akan dicoba dilakukan pengurangan terhadap lebar efektif pelat hingga mencapai batas minimumnya. Iterasi terhadap lebar tersebut, dapat dilihat dari kurva kapasitas di bawah ini : Base Shear ( N ) 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 0 Kurva Pushover 0 500 1000 1500 2000 2500 Displacement ( mm ) Kapasitas Zona 5 Performance Point Lebar 75% Lebar 50% Lebar 20% Lebar 15% P. Point 20% P. Point 15% P. Point 75% P. Point 50% Gambar 4.11 : Iterasi Terhadap Lebar Pelat Dari kurva di atas dapat apabila dilakukan pengurangan lebar efektif maka kekauan struktur juga akan semakin berkurang, dan struktur juga cenderung lebih bersifat daktail. Dapat dilihat bahwa Lebar efektif pelat untuk pemikul momen, bisa didesain menjadi lebih kecil. Pada kondisi lebar efektif 50% - 75% dari lebar semula sebenarnya masih bisa digunakan. Akan tetapi jika lebih kecil dari 50% dapat dikatakan kurang efisien, karena jika kita lihat untuk pengurangan hingga menjadi 20% dan 15% struktur tidak berada pada titik temu demand dan kapasitas sehingga performa daris struktur tidak dapat ditentukan. Untuk kondisi 50% - 75% hampir mirip dengan kondisi lebar efektif penuh, hanya sedikit perbedaan saja. Jika dianalisis lebih lanjut. IV 16

Tabel 4.7 : Kapasitas Geser untuk kondisi Pengurangan Lebar Efektif Kolom untuk 75 % ( MPa ) untuk 50 % ( MPa ) Ф MPa 1-2 Interior 42,12 42,9 2,19 1-2 Eksterior 2,23 2,77 2,19 3-4 Interior 42,57 43,36 2,19 3-4 Eksterior 2,26 2,29 2,19 5-7 Interior 36,84 37,52 2,19 5-7 Eksterior 2,27 2,31 2,19 8-10 Interior 21,5 21,9 2,19 8-10 Eksterior 1,73 1,76 2,19 Maka akan didapatkan hasil seperti yang di atas, yang mana pada saat terjadi sendi plastis pertama. Struktur akan sudah mengalami kegegalan geser terlebih dahulu. IV 17