(1 UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH Anim* 1, Elfira Rahmadani 2, Yogo Dwi Prasetyo 3 123 Pendidikan Matematika, Universitas Asahan e-mail: *1 animfaqot30031991@gmail.com 2 elfira.rahmadani@gmail.com 3 abdullah.prasetyo@gmail.com Abstrak Permasalahan pada penelitian ini adalah masih rendahnya komunikasi matematik siswa pada materi Fungsi kuadrat. Penelitian ini bertujuan untuk untuk meningkatkan komunikasi matematik penggunaan Model pembelajaran Inquiry berbantuan Software Autograph pada materi fungsi kuadrat kelas X MAN Kisaran. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MAN Kisaran, dengan memilih satu kelas yaitu kelas X IPA 1 dengan jumlah siswa 34 siswa yang terdiri dari 21 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdapat 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi (pengamatan), dan refleksi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menilai hasil tes komunikasi matematik siswa yang diberikan kepada siswa, kemudian dicari persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Pada siklus I diperoleh 58,83%. Maka dilanjutkan dengan siklus II, diperoleh tingkat ketuntasan belajar siswa secara klasikal yaitu 88,24%. Berdasarkan analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika pada materi fungsi kuadrat di kelas X MAN Kisaran dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran Inquiry dengan bantuan Software aplikasi Autograph 3.3. Dimana peningkatan diperoleh setelah dilakukan siklus II sebesar 29,41 %. Kata Kunci : Model Pembelajaran, Inquiry, Software Aplikasi Autograph 3.3, Komunikasi Matematik
(2 PENDAHULUAN Salah satu bagian dari pendidikan yang mempunyai peran penting adalah pendidikan matematika. NCTM (National Council of Teachers of mathematics) (2000) dalam Van de Walle menyatakan : Di dalam dunia yang terus berubah, mereka yang memahami dan dapat mengerjakan matematika akan memiliki kesempatan dan pilihan yang lebih banyak dalam menentukan masa depannya. Kemampuan dalam matematika akan membuka pintu untuk masa depan yang produktif. lemah dalam matematika membiarkan pintu tersebut tertutup. [1] Sumbangan matematika terhadap perkembangan pendidikan dan teknologi cukup besar, seperti Aljabar untuk komputer, Numerik untuk teknik. Matematika merupakan bidang studi yang wajib dipelajari oleh semua siswa SD, SMP, SMA, bahkan sampai semua program studi di Perguruan Tinggi. Berdasarkan Cornelius dalam Abdurrahman: Setiap orang harus mempelajari matematika, karena matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, sarana mengenal pola-pola dan generalisasi hubungan, sarana untuk mengembangkan aktivitas, dan sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. [2] Dengan demikian, jelaslah mengapa matematika menjadi pelajaran wajib bagi setiap orang. Bahkan dapat pula dikatakan bahwa matematika merupakan induk segala ilmu pengetahuan, baik eksakta maupun non eksakta. Oleh karena besarnya peranan matematika dalam kehidupan manusia, maka tidak mengherankan bila matematika selalu menjadi perhatian dan mendapat sorotan dari berbagai pihak, bahkan rendahnya prestasi matematika siswa telah menjadi masalah nasional yang perlu mendapat pemecahan yang segera dan seoptimal mungkin. Namun pada kenyataanya, hasil belajar masih rendah. Hal ini dapat dilihat pendidikan di Indonesia masih rendah ditunjukkan standar kelulusan minimal UN masih rendah (2004 = 3,25 dan tahun 2011 = 5,50). Hal ini dapat dilihat dari hasil yang didapat Indonesia pada TIMSS (Trends in International Mathematics Science Study), yaitu bahwa rata-rata skor prestasi matematika siswa kelas VIII Indonesia berada signifikan di bawah ratarata internasional. Indonesia pada tahun 1999 berada di peringkat ke 34 dari 38 negara peserta, tahun 2003 berada di peringkat ke 35 dari 46 negara peserta, tahun 2007 berada di peringkat ke 36 dari 49 negara peserta, dan tahun 2011 berada di peringkat 38 dari 42 negara peserta [3]. Selain itu, terkait prestasi matematika Indonesia, bahwa pada Hasil PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2012, Indonesia berada di peringkat
(3 ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes [4]. Rendahnya rating matematika yang diperoleh Indonesia menjadi fokus masalah dalam pendidikan Indonesia. National Council of Teacher Mathematics telah menetapkan beberapa standar proses yang harus dikuasai peserta didik dalam pembelajaran matematika, meliputi: (1) pemecahan masalah (problem solving); (2) penalaran dan pembuktian (reasoning and proof); (3) komunikasi (communication); (4) koneksi (connection); (5) representasi (representations). [5] Terlihat jelas bahwa salah satu standar proses yang harus dikuasai peserta didik adalah kemampuan komunikasi matematis. Brenner (1998) meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah salah satu tujuan umum dari gerakan reformasi matematika. [6] Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi, siswa dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada siswa lainnya. Dari penjabaran di atas disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa memegang peranan penting dan perlu ditingkatkan di dalam pembelajaran. Namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa jarang mendapat perhatian. Guru lebih berusaha agar siswa mampu menjawab soal dengan benar tanpa meminta alasan atas jawaban siswa, ataupun meminta siswa untuk mengkomunikasikan pemikiran, ide dan gagasannya. Sehingga siswa jarang mengkomunikasikan pengetahuannya. Sekolah justru mendorong siswa memberi jawaban yang benar dari pada mendorong mereka memunculkan ide-ide baru atau memikirkan ulang kesimpulan-kesimpulan yang sudah ada. Menanggapi permasalahan yang timbul dalam pembelajaran matematika di sekolah, perlu dicari suatu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa dan memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan ide/gagasan matematik secara optimal sehingga siswa menjadi lebih mandiri. Untuk mencapai kemampuan siswa dalam matematika supaya mengalami perubahan kearah yang lebih baik, siswa dituntut berperan aktif selama proses pembelajaran. Salah satu proses pembelajaran yang dianggap dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa adalah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry. Inkuiri merupakan salah satu model mengajar yang erat kaitannya dengan menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang aktif, sesuai dengan pendapat Kuhlthau (dalam Abidin, 2014) bahwa model inkuiri adalah model pembelajaran yang tidak hanya diorientasikan bagi pencapai penguasaan materi pembelajaran melainkan lebih jauh ditunjukkan guna membina kompetensi mencari informasi, mengevaluasi informasi, dan menggunakan informasi melalui serangkaian proses penelitian [7]. Dalam
(4 praktiknya siswa dilibatkan pada seluruh tahapan penelitian dari tahap penentuan masalah hingga mempresentasikan hasil penelitian sebagai produk akhir pembelajaran. Inquiry dengan menggunakan bantuan Sofware Autograph diharapkan dapat lebih membantu siswa untuk menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya dalam pelajaran matematika. Didukung oleh penelitian yang relevan yaitu Saragih (2012) penelitian yang merupakan studi eksperimen di SMK Sandhy Putra menunjukkan bahwa; 1) peningkatan pemahaman konsep siswa pada grafik fungsi trigonometri yang memperoleh pendekatan penemuan terbimbing berbantuan Software Autograph lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pendekatan biasa; dan 2) ketuntasan dan aktivitas belajar siswa yang memperoleh pendekatan penemuan terbimbing berbantuan Software Autograph lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pendekatan biasa [8]. Teknologi merupakan sarana penting untuk mengajar dan belajar matematika. Teknologi seharusnya menjadi alat alternatif dari sekian banyak alat yang ada untuk membantu anak belajar matematika. Oleh karena itu, diharapkan pembelajaran berbasis IT/ICT dapat dilaksanakan dengan lebih mudah. Penggunaan ICT termasuk salah satu dari enam prinsip sekolah matematika (NCTM, 2000), Technology is essential in teaching and learning mathematics; it influences the mathematics that is taught and enhances students' learning. [5] yang berarti bahwa teknologi adalah alat penting untuk mengajar dan belajar matematika, itu mempengaruhi matematika yang diajarkan dan meningkatkan belajar siswa. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari 2 siklus, setiap siklus terdapat 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan/tindakan, observasi (pengamatan), dan refleksi. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menilai hasil tes komunikasi matematik siswa yang diberikan kepada siswa, kemudian dicari persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MAN Kisaran, dengan memilih satu kelas yaitu kelas X IPA 1 dengan jumlah siswa 34 siswa yang terdiri dari 21 siswa perempuan dan 13 siswa laki-laki. Penelitian tindakan kelas diterapkan bertujuan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran yang telah disediakan. Desain penelitian tindakan kelas yang diterapkan untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa adalah pada gambar 1. di bawah ini (diagram alur penelitian tindakan kelas yang dicontohkan adanya sampai pada siklus kedua)
(5 Permasalahan Perencanaan tindakan 1 Pelaksanaan tindakan 1 Siklus I Refleksi 1 Pengamatan/ Pengumpulan data 1 Permasalahan baru hasil refleksi Perencanaan tindakan 2 Pelaksanaan tindakan 2 Siklus II Refleksi 2 Pengamatan/ Pengumpulan data 2 Bila perrmasalahan belum terselesaikan Dilanjutkan ke siklussiklus berikutnya Gambar 1. Diagram Desain Penelitian Tindakan Kelas Teknik pengumpulan data Untuk menghitung peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa, maka datadata yang diperoleh (hasil THB dari setiap siklus) dianalisis dengan bantuan Microsoft Excel. Adapun langkah-langkah untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yaitu menganalisis hasil THB subjek penelitian uji coba apakah sudah mencapai nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau tidak. Jika hasil yang diperoleh oleh subjek penelitian uji coba belum mencapai KKM maka harus dilakukan perencanaan dan observasi lanjutan serta memberikan tindakan pada siklus berikutnya, hingga nantinya mencapai hasil THB yang sama dengan atau lebih dari KKM. Setiap siswa dikatakan tuntas dalam belajar jika proporsi skor yang diperoleh = 2,67 atau setara dengan = 67 dan suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya jika dalam kelas tersebut = 85% siswa tuntas belajarnya. Ketuntasan belajar secara klasikal (PKK) dihitung dnegan menggunakan rumus berikut : Kriterianya adalah jika PPP = 85% maka siswa tuntas belajar.
(6 Jika nilai Tes Komunikasi Matematik (TKM) subjek penelitian uji coba pada siklus terakhir sudah mencapai KKM, maka langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai rata-rata TKM yang diperoleh pada siklus awal dengan nilai rata-rata yang diperoleh pada siklus akhir. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk melihat peningkatan yeng terjadi antara TKM pada siklus pertama dengan TKM pada siklus terakhir. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan tes yang diberikan, maka diperoleh nilai paparannya sebagai berikut: Tabel 1: Nilai Tes Siklus I No Nilai Frekuensi Presentasi Keterangan 1 90 100 5 14,70 Tuntas 2 80 89 7 20,59 Tuntas 3 70 79 8 23,53 Tuntas 4 60 69 14 41,18 Tidak Tuntas Berdasarkan hasil data pada table 4.1 dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematik siswa dari tes yang diberikan pada siklus I masih rendah. Dari 34 orang siswa terdapat 20 orang (58,83%) yang telah mencapai tingkat ketuntasan belajar, sedangkan 14 orang (41,18%) belum mencapai tingkat ketuntasan belajar. Hal tersebut belum sesuai dengan ketuntasan klasikal 85% dari nilai KKM. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran di kelas pada pelaksanaan siklus II. Pada siklus kedua Berdasarkan tes yang diberikan, maka diperoleh nilai paparannya sebagai berikut : Tabel 2 Nilai Tes Siklus II No Nilai Frekuensi Presentasi Keterangan 1 90 100 5 14,70 Tuntas 2 80 89 11 32,35 Tuntas 3 70 79 14 41,18 Tuntas 4 60 69 4 11,77 Tidak Tuntas Berdasarkan analisis hasil tes pada siklus II diperoleh tingkat ketuntasan belajar sebesar 88,24% dan sebanyak 30 dari 34 siswa dinyatakan tuntas belajar. Pada pembelajaran siklus II ini, hasil yang diperoleh sudah baik dan kesalahan pada siklus I sudah diperbaiki. Maka dari data-data yang diperoleh ini sudah tampak adanya peningkatan dan ketuntasan belajar klasikal telah tercapai, Peningkatan ini terjadi setelah diberikan pembelajaran dengan
(7 menggunakan model Inquiry dengan bantuan software Aplikasi Autograph 3.3 yang dirancang pada siklus II yang beracuan pada pengalaman di siklus I. Maka pembelajaran tidak dilanjutkan lagi. KESIMPULAN 1. Diperoleh hasil pada siklus pertama didapat tingkat ketuntasan belajar sebesar (58,83%). Dengan demikian aktivitas belajar siswa belum mencapai tingkat ketuntasan belajar 2. pada siklus II. Pada tes soal komunikasi matematik II nilai ketuntasan belajar sebesar 88,24% sehingga mengalami peningkatan ketuntasan belajar klasikal sebesar 29,41%. 3. pembelajaran yang dilakukan melalui model pembelajaran Inquiry dengan bantuan software aplikasi Autograph 3.3 dapat meningkatkan komunikasi matematik siswa. SARAN Bagi guru pada model penelitian yang telah dilakukan akan menjadi motivasi untuk terus menciptakan model pembelajaran yang lain, serta menjadi referensi tambahan Bagi peneliti, agar dapat melakukan penelitian lanjutan pada materi pelajaran lain dengan standart kemampuan matematika yang lain pula. DAFTAR PUSTAKA [1] Van de Walle, John A., (2008), Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, Erlangga, Jakarta [2] Abdurrahman, M. 2009. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT. Grafindo Persada. [3] Mullis, I.V.S, Michael, O.M, Pierre, F dan Alka, A. 2012. TIMSS 2011 International Result in Mathematics. Boston: International Study Center [4] Gurria, A. 2014. PISA 2012 Result in Focus. OECD [5] National Council of Teacher Mathematics. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM [6] Brenner, M. E. 1998. Development of Mathematical Communication in Problem Solving Groups By Language Minority Students. Bilingual Research Journal. Volume 22 Nomor 2, halmn 3-4. [7] Abidin, Y. 2014. Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT Refika Aditama. [8] Saragih, S. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Grafik Fungsi Trigonometri Siswa SMK Melalui Penemuan Terbimbing (Guided Inquiry) Berbantuan Software Autograph. Medan