BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yaitu sas yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran tra berarti alat, dan sarana. Secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran yang baik. Kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan su sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah. (Ratna, 2005:5) Sastra dalam bahasa Arab disebut dengan adab yang memiliki arti umum dan khusus. Secara umum, adab berarti akhlak yang baik, sedangkan secara khusus adab berarti kata-kata yang indah dan baik yang memberi pengaruh pada jiwa manusia. (Al-Hamid, 1994:15) adalah: Menurut Abdul Aziz dalam (Muzakki, 2006:32) sastra dalam bahasa Arab الا دب آل شعرأو نثر يو ثر في النفس ويهذب الخلق ويدعو الى الفضيلة ويبعد عن الرذيلة باسلوب جميل /Al-adabu kullu syi rin aw naśrin yua`śśiru fī al-nafsi wa yuhażżibu alkhuluqa wa yad'ū ilā al-faḍīlati wa yub idu an al-rażīlati bi uslūbin jamīlin/. Sastra adalah setiap puisi atau prosa yang memberi pengaruh kepada kejiwaan, mendidik budi pekerti dan mengajak kepada akhlak yang mulia serta menjauhkan perbuatan yang tercela dengan menggunakan gaya bahasa yang indah. Secara umum, sastra dalam bahasa Arab diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu: الشعر /al-syi ru/ puisi dan النثر /al-naśru/ prosa. (Al-Hamid, 1994:16) Husein dalam (Muzakki, 2006:45) memberi pengertian tentang syair sebagai berikut: الشعرهو الكلام الذي يعتمد لفظه على الموسيقي والوزن فيتالف من اجزاء يشبه بعضها بعضا في الطول والقصر والحرآة /Al-syi ru huwa al-kalāmu al-lażī ya tamidu lafzuhu ala al-mūsīqī wa alwazni fayata allafu min ajzā i yusybihu ba ḍuhā ba ḍan fī aţ-ţūli wa alqaṣri wa al-harakati/ Syair adalah susunan beberapa kata-kata yang pengucapannya terikat dengan irama dan pola, karena itu syair tersusun dari beberapa bagian bunyi harkat yang satu sama lain mempunyai kesamaan bunyi, baik bunyi harkat panjang maupun pendek.
Menurut Al-Iskandari dan Inani dalam (Muzakki, 2006:53) prosa adalah: النثرهو ماليس مرتبطا بوزن ولا قافية /Al-naśru huwa mā laysa murtabiţan bi waznin wa lā qāfiyatin/. Prosa adalah kata yang tidak terikat dengan wazan/pola irama, maupun dengan qafiyah/sajak. Menurut Al-Hamid (1994:16) yang termasuk dalam / al-naśru /النثر prosa diantaranya adalah: الخطبة /al-khuţbatu/ pidato surat / al-risālatu /الرسالة wasiat, /al-waṣiyyatu/ الوصية hikmah / al-hikmatu /الحكمة perumpamaan /al-maśalu/ المثل القصة /al-qiṣṣatu/ kisah. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis tentang kisah yang ada dalam Al-Qur an. Kisah menururut bahasa adalah التتبع /al-tatabbu u/ penelusuran. Sedangkan menurut istilah yaitu: مجموعة من الاحداث يحكيها الكاتب وتتعلق تلك الاحداث بشخصيات انسانية مختلفة متباينة في تصرفاتها واساليب حياتها على نحو ما تتباين حياة الناس على وجه الارض /Majmū atun min al-ahdāśi yuhkihā al-kātibu wa tata allaqu tilka alahdāsu bi syakhṣiyyatin insāniyyatin mukhtalifatin mutabāyinatin fī tasarrufātihā wa asālībi hayātiha ala nahwi ma tatabāyanu hayātu alnāsi alā wajhi al-ardi/ Kisah adalah kumpulan beberapa peristiwa yang diceritakan oleh seorang penulis, dimana peristiwa-peristiwa tersebut berkaitan erat dengan tokoh-tokoh yang bersifat manusiawi, berbeda-beda dan beragam dalam sikap maupun gaya hidupnya sebagaimana beragamnya gaya hidup manusia di atas permukaan bumi. (Jaudah, 1991:41) Sebuah kisah harus merupakan bagian dari realitas kehidupan manusia secara umum, yang diperankan oleh para tokoh yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi, serta berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kisah tersebut. (Jaudah, 1991:41)
Al-Qur an menurut bahasa, ialah bacaan atau yang dibaca. Al-Qur`an adalah mashdar yang diartikan isim maf ul. Menurut istilah ahli agama ( uruf Syara ), Al-Qur`an ialah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditulis ke dalam mushhaf (lembaran-lembaran yang dijadikan seperti buku). (Ash-Shiddieqy, 1999:4) Al-Qur an bagi kaum muslimin adalah kalamullah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril selama lebih kurang dua puluh tiga tahun. Kitab suci ini memiliki kekuatan yang luar biasa yang berada di luar kemampuan akal manusia. Seandainya kami turunkan Al-Qur an ini kepada sebuah gunung, maka kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah karena takut kepada Allah (Al-Hasyru:21). Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan Nabi Muhammad telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial kaum muslimin dalam segala aspek kehidupannya. Al-Qur an berada tepat di jantung kepercayaan kaum muslimin. (Amal, 2005:1) Al-Qur an tidak hanya berisikan tentang tauhid, ibadah dan hukum-hukum yang mengatur tata cara kehidupan manusia agar selamat dunia dan akhirat, akan tetapi Al-Qur an juga berisikan tentang kisah-kisah para nabi, orang bijak dan sholeh yang penuh dengan nilai-nilai sejarah dan pesan moral yang sangat penting bagi manusia. Salah satu kisah yang masyhur (terkenal) dan berulang kali dijelaskan dalam Al-Qur an adalah kisah Nabi Musa as. Nabi Musa as bin Imran bin Qahits bin Azir bin Lawi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim (Al-Marghubi, 2009:380) merupakan salah satu nabi ūlu alazmi (memiliki ketetapan hati) yang kisahnya banyak disebutkan di dalam Al- Qur an. Kisah-kisah Nabi Musa as diceritakan secara berulang-ulang di berbagai surat dan tidak dikhususkan dalam satu surat saja sebagaimana kisah nabi Yusuf as. Kisah-kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur an sering dihubungkan dengan Fir aun. Fir aun adalah sebutan bagi para raja-raja Mesir ketika itu. Fir aun yang berkuasa pada masa Nabi Musa as bernama Ramses II (Menephtah) yang hidup sekitar tahun (1232-1224 SM) seorang raja yang zalim lagi diktator dan berlaku sewenang-wenang kepada kaum bani Israil, bahkan ia juga mengaku dirinya sebagai tuhan (Depag, 2004:164). Maka terjadilah pertentangan antara Nabi Musa as dengan Fir aun, hingga akhirnya ia dan pengikutnya ditenggelamkan oleh Allah swt ke dalam laut, melalui mu jizat yang diberikannya kepada Nabi Musa as karena keangkuhan dan kesombongan Fir aun yang tidak mau mengakui Allah
swt sebagai Tuhan dan tidak mengimani ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa as (Depag, 2004:10). Kisah-kisah tersebut diceritakan dalam Al-Qur an secara berulang-ulang, sehingga menarik perhatian penulis untuk menganalisis keistimewaan dari kisahkisah tersebut, mengapa Allah menceritakannya berulang kali di dalam Al-Qur an yang ditujukan kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya? ditambah lagi dengan adanya bukti nyata peninggalan dari kisah sejarah tersebut berupa mumi (jasad) Fir aun yang masih terjaga sampai saat ini. (Khalil, 2005:91) Hamka (1982:3-5) menyebutkan bahwa salah satu faktor dari pengulangan kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur an adalah untuk menguatkan hati Nabi Muhammad saw dalam berjuang menghadapi permusuhan, kecurangan dan penghianatan bangsa Yahudi di Madinah, yaitu Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraizhah, sehingga Allah swt mengingatkan kembali kisah Nabi Musa as saat menghadapi kesombongan Fir aun yang juga ingkar dan tidak mau beriman terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Musa as, agar menumbuhkan rasa percaya diri dan menguatkan hati sekaligus membangkitkan semangat Nabi Muhammad saw dan orang beriman dalam menghadapi cobaan yang mereka hadapi. Kemudian faktor yang lain dari pengulangan kisah Nabi Musa as dalam Al-Qur an adalah karena perjuangan yang dihadapi Nabi Musa as hampir sama beratnya dengan pejuangan yang dihadapi Nabi Muhammad saw, sehingga dapat menjadi perbandingan bagi Nabi Muhammad saw dan orang beriman bahwa para nabi terdahulu juga menghadapi cobaan yang berat dalam menegakkan agama Allah swt. (Hamka, 1982:24) Salah satu bukti kisah tentang keberadaan Nabi Musa as dan Fir aun dalam Al-Qur an terdapat pada surat Yunus ayat 75: /śumma ba aśnā min ba dihim musā wa hārūna ilā Fir auna wa malā`īhi bi āyātinā fa astakbirū wa kānū qauman mujrimīna/ Kemudian sesudah rasul-rasul itu, Kami utus Musa dan Harun kepada Fir aun dan pemukapemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mu jizat-mu jizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.
Tokoh Nabi Musa as dalam Al-Qur an disebutkan sebanyak 136 kali dan terdapat dalam 34 surat (Khalil, 2005:83). Diantaranya pada surat Al A raaf, Al- Kahfi, Thaha, Asy-Syu araa, Al-Qashash, Al-Mu min, Az-Zhukhruf, Adz- Dzaariyaat dan An-Naazi aat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Abdullah bin Hamid Al- Hamid untuk mendeskripsikan defenisi prosa dan bagian-bagiannya, teori Surayya Abdul Mun im Jaudah untuk mendeskripsikan kisah dan tokoh dalam kisah, serta teori Muhammad A. Khalafullah untuk menjelaskan tentang model-model kisah, unsur-unsur kisah dan tujuan kisah, sehingga ketiganya saling melengkapi untuk menganalisis kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an. 1.2 Perumusan Masalah Agar penelitian ini lebih terarah, maka perlu adanya perumusan masalah sehingga tidak keluar dari topik permasalahan yang ingin dibahas. Adapun perumusan masalah tersebut adalah: 1. Bagaimanakah sosok tokoh Nabi Musa as pada kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an? 2. Bagaimanakah model kisah yang terdapat pada kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an? 3. Apa sajakah tujuan kisah yang terdapat pada kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendiskripsikan sosok tokoh Nabi Musa as pada kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an. 2. Untuk mendiskripsikan model kisah yang terdapat pada kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an. 3. Untuk mendiskripsikan tujuan yang terdapat pada kisah Nabi Musa as versus Fir aun dalam Al-Qur an.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Untuk menambah dan memperluas wawasan penulis dan pembaca mengenai kisah Nabi Musa as versus Fir aun yang meliputi model-model kisah, unsur-unsur kisah, dan tujuan kisah dalam Al-Qur an. 2. Untuk menambah referensi bagi para mahasiswa di Program Studi Bahasa Arab dalam menganalisis kisah-kisah para nabi yang terdapat dalam Al- Qur an. 3. Memberikan sumbangsih bagi Program Studi Bahasa Arab khususya di bidang sastra. 1.5 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) dengan mengambil data dari ayat-ayat Al-Qur an yang berkaitan dengan Nabi Musa as versus Fir aun dengan cara menggunakan software Al-Qur an dan kata musa sebagai unsur pilah penentu. Penelitian ini berawal dari penelitian Induktif, yaitu dengan cara mengumpulkan sumber data terlebih dahulu kemudian mencari teorinya atau disebut dengan pengumpulan data dari khusus ke umum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu metode dengan cara mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasi, menganalisis dan menginterpretasikannya. Dalam memindahkan tulisan Arab ke dalam tulisan Latin, peneliti memakai sistem transliterasi Arab-Latin berdasarkan SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 158/1987 dan No. 0543 b/u/1987 tanggal 22 Januari 1988. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Mengumpulkan dan membaca ayat-ayat dalam Al-Qur an yang berhubungan dengan judul penelitian dengan menggunakan software Al- Qur an.
2. Mengumpulkan dan membaca referensi atau buku yang berkaitan dengan judul penelitian. 3. Mengklasifikasikan dan menganalisis data-data yang diperoleh. 4. Menyusun hasil penelitian secara sistematis dalam bentuk laporan ilmiah yang kemudian disajikan dalam bentuk skripsi.