I. PENDAHULUAN. proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan dengan kepentingan publik.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. terpenting dalam proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN RI PERWAKILAN PROVINSI JAMBI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. yang dapat dijadikan milik Negara (UU no 17 pasal1 ayat1). Undang undang

BAB I PENDAHULUAN. kepemerintahan yang baik (good governance). Good governance adalah

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi pengelolaan negara diawali dengan bergulirnya Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan keuangan Negara merupakan suatu kegiatan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi di Indonesia telah bergulir selama lebih dari satu

BAB I PENDAHULUAN. transparansi pada laporan keuangan pemerintah daerah. Munculnya Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Kualitas informasi dalam laporan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi keuangan negara diawali dengan paket perundang-undangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah menantang pemerintah daerah untuk. mewujudkan pemerintah yang akuntabilitas dan transparan.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PENDELEGASIAN KEKUASAAN PENGURUSAN ADMINISTRATIF PA/KPA (COO) PENGURUSAN PERBENDAHARAAN NEGARA (CFO)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan operasional. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik, maka akuntabilitas dan transparansi informasi bagi masyarakat luas

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan ini merupakan kelanjutan dari Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance. Hal ini memang wajar, karena beberapa penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat terhadap Pengelolaan keuangan Negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. Birokrasi yang berbelit dan kurang akomodatif terhadap gerak ekonomi mulai

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemerintah dituntut untuk mewujudkan prinsip-prinsip yang terkandung

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN WAKIL KETUA BPK-RI, DALAM RANGKA PERESMIAN PERWAKILAN BPK-RI DI JAMBI 27 AGUSTUS 2007

I. PENDAHULUAN. melakukan pengelolaan keuangan serta mempertanggungjawabkan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat tersalurkan. Selain itu dalam Pemerintahan yang baik

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan. Awalnya bersifat terpusat kemudian mulai mengalami

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

A. Latar Belakang Masalah

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Tata kelola pemerintah yang baik (Good Government Governance) merupakan

I. PENDAHULUAN. Reformasi di bidang kinerja pemerintahan tidak akan membuahkan hasil optimal

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

PENINGKATAN AKUNTABILITAS KEUANGAN NEGARA HARUS BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUA N. desentralisasi. Perubahan ini memberikan kewenangan yang luas. kepada Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas publik

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang tepat, jelas, dan terukur sesuai dengan prinsip transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat agar keuangan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua pihak. Keinginan untuk mewujudkan good government merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi politik di tanah air. Walaupun masih dalam batas-batas tertentu, perubahan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Terdapat tiga

I. PENDAHULUAN. pengukuran kinerja pada capacity building yang mengikuti pola reinventing

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, peran akuntansi semakin dibutukan, tidak saja untuk kebutuhan pihak

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

Independensi Integritas Profesionalisme

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan bagi politik dan sistem pemerintahan maupun

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai keuangan negara memang menjadi salah satu hal terpenting dalam proses penyelenggaraan kegiatan negara yang berkenaan dengan kepentingan publik. Bahkan hal yang berkenaan dengan Keuangan Negara memiliki kedudukan yang istimewa dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang tertuang dalam Bab III pasal 23c yang berisikan bahwa: Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undangundang. Keuangan Negara menurut Hadi dalam Achir (1991:17) merupakan semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang dan juga sesuatu baik berupa uang ataupun barang yang dapat dijadikan milik negara, berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban. Dengan demikian perlu pengawasan ketat terhadap pengelolaan keuangan negara dari semua pihak baik itu masyarakat, swasta, terlebih lagi oleh pemerintah karena berkenaan dengan fungsi pemerintah sebagai penyelenggara kegiatan pemerintahan dan penyelenggaraan kegiatan publik. Jika keuangan negara dikelola secara baik dan benar, dengan sistem pengawasan yang mengutamakan transparansi dan akuntabilitas maka akan mengurangi peluang untuk menyalahgunakan keuangan negara dan berdampak terhadap peningkatan perekonomian negara, serta berdampak pula terhadap peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat di masa kini dan mendatang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu peningkatan fungsi pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara. Sebagai bentuk perwujudan peningkatan fungsi pengawasan dan pemeriksaan dapat dilihat dari adanya rangkaian perbaikan peraturan diawali dengan amandemen ke-iii Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan

independensi pemeriksaan Keuangan Negara oleh BPK, kemudian berlanjut dengan lahirnya paket Undang-Undang di bidang Keuangan Negara yaitu: 1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, 2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, 3) Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Paket Undang-undang di atas secara jelas mengesahkan peningkatan kewenangan BPK untuk menjalankan fungsinya sebagai satu-satunya lembaga tinggi negara yang diamanatkan untuk menjalankan kegiatan pemeriksaan berkaitan dengan pengawasan dan pengelolaan keuangan negara. Sejalan dengan perubahan rangkaian undang-undang yang telah diuraikan di atas, maka ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan dinilai sudah tidak memadai dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan dinamika sosial terutama dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara pasca reformasi guna menghindari penyalahgunaan keuangan negara akibat tidak berfungsinya lembaga pemeriksaan. Pada akhirnya digantikan dengan Undang-Undang No.15 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang ditetapkan pada tanggal 31 Oktober 2006. Pencabutan Undang-Undang No. 5 Tahun 1973 dan digantikan dengan penerbitan peraturan terbaru yaitu Undang-Undang No.15 Tahun 2006, diharapkan mampu mengakomodasi dan mendukung perubahan yang meliputi kedudukan, tugas, kewajiban, dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan dan menggantikan ketentuan-ketentuan yang ada sebelumnya dalam Indische Comptabiliteitswet (ICW), Instructie en verdure bepalingen voor de Algemene Rekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Sebagaimana tertuang dalam rangkaian Undang-Undang di

bidang keuangan negara mengamanatkan diadakannya pemeriksaan keuangan negara yaitu untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara yang merupakan elemen pokok pemerintahan yang bersih dan tata kelola yang baik (clean government and good governance). Amandemen peraturan mengenai BPK terkait dengan agenda Reformasi Birokrasi, dimana di tahun 2007 BPK bersama dua lembaga pemerintah lainya yakni, Mahkamah Agung dan Departemen Keuangan menjadi pioner lembaga pemerintah yang menjalankan mandat Reformasi Birokrasi. Berbicara mengenai reformasi birokrasi di tubuh BPK, salah satu perubahan mendasar yakni mengenai peninginkatan nilai independensi BPK dalam menjalankan funsinya dalam memeriksa pengelolaan keuangan negara. Independensi BPK bukan hanya menyangkut organisasinya yang secara formal adalah berada di luar lembaga eksekutif, legislatif maupun judikatif dalam sistem pemerintahan. Namun, independensi BPK juga tercermin dalam hal independensi personilnya dalam pengambilan keputusan, independensi dalam bidang keuangan serta anggaran, dan yang lebih penting adalah kebebasan BPK dalam menjalankan fungsi pemeriksaan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeiksaan kepada publik. Selain memulihkan hak independensi dan kemandirian BPK, adanya Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tersebut diharapkan dapat memberi ruang bagi BPK agar menjadi lebih transparan dan akuntabel. Karena tidak mendapat tekanan ataupun pengaruh apapapun dari pihak-pihak tertentu termasuk pemerintah ataupun lembaga negara lainnya dalam kinerja BPK. Dengan dikeluarkannya rangkaian Undang-Undang tersebut juga bertujuan agar Badan Pemeriksa Keuangan dapat berfungsi semaksimal mungkin dan diharapkan tidak lagi seperti di masa orde baru. Mengingat peran BPK pada masa orde baru adalah lembaga yang memiliki kewenangan dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 23 tidak terlalu berfungsi sebagaimana mestinya. Saat itu BPK dikontrol oleh pemerintah baik melalui organisasi (kelembagaan), personil dan anggaran. Objek pemeriksaannya pun dibatasi dan isi laporan pemeriksaannya tidak boleh menganggu stabilitas nasional. Dengan demikian, BPK pada masa itu tidak lebih dari tukang stempel pemerintah saja. Hal ini tentu saja sangat tidak mencerminkan lembaga yang independen yang bebas dari pengaruh pihak apapun dalam menjalankan peran dan fungsinya. Dengan demikian adanya reformasi mampu membawa perubahan mendasar agar lembaga pemerintah tidak lagi tunduk terhadap kekuasaan tersentu, karna jika melihat rumusan mengenai pengertian Reformasi Birokrasi yakni merupakan upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik, secara ontologis perubahan paradigma government menuju governance berwujud pada pergeseran pola pikir yang semula melayani kepentingan kekuasaan menjadi peningkatan menjadi peningkatan kualitas pelayanan publik, melalui perubahal terkait hal-hal di bawah ini (Sedarmayanti, 2009:115). Meskipun telah didukung dengan adanya rangkaian Undang-Undang di bidang keuangan negara, khususnya Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang BPK, tetapi independensi BPK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk memeriksa keuangan negara demi terwujudnya transparansi dan akuntabiltas keuangan negara dinilai masih kurang optimal. Salah satu kendala yang membatasi BPK baik di pusat ataupun di daerah dalam melaksanakan pemeriksaan yaitu masalah keterbatasan akses informasi dalam proses pemeriksaan. Pembatasan informasi dari obyek pemeriksaan tersebut menimbulkan akan berdampak pada hasil rekomendasi yang didasarkan atas bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, mulai dari hasil laporan yag berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified

opinion report), Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelasan (Unqualified Opinion Report with Explanatory Language), Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualiafield Opinion), Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion), bahkan Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion). Pada hasil laporan yang tidak memberikan pendapat (Disclaimer of Opinion), kondisi yang menyebabkan auditor menyatakan tidak memberikan pendapat adalah: 1. Pembatasan luar biasa sifatnya terhadap ruang lingkup pemeriksaan, 2. Auditor tidak independen dengan objek pemeriksaan. Di Provinsi Lampung sendiri yang memiliki kantor Perwakilan BPK RI guna mengawasi jalannya pengelolaan APBD di Provinsi Lampung, yang didirikan pada tanggal 7 Juni 2006, berdasarkan Surat Keputusan BPK RI Nomor 23/SK/ I-VIII.3/6/2006 tanggal 7 Juni 2006 tentang Perubahan Keenam atas SK BPK RI Nomor 12/SK/I-UU. 3/7/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana BPK RI. Pada tahun 2008 terdapat pernyataan disclaimer terhadap Laporan penggunaan APBD Lampung tahun 2008. Dalam kutipan di bawah ini: Berdasarkan temuan tersebut, untuk pertama kalinya BPK Perwakilan Lampung tidak memberikan pendapat (disclaimer) atas laporan penggunaan APBD 2008 Lampung. Kami tidak memberikan pendapat, kata Kepala BPK Perwakilan Lampung, Tangga M. Purba, dalam rapat paripurna DPRD Lampung, Selasa (21-7). Rapat dipimpin Ketua DPRD Lampung Indra Karyadi dan diwakili oleh Wakil Gubernur M.S. Joko Umar Said. Tangga M. Purba mengungkapkan BPK menyatakan disclaimer karena adanya kelemahan pengendalian internal, ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan keterbatasan ruang lingkup pemeriksaan. (APBD 2008 Lampung Semrawut, Lampung Post, Rabu 22 Juli 2009. Jika kinerja BPK sebagai lembaga audit keuangan negara masih terbelit masalah independensi dalam menjalankan fungsinya, maka sebab kemungkinan adanya penyimpangan pengelolaan dan pertanggungjawabannya sangat besar pula. Bahkan (Kunarto:1998) menyatakan bahwa Independensi Institusional dan Independensi Sistem

Pemeriksaan seharusnya menjadi sasaran reformasi pemeriksaan keuangan negara pada saat ini dan selanjutnya demi terciptanya transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Berdasarkan uraian di atas, transparansi dan akuntabilitas dalam sistem keuangan negara harus segera diupayakan dengan memperbaiki sistem pemeriksaan keuangan melalui pemulihan independensi lembaga yang berwenang dalam pemeriksaan keuangan negara yaitu Lembaga BPK sebagai lembaga negara yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 dan memiliki peran strategis mewujudkan keuangan negara yang berperan aktif dalam mewujudkan tata kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan. Karena, perbaikan kinerja BPK melalui peningkatan independensi dalam menjalankan fungsinya merupakan salah satu kunci pokok berhasil tidaknya Indonesia menciptakan clean and clear governance terutama di bidang keuangan yang mulai berlangsung sejak berakhirnya Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1998 sampai saat ini, hal ini menarik peneliti untuk meneliti lebih jauh tentang Independensi Lembaga BPK dalam Proses Pemeriksaan untuk mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan negara. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah pokok dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah Independensi lembaga BPK dalam proses pemeriksaan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara ( Studi pada BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung)? 1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Independensi lembaga BPK dalam proses pemeriksaan untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. 2. Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam khasanah ilmu Administrasi Negara, khususnya studi mengenai Reformasi Birokrasi, Akuntansi Publik, Administrasi Keuangan Negara dan Sistem Administrasi Negara Indonesia. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu rekomendasi dalam hal yang berkenaan dengan penciptaan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara. 3. Sebagai salah satu referensi penelitian selanjutnya bagi pengembangan ide para peneliti dalam melakukan penelitian dengan tema atau masalah yang serupa.