BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

dokumen-dokumen yang mirip
BPK DAN KPPU MENYEPAKATI KERJASAMA DALAM PENANGANAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 632/MENKES/SK/III/2011 TENTANG HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT GENERIK TAHUN 2011

PELANGGARAN ASAS HUKUM PERSAINGAN USAHA (DEMOKRASI EKONOMI) OLEH RETAIL MODERN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HARGA ECERAN TERTINGGI OBAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencari keuntungan, Namun untuk mencegah terjadinya persaingan. tidak sehat dalam dunia penerbangan.

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

I. PENDAHULUAN. kemajuan pembangunan ekonomi. Kemajuan pembangunan ekonomi dibuktikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam dinamika kehidupan manusia, karena manusia selalu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pelindo II (Persero) yang mana PT Pelindo II (Persero) sendiri merupakan

BAB I PENDAHULUAN. saing yang tidak hanya di lingkup nasional tapi juga di lingkup global

PERSAINGAN USAHA dan JASA KONSTRUKSI

PENCANTUMAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PADA LABEL OBAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memadai untuk terciptanya sebuah struktur pasar persaingan. 1 Krisis ekonomi

Terobosan Peningkatan Kapasitas Nasional dalam Industri Hulu Migas ditinjau dari Perspektif Persaingan Usaha

PENINGKATAN PENGAWASAN IKLAN DAN PENANDAAN OBAT

DR. SUKARMI, KOMISIONER KPPU

HUKUM PERSAINGAN USAHA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. menyusun kebijakan perekonomian nasional, di mana tujuan pembangunan. kesejahteraan dan mekanisme pasar, yaitu: 1

TINJAUAN PUSTAKA. Persaingan dalam dunia bisnis merupakan salah satu bentuk perbuatan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan bidang ekonomi Indonesia diarahkan kepada. dengan amanat dan cita-cita Pancasila dan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengantar Hukum Persaingan Usaha. Oleh: Ditha Wiradiputra Pelatihan Hukum Kontrak Konstruksi 11 Juni 2007

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hal. Dalam setiap persaingan akan terdapat unsur-unsur sebagai berikut: 1

BAB III ANALISIS MENGENAI PENETAPAN HARGA PADA KASUS PENETAPAN HARGA OBAT GENERIK OLEH PERUSAHAAN- PERUSAHAAN FARMASI DI INDONESIA

KEBIJAKAN OBAT NASIONAL (KONAS) Kepmenkes No 189/Menkes/SK/III/2006

BAB IV PERSAINGAN USAHA DI INDONESIA: TINJAUAN EKONOMI DAN HUKUM

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Dasar Hukum Persaingan Usaha. unggul dari orang lain dengan tujuan yang sama (Kamus Besar Bahasa Indonesia.

REGULASI DI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN UNTUK MENDUKUNG JKN

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Aspek-aspek dunia usaha selalu menarik untuk diamati dan diteliti karena

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman tentang perilaku konsumen dapat memberikan penjelasan

Ethics in Market Competition. Mery Citra.S,SE.,MSi Business Ethics #7

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN A. ALASAN PEMILIHAN JUDUL. Dalam dunia usaha sekarang ini sesungguhnya banyak ditemukan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia, keberadaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun memerlukan pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang-

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

Pedoman Larangan Persekongkolan Dalam Tender. Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Tinjauan yuridis..., M.Salman Al-Faris, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

MAKALAH. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum. Dosen Pengampu : Ahmad Munir, SH., MH. Disusun oleh : Kelompok VII

KEWIRAUSAHAAN, ETIKA PROFESI dan HUKUM BISNIS

2 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara R

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

BAB IV. Analisis Hukum Islam Terhadap Penjualan Obat Generik Melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) Pada Tiga Apotek di Surabaya

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

Adapun...

BAB I PENDAHULUAN. Alasan Penulis memilih judul Penulis memilih judul: Unjust Enrichment

I. PENDAHULUAN. suatu ancaman bagi para pengusaha nasional dan para pengusaha asing yang lebih

2 Indonesia dalam hal melakukan penyelesaian permasalahan di bidang hukum persaingan usaha, yang diharapkan terciptanya efektivitas dan efisiensi dala

BAB I PENDAHULUAN. Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan

BAB I PENDAHULUAN. Ketersediaan obat bagi masyarakat merupakan salah satu komitmen pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. yang menghabiskan uangnya untuk pergi ke salon, klinik-klinik kecantikan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seperti ASEAN Industrial Project (AIP) tahun 1976, the ASEAN Industrial

KEGIATAN YANG DILARANG

HUKUM MONOPOLI & PERSAINGAN USAHA

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN DAN PENGATURAN KEBIJAKAN PERSAINGAN USAHA DI ASEAN Sejarah Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB V PENUTUP. kajian dalam penelitian ini dan telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat

KEDUDUKAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS PERSAINGAN USAHA YANG INDEPENDEN

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Penetapan Harga ( Ceiling Price dan Floor Price )

I. PENDAHULUAN. Kecenderungan masyarakat dunia untuk kembali ke alam (back to nature)

I. PENDAHULUAN. lahirnya perusahaan yang menjalani berbagai kegiatan usaha untuk memajukan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di dalam era globalisasi saat ini perkembangan teknologi dan industri

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu benda atau hak kepada benda atau hak lainnya. Secara umum dapat

Pengertian SKN. Maksud dan Kegunaan SKN 28/03/2016. BAB 9 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikembangkan oleh para pelaku bisnis. Berdasarkan kondisi tersebut tidak

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kartel : Persaingan Tidak Sehat. Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta ABSTRAKSI

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

CAKRAWALA HUKUM Oleh: Redaksi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 2.1 Pengertian Persaingan Usaha dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LARANGAN PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

I. PENDAHULUAN. negara dalam mengelola kegiatan perekonomian yang berorientasi pasar. Langkah

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Permasalahan Berbicara mengenai perilaku antipersaingan usaha tidak dapat dipisahkan dengan pengertian persaingan usaha itu sendiri 1. Meskipun definisi persaingan usaha itu sendiri diantara para pakar hukum persaingan belum terdapat kesamaan pendapat, dan di dalam sumber hukum utama hukum persaingan usaha di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tidak terdapat definisi dari persaingan usaha itu sendiri, namun kita masih dapat menemukan padanannya dalam bahasa Inggris yaitu competition yang didefinisikan sebagai..a struggle or contest between two or more persons for the same objects 2. Definisi diatas menunjukkan bahwa dalam setiap persaingan akan ditemukan adanya dua pihak atau lebih yang terlibat dalam upaya saling mengungguli, dan unsur adanya kehendak diantara para pihak tersebut untuk mencapai tujuan yang sama 3. Dimana diantara sekian banyak persaingan antar manusia, kelompok, masyarakat, atau bahkan bangsa, persaingan di bidang ekonomi merupakan salah satu bentuk persaingan yang paling utama 4. Definisi persaingan usaha tidak sehat, dapat dilihat di dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 yaitu berupa persaingan antarpelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha 5. 1 Persaingan Bisnis, <http://www.sinarharapan.co.id/berita/0303/19/eko08.html>, 10 Oktober 2008. 2 Merriam Webster Dictionary, sebagaimana dikutip dalam buku Hukum Persaingan Usaha oleh Arie Siswanto 3 Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal 13. 4 Thomas J. Anderson, Our Competitive System and Public Policy, (Cincinnati: South Western Publishing Company, 1958), hal.4. 1

Adanya persaingan akan menghindarkan terjadinya konsentrasi kekuatan pasar pada satu atau beberapa perusahaan 6. Hal ini berarti konsumen mempunyai banyak alternatif dalam memilih barang dan jasa yang dihasilkan produsen yang begitu banyak, sehingga harga benar-benar akan ditentukan oleh pasar permintaan dan penawaran bukan oleh hal-hal lain 7. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa adanya persaingan memungkinkan tersebarnya kekuatan pasar dan menyebabkan kesempatan berusaha menjadi terbuka lebih lebar yang memberi peluang bagi pengembangan dan peningkatan kewiraswastaan yang akan menjadi modal utama bagi kegiatan pembangunan ekonomi bangsa 8. Dapat pula dikatakan bahwa persaingan merupakan suatu situasi yang diperlukan bagi tercapainya efisiensi, yang berarti persaingan merupakan suatu conditio sine qua non bagi terselenggaranya ekonomi pasar 9. Karenanya tidak berlebihan bila dikatakan bahwa hukum persaingan mempunyai posisi kunci dalam ekonomi pasar yang menjamin berlangsungnya keseimbangan diantara kekuatan pasar dalam suatu mekanisme pasar yang sehat dan wajar 10. Iklim usaha yang sehat memerlukan 11 : 1. Kebijakan persaingan usaha yang kondusif, yaitu keharmonisan antara nilainilai persaingan usaha dengan berbagai kebijakan, seperti kebijakan industri, perdagangan, investasi dan kebijakan sektoral lainnya. Dalam hal ini, baik tujuan, prioritas dan kendala tiap kebijakan sektoral dapat diselaraskan dengan nilai persaingan sehat, sehingga terhindarkan pengorbanan pembangunan sektoral 5 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,, UU No.5 tahun 1999, ps. 1 huruf f. 6 Normin S. Pakpahan, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Proyek Pengembangan Hukum Ekonomi dan Penyempurnaan Sistem Pengadaan, Kantor Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan), hal. 2. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ibid. 10 Ibid., hal.3. 11 Era Persaingan Sehat yang Mengedepankan Penataan Kebijakan Pemerintah (Regulatory Reform), Catatan Akhir Tahun 2007, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, <http://www.kppu.go.id/baru/ index.php?type=art&aid=315&encodurl=05%2f03%2f08% 2C07%3A05%3A14>, 12 Oktober 2008. 2

tertentu, dan sebaliknya persaingan memperkuat pengembangan sektoral tersebut dalam tujuannya untuk mensejahterakan rakyat; 2. Iklim usaha yang sehat memerlukan perilaku pelaku usaha yang propersaingan, yaitu mengindahkan hukum persaingan dalam upaya mencapai keuntungan maksimalnya. Kesadaran budaya persaingan tidak hanya bermanfaat untuk meraup keuntungan di pasar, tetapi juga meningkatkan daya saing terlebih untuk tantangan era globalisasi, yang pada akhirnya membawa manfaat bagi masyarakat pada umumnya. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang pencapaiannya menjadi tanggung jawab sosial. Karena itu, penyediaan obat dan pelayanan kesehatan seharusnya memiliki tujuan sosial. Upaya pemerintah melakukan intervensi di bidang kesehatan antara lain melalui ketersediaan obat dan keterjangkauan harga obat. Namun bila upaya ini diserahkan pada kebebasan pasar maka tujuan mencari untung akan lebih dominan. Mekanisme pasar obat jelas berbeda dari produk lain. Posisi tawar konsumen boleh dikatakan nihil 12. Dari sudut keterjangkauan secara ekonomis, harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan 13. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1:2 sampai 1:5. Artinya, harga obat generik bermerk dapat mencapai 5 kali harga obat generiknya. Penelitian di atas juga membandingkan harga obat dengan nama dagang dan obat generik menunjukkan obat generik bukan yang termurah. Keadaan ini antara lain menggambarkan betapa pentingnya kebijakan pemerintah mengenai penetapan harga obat (pricing policy) 14. Menurut catatan Departemen Kesehatan, harga obat esensial generik di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan harga obat di sejumlah negara di Asia. Harga amoksisilin 500 mg, misalnya, hampir dua kali lipat lebih mahal 12 Subsidi Obat Generik Rawan Korupsi, http://www.sinarharapan.co.id/berita/0107/27/ fea02.html>, 12 Oktober 2008. 13 Labelisasi dan Penetapan Harga Obat, <http://www.kppu.go.id/baru/index.php?type= art&aid=268&encodurl=03%2f30%2f08%2c06%3a03%3a49>, 12 Oktober 2008. 14 Ibid. 3

dibandingkan dengan Filipina dan Thailand. Sejumlah obat generik lainnya juga lebih mahal harganya dibandingkan Singapura 15. Tanggal 7 Februari 2006 Menteri Kesehatan mengeluarkan Kepmenkes Nomor 069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi (HET) Pada Kemasan Obat yang berlaku efektif mulai tanggal 3 Agustus 2006. Kepmenkes tersebut bertujuan untuk menginformasikan harga obat yang lebih transparan ke konsumen. HET dihitung dari harga netto obat di apotek ditambah pajak pertambahan nilai (PPN) 10 %, plus margin untuk apotek sebesar 25 % 16. Kewenangan pemerintah dalam pengaturan harga obat sebenarnya sangat kecil. Dibandingkan dengan ribuan jenis obat yang beredar, pemerintah hanya mempunyai kewenangan mengatur harga obat yang masuk dalam kategori Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang diperbaharui setiap dua tahun sekali. Dari 232 jenis obat generik yang ada di Indonesia, yang masuk dalam DOEN hanya 153 jenis saja. Berbeda dengan aturan kewenangan pemerintah dalam mengatur harga obat, aturan kewajiban pencantuman HET justru dapat dikaitkan dengan undang-undang kesehatan, khususnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, khususnya pada Bab VII tentang Penandaan dan Iklan 17. Menteri Kesehatan mengatakan sebagaimana dikutip dari situs resmi Departemen Kesehatan bahwa selama ini harga obat generik bermerek di Indonesia sangat tinggi, enam sampai delapan kali lebih mahal dari harga obat generik biasa karena itu ditetapkanlah batas maksimal harga obat generik bermerek tiga kali lipat dari harga obat generik biasa. Untuk sementara penetapan harga obat generik bermerek baru dilakukan pada 31 jenis obat yang mencakup kurang lebih 1.400 sediaan farmasi dari berbagai industri. Dengan penetapan batas 15 Harga Obat Generik Mengalami Penurunan, <http://www2.kompas.com/ver1/ Kesehatan/0608/30/115119.htm>, 12 Oktober 2008. 16 Apotek Belum Pasang Harga Obat di Kemasan, <http://www2.kompas.com/ver1/ Metropolitan/0608/10/075619.htm>, 12 Oktober 2008. 17 Labelisasi dan Penetapan Harga Obat, <http://www.kppu.go.id/baru/index.php?type =art&aid=268&encodurl=03%2f30%2f08%2c06%3a03%3a49>, 12 Oktober 2008. 4

maksimal harga obat tersebut maka saat ini harga obat-obat generik bermerek mengalami penurunan antara 10 persen hingga 70 persen dari harga sebelumnya. Bagi konsumen, penurunan harga 31 jenis obat generik tersebut tidak akan memberikan arti signifikan. Selain karena obat tersebut jarang dipakai, masyarakat pun tetap pada posisi yang tidak diuntungkan dalam obat generik ini. Karena obat generik yang diturunkan harganya ternyata bukanlah kebutuhan kesehatan masyarakat pada umumnya 18. Meski Kepmenkes Nomor 069/Menkes/SK/II/2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi Pada Kemasan Obat telah mulai berlaku sejak 3 Agustus 2006, belum semua apotek melaksanakannya. Tak sedikit apotek yang belum menempelkan label harga pada setiap kemasan obat yang dijual ke masyarakat. Hal ini terjadi karena kurangnya sosialisasi dan kendala teknis, yakni tenaga dan waktu yang menjadi alasan para pemilik apotek belum menaati kewajiban itu 19. Sedangkan yang menjadi fokus penelitian ini adalah meneliti dugaan adanya pengaturan harga di industri farmasi. Karena terjadi perbedaan harga yang sangat signifikan antara harga obat generik bermerek dengan obat generik non merek. Sedangkan antara obat generik bermerek dengan obat generik non merek tidak ada perbedaan zat berkhasiat. Menurut Ketua KPPU, tingginya harga obat bisa disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, adanya perilaku usaha yang mengarah pada persaingan yang tidak sehat seperti kartel; kedua, penyalahgunaan posisi dominan, ketiga, disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak pas. Seperti kebijakannya tidak ada atau kebijakannya terlalu berlebihan. Kemudian yang dimaksud dengan obat generik non merek atau umum disebut sebagai obat generik adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan mencantumkan logo lingkaran garis hijau pada kemasan obat yang menunjukkan tanda khusus dari produsen obat, sedangkan obat generik 18 Harga Obat Generik Mengalami Penurunan, <http://www2.kompas.com/ver1/ Kesehatan/0608/30/115119.htm>, 12 Oktober 2008. 19 Apotek Belum Pasang Harga Obat di Kemasan, <http://www2.kompas.com/ver1/ Metropolitan/0608/10/075619.htm>, 12 Oktober 2008. 5

bermerek atau yang lebih umum disebut obat bermerek adalah obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang memproduksinya 20. Pada dasarnya tidak ada perbedaan antara generik non merek dengan generik bermerek. Satu-satunya perbedaan yang ada hanyalah generik yang satu diberi merek, dan yang satunya lagi tidak diberi merek. Perbedaan harga yang signifikan antara obat generik non merek dan obat generik bermerek untuk kelas terapi tertentu tanpa perbedaan khasiat, mengindikasikan penyalahgunaan penguasaan pasar oleh produsen obat terhadap konsumen. Karena harga yang tinggi nampak dari harga obat generik yang belum ditetapkan oleh pemerintah. Bedanya hanya pada ada atau tidaknya label, sehingga tidak seharusnya harganya menjadi lebih mahal berkali-kali lipat hanya karena tidak adanya label. Obat dengan nama generik yang sama pun dapat memiliki puluhan alternatif merek, sehingga tidak mengherankan apabila jumlah obat yang beredar mencapai lebih dari 16.000 an macam 21. Sejarah munculnya obat generik non merek (obat generik) yaitu, obat generik ini diluncurkan oleh pemerintah pada tahun 1991 dengan tujuan agar masyarakat kelas menengah ke bawah dapat terpenuhi kebutuhannya akan obat 22. Harga obat generik dapat ditekan karena obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya 23. Dimana proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20% - 30%, sehingga dengan tidak adanya biaya iklan untuk obat generik, akan mempengaruhi harga obat secara signifikan. Karenanya, memang sudah sewajarnya apabila harga obat generik jauh lebih murah dari harga obat bermerek. Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait masalah-masalah di atas melalui penulisan skripsi dengan judul Dugaan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang Dilakukan Oleh 20 Obat Generik, Harga Murah Tapi Mutu Tidak Kalah, <http://www.medicastore.com/ obat_generik/>, 30 agustus 2008. 21 Piliha Rasional Untuk Sehat, <http://www.apotekkita.com/2008/12/pilihan-rasionaluntuk-sehat/>, 23 desember 2008. 22 Obat Generik, Harga Murah Tapi Mutu Tidak Kalah, Op. Cit.. 23 Ibid. 6

Perusahaan-Perusahaan Farmasi di Indonesia dalam Penetapan Harga Obat Generik. 1.2. Pokok Permasalahan Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang permasalahan yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka ditemukan beberapa permasalahan yang akan diulas lebih lanjut oleh penulis pada bab-bab selanjutnya pada makalah ini. Adapun permasalahan-permasalahan tersebut antara lain: 1. Apakah terdapat indikasi persaingan usaha tidak sehat dalam penetapan harga obat generik di Indonesia? 2. Bagaimana seharusnya penetapan harga obat generik oleh perusahaanperusahaan farmasi di Indonesia itu ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulis melakukan penelitian mengenai adanya dugaan persaingan usaha tidak sehat dalam penetapan harga obat generik adalah untuk: 1. UMUM a. Mengembangkan wawasan studi hukum tentang hukum persaingan usaha; b. Mengetahui pengaturan mengenai penetapan harga dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. 2. KHUSUS a. Mengetahui berbagai hal berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat dalam penetapan harga obat generik; b. Mengetahui kesesuaian penetapan harga obat generik yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan farmasi di Indonesia dengan ketentuan 7