digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data menunjukkan bahwa sekitar 80 % penduduk dunia memanfaatkan obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Hal ini timbul sebagai dampak dari maraknya isu lingkungan yang merupakan reaksi dari semakin besarnya dampak negatif dari produk kimiawi dan pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tidak berdaya guna. Hal ini memiliki sisi positif yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk menggunakan dan mengkonsumsi produk-produk alamiah yang diyakini tidak memiliki efek samping dan harganya lebih terjangkau. Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk, 2001). Pare merupakan salah satu jenis tanaman yang merupakan calon fitofarmaka (Yuliani, 2001). Tanaman ini banyak ditemukan di daerah tropis, tumbuh liar, dan dibudidayakan, kadang ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar. Pare dapat tumbuh baik di dataran rendah dan tidak memerlukan banyak sinar matahari (Dalimartha, 2005). Akhir-akhir ini perhatian para peneliti tentang pare telah mengungkap misteri tentang manfaat pare, beberapa penelitian telah dilakukan untuk membuktikan secara ilmiah manfaat pare. Namun, di Indonesia penelitian tentang efek pare terhadap perkembangan folikel ovarium mencit belum banyak dilakukan. 1
digilib.uns.ac.id 2 Pemanfaatan buah Pare bagi masyarakat Jepang bagian selatan sebagai obat pencahar, laksatif, dan obat cacing. Di India, ekstrak buah Pare digunakan sebagai obat diabetik, obat rhematik, obat gout, obat penyakit liver, dan obat penyakit limfa. Di Indonesia, buah Pare selain dikenal sebagai sayuran, juga secara tradisional digunakan sebagai peluruh dahak, obat penurun panas, dan penambah nafsu makan. Selain itu, daunnya dimanfaatkan sebagai peluruh haid, obat luka bakar, obat penyakit kulit dan obat cacing (Adimunca, 1996). Makin meningkatnya industri obat, khususnya obat kontrasepsi dalam dasawarsa terakhir ini telah memacu usaha pemanfaatan tumbuhan yang berfungsi sebagai kontrasepsi. Penggunaan zat antispermatogenik bukan hormon yang berasal dari tanaman antara lain biji kapas (Gossypium acuminatum) yang menghasilkan zat anti spermatogenik : Gossypol, dan buah pare (Momordica charantia) zat aktifnya adalah cucurbitacin yang juga bersifat anti mitosis (Widotama, 2008). Kandungan zat aktif yang terkandung dalam buah pare diantaranya kukurbitacin yang berkhasiat sebagai anti mitosis dapat digunakan sebagai anti spermatogenesis (Jannah, 2009). Dalam kajian fertilitas, kandungan bahan aktif triterpenoid dalam pare berperan dalam memperbaiki sel-sel granulosa pada ovarium, pada sel-sel granulose ovarium akan menghasilkan suatu inhibidin yang menghambat sekresi gonadotropin hormon FSH dan sinyalir hormon LH (Kaneko et al., 2003). Inhibidin merupakan suatu glikoprotein dimer dimana stukturnya
digilib.uns.ac.id 3 terdiri dari dua subunit polipeptida yaitu α dan β yang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Pada folikel sekunder terbentuk membran granulosa yang terdiri dari sel-sel granulosa dan mulai mensekresikan cairan folikel. Sel-sel granulosa adalah epitel origin yang esensial untuk pertumbuhan dan survival oosit (Triyanti, 2006). Inhibidin berperan sebagai penghambat sintesis dan sekresi gonadotropin, khususnya FSH, sedangkan anti serum inhibidin terbukti mampu meningkatkan konsentrasi hormon FSH yang bertanggung jawab untuk meningkatkan jumlah folikel yang tumbuh (Triyanti, 2006). Inhibidin yang disekresikan oleh sel-sel garnulosa folikel ovarium makhluk hidup betina berperan sebagai penghambat sintesis dan sekresi gonadotropin khususnya FSH sedangkan anti-hibidin terbukti mampu menstimulasi FSH yang bertanggungjawab meningkatkan jumlah folikel yang tumbuh (Kaneko, et al dalam Triyanti, 2006). Kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi oral dan suntikan (Suherman, 1995). Kontrasepsi oral mengandung estrogen atau progesteron atau keduanya (Katzung, 2002). Kontrasepsi suntikan hanya berisi progesteron (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 1993). Penggunaan kontrasepsi oral dan suntikan menyebabkan tingginya kadar estrogen dan progesteron dalam darah. Estrogen dan progesteron merupakan derivat steroid (Herman, 1999; Joklik, 1998). Ovarium berperan gametogenik. Di dalam ovarium terdapat folikelfolikel ovarium dalam berbagai tingkat perkembangan, diantaranya adalah
digilib.uns.ac.id 4 folikel primordial, folikel berkembang, dan folikel de Graff. Jadi di dalam ovarium terdapat sel-sel germinal yang selalu berkembang membentuk ovum setiap satu siklus menstruasi. Ovarium merupakan organ reproduksi wanita yang sangat peka terhadap agen fisik maupun kimia sehingga mudah mengalami gangguan replikasi/sintesis DNA (Muthmainah dkk, 1999 dalam Nexus, 1999). Ovarium selain memiliki peran gametogenesis juga berperan hormogenesis. Di dalam ovarium dihasilkan hormon-hormon reproduksi, diantaranya adalah progesteron, androgen, dan estrogen. Ketiga hormon tersebut termasuk steroid (Hadley, 2000). Hormon reproduksi yang dihasilkan oleh ovarium, produksinya dipengaruhi oleh kelenjar hipotalamus dan hipofisis. Hipotalamus menghasilkan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang akan memacu hipofisis untuk menghasilkan Follicle Stimulating Hormone (FSH). Hormon FSH selanjutnya akan memacu perkembangan folikel ovarium sehingga folikel menghasilkan estrogen. Estrogen mempunyai efek umpan balik negatif terhadap hipotalamus sehingga dapat menyebabkan penurunan sekresi hormon FSH. Penurunan FSH dapat menghambat perkembangan folikel (Guyton, 1997). Mengingat pare mempunyai kandungan zat yang bersifat dapat menghambat perkembangan folikel ovarium dan pare merupakan tanaman yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia maka Peneliti tertarik melakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak buah pare terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium pada mencit.
digilib.uns.ac.id 5 B. Perumusan Masalah 1. Apakah pemberian ekstrak pare secara peroral berpengaruh terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit? 2. Apakah pemberian kontrasepsi oral berpengaruh terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit? 3. Apakah ada perbedaan daya hambat ekstrak pare dengan kontrasepsi oral terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan bahan alternatif pemakaian kontrasepsi secara alami dengan menggunakan ekstrak buah pare. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak buah pare secara peroral terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit. b. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kontrasepsi oral terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit. c. Untuk mengetahui perbedaan daya hambat antara pemberian ekstrak buah pare dengan kontrasepsi oral terhadap perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit.
digilib.uns.ac.id 6 D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis a. Memberikan informasi ilmiah mengenai perbedaan pengaruh pare dan kontrasepsi oral pada perkembangan struktur histologis folikel ovarium mencit. b. Merupakan studi awal bagi pemikiran alternatif pengendalian kependudukan dengan cara tradisional dengan tingkat keamanan yang memadai bagi pemakainya. 2. Aspek Aplikatif Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk menggunakan pare sebagai obat alternatif untuk kontrasepsi.