BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan ditunjang perkembangan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan naiknya persaingan bisnis. Masing-masing perusahaan beradu strategi dalam usaha menarik konsumen. Persaingan tersebut tidak hanya persaingan bisnis di bidang manufaktur/industri tetapi juga di bidang usaha pelayanan jasa. Salah satu bentuk usaha pelayanan jasa adalah jasa kesehatan, terutama jasa rumah sakit. Hal ini terbukti semakin banyaknya rumah sakit yang didirikan baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta. Akibat dari perkembangan rumah sakit yang semakin pesat, maka menimbulkan persaingan yang semakin ketat. Hal ini menuntut adanya persaingan atas produk dan kepercayaan pelanggan (Budiman, 2012). Rumah sakit merupakan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan NO.159b/MEN.KES/PER/II/1988 pasal 9, salah satu fungsi rumah sakit yaitu menyediakan dan menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan perawatan, pelayanan rehabilitasi, pencegahan dan peningkatan kesehatan. Melihat fungsi tersebut, rumah sakit bisa digolongkan sebagai organisasi atau perusahaan jasa. Dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit memperoleh penghasilan dari pendapatan jasa dan fasilitas yang diberikan, salah satunya adalah jasa rawat inap, dimana pendapatan dari jasa tersebut didapat dari tarif yang harus dibayar oleh pemakai jasa rawat inap. Penentuan tarif jasa rawat 1
inap merupakan suatu keputusan yang sangat penting, karena dapat mempengaruhi kinerja keuangan rumah sakit. Berdasarkan pada kondisi tersebut di atas, maka rumah sakit dituntut untuk dapat memanfaatkan teknologi dan tenaga-tenaga ahli di bidang kesehatan, bidang komunikasi, informasi, dan bidang transportasi yang dapat mendukung jasa pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan pelanggan. Pemanfaatan berbagai teknologi kesehatan, obat-obatan, tenaga-tenaga ahli seperti dokter spesialis, dokter umum, apoteker, perawat, radiografer, fisioterapis, ahli gizi dan lainnya membuat biaya operasional yang dikeluarkan rumah sakit menjadi besar yang akan berdampak pada tarif rawat inap yang tinggi. Untuk mengendalikan biaya, pihak rumah sakit memerlukan sistem akuntansi yang tepat, khususnya metode perhitungan penentuan biaya guna menghasilkan informasi biaya yang akurat berkenaan dengan aktivitas pelayanan. Perhitungan harga pokok pada awalnya diterapkan dalam perusahaan manufaktur, akan tetapi dalam perkembangannya perhitungan harga pokok telah diadaptasi oleh perusahaan jasa, perusahaan dagang, dan sektor nirlaba. Dalam pasal 3 Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 560/MENKES/SK/IV/2003 tentang Pola Tarif Perjan Rumah Sakit diperhitungkan atas dasar unit cost dari setiap jenis pelayanan dan kelas perawatan, yang perhitungannya memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, standar biaya atau benchmarking dari rumah sakit yang tidak komersil. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemerintah telah menyadari pentingnya perhitungan harga pokok termasuk dalam sektor pelayanan 2
kesehatan. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan pada awal 1900-an lahirlah suatu sistem penentuan harga pokok berdasarkan aktivitas yang dirancang untuk mengatasi distorsi biaya. Sistem akuntansi ini disebut activity based costing. Activity based costing merupakan sistem yang pertama-tama mengakumulasikan biaya overhead untuk setiap aktivitas organisasi dan kemudian menentukan biaya aktivitas untuk produk, jasa atau objek lainnya yang disebabkan aktivitas (Hongren, et al., 1996). Dalam sistem activity based costing terdapat asumsi objek biaya seperti produk menyebabkan aktivitas. Aktivitas mengkonsumsi sumber daya dan konsumsi sumber daya mengakibatkan biaya (Garrison, et al., 2006). Activity based costing muncul karena ketidakmampuan sistem biaya tradisional dalam menjawab perkembangan yang terjadi pada perusahaan manufaktur yang bercirikan multi produk dan memiliki variasi yang berbeda dengan konsumsi aktivitas yang berbeda-beda pula. Dalam sistem ini pembebanan biaya overhead masih didasarkan pada pemakaian satu macam cost driver saja, yaitu yang berhubungan erat dengan volume produksi seperti jam tenaga kerja langsung atau jam mesin, sehingga terjadi distorsi biaya yang pada akhirnya akan mempengaruhi harga jual produk dan pengambilan keputusan oleh manajemen. Rumah Sakit Umun Daerah (RSUD) Kabupaten Temanggung adalah objek yang dijadikan fokus penelitian yang terletak di Kabupaten Temanggung yang menawarkan berbagai jenis pelayanan, yaitu : instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap, instalasi gawat darurat, instalasi ICU, instalasi radiologi, 3
instalasi laboratorium, instalasi fisioterapi, instalasi hemodialisa, instalasi gizi, instalasi bedah, dan instalasi kebidanan. Untuk pelayanan rawat inap RSUD Kabupaten Temanggung mempunyai 7 tipe kamar yang ditawarkan sesuai dengan tingkat pasien yang ada, yaitu : kelas III, kelas II, kelas I, kelas utama, dan kelas VIP. RSUD Kabupaten Temanggung menghitung tarif kamar rawat inapnya atas dasar unit cost. Perhitungan unit cost dilakukan secara terpisah untuk setiap jenis kelas rawat inap. Cara perhitungannya yaitu dengan menjumlahkan biaya tetap, biaya semi variabel, dan biaya variabel sehingga dihasilkan biaya total. Kemudian biaya total dibagi dengan jumlah hari rawat inap. Pada tahun 2012 RSUD Kabupaten Temanggung mulai menerapkan sistem Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan adanya sistem BLUD, RSUD Kabupaten Temanggung mengelola sendiri pendapatan dan belanjanya sehingga untuk belanja selain belanja gaji karyawan sudah harus dapat dibiayai dari pendapatan yang dihasilkan oleh RSUD Kabupaten Temanggung. Pada saat RSUD Kabupaten Temanggung belum menerapkan sistem BLUD, semua belanja rumah sakit akan dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung sehingga RSUD Kabupaten Temanggung cenderung kurang memperhatikan kinerja ekonomi organisasi. Oleh karena itu, RSUD Kabupaten Temanggung sebaiknya mempertimbangkan sistem penentuan tarif yang mampu menentukan besarnya biaya yang dikeluarkan secara akurat agar meraih pendapatan yang optimal. Dalam penelitian kali ini, penulis akan meneliti tentang penentuan tarif berdasarkan activity based costing system. Activity based costing 4
mempertimbangkan biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas pelayanan jasa rawat inap, sehingga tarif berdasar activity based costing system dapat mengikuti besarnya biaya yang dikeluarkan RSUD Kabupaten Temanggung yang digunakan untuk memproduksi jasa pelayanan rawat inap. Terdapat beberapa penelitian mengenai penerapan activity based costing systems dalam menentukan besar tarif jasa rawat inap. Lawson (1994) telah melakukan penelitian yang berjudul - Based Costing System For Hospital. Dalam penelitian ini, Lawson (1994) mengemukakan bahwa dengan memberikan informasi yang lebih baik untuk keperluan perencanaan strategis, activity based costing management system membantu rumah sakit mengendalikan biaya, meningkatkan kualitas dan efisiensi perawatan yang diberikan oleh rumah sakit, dan mengelola sumber daya mereka lebih baik. Beberapa rumah sakit telah menerapkan activity based costing system sebagai bagian dari usaha peningkatan mutu berkelanjutan secara keseluruhan. Tidak hanya activity based costing meningkatkan kualitas informasi keuangan yang tersedia untuk administrator rumah sakit, juga dapat membantu inisiatif perbaikan proses lainnya. Widicahyadi (2005) Penentuan Tarif Rawat Inap Dengan Menggunakan Activity Based Costing System Pada RS. Banyumanik. Penelitian ini menggunakan sampel instalasi rawat inap bagian persalinan sebagai objek yang diteliti. Dari hasil penelitian tersebut, tarif rawat inap yang diperoleh dengan menggunakan metode ABC, dibandingkan dengan tarif rawat inap pada tahun 2003, hasilnya RS. Banyumanik membebankan tarif terlalu rendah dibanding dengan tarif 5
menggunakan ABC yang ternyata lebih tinggi. Namun tarif hasil perhitungan dengan metode ABC ini lebih akurat karena mengakomodasi konsumsi sebagai aktivitas yang digunakan. Budima Metode Activity Based Costing System Dalam Menentukan Besarnya Tarif Jasa dengan menggunakan metode ABC, dilakukan melalui 2 tahap. Yaitu tahap pertama biaya ditelusur ke aktivitas yang menimbulkan biaya dan tahap yang kedua membebankan biaya aktivitas ke produk. Sedangkan tarif diperoleh dengan menambahkan cost rawat inap dengan laba yang diharapkan. Dari hasil perhitungan tarif rawat inap dengan menggunakan metode ABC, apabila dibandingkan dengan metode tradisional maka metode ABC memberikan hasil yang lebih besar kecuali pada kelas VIP dan Utama I yang memberikan hasil lebih kecil. Perbedaan yang terjadi di antara tarif jasa rawat inap dengan menggunakan metode tradisional dan metode ABC, disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk. Dengan metode activity based costing system, RSUD Kabupaten Temanggung diharapkan dapat membiayai entitasnya sendiri dan tidak banyak bergantung dari subsidi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Activity based costing memberikan alternatif cara penghitungan tarif yang sesuai dengan tarif yang sebenarnya, sehingga tidak terdapat undercosting maupun overcosting. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini diberi judul Activity Based Costing System dalam Menentukan 6
Besarnya Tarif Jasa Rawat Inap (Studi Kasus Pada RSUD Kabupaten B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka perumusan masalahnya sebagai berikut ini: 1. Bagaimana penentuan tarif rawat inap pada RSUD Kabupaten Temanggung dengan menggunakan activity based costing system? 2. Berapa besarnya perbedaan tarif jasa rawat inap RSUD Kabupaten Temanggung dengan menggunakan metode unit cost dibanding tarif jasa dengan activity based costing? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini: 1. Mengetahui penentuan tarif rawat inap pada RSUD Kabupaten Temanggung dengan menggunakan activity based costing system. 2. Mengetahui besarnya perbedaan tarif jasa rawat inap RSUD Kabupaten Temanggung dengan menggunakan metode unit cost dengan activity based costing. 7
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah kontribusi literatur mengenai penerapan metode activity based costing dalam menentukan tarif jasa rawat inap pada rumah sakit. 2. Manfaat praktis dan manajerial a. Bagi pihak perusahaan Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh manajemen rumah sakit sebagai alternatif dalam memilih metode penentuan tarif pelayanan dan memberi gambaran tentang metode activity based costing terutama bagi manajemen rumah sakit. b. Bagi peneliti Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi pembelajaran sehingga dapat menambah pengetahuan, pengalaman praktis, dan dapat digunakan untuk penelitian yang lebih lanjut mengenai perhitungan tarif pelayanan instalasi rawat inap dengan activity based costing system. c. Bagi akademisi Hasil penelitian ini dapat menjadi bukti dan pembelajaran mengenai perhitungan tarif dengan menggunakan activity based costing system. 8
E. Sistematika Penulisan Skripsi ini ditulis menurut sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan Dalam bab ini akan menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini berisi uraian tentang tinjauan pustaka yang digunakan penulis sebagai dasar untuk penyusunan skripsi ini. BAB III : Metode Penelitian Dalam bab ini berisi uraian tentang rancangan penelitian, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis BAB IV : Hasil dan Analisis Bab ini berisi tentang company profile RSUD Kabupaten Temanggung, penghitungan tarif dengan menggunakan activity based costing system dan analisis dari hasil perhitungan tersebut. BAB V : Penutup Dalam bab ini, penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil perhitungan dalam Bab IV. Penulis juga akan memberi masukanmasukan bagi RSUD Kabupaten Temanggung. 9