BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. karena tidak dapat diselesaikannya suatu konflik tak-sadar. Kecemasan

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Penelitian yang berkaitan dengan masalah penyesuaian diri sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan. Hal demikian

BAB I PENDAHULUAN. diselaraskan dengan tuntutan dari lingkungan, sehingga perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. lingkungan (Semiun, 2006). Penyesuaian diri diistilahkan sebagai adjustment.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dimaksud adalah lingkungan sosial yang berisi individu-individu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENYESUAIAN DIRI Oleh : Weny Hastuti,S.Kep. Abstrak :

BAB I PENDAHULUAN. orang disepanjang hidup mereka pasti mempunyai tujuan untuk. harmonis mengarah pada kesatuan yang stabil (Hall, Lindzey dan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari stres, masalahnya adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Seorang ibu yang sedang mengalami kehamilan pertama akan merasa berbeda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hasil akhir dari pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal

I. PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa. Indonesia dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan menceerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PENYELESAIAN MASALAH DAN KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN SOMATISASI PADA WANITA KARIR

BAB I PENDAHULUAN. Coping Mechanism adalah tingkah laku atau tindakan penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA GEGAR BUDAYA DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BERSUKU MINANG DI UNIVERSITAS DIPONEGORO

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat disebut dengan Anak laur biasa yaitu anak yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

PENGARUH PENYESUAIAN DIRI AKADEMIK TERHADAP KECENDERUNGAN SOMATISASI DI SMA AL ISLAM 1 SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa sekarang Bangsa Indonesia hidup di zaman global yang menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keberadaan orang lain dalam hidupnya. Dorongan atau motif sosial pada manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang

PROFIL PENYESUAIAN DIRI PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR DI ASRAMA PUTRA SMAN 1 LUBUK SIKAPING KABUPATEN PASAMAN

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. individu. Teori yang dikemukakan oleh Schneider dalam (Desmita, 2009),

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan oleh seluruh mahasiswa baru di perguruan tinggi. Rata-rata usia

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

Jenis-jenis Kecemasan

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh gelar sarjana (Sugiyono, 2013). Skripsi adalah muara dari semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB II TINJAUAN TEORI

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. memasuki masa dewasa (Rumini, 2000). Berdasarkan World Health. Organization (WHO) (2010), masa remaja berlangsung antara usia 10-20

BAB I PENDAHULUAN. masa dewasa dan merupakan periode kehidupan yang paling banyak terjadi

SINOPSIS THESIS FENOMENA MASYARAKAT MENGATASI MASALAH DAN DAYA TAHAN DALAM MENGHADAPI STRESS. Oleh: Nia Agustiningsih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. normal dan sehat, bekerja me nyajikan kehidupan sosial yang mengasyikkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan seseorang untuk menyadari realitas di sekitarnya, yang

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

`BAB I PENDAHULUAN. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah topik yang hangat dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Perkawinan merupakan salah satu titik permulaan dari misteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. jika seseorang tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan yang tenang dan terhindar dari konflik. Namun apabila ia kurang mampu beradaptasi dalam lingkungan sekitarnya, maka ia akan mengalami cemas, stress, konflik dan mengalami tekanan batin dalam dirinya. Dan apabila hal ini terjadi maka seseorang tersebut akan mengalami gangguan neurotik. Istilah neurosis diciptakan oleh seorang pakar dari Inggris, Willian Cullen (1769). Sekitar dua abad kemudian, Sigmund Freud mengajukan pendapat bahwa sumber neurosis adalah konflik batin. Sebaliknya kaum behavioris berpendapat bahwa sumber neurosis adalah cara belajar yang keliri dalam menghindari kecemasan. Kedua pendapat terakhir terus bertahan hingga kini, disamping beberapa teori lain. Menurut kacamata behavioristik, neurotik adalah gaya hidup maladaptif, berupa tingkah laku yang bersifat defisit dengan tujuan menghindari atau mengurangi rasa cemas (Sobur, 2013). Menurut Atkinson (1999), neurosis adalah gangguan mental di mana individu tidak mampu mengalami gejala yang dirasakan yang mengganggunya. Dalam teori psikoanalitik Freud, neurosis terjadi akibat 1

2 pemakaian mekanisme pertahanan untuk melawan kecemasan yang disebabkan oleh konflik bawah sadar. Dalam Ibrahim, gangguan neurisis merupakan gangguan mental yang tidak memiliki dasar organik. Pasien mempunyai daya tilikan (insight) serta memiliki kemampuan daya realitanya tak terganggu, dalam arti kata bahwa individu tidak mencampurbaurkan penghayatan penderitaan dan fantasi subjektifnya dengan realitas luar (Ibrahim, 2012). Meskipun bentuk dari neurosis itu beragam dan setiap penderita neurosis sangat unik dalam memperlihatkan simtom-simtom tertentu, tetapi beberapa ciri umum dapat ditemukan dalam semua bentuk neurosis. Ciriciri umum itu adalah kecemasan, tidak dapat berfungsi sesuai kapasitas, pola tingkah laku yang kaku, egosentrik, hipersensitif, tidak matang, keluhan somatik, tidak bahagia, dan banyak tingkah laku yang bermotivasi tidak sadar (Semium, 2006). Berdasarkan penjelasan diatas kecenderungan neurotik adalah gangguan mental ringan yang tidak memiliki dasar organik, dimana seseorang tidak mampu menjalani gejala yang dirasakan mengganggu, tingkah lakunya maladaptif dan bersifat defisit terjadi akibat pemakaian mekanisme pertahanan untuk melawan kecemasan yang disebabkan oleh konflik bawah sadar. Kecenderungan neurotik ditandai oleh kecemasan, hipersensitif, egosentrik dan tidak bahagia. Fenomena remaja dapat mengalami gangguan neurotik banyak dialami oleh remaja yang memiliki gambaran diri negatif, cenderung

3 meerasa kurang mampu, dan merasa rendah diri. Dalam hal ini kcenderungan neurotik terjadi karena takut pada apa yang dibayangkannya sendiri. Contoh dari kecenderngan neurotik adalah para remaja yang menghadapi kecemasan dalam menunggu pengumuman hasil ujian nasional. Para remaja tersebut mengira-ngira apakah mereka akan lulus ujian atau tidak. Kecemasan seperti itu banyak para remaja yang mengalami stres karena yang dibenak mereka bila gagal lulus maka akan terasa sisasisa perjuangan mereka dalam 3 tahun belajar dan akhirnya dinyatakan gagal hanya dalam beberapa hari saja, dalam hal ini para remaja terus membayangkan hal-hal yang akan menimpa dirinya bila gagal ujian dan pada akhirnya akan menimbulkan kecemasan yang berlebihan (wawan, 2010 diakses pada 18 Mei 2015 pukul 20.15). Selain itu, didalam pesantren remaja hidup dalam suatu komunitas khas, dengan kyai, ustadz, remaja dan pengurus pesantren, berlandaskan nilai-nilai agama Islam lengkap dengan norma-norma dan kebiasannya tersendiri, yang tidak jarang berbeda dengan masyarakat umum yang mengitarinya Setiap hari remaja dibebani oleh kegiatan-kegiatan yang tidak ringan, mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu yang terbuang percuma. (Bashori dalam Hidayat, 2012). Remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan sistem asrama tersebut dapat menimbulkan gejala-gejala neurotik, yang sering muncul pada remaja pondok diantaranya yaitu: sangat perasa, sering marah-marah jika diingatkan, gelisah, sering muram, sulit berkonsentrasi,

4 serta merasa kurang mampu. Tak jarang pula remaja keluar dari pondok pesantren sebelum lulus atau bahkan tahun pertama di pondok pesantren. Jersild (1978) menyebut masa remaja sebagai masa storm and stress, oleh karena itu masa remaja merupakan masa yang peka dan kecenderungan neurotiknya tinggi. Perilaku yang menunjukkan adanya gejala neurotik pada remaja biasanya berupa hal-hal yang negatif, dari kenakalan kecil biasa sampai yang sudah cukup mencemaskan seperti misalnya perkelahian antar pelajar, penggunaan obat-obat terlarang, pergaulan bebas, dan berbagai bentuk kenakalan lain bahkan sampai kriminal. Hal ini di sebabkan karena masa remaja juga merupakan suatu masa penyesuaian terhadap pola-pola kehidupan baru, padahal emosi remaja dalam keadaan tidak stabil atau masih bergejolak. Pada remaja, akan terjadi perubahan drastis dari will, yaitu dari keadaan tergantung pada orang lain (dependence) pada masa kanak-kanak menuju keadaan mandiri (independence) pada masa dewasa. Pada tahap ini terjadi perjungan moral antara dorongan neurotik melawan dorongan kreatif. Akibat dari konflik moral itu timbullah perasaan bersalah, menyesali dan menyalahkan diri sendiri. Kalau proses ini berkepanjangan remaja yang bersangkutan akan terlibat dalam gejala neurotik, tetapi kalau ia bisa mengatasi tahap ini dengan baik maka yang bersangkutan akan masuk ketahap berikutnya di mana ia menjadi manusia yang produktif dan kreatif (Sarwono, 2003).

5 Simtom-simtom neurosis merupakan akibat dari Penyesuaian diri yang tidak berhasil. Neurosis adalah bentuk ekstrim dari mekanisme penyesuaian diri. Neurosis itu maladjustif sifatnya karena tidak menjangkau sebab yang tidak mendasari perasaan yang menghimpit. Orang yang menyesuaiakan diri dengan jalan kompensasi, menarik diri atau menekan diri sendiri (Mahmud, 1990). Penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai interaksi yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia, yang berarti usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia hidup. Dalam psikologi ini dikenal dengan kata adjustment (penyesuaian diri), selama hidupnya manusiaselalu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Schneiders (1964) mendefinisikan penyesuaian diri (adjustment) sebagai suatu proses dimana individuberusaha keras untuk mengatasi atau menguasai kebutuhan dalam diri, ketegangan, frustasi, dan konflik, tujuannya untuk mendapatkan keharmonisan dan keselarasanantara tuntutan lingkungan dimana dia tinggal dengan tuntutan didalam dirinya (Kusdiati & Halimah, 2011). Schneiders menyatakan penyesuaian diri merupakan suatu respon yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku yang merupakan usaha individu untuk bereaksi terhadap tuntutan dalam diri maupun situasi eksternal yang dihadapinya (Agustiani, 2006). Kusuma dan Gisniarti menjelasakan apabila individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya berarti individu tersebut mampu menyelaraskan

6 kebutuhannya dengan tuntutan lingkungan sehingga tidak merasa stress dalam dirinya (Kusuma dan Gisniarti, 2008). Lazarus (1991) menyatakan bahwa penyesuaian diri adalah proses psikologis dimana seseorang melakukan tingkah laku untuk mengatasi masalah-masalah atau tuntutan. Lazarus juga mengemukakan suatu pengertian tentang penyesuaian diri, menurutnya penyesuaian diri adalah usaha untuk memenuhi tuntutan dan tantangan yang diberikan oleh dunia dimana mereka hidup (Trimingga, 2008). Penyesuaian diri berlangsung secara terus-menerus antara memuaskan kebutuhan diri sendiri dengan tuntutan lingkungan, termasuk tuntutan orang lain secara kelompok maupun masyarakat. Menyesuaikan diri berarti mengubah dengan cara yang tepat untuk memenuhi syarat tertentu. Penyesuaian diri juga merupakan salah satu persyaratan bagi terciptanya kesehatan jiwa atau mental individu (Mu tadin dalam Supriantini, 2006). Seseorang yang mempunyai penyesuaian diri baik akan menunjukkan hal-hal positif seperti yang dikatakan Sunarto dan hatono yaitu: tidak adanya frustasi, bersikap realistis, menghargai pengalaman serta tidak menunjukkan ketegangan emosional. Sedangkan seseorang yang mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah, yang ditandai dengan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan

7 sebagainya, sehingga akan timbul reaksi penyesuaian diri yang salah, yaitu (1) Reaksi bertahan (2) Reaksi Menyerang (3) Reaksi melarikan diri (Sunarto & Hartono, 2006). Dalam hal ini peneliti tertarik meneliti tentang hubungan antara penyesuaian diri dengan kecendrungan neurotik. Penyesuaian diri merupakan proses psikologis dimana seseorang melakukan tingkah laku untuk mengatasi masalah-masalah atau tuntutan. Penyesuian diri disebabkan oleh keadaan lingkungan, kepribadian, dan kondisi fisik. Seseorang yang memiliki penyesuaian diri baik akan menunjukkan hal-hal positif seperti tidak adanya frustasi, bersikap realistis, menghargai pengalaman, serta tidak menunjukkan ketegangan emosional. Sedangkan seseorang yang memiliki penyesuaian yang buruk akan lebih mudah emosi, frustasi, agresif, dan bersikap tidak realistis. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah, apakah terdapat hubungan antara peyesuaian diri dengan kecendrungan neurotik pada remaja. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka peneliti bertujuan untuk melihat hubungan penyesuaian diri dengan kecendrungan neurotik pada remaja. Jika semakin rendah penyesuaian diri maka kecenderungan neurotik akan semakin tinggi, dan apabila semakin

8 tinggi penyesuaian diri maka semakin rendan seseorang akan mengalami kecenderungan neurotik. D. Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun praktis: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan akan memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis, serta menambah wawasan dan pengetahuan semua pihak dalam hal penyesuaian diri dan kecendrungan neurotik pada remaja 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran pertimbangan untuk: a. Peneliti agar lebih mengetahui tentang kecenderungan neurotik, ciri-ciri dan faktor penyebabnya. b. Psikolog dan konselor dalam menangani kasus-kasus kecenderungan neurotik c. Para guru agar dapat lebih memperhatikan anak didik yang memiliki kecenderungan neurotik d. Para orang tua agar lebih memahami tentang gejala kecenderungan neurotik yang terjadi pada anak. e. Pada remaja agar lebih bisa matang dalam berfikir sehingga terhindar dari kecenderungan neurotik

9 E. Keaslian Penelitian Bedasarkan teori dan uraian diatas peneliti tertarik mengajukan judul Hubungan Antara Penyesuaian Diri Dengan Kecenderungan Neurotik Pada Remaja. Penelitian tentang kecendrungan neurotik pernah diteliti sebelumnya dari Sholichah (2015), meneliti tentang: Regulasi Emosi, Kecendrungan Neurotik dan Dukungna Sosial Terhadap Kecemasan Pada Ibu Hamil. Perbedaannya dengan peneliti terletak pada variabel dan subjeknya. Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa regulasi emosi memberikan nilai koifisien sebesar 54,7% dengan tingkat signifikasi 0,000. Kecendrungan neurotik memberi nilai koifisien 56,6% dengan tingkat signifikasi 0,000. dan Dukungan sosial memberikan nilai sebesar 60,5% dengan tingkat signifikasi 0,003. Interaksi antara variabel regulasi emosi, kecendrungan neurotik dan dukungan sosial memiliki nilai koifisien 78% dengan signifikasi 0,020. Dengan demikian dukungan sosial sebagai moderator signifikan dalam mempengaruhi hubungan antara regulasi emosi dan kecendrungan neurotik terhadap tingkat kecemasan pada ibu hamil. Maka, hipotesis regulasi emosi dan kecenderungan neurotik yang diboderasi dukungan sosial berpengaruh secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kecemasan ibu hamil. Pada penelitian berikutnya kecenderungan neurotik telah diteliti oleh Prianggasari (2014) dengan judul Kecenderungan Neuotik, Relasi Dalam Keluarga, Penyesuaian Sosial Dan Resiliensi Pada Penderita HIV Positif. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabel dan subjeknya. Hasil

10 penelitiannya adalah terdapat hubungan positif antara relasi dalam keluarga dan penyesuaian sosial terhadap resiliensi yang dimoderasi kecenderungan neurotik pada penderita HIV positif. Pada relasi dalam keluarga dalam penyesuaian sosial terhadap kecenderungan neurotik diperoleh hasil hipotesis F=23,566, bahwa secara simultan variabel-variabel bebas memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel kecenderungan neurotik yang ditunjukkan dari sig. 0,000. Penelitian tentang penyesuaian diri pernah diteliti sebelumnya oleh Sulistiani, dkk (2010) meneliti tentang Hubungan Antara Penyesuaian Diri Terhadap Tuntutan Akademik Dengan Kecendrungan Stress Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hang tuah Surabaya. Perbedaan dengan peneliti terletak pada variabel tergantung dan subjeknya. Hasil penelitian adalah variabel Y dan X mempunyai hubungan negatif yang signifikan. Apabila mahasiswa FK memiliki penyesuaian diri terhadap tuntutan akademik yang baik maka kecendrungan stressnya rendah. Sebaliknya apabila penyesuaian diri buruk maka kecendrungan stressnya tinggi.