EKSTRAKSI MINYAK ALGA Spirulina sp. DENGAN DUA JENIS PELARUT, HCL DAN ETANOL. Riana Giarti 1) dan Elida Purba 2)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir 2012 Jurusan Teknik Konversi Energi 1

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

PRODUKSI BIOMASSA Spirulina sp. DENGAN VARIASI KONSENTRASI CO2 DAN FOTOPERIODE. Okta Nugraha 1) dan Elida Purba 1)

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

SNTMUT ISBN:

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

Kadar air % a b x 100% Keterangan : a = bobot awal contoh (gram) b = bobot akhir contoh (gram) w1 w2 w. Kadar abu

EKSTRAKSI Ekstraksi padat-cair Ekstraksi cair-cair Ekstraksi yang berkesinambungan Ekstraksi bertahap Maserasi metode ekstraksi padat-cair bertahap

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2011 di laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB III METODOLOGI A. Alat dan Bahan A.1Alat yang digunakan : - Timbangan - Blender - Panci perebus - Baskom - Gelas takar plastik - Pengaduk -

Studi Pendahuluan : Ekstraksi Minyak Alga dari Spirulina Sp. Wacana Baru Bahan Baku Alternatif pada Proses Pembuatan Biodiesel

MODIFIKASI PROSES IN SITU ESTERIFIKASI UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 7 No. 2 Februari 2015

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

PENGAMBILAN ASAM PHOSPHAT DALAM LIMBAH SINTETIS SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR DENGAN SOLVENT CAMPURAN IPA DAN n-heksan

UJICOBA PERALATAN PENYULINGAN MINYAK SEREH WANGI SISTEM UAP PADA IKM I N T I S A R I

Oleh : ENDAH DAHYANINGSIH RAHMASARI IBRAHIM DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi, DEA NIP

PROSES PEMBUATAN MINYAK BIJI BUNGA MATAHARI MENGGUNAKAN METODE EKSTRAKSI-DESTILASI DENGAN PELARUT N-HEXAN DAN PELARUT ETANOL

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

LAPORAN SKRIPSI PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT DENGAN KATALIS PADAT BERPROMOTOR GANDA DALAM REAKTOR FIXED BED

EKSTRAKSI OLEORESIN DARI KAYU MANIS BERBANTU ULTRASONIK DENGAN MENGGUNAKAN PELARUT ALKOHOL

Pengaruh Hidrolisa Asam pada Produksi Bioethanol dari Onggok (Limbah Padat Tepung Tapioka) Oleh :

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

Pemanfaatan Biji Mangga Madu sebagai Minyak dengan Metode Ekstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

SINTESIS METIL ESTER DARI LIPID Bacillus stearothermophilus DENGAN METODE TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN BF 3. Dessy Dian Carolina NRP

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

PEMBUATAN BIODIESEL TANPA KATALIS DENGAN AIR DAN METHANOL SUBKRITIS

BAB V EKSTRAKSI CAIR-CAIR

EKSTRAKSI BAHAN NABATI (EKS)

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai April 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

KAJIAN PEMANFAATAN BIJI KOPI (ARABIKA) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN METIL ESTER SKRIPSI

MODIFIKASI PROSES IN-SITU DUA TAHAP UNTUK PRODUKSI BIODIESEL DARI DEDAK PADI LOGO

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

LAJU FOTOSINTESIS PADA BERBAGAI PANJANG GELOMBANG CAHAYA. Tujuan : Mempelajari peranan jenis cahaya dalam proses fotosintesis.

BAB III METODE PENELITIAN

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK BIJI ALPUKAT (Persea gratissima) DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian, Jurusan

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Sabun Mandi Padat Transparan dengan Penambahan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Cair Etanol BAB III METODOLOGI

III. METODOLOGI PENELITIAN

EKSTRAKSI SENYAWA BIOAKTIV DARI DAUN MORINGA OLEIFERA

PEMBUATAN BIODIESEL. Disusun oleh : Dhoni Fadliansyah Wahyu Tanggal : 27 Oktober 2010

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PENGARUH KONSENTRASI NaOH DAN Na 2 CO 3 PADA SINTESIS KATALIS CaOMgO DARI SERBUK KAPUR DAN AKTIVITASNYA PADA TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN

PEMBUATAN PUPUK CAIR DARI DAUN DAN BUAH KERSEN DENGAN PROSES EKSTRAKSI DAN FERMENTASI

a. Pengertian leaching

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

Gambar 7 Desain peralatan penelitian

OUTLINE. PERLAKUAN AWAL Tujuan: TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK PANGAN PENDAHULUAN. Video: Sustainable Palm Oil Production PERLAKUAN AWAL

Bab III Bahan dan Metode

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum L) DENGAN REAKSI TRANSESTERIFIKASI MENGGUNAKAN KATALIS KI/H-ZA BERBASIS ZEOLIT ALAM

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Proses Produksi Bioetanol Dari Pati Jagung. Jagung dikeringkan dan dibersihkan, dan di timbang sebanyak 50 kg.

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN BIJI MANGGA MADU SEBAGAI MINYAK DENGAN METODE EKSTRAKSI

Metoda-Metoda Ekstraksi

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER

ZAHRA NURI NADA YUDHO JATI PRASETYO

PRODUKSI BIO-ETANOL DARI DAGING BUAH SALAK ( Salacca zalacca ) PRODUCTION OF BIO-ETHANOL FROM FLESH OF SALAK FRUIT ( Salacca zalacca )

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Lingkungan Jurusan

Lampiran 1. Prosedur Fermentasi Onggok Singkong (Termodifikasi)

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

III. BAHAN DAN METODE

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Chlorella sp. tiap perlakuan. Data di analisa menggunakan statistik One Way

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Distilasi, Filtrasi dan Ekstraksi

Transkripsi:

EKSTRAKSI MINYAK ALGA Spirulina sp. DENGAN DUA JENIS PELARUT, HCL DAN ETANOL Riana Giarti 1) dan Elida Purba 2) 1) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung 35145 Surel: rianagiarti@gmail.com ABSTRACT This study discussed about the extraction of Spirulina sp. algae with two types of solvents, HCl and ethanol. The purpose of this study to know the best ratio of algae and solvent that could produce the highest yield for the each solvent. Lipid of algae was extracted with various variable, in the type and amount of solvent. The most optimum algae and HCl 5 M ratio is 1:40 (10 g of dry algae and 400 ml of HCl 5 M), with results of 1.8 g algae lipid, that means HCl 5 M just extract 72.58% of algae s lipid with yield extraction 18%. The most optimum algae and ethanol ratio is 1:35 (10 g of dry algae and 350 ml of ethanol), with results of 2.0 g algae lipid, that means ethanol extract 80.65% of algae s lipid with yield extraction 20%. The largest component of algae lipid based on data from GC-MS analysis with HCl 5 M is 4-Oxopentanoic acid with percentage 41.37%, while the largest component of algae lipid that extracted with ethanol is 1,2-ethanediyl ester hexadecanoic acid with percentage 34.36%. Keywords: Algae, Extraction, Lipid of algae, Percolation, Spirulina sp. ABSTRAK Penelitian ini membahas tentang ekstraksi minyak alga Spirulina sp. dengan dua jenis pelarut, yaitu HCl dan etanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio alga dan pelarut yang dapat menghasilkan yield ekstraksi paling tinggi untuk pelarut HCl dan etanol pada mikroalga Spirulina sp. Ekstraksi minyak alga dilakukan dengan alat ekstraksi soxlet dengan variasi jenis dan jumlah pelarut. Rasio alga dan pelarut HCl 5 M yang paling optimum adalah 1:40 (10 g alga kering dan 400 ml HCl 5 M), dengan hasil minyak alga sebanyak 1,8 g, artinya pelarut HCl 5 M hanya dapat mengekstrak 72,58% jumlah minyak alga dengan yield ekstraksi 18%. Rasio alga dan pelarut etanol yang paling optimum adalah 1:35 (10 g alga kering dan 350 ml Etanol), dengan hasil minyak alga sebanyak 2,0 g, artinya pelarut etanol dapat mengekstrak hingga 80,65% jumlah minyak alga dengan yield ekstraksi 20%. Berdasarkan data hasil analisis GC-MS untuk minyak yang diekstrak dengan pelarut HCl 5 M komponen terbesar penyusunnya adalah 4-Oxopentanoic acid sebanyak 41,37%, sedangkan untuk minyak yang diekstrak dengan pelarut Etanol teknis 96% komponen terbesar penyusunnya adalah 1,2- ethanediyl ester hexadecanoic acid sebanyak 34,36%. Kata kunci: Alga, Ekstraksi, Minyak alga, Perkolasi, Spirulina sp. 642

PENDAHULUAN Energi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia, dan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk maka diperlukan lebih banyak energi bahan bakar. Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi alternatif di antaranya biodiesel yang dapat diproduksi dari minyak nabati yang diperoleh dari tanaman dan mikroalga. Mikroalga dipilih karena mikroalga dapat hidup hampir di semua tempat yang cukup sinar matahari dan CO2, serta proses ekstraksinya dapat dilakukan tanpa penggilingan tetapi langsung diekstrak dengan bantuan zat pelarut, enzim, pemerasan, ekstraksi ultrasonik, dan osmotik shock. Spirulina sp. merupakan salah satu jenis alga hijau biru yang pertumbuhannya tidak terpengaruh oleh kondisi lingkungan yang fluktuatif (Oliveira et al., 1999). Untuk mendapatkan minyak alga Spirulina sp. dilakukan dengan proses ekstraksi padat-cair menggunakan pelarut. Menurut Sabel & Warren (1973), ekstraksi padat cair dapat dilakukan dengan dua metode yaitu imersi dan perkolasi dengan atau tanpa pemanasan. Metode imersi merupakan ekstraksi yang menggunakan prinsip solvent extraction yaitu dengan merendam atau mencelupkan padatan dan pelarut, kemudian campuran padatan dan pelarut diaduk dalam tangki berpengaduk, sedangkan metode perkolasi juga menggunakan prinsip solvent extraction namun padatan disusun di dalam suatu unggun dan kemudian cairan pelarut mengalir di antara susunan butiran padatan tersebut (Treybal, 1980). Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu waktu ekstraksi, temperatur ekstraksi, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne, 1987). Elfera et al. (2010) telah melakukan ekstraksi mikroalga jenis Spirulina sp. 643

dengan menggunakan pelarut HCl dan etanol, namun dari penelitian ini belum diketahui rasio pelarut dan alga yang dapat menghasilkan yield minyak paling tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan rasio alga dan pelarut yang dapat menghasilkan yield ekstraksi paling tinggi untuk masing-masing pelarut pada mikroalga Spirulina sp. BAHAN DAN METODE Penelitian ekstraksi minyak alga dari alga jenis Spirulina sp. telah dilaksanakan di Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada November 2014 hingga Februari 2015. Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah mikroalga Spirulina sp., pelarut HCl 5 M dan Etanol teknis 96%. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah photobioreaktor, alat ekstraksi soxlet, dan vakum evaporator. Alga kering ditimbang sebanyak 10 g dan kemudian dibungkus dengan kertas saring. Pelarut yang digunakan untuk mengekstrak alga adalah HCl 5 M dan Etanol teknis 96%. Volume pelarut HCl 5 M divariasikan sebanyak 350 ml, 400 ml, dan 450 ml, pelarut etanol teknis 96% volume pelarutnya divariasikan 300 ml, 350 ml dan 400 ml. Kemudian dilakukan ekstraksi dengan alat soxlet pada masing-masing volume pelarut. Minyak alga hasil ekstraksi dianalisis dengan analisis GC-MS untuk mengetahui komponen yang terekstrak oleh masing-masing pelarut. 644

HASIL DAN PEMBAHASAN Seminar Nasional Sains & Teknologi VI Pengaruh Pelarut Terhadap Perolehan Minyak Alga, Yield Ekstraksi dan % Minyak Alga yang Terekstrak Penentuan tipe pelarut yang digunakan didasarkan pada penelitian terdahulu (Elfera et al., 2010) yang melakukan ekstraksi dengan pelarut NaOH, HCl serta etanol. Saat menggunakan pelarut NaOH ekstrak minyak yang diperoleh membentuk emulsi sehingga NaOH tidak sesuai digunakan sebagai pelarut. Sedangkan ketika menggunakan HCl 5 M dan etanol p.a 99,8% sebagai pelarut, minyak yang terekstrak terus mengalami peningkatan seiring dengan penambahan volume pelarut. Oleh karena itu penelitian ini memvariasikan jenis pelarut, yaitu HCl dan etanol untuk mengetahui rasio pelarut dan alga yang dapat menghasilkan jumlah minyak terekstrak paling banyak sehingga yield ekstraksinya juga tinggi. Pelarut HCl divariasikan sebanyak 350 ml, 400 ml dan 450 ml, sedangkan etanol divariasikan sebanyak 300 ml, 350 ml dan 400 ml. Proses ekstraksi menggunakan metode perkolasi dengan alat ekstraksi soxlet, dan proses ekstraksi dihentikan saat pelarut yang merendam bungkusan alga sudah tidak berwarna yaitu setelah campuran pelarut dan minyak mengalir ke dalam labu didih di bagian bawah ekstraktor sebanyak 4 kali. Waktu ekstraksi dengan pelarut HCl 5 M selama 5 jam 30 menit, sedangkan dengan pelarut etanol waktu ekstraksinya hanya 4 jam 30 menit. Perbedaan waktu ekstraksi ini terjadi karena perbedaan titik didih antara etanol dan HCl 5 M. Setelah ekstraksi dihentikan, campuran pelarut dan minyak dibiarkan hingga dingin untuk selanjutnya dipisahkan antara minyak alga dan pelarutnya dengan alat vacuum evaporator. 645

Saat volume pelarut HCl 5 M sebanyak 400 ml dan 450 ml didapat ekstrak minyak alga lebih banyak daripada saat menggunakan pelarut sebanyak 350 ml. Seperti diperlihatkan pada. Tabel 1., dengan menggunakan pelarut HCl 5 M pada rasio 1 : 40 (10 g alga kering dan 400 ml HCl 5 M) telah mencapai rasio optimum untuk mengekstrak minyak alga. Volume pelarut yang lebih banyak menyebabkan minyak yang terekstrak oleh pelarut HCl 5 M semakin banyak. Hal ini disebabkan karena HCl memiliki tekanan osmotik yang cukup tinggi sehingga dapat dengan mudah merusak membran semipermeabel tempat penyimpanan minyak alga. Adanya perbedaan konsentrasi antara pelarut dan alga mengakibatkan kandungan air yang berada pada pelarut akan masuk ke dalam sel melalui membran semipermeabel hingga akhirnya sel akan membengkak dan pecah. Proses perpindahan massa ini akan terus berlangsung hingga terjadi kesetimbangan kimia, dimana jumlah dari minyak yang ada di dalam pelarut tetap sama meskipun ekstraksi terus berlangsung. Kondisi kesetimbangan ini terjadi pada rasio alga dan pelarut tertentu, seperti terlihat pada Tabel 1. ketika digunakan pelarut HCl 5 M rasio alga dan pelarut yang paling optimumnya adalah 1:40. Sehingga pada rasio 1:40 sudah mencapai kondisi kesetimbangan. Saat volume pelarut etanol sebanyak 350 ml dan 400 ml didapat minyak alga lebih banyak daripada saat menggunakan pelarut sebanyak 300 ml. Seperti diperlihatkan pada Tabel 2, dengan menggunakan pelarut etanol teknis 96% pada rasio 1 : 35 ( 10 gr alga kering dan 350 ml etanol) telah mencapai rasio optimum untuk mengekstrak minyak alga. 646

Dengan penambahan pelarut yang lebih banyak, minyak yang diperoleh juga akan meningkat. Hal ini terjadi karena akan semakin banyak volume pelarut yang kontak dengan padatan alga sehingga massa minyak dari alga akan berpindah ke pelarut semakin banyak pula. Proses perpindahan massa ini akan terus berlangsung hingga terjadi kesetimbangan kimia, dimana jumlah dari minyak yang ada di dalam pelarut tetap sama meskipun ekstraksi terus berlangsung. Kondisi kesetimbangan ini terjadi pada rasio alga dan pelarut tertentu, seperti terlihat pada Tabel 2. ketika digunakan pelarut etanol rasio alga dan pelarut yang paling optimumnya adalah 1:35. Berarti pada rasio alga dan pelarut 1:35 sudah mencapai kondisi kesetimbangan. Dari data pada Tabel 1. dan Tabel 2. dapat dihitung yield ekstraksi dan % minyak yang terekstrak dari alga Spirulina sp. Kemudian dapat dibuat grafik pengaruh peningkatan rasio alga dan pelarut terhadap % minyak alga yang terekstrak serta grafik pengaruh peningkatan rasio alga dan pelarut terhadap yield ekstraksi, seperti terlihat pada Gambar 1. dan Gambar 2. Dari Gambar 1. terlihat bahwa % minyak yang terekstrak dari masing-masing pelarut berbeda, dimana saat menggunakan pelarut HCl 5 M % minyak yang terekstrak dari alga Spirulina sp. lebih rendah dibandingkan saat menggunakan pelarut etanol teknis 96%. Minyak yang terekstrak oleh pelarut etanol dari alga kering ini belum seluruhnya, yang paling tinggi hanya 83,10%, sedangkan saat menggunakan pelarut HCl 5 M minyak yang terekstrak hanya 71,41%. Perbedaan persentase minyak yang terekstrak ini terjadi karena etanol tidak hanya mengekstrak minyak yang terkandung dalam alga saja. Pelarut jenis alkohol ikut mengekstrak beberapa kontaminan seperti gula, asam amino, garam-garam, dan pigmen. Oleh sebab itu, ketika dilakukan ekstraksi dengan pelarut etanol hasil yang diperoleh 647

lebih banyak daripada saat ekstraksi dengan pelarut HCl. Semakin banyak hasil ekstraksi yang diperoleh maka perhitungan persentase terekstrak dan yield ekstraksi akan semakin tinggi. Terlihat pada Gambar 2. bahwa yield ekstraksi dari masing-masing pelarut berbeda, dimana saat menggunakan pelarut HCl 5 M yield ekstraksinya lebih rendah dibandingkan saat menggunakan pelarut etanol teknis 96%. Dimana yield ekstraksi dengan pelarut etanol yang paling tinggi sebesar 20,61%, sedangkan saat menggunakan pelarut HCl yield ekstraksi yang paling tinggi hanya 17,71%. Pengaruh Pelarut Terhadap Komponen yang Terekstrak Untuk mengetahui komponen yang terkandung dalam minyak alga hasil ekstraksi dengan dua jenis pelarut harus dilakukan analisis dengan analisis GC-MS. Setelah dilakukan analisis diketahui bahwa komponen dari kedua sampel minyak yang diekstrak dengan pelarut berbeda memiliki komponen yang berbeda pula. Dari Gambar 3. terlihat bahwa ada 12 puncak yang menunjukkan komponen yang terkandung dalam minyak hasil ekstraksi dengan pelarut HCl 5M, dimana komponen terbesar penyusunnya adalah 4-Oxopentanoic acid yaitu sebesar 41,37%. Dari Gambar 4. terlihat bahwa ada 13 puncak yang menunjukkan komponen yang terkandung dalam minyak hasil ekstraksi dengan pelarut etanol teknis 96%, dimana komponen terbesar penyusunnya adalah 1,2-ethanediyl ester hexadecanoic acid yaitu sebesar 34,36%. Perbedaan komponen yang terekstrak ini tergantung dengan pelarut yang digunakan. Dalam penelitian ini saat digunakan pelarut etanol teknis 96% didapat hasil minyak yang berwarna kehijauan, sedangkan saat menggunakan pelarut HCl 5 M minyak yang didapat berwarna kekuningan. Hal ini terjadi karena etanol mengekstrak 648

komponen lain selain minyak alga, diantaranya yaitu gula, asam amino, garam-garam, dan pigmen. Klorofil yang ikut terekstrak oleh pelarut ini dapat mengganggu proses konversi minyak alga menjadi biodiesel, sehingga perlu penelitian lebih lanjut untuk memisahkan klorofil dari minyak alganya. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan yang dapat diambil yaitu: 1. Rasio alga dan pelarut HCl 5 M yang paling optimum adalah 1:40 (10 g alga kering dan 400 ml HCl 5 M), yang dapat mengekstrak 72,58% jumlah minyak alga dengan yield ekstraksi 18%, dan dari hasil analisis GC-MS komponen terbesar penyusun minyaknya adalah 4-Oxopentanoic acid sebanyak 41,37%. 2. Rasio alga dan pelarut etanol yang paling optimum adalah 1:35 (10 g alga kering dan 350 ml etanol), dapat mengekstrak hingga 80,65% jumlah minyak alga dengan yield ekstraksi 20%, dan dari hasil analisis GC-MS komponen terbesar penyusun minyaknya adalah 1,2-ethanediyl ester hexadecanoic acid sebesar 34,36%. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) di Lempasing, Lampung Selatan atas bantuannya menyediakan Spirulina sp. sebagai bahan baku penelitian. 649

DAFTAR PUSTAKA Elfera YR, Harimurti WD, & Rachmaniah O. 2010. Ekstraksi Minyak Alga dari Spirulina sp. Wacana Baru Bahan Baku Alternatif pada Proses Pembuatan Biodiesel. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Mahesa, RA. 2014. Perbandingan Metode Transesterifikasi In-Situ dan Konvensional Untuk Menghasilkan Metil Ester dari Minyak Tetraselmis chuii. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Lampung. Bandar Lampung. Oliveira MACLD, Monteiro MPC, Robbs PG, & Leite SGF. 1999. Growth and chemical composition of Spirulina maxima and Spirulina plantesis biomas at different temperatures. Aquaculture International. 7: 261 275. Sabel W, Warren JDF. 1973. Theory and Practices of Oleoresin Extraction on Proceding at The Conference on Species. Tropical Product Institut. London. Treybal. 1980. Mass Transfer Operation. Third Edition. Mc. Graw-Hill. Singapore. Daftar Tabel Tabel 1. Minyak alga yang didapat dari proses ekstraksi dengan pelarut HCl Run Volume Pelarut (ml) Rasio (gr alga : ml pelarut) Massa Minyak Alga (gr) 1 350 1:35 1,4 2 400 1:40 1,8 3 450 1:45 1,8 Tabel 2. Minyak alga yang didapat dari proses ekstraksi dengan pelarut etanol Run Volume Pelarut (ml) Rasio (gr alga : ml pelarut) Massa Minyak Alga (gr) 1 300 1:30 1,6 2 350 1:35 2,0 3 400 1:40 2,0 650

Yield ekstraksi (%) % terekstrak Seminar Nasional Sains & Teknologi VI Daftar Gambar 90 80 80.65 70 60 64.52 80.65 56.45 72.58 72.58 50 40 Pelarut HCl 5M Pelarut Etanol 30 01:26 01:30 01:35 01:39 01:43 01:48 Rasio alga dan pelarut (gr alga : ml pelarut) Gambar 1. Pengaruh peningkatan rasio alga dan pelarut terhadap % minyak yang terekstrak 25 20 15 10 16 20 20 14 18 18 5 Pelarut HCl 5M Pelarut Etanol 0 01:26 01:30 01:35 01:39 01:43 01:48 Rasio alga dan pelarut (gr alga : ml pelarut) Gambar 2. Pengaruh peningkatan rasio alga dan pelarut terhadap yield ekstraksi 651

Gambar 3. Hasil analisis GC-MS untuk ekstraksi dengan pelarut HCl 5 M Gambar 4. Hasil analisis GC-MS untuk ekstraksi dengan pelarut etanol 96% 652