BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai

dokumen-dokumen yang mirip
VALUASI EKONOMI KAWASAN KARST GUNUNG SEWU, DESA PACAREJO, KECAMATAN SEMANU, KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2013

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. devisa di suatu negara yang mengembangkan sektor tersebut. Kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota. GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS

I. PENDAHULUAN. yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN. terluas ( hektare) di dunia setelah kawasan karst di Cina dan Vietnam

BAB I PENDAHULUAN. daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti

BAB I PENDAHULUAN. eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam, yang dalam praktiknya perlu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

PENDAHULUAN BAB I Pengertian Judul Pengertian Pusat Studi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

MENGENAL KARST. Oleh : Heri Susanto Kasubbid Pertambangan, Energi, Pertanian dan Kelautan Pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi para wisatawan yang merupakan petualang-petualang yang ingin

Tjahyo Nugroho Adji Karst Research Group Fak. Geografi UGM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Kendeng Utara terbentang mulai dari Kabupaten Kudus, sampai dengan Kabupaten Tuban, termasuk di

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

bahwa Kawasan Bentang Alam Karst Langkat memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAGIAN PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan Perancangan

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

Otonomi daerah yang mulai diterapkan, memacu setiap daerah mencari. peluang untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

PANITIA SEMINAR NASIONAL PENINGKATAN KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MANAJEMEN BENCANA BANJIR BANDANG DI LOKASI WISATA MINAT KHUSUS KALISUCI, GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pantai Siung dan Gambar 1.2 Gunung Api Purba Nglanggeran Sumber: beritadaerah.co.id dan gunungapipurba.

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Analisis Karakteristik Hidrologi Aliran Sungai Bawah Tanah di Kawasan Karst untuk Mendukung Pengembangan Geowisata

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

Gambar 18. Kondisi Jalan Menuju Tapak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KAJIAN PENILAIAN KEBERHASILAN REKLAMASI TERHADAP LAHAN BEKAS PENAMBANGAN DI PT. SUGIH ALAMANUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 4. Dinamika Lithosferlatihan soal 4.6

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Demikian pula dengan kondisi tanah dan iklim yang beragam, sehingga keadaan

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IDENTIFIKASI DAMPAK DAN KERUSAKAN KAWASAN KARST CIBINONG AKIBAT AKTIVITAS PENAMBANGAN DI DESA LEUWIKARET OLEH PT INDOCEMENT

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

A. JUDUL PENINGKATAN PARIWISATA DESA WANA WISATA SEGOROGUNUNG DENGAN PENGGUNAAN WEBSITE

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN PENAMBANGAN DI KAWASAN KARST KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

Serial:Powerpoint Presentasi: HIDROLOGI/ KONDISI AIR DAERAH KARST. Oleh : Tjahyo Nugroho Adji (Kelompok Studi Karst Fakultas Geografi UGM)

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis. dusun dan terletak di bagian selatan Gunungkidul berbatasan langsung dengan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh pantai bisa didapat secara langsung dan tidak langsung. Manfaat yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fajra Adha Barita, 2015

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

Kecamatan Amahai. Pantai Kuako

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah baik sumber daya alam hayati maupun non-hayati. Salah satu dari sekian banyak sumber daya alam yang terdapat di Indonesia adalah karst. Hamparan karst di Indonesia mencapai 145.000 km 2 dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Berdasarkan keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Mineral (ESDM) Nomor : 17 Tahun 2012 tentang penetapan kawasan bentang alam karst, yang dimaksud dengan karst adalah bentang alam yang terbentuk akibat pelarutan air pada batu gamping dan/atau dolomit. Batu gamping/kapur (CaCO 3 ) adalah sebuah batuan sedimen terdiri dari mineral calcite (kalsium carbonate) (Wikipedia, 2014), sedangkan dolomit adalah mineral yang berasal dari alam yang mengandung unsur hara magnesium dan kalsium berbentuk tepung (Wikipedia, 2013). Kawasan bentang alam karst sendiri diartikan sebagai karst yang menunjukkan bentuk eksokarst (morfologi permukaan) dan endokarst (morfologi bawah permukaan) tertentu. Nilai ekonomis kawasan karst antara lain berkaitan dengan usaha pertanian, kehutanan, pariwisata, dan pertambangan. Terkait dengan usaha pertanian, kawasan karst selalu memiliki gua yang jumlahnya bisa mencapai ratusan dalam satu kawasan. Gua merupakan tempat tinggal sejumlah biota, salah satunya adalah kelelawar. Beberapa jenis kelelawar yang biasa ditemui hidup di 1

2 gua-gua karst antara lain adalah kelelawar pemakan serangga dari jenis Nycteris javanica, Hipposideros larvatus, Hipposideros diadema, Rhinolopus sp, dan Miniopterus sp. Daya jelajah kelelawar-kelelawar tersebut mencapai 9 km dari gua tempat tinggalnya, artinya kelelawar-kelelawar tersebut memungkinkan untuk menjaga areal pertanian seluas 250 km 2 dari ancaman hama serangga. Kelelawar memiliki kemampuan makan hingga seperempat berat tubuhnya, tiap malam kelelawar pemakan serangga mampu melahap 800 hingga 1.200 ekor serangga (Falah dan Adiardi, 2011). Terkait dengan usaha kehutanan, kawasan karst yang permukaan tanahnya mengandung kapur sangat cocok untuk ditanami tanaman keras seperti jati. Pohon jati dapat dimanfaatkan untuk membuat produk mebel dengan kualitas premium karena keawetannya. Penduduk yang tinggal di kawasan karst juga sering kali memanfaatkan kulit pohon jati sebagai bahan dinding rumah mereka, cabang dan ranting pohon jati sebagai kayu bakar, serta daun jati sebagai pembungkus nasi atau tempe. Selain memiliki fungsi ekonomis, hutan jati juga memiliki fungsi nonekonomis, yaitu sebagai penyangga ekosistem di mana dapat menyerap karbondioksida dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara, hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah karena akarnya yang tumbuh mendalam dan melebar ke dalam tanah dapat membantu menggemburkan tanah sehingga air dan udara mudah masuk ke dalamnya (Wikipedia, 2014). Dengan demikian kelestarian lingkungan dapat terpelihara, ekosistem hutan terlindungi, dan dapat mencegah terjadinya bencana longsor yang dapat merugikan masyarakat sekitar kawasan karst (Gustami dan Waluyo, 2002).

3 Kawasan karst juga sangat potensial untuk dijadikan obyek wisata yang tentunya dapat memberikan manfaat ekonomis bagi penduduk setempat. Air terjun, sungai, dan gua-gua yang terdapat pada kawasan karst memiliki nilai estetika dan edukasi yang tinggi bagi wisatawan. Selain mempunyai nilai ekonomis, kawasan karst juga mempunyai nilai sosial budaya dan nilai ilmiah. Nilai sosial budaya antara lain sebagai tempat spiritual keagamaan, pendidikan, dan rekreasi, sedangkan nilai ilmiah dapat diperoleh dari studi biologi, geologi, ekologi, speleologi, dan sebagainya. Nilai ekonomis dari kawasan karst juga dapat diperoleh dari penambangan batuan kapur. Batu kapur digunakan sebagai bahan baku industri semen, batu marmer, perhiasan, dan bahan bangunan. Kabupaten Gunungkidul yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kawasan karst. Kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul ini merupakan salah satu segmen dari Kawasan Karst Gunung Sewu (KKGS) yang bentangannya meliputi tiga Kabupaten, yaitu Kabupaten Pacitan, Kabupaten Wonogiri, dan Kabupaten Gunungkidul. Keberadaan kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul mencakup sepuluh wilayah kecamatan dengan luas 13.000 km 2. Kawasan karst ini sangat unik dan bercirikan fenomena di permukaan dan bawah permukaan. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif seperti perbukitan karst yang jumlahnya kurang lebih 40.000 bukit yang berbentuk kerucut, sedangkan bentukan negatifnya berupa lembahlembah karst dan telaga karst. Fenomena bawah permukaan meliputi gua-gua karst yang jumlahnya mencapai 119 gua dan memiliki stalaktit dan stalakmit, dan

4 semua aliran sungai bawah tanah. Stalaktit adalah jenis mineral sekunder yang menggantung dari langit-langit gua kapur (Wikipedia, 2013). Stalaktit dan Stalakmit terbentuk akibat proses pelarutan air di daerah kapur yang berlangsung secara terus menerus. Air yang larut tersebut akan masuk ke lubang-lubang (doline) kemudian turun ke gua dan menetes dari atap ke dasar gua. Tetesantetesan tersebut lama kelamaan berubah menjadi batuan yang berbentuk runcing. Stalaktit adalah batu yang terbentuk di atap gua dan meruncing kebawah, sedangkan stalakmit yang terbentuk di dasar gua dan bentuknya meruncing keatas (Indra, 2012). Karena keunikan ekosistemnya, maka tahun 1993 International Union of Speleology mengusulkan agar KKGS masuk ke salah satu warisan alam dunia (Admin TIC Gunungkidul, 2013). Pada bulan Mei 2013, KKGS telah resmi ditetapkan sebagai kawasan taman bumi (geopark) nasional yang ke dua di Indonesia setelah Gunung Batur di Provinsi Bali, dan pada tahun 2014 KKGS akan dinilai oleh UNESCO untuk dijadikan international geopark (Bappeda Kab. Guningkidul, 2013). Upaya untuk menjadikan KKGS sebagai geopark dilakukan untuk menjaga kelestarian karst yang ada terutama dari aktivitas penambangan batuan karst. Penambangan batuan karst pada kawasan karst merupakan masalah utama yang terjadi hampir di setiap kawasan karst. Undang-undang yang melarang aktivitas penambangan batuan karst tidak banyak berdampak mengingat bahwa batuan karst merupakan sumber mata pencaharian pokok sebagian masyarakat yang telah dilakukan turun-temurun. Salah satu dampak dari penambangan batu gamping yang terdapat pada kawasan karst yaitu berkurangnya cadangan air

5 tanah. Perkembangan ilmu pengetahuan mengungkapkan bahwa karst merupakan akuifer air yang baik dan memiliki pengaruh langsung bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Konsep epikarst yang dikemukakan oleh ahli hidrologi Mangin, tahun 1973, menyebutkan bahwa lapisan batu gamping yang ada di dekat permukaan karst memiliki kemampuan menyimpan air dalam kurun waktu yang lama. Alexander Klimchouk, tahun 1979 dan 1981 juga mengungkapkan bahwa zona di dekat permukaan karst merupakan zona utama pengisi sistem (hidrologi) karst melalui proses infiltrasi diffuse dan aliran celah (fissure flow), dan Chernyshev pada tahun 1983 kemudian memperkirakan bahwa zona epikarst ini terletak pada kedalaman 30 sampai 50 m di bawah permukaan karst dengan ketebalan bervariasi, biasanya 10 sampai 15 m dari permukaan (Falah dan Adiardi, 2011). Desa Pacarejo merupakan salah satu desa yang mengandung batu gamping dan/atau dolomit, yang berada di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Desa Pacarejo memiliki banyak potensi, di antaranya hutan jati dengan luas lebih dari 74,5 ha, komoditi pertanian (lihat Tabel 1.1), dan obyek wisata Kalisuci. Tabel 1.1 Nilai Produksi Pertanian Desa Pacarejo Tahun 2013 No Komoditi Pertanian Nilai Produksi (Rp) 1 Padi dan Palawija 10,129,863,877.88 2 Jagung 285,459,059.30 3 Kedelai 1,769,557,140.00 4 Kacang Tanah 1,688,641,493.00 5 Mangga 75,501,104.64 Total 13,949,022,674.82 Sumber: Daftar Isian Potensi Desa dan Kelurahan, 2013 (data diolah)

6 Kalisuci merupakan satu obyek wisata yang saat ini telah menjadi kawasan warisan geologi (geoheritage) dan dikelola secara swadaya oleh masyarakat Desa Pacarejo. Kalisuci adalah gua yang dilewati aliran sungai bawah tanah di mana pengunjung dapat menikmati gua tersebut melalui kegiatan susur gua (cave tubing). Kegiatan susur gua di Kalisuci kurang lebih sepanjang 750 m dengan tarif Rp65.000,00/orang. Tabel 1.2 menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan ke Kalisuci dari tahun 2009 sampai 2013 yang terus memperlihatkan trend peningkatan. Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Kalisuci Tahun 2009-2013 Tahun Jumlah Kunjungan 2009 986 2010 1,329 2011 4,653 2012 5,835 2013 7,333 Sumber: POKDARWIS Kalisuci, 2014 (data diolah) Melihat begitu besarnya potensi yang terdapat pada kawasan karst yang dalam hal ini di wakili oleh Desa Pacarejo, maka peneliti bermaksud untuk melakukan studi Valuasi Ekonomi Kawasan Karst Gunung Sewu, Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Tahun 2013, untuk mengetahui nilai ekonomi total dari kawasan karst berdasarkan nilai guna (use value) yang terdiri dari nilai guna langsung (direct use value), nilai guna tidak langsung (indirect use value), dan nilai guna pilihan (option use value), serta nilai non-guna (non-use value) yang terdiri dari nilai warisan (bequest value) dan nilai keberadaan (existence value).

7 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah berapa besar nilai ekonomi total dari KKGS pada studi kasus di Desa Pacarejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul, Tahun 2013, agar diketahui berapa nilai ekonomi yang hilang apabila KKGS tidak dikelola dengan baik. 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan valuasi ekonomi terhadap KKGS berdasarkan nilai guna dan nilai non-guna, serta kontribusinya terhadap masyarakat di sekitar lokasi penelitian di Desa Pacerejo, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang relevan dan menjadi bahan masukan bagi para pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan KKGS kedepannya. 1.5. Sistematika Penulisan yaitu: Penelitian ini disusun dengan sistematika yang dibagi menjadi lima bab,

8 Bab I: Pendahuluan Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika penulisan. Bab II: Tinjauan Pustaka Pada bab ini berisi uraian mengenai landasan teori dan studi terkait/penelitian terdahulu yang menjadi sumber referensi teori dan metodologi dalam penelitian ini. Bab III: Metodologi Penelitian Pada bab ini berisi uraian mengenai metodologi penelitian yang digunakan untuk melakukan valuasi ekonomi KKGS. Bab IV: Pembahasan Pada bab ini berisi pembahasan tentang valuasi ekonomi KKGS yang meliputi Nilai Guna Langsung, Nilai Guna Tidak langsung, Nilai Guna Pilihan, Nilai Warisan, dan Nilai Keberadaan. Bab V: Penutup Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran.