1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan yang baik begitu pula sebaliknya, pemerintah yang dikelola dan diatur dengan tidak baik akan berdampak pada tidak baiknya penyelenggaraan pemerintahnya. Seperti yang terjadi di Indonesia, krisis ekonomi yang terjadi disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintah yang dikelola dan diatur secara tidak baik. Krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang terjadi mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lain seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sudah mengakar dan sulit diberantas, sulitnya penegakan hukum yang benar dan jujur, monopoli kegiatan ekonomi, tidak baiknya kualitas pelayanan masyarakat, serta banyak masalah lainnya (Krina, 2003). Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya control masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antar bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha
2 (bisnis). Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan (Werimon, 2007). Pemerintah, yang merupakan pemegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisinya sebagai pengatur ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai menghambat perluasan aktivitas bisnis, mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku. Oleh karena itu, tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang melanda bangsa Indonesia membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif yang timbul akibat adanya krisis tersebut adalah tingkat kemiskinan yang semakin tinggi dan taraf kehidupan masyarakat yang semakin menurun. Sedangkan dampak positif yang ditimbulkan dari krisis tersebut adalah munculnya reformasi disegala bidang khususnya bidang kepemerintahan yang menuntut terciptanya good and client governance (Mardiasmo, 2002).
3 Dampak ini mengarah pada reformasi. Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. Menurut Dwiyanto (2006) desentralisasi merupakan perpindahan kewenangan atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah serta manajemen dan pengambilan keputusan dari tigkat nasional ke tingkat daerah. Triadji (2002) mengatakan bahawa tujuan kebijaksanaan desentralisasi adalah untuk mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), mengurangi subsidi dari pemerintah pusat, dan mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah. Berdasarkan ketetapan MPR Nomor XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pemerintah juga telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Anggaran antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.
4 Sukiadi (2003) menyatakan bahwa kedua Undang-Undang tersebut mengandung beberapa misi, yaitu: Pertama, menciptakan efisiensi dan efektivitas penggelolaan sumber daya daerah. Kedua, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kedua undang-undang tersebut menjadi sangat penting karena akan membawa perubahan yang mendasar pada kehidupan sistem pemerintahan dan sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pada sistem pemerintahan khususnya pemerintah daerah perubahan yang terjadi adalah berupa pelaksanan otonomi daerah dan desentralsasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, tuntutatn terhadap pemerintah untuk menciptakan good governance sebagai salah satu prasyarat penyelenggaraan pemerintah dengan mengedepankan transparansi dan akuntanbilitas publik. Amin (2005) mengatakan bahwa berbagai pihak menaruh harapan besar terhadap keberhasilan otonomi daerah terutama dalam rangka mendorong terwujudnya good governance. Dengan dimilikinya kewenangan yang besar oleh daerah Kabupaten atau Kota dalam menyelenggarakan pemerintahan serta penguatan fungsi dan peran legislatif diharapkan mampu memotivasi terjadinya perbaikan kualitas kebijakan, dari formulasi sampai dengan evaluasi kebijakan. Proses kebijakan menjadi lebih partisipatif, transparan, responsive, dan akuntabel terhadap semua stakeholder di daerah.
5 Pada sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah, implikasi dari Undang- Undang tersebut adalah perlunya dilakukan reformasi anggaran (budgeting reform), sistem pembiayaan (financing reform), sistem akuntansi (accounting reform), sistem pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah (audit reform), serta sistem manajemen keuangan daerah. Anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat. Hal inilah yang menjadi perbedaan dengan anggaran sektor swasta karena tidak berhubungan dengan pengalokasian dana dari masyarakat. Pendanaan pada sektor publik berasal dari pajak dan retribusi, laba perusahaan milik daerah atau negara, pinjaman pemerintah berupa utang luar negeri dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya telah diberikan oleh pemerintah pusat melalui otonomi daerah sebagai bagian dari semangat good governance. Partisipasi masyarakat sangat penting dan dibutuhkan didalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Karena anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah arah kebijakan pemerintah daerah yang diwujudkan dalam langkah-langkah nyata pembangunan daerah. Karena itu, APBD hendaknya mengedepankan partisipasi masyarakat sebagai wujud keikutsertaan masyarakat dalam membangun daerahnya dan sebagai wujud transparansi kebijakan publik
6 kepada masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bernegara. Pentingnya partisipasi masyarakat dan transparansi setiap kebijakan publik terutama dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD akan mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta akuntabel. Dengan demikian kedua hal tersebut wajib dijunjung tinggi oleh pemerintah sebagai upaya pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. Sebagai salah satu implementasi dari transparansi ini, pemerintah Kabupaten Pelalawan telah mempublikasikan laporan keuangan Pemerintah Daerah kepada publik. Proses pengambilan kebijakan diawali dengan diskusi antar instansi pemerintah daerah dengan berbagai komponen masyarakat yang difasilitasi oleh suatu tim ahli. Diskusi tersebut menghasilkan rumusan tentang arah kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Sementara RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, Renstra SKPD ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja masing-masing. RPJM Daerah selanjutnya dijabarkan ke dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Bappeda berperan penting di dalam kegiatan yang dilakukan setiap tahun tersebut, khusunya dalam mengkoordinir proses perencanaan daerah melalui forum musrenbang dari tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten. Pada saat musrenbang tingkat
7 kecamatan, pihak Bappeda yang hadir menyampaikan sosialisasi tentang program-program pembangunan dan arahan umum anggaran. Forum SKPD dimaksudkan untuk menyesuaikan program-program antar dinas agar tidak tumpang tindih, dan dalam forum ini pula dibahas aspirasi dari masyarakat yang disampaikan melalui musrenbang tingkat kecamatan. Rencana kerja SKPD menjadi bahan masukan untuk Rancangan RKPD. Rancangan RKPD menjadi bahan acuan dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Rencana Kerja SKPD hasil pembahasan dalam forum SKPD menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja Anggaran SKPD dan juga RAPBD. Berdasarkan uraian diatas, peneiliti tertarik untuk mengambil judul Persepsi Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan Terhadap Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah persepsi pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)?
8 2. Bagaimanakah persepsi pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan terhadap transparasi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)? 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini terdapat beberapa pembatasan agar hasil penelitian tetap konsisten dan terfokus pada tujuan. Penelitian tersebut dibatasi dan hanya dilakukan pada 17 dinas yang terdapat di pemerintahan kabupaten Pelalawan, yaitu: 1) Dinas Pendidikan, 2) Dinas Kesehatan, 3) Dinas Kesejahteraan Sosial, 4) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 5) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, 6) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 7) Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, 8) Dinas Pekerjaan Umum, 9) Dinas Tata Kota, Pertamanan dan Kebersihan, 10) Dinas Peternakan, 11) Dinas Perikanan dan Kelautan, 12) Dinas Koperasi dan UMKM, 13) Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar, 14) Dinas Pertanian Tanaman Pangan,
9 15) Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 16) Dinas Pertambangan dan Energi, 17) Dinas Pendapatan Daerah. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan memberikan bukti empiris: 1. Mengenai persepsi pejabat pemerintah daerah kabupaten Pelalawan terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). 2. Mengenai persepsi pejabat pemerintah daerah kabupaten Pelalawan terhadap transparasi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait. Penelitian ini diharapkan dapat mempertegas hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya. Diharapkan dapat menjadi informasi bagi pemerintah daerah kabupaten Pelalawan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan
10 transparansi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam mewujudkan good governance.