BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu: Undang-

BAB I PENDAHULUAN. baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme

BAB I PENDAHULUAN. yang menggambarkan kondisi keuangan dari suatu organisasi yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Dalam penyelengaraan otonomi daerah, pemerintah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat

Volume 12, Nomor 2, Hal ISSN Juli Desember 2010

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

reformasi yang didasarkan pada Ketetapan MPR Nomor/XV/MPR/1998 berarti pada ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 menjadi dasar pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lampiran RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. pembaruan dan perubahan untuk menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan.

BUPATI SERAM BAGIAN BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB 14 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

SIKLUS ANGGARAN PEMERINTAH DAERAH

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberi peluang

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. RKPD Kabupaten Ponorogo Tahun Bab I_ Halaman 1

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB VIII PENUTUP BAB VIII PENUTUP

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BUPATI PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR,

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara,

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

penduduknya bekerja sebagai petani dan tingkat pendidikan relatif rendah, dengan

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. sistem kehidupan Negara. Dalam pemerintah sendiri, sudah mulai ada perhatian yang

PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS UTARA PRIORITAS PLAFON ANGGARAN SEMENTARA PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2015

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB I PENDAHULUAN. tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

SISTEM DAN PROSEDUR PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM APBD DAN PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA

KAJIAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PATI TUGAS AKHIR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik (Mardiasmo,2002:2).

ANALISIS VALUE FOR MONEY PROGRAM PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANGGARAN 2007

-1- BUPATI BENGKAYANG PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN BUPATI BANGKA BARAT NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Pendahuluan. Latar Belakang

BUPATI PATI PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. yang telah di amandemen menjadi Undang-Undang No. 32 dan No. 33 Tahun

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Governance), baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pada tahap BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Konsep tentang mekanisme penyusunan program kerja pemerintah daerah,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA Tahun 2010 Nomor: 8


BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

Pemerintah Kabupaten Wakatobi

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA SERANG TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut dilakukan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

BAB I PENDAHULUAN. optimal dalam pembangunan daerahnya masing-masing sehingga pembangunan

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

BAB 13 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI

BAB I PENDAHULUAN. telah membawa perubahan terhadap sistem politik, sosial, kemasyarakatan serta

KOTA SURAKARTA PRIORITAS DAN PLAFON ANGGARAN SEMENTARA (PPAS) TAHUN ANGGARAN 2016 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tatacara penyelenggaraan pemerintah mengelola dan mengatur pemerintah sangat mempengaruhi baik atau buruknya suatu pemerintahan berjalan. Pemerintah yang dikelola dan diatur dengan baik akan menjadi pemerintahan yang baik begitu pula sebaliknya, pemerintah yang dikelola dan diatur dengan tidak baik akan berdampak pada tidak baiknya penyelenggaraan pemerintahnya. Seperti yang terjadi di Indonesia, krisis ekonomi yang terjadi disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintah yang dikelola dan diatur secara tidak baik. Krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang terjadi mengakibatkan timbulnya berbagai masalah lain seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang sudah mengakar dan sulit diberantas, sulitnya penegakan hukum yang benar dan jujur, monopoli kegiatan ekonomi, tidak baiknya kualitas pelayanan masyarakat, serta banyak masalah lainnya (Krina, 2003). Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya control masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antar bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha

2 (bisnis). Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan (Werimon, 2007). Pemerintah, yang merupakan pemegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisinya sebagai pengatur ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai menghambat perluasan aktivitas bisnis, mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku. Oleh karena itu, tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang melanda bangsa Indonesia membawa dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif yang timbul akibat adanya krisis tersebut adalah tingkat kemiskinan yang semakin tinggi dan taraf kehidupan masyarakat yang semakin menurun. Sedangkan dampak positif yang ditimbulkan dari krisis tersebut adalah munculnya reformasi disegala bidang khususnya bidang kepemerintahan yang menuntut terciptanya good and client governance (Mardiasmo, 2002).

3 Dampak ini mengarah pada reformasi. Reformasi yang diperjuangkan oleh seluruh lapisan masyarakat membawa perubahan dalam kehidupan politik nasional maupun di daerah. Salah satu agenda reformasi tersebut adalah adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. Menurut Dwiyanto (2006) desentralisasi merupakan perpindahan kewenangan atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah serta manajemen dan pengambilan keputusan dari tigkat nasional ke tingkat daerah. Triadji (2002) mengatakan bahawa tujuan kebijaksanaan desentralisasi adalah untuk mewujudkan keadilan antara kemampuan dan hak daerah, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), mengurangi subsidi dari pemerintah pusat, dan mendorong pembangunan daerah sesuai dengan aspirasi masing-masing daerah. Berdasarkan ketetapan MPR Nomor XV/MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pemerintah juga telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah, yaitu: Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Anggaran antara Pemerintahan Pusat dan Daerah.

4 Sukiadi (2003) menyatakan bahwa kedua Undang-Undang tersebut mengandung beberapa misi, yaitu: Pertama, menciptakan efisiensi dan efektivitas penggelolaan sumber daya daerah. Kedua, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kedua undang-undang tersebut menjadi sangat penting karena akan membawa perubahan yang mendasar pada kehidupan sistem pemerintahan dan sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah. Pada sistem pemerintahan khususnya pemerintah daerah perubahan yang terjadi adalah berupa pelaksanan otonomi daerah dan desentralsasi yang luas, nyata, dan bertanggungjawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, tuntutatn terhadap pemerintah untuk menciptakan good governance sebagai salah satu prasyarat penyelenggaraan pemerintah dengan mengedepankan transparansi dan akuntanbilitas publik. Amin (2005) mengatakan bahwa berbagai pihak menaruh harapan besar terhadap keberhasilan otonomi daerah terutama dalam rangka mendorong terwujudnya good governance. Dengan dimilikinya kewenangan yang besar oleh daerah Kabupaten atau Kota dalam menyelenggarakan pemerintahan serta penguatan fungsi dan peran legislatif diharapkan mampu memotivasi terjadinya perbaikan kualitas kebijakan, dari formulasi sampai dengan evaluasi kebijakan. Proses kebijakan menjadi lebih partisipatif, transparan, responsive, dan akuntabel terhadap semua stakeholder di daerah.

5 Pada sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah, implikasi dari Undang- Undang tersebut adalah perlunya dilakukan reformasi anggaran (budgeting reform), sistem pembiayaan (financing reform), sistem akuntansi (accounting reform), sistem pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah (audit reform), serta sistem manajemen keuangan daerah. Anggaran pada sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter yang menggunakan dana milik rakyat. Hal inilah yang menjadi perbedaan dengan anggaran sektor swasta karena tidak berhubungan dengan pengalokasian dana dari masyarakat. Pendanaan pada sektor publik berasal dari pajak dan retribusi, laba perusahaan milik daerah atau negara, pinjaman pemerintah berupa utang luar negeri dan obligasi pemerintah, serta sumber dana lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan. Partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya telah diberikan oleh pemerintah pusat melalui otonomi daerah sebagai bagian dari semangat good governance. Partisipasi masyarakat sangat penting dan dibutuhkan didalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Karena anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) adalah arah kebijakan pemerintah daerah yang diwujudkan dalam langkah-langkah nyata pembangunan daerah. Karena itu, APBD hendaknya mengedepankan partisipasi masyarakat sebagai wujud keikutsertaan masyarakat dalam membangun daerahnya dan sebagai wujud transparansi kebijakan publik

6 kepada masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam bernegara. Pentingnya partisipasi masyarakat dan transparansi setiap kebijakan publik terutama dalam penyusunan dan pelaksanaan APBD akan mendorong terciptanya pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta akuntabel. Dengan demikian kedua hal tersebut wajib dijunjung tinggi oleh pemerintah sebagai upaya pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat. Sebagai salah satu implementasi dari transparansi ini, pemerintah Kabupaten Pelalawan telah mempublikasikan laporan keuangan Pemerintah Daerah kepada publik. Proses pengambilan kebijakan diawali dengan diskusi antar instansi pemerintah daerah dengan berbagai komponen masyarakat yang difasilitasi oleh suatu tim ahli. Diskusi tersebut menghasilkan rumusan tentang arah kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah dan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Sementara RPJM Daerah ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah, Renstra SKPD ditetapkan oleh pimpinan satuan kerja masing-masing. RPJM Daerah selanjutnya dijabarkan ke dalam rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Bappeda berperan penting di dalam kegiatan yang dilakukan setiap tahun tersebut, khusunya dalam mengkoordinir proses perencanaan daerah melalui forum musrenbang dari tingkat desa, kecamatan sampai kabupaten. Pada saat musrenbang tingkat

7 kecamatan, pihak Bappeda yang hadir menyampaikan sosialisasi tentang program-program pembangunan dan arahan umum anggaran. Forum SKPD dimaksudkan untuk menyesuaikan program-program antar dinas agar tidak tumpang tindih, dan dalam forum ini pula dibahas aspirasi dari masyarakat yang disampaikan melalui musrenbang tingkat kecamatan. Rencana kerja SKPD menjadi bahan masukan untuk Rancangan RKPD. Rancangan RKPD menjadi bahan acuan dalam menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD). Rencana Kerja SKPD hasil pembahasan dalam forum SKPD menjadi pedoman dalam menyusun Rencana Kerja Anggaran SKPD dan juga RAPBD. Berdasarkan uraian diatas, peneiliti tertarik untuk mengambil judul Persepsi Pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan Terhadap Partisipasi Masyarakat Dan Transparansi Kebijakan Publik Dalam Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD). 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah persepsi pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)?

8 2. Bagaimanakah persepsi pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan terhadap transparasi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)? 1.3 Batasan Masalah Dalam penelitian ini terdapat beberapa pembatasan agar hasil penelitian tetap konsisten dan terfokus pada tujuan. Penelitian tersebut dibatasi dan hanya dilakukan pada 17 dinas yang terdapat di pemerintahan kabupaten Pelalawan, yaitu: 1) Dinas Pendidikan, 2) Dinas Kesehatan, 3) Dinas Kesejahteraan Sosial, 4) Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 5) Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informasi, 6) Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, 7) Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga, 8) Dinas Pekerjaan Umum, 9) Dinas Tata Kota, Pertamanan dan Kebersihan, 10) Dinas Peternakan, 11) Dinas Perikanan dan Kelautan, 12) Dinas Koperasi dan UMKM, 13) Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar, 14) Dinas Pertanian Tanaman Pangan,

9 15) Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 16) Dinas Pertambangan dan Energi, 17) Dinas Pendapatan Daerah. 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur dan memberikan bukti empiris: 1. Mengenai persepsi pejabat pemerintah daerah kabupaten Pelalawan terhadap partisipasi masyarakat dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). 2. Mengenai persepsi pejabat pemerintah daerah kabupaten Pelalawan terhadap transparasi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait. Penelitian ini diharapkan dapat mempertegas hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya. Diharapkan dapat menjadi informasi bagi pemerintah daerah kabupaten Pelalawan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan

10 transparansi kebijakan publik dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam mewujudkan good governance.